Madame Mafia

Por Reiinah76

524K 41K 13.9K

Carlie Eloise Heston adalah simbol kesempurnaan. Putri dari keluarga bangsawan paling ternama, memiliki salah... Mais

Madame Mafia
Chapter 1 - Madame Eloise is Absolute
Chapter 2 - Lion's Cage
Chapter 3 - Red Bar
Chapter 4 - First Kill
Chapter 5 - Red is not so Pretty Anymore
Chapter 6 - To Surrend is Never a Choice
Chapter 7 - Brother
Chapter 8 - Third Kill
Chapter 9 - Abducted
Chapter 10 - Alter
Chapter 11 - Paul and Paula
Chapter 12 - Hell Partner
Chapter 13 - Unwritten Agreement
Chapter 14 - Aliance Meeting (1)
Chapter 14 - Aliance Meeting (2)
Chapter 15 - Teaming Up
Chapter 16 - Ian and Carlie
Chapter 17 - Relationshit
Chapter 18 - Marijuana Date (1)
Chapter 18 - Marijuana Date (2)
Chapter 19 - Stella Martin, The Poor Lady
Chapter 20 - I Hate This Party
Chapter 21 - Little promise
Chapter 22 - Aliance Issue
Chapter 23 - Austin and Emerald
Chapter 23.2 - Austin and Emerald
Chapter 24 - The Show
Chapter 25 - Mama
Chapter 26 - Through the Mirror
Chapter 26 - Through the mirror (2)
Chapter 27 - A Letter that Brings Storm
Chapter 28 - Wish (1)
Chapter 28 - Wish (2)
Chapter 29 - Cotton Candy
Chapter 30 - Every Single Thing
Chapter 31 - Present
Chapter 32 - Fishing Net
Chapter 32 - Fishing Net (2)
Chapter 33 - Vow
Chapter 34 - Agreement
Chapter 35 - A Call for Help
Chapter 36 - Liar
Chapter 37 - Hard Choice
Chapter 38 - Odd Combo
Chapter 39 - Rewrite
Chapter 40 - Alive
Chapter 41 - Letter
Madame Mafia 2
MM 2 : Prologue - Every Single Night
MM 2 : Chapter 1 - New Encounter
MM 2 : Chapter 2 - Invitation
MM 2 : Chapter 3 - Left Out
MM 2 : Chapter 4 - Memories
MM 2 : Chapter 5 - Behind The Flames
MM 2 : Chapter 6 - A Killer
MM2 : Chapter 7 - Make Over
MM 2 : Chapter 8 - Different Dream
MM 2 : Chapter 9 - Nightmare
MM 2 : Chapter 10 - Who was his name?
MM 2 : Chapter 11 - Broken Mirror
MM 2 : Chapter 12 - Boxing
MM 2 : Chapter 13 - The Returned
MM 2 : Chapter 14 - I Did Better
MM 2 : Chapter 15 - Thin Thread
MM 2 : Chapter 16 - Bloody Dream
MM 2 : Chapter 17 - Guns
MM 2 : Chapter 18 - About You And Only You
MM 2 : Chapter 19 - Radomir Volkov
MM 2 : Chapter 20 - Forgive Me
MM 2 : Chapter 21 - Dance Partner
MM 2 : Chapter 22 - One Condition
MM 2 : Chapter 24 - Switch
MM 2 : Chapter 25 - For Her
MM 2 : Chapter 26 - Confession
MM 2 : Chapter 27 - From Today
MM 2 : Chapter 28 - Kiss
MM 2 : Chapter 29 - Father
MM 2 : Bonus Part

MM 2 : Chapter 23 - Car Crash

2.6K 292 297
Por Reiinah76

Hi Semuanya! Welcome Back To Madame Mafia!

Sebelum mulai seperti biasa....

Bonus : 270 komen

Kalau komennya lebih dari segitu, aku updatenya sehari lebih cepet dari tanggal update biasa, okei?

Jangan lupa vote dulu, yuk!

Happy reading!

~~~

Kobar api menjalar jauh lebih cepat dari yang siapa pun bayangkan. Jona kepanikan, melangkah kembali ke dalam gedung, mencari Carlie. Hanya berdoa satu hal di dalam hatinya, kalau ledakan yang berasal dari kamar mandi perempuan itu bukan kamar mandi yang tengah Carlie tempati. Oh ayolah, gedung sebesar ini tidak mungkin memiliki 1 kamar mandi saja, bukan?

Dan nyatanya, dewi fortuna menjawab keinginannya.

Tidak ada yang ditemukan memasuki kamar mandi perempuan yang terbakar. Yang berarti hanya menyisakan satu kamar mandi lagi yang mungkin Carlie masuki. Karena hanya dua kamar mandi yang kini terbuka untuk publik di gedung ini. Namun di kamar mandi itu bukan berarti kondisinya baik. Bukan juga berarti tidak terjamah kebakaran. Alih-alih, dari dalam, api mulai menjilat-jilat. Masuk melewati saluran pipa kamar mandi, dan membakar pintu bilik demi bilik.

Jona bahkan nyaris terbakar ketika dia mencoba memasuki kamar mandi. "Carlie!" Dia menjerit-jerit. Berkali-kali, sampai kerongkongannya sakit. Dia menendang setiap pintu, tidak peduli walau sepatunya yang begitu mahal menjadi abu, dan mencari di setiap sudut kamar mandi yang terasa membakar itu.

Namun Carlie tidak bisa ditemukan di mana-mana. Jona tidak menjumpainya sama sekali.

Sampai tiba-tiba, seorang menarik kencang kerahnya.

Jona menjerit kencang ketika tubuhnya menghantam ubin yang sama panasnya, merasakan punggungnya terbakar sampai ke daging. Seorang pria ada di atasnya, menggebukinya sampai Jona kewalahan, dia setengah mati menahan bogem pria itu yang menghantam tangannya – yang sudah luka-luka oleh pertikaiannya dengan Volkov – di tambah udara yang sesak, oksigen yang menipis. Semuanya begitu buruk. Semuanya sangat kacau.

Sampai akhirnya dia sadar siapa yang tengah menghantamnya habis-habisan.

Gerald Heston. Ayah Carlie.

"Aku jelas melihat Carlie masuk ke dalam toilet ini! Di mana anakku!? Kembalikan dia!" Dia bagai tengah kesetanan. Bagai pikirannya tidak lagi ada di dalam kepalanya, dan setiap bogemnya hanya dipenuhi amarah juga ledakan emosi yang tak terkendali. Jona ingin menjawab, namun jangankan ada waktu, dia kewalahan menahan pukulan yang bertubi-tubi. "Kau ke mana kan Carlieku, Sialan!? Aku tahu dirimu. Jonathan Grandy, pemilik bar tolol di Eropa itu!"

Jona tidak pernah mengingat barnya tolol namun itu bukan intinya!

Bogem ini terus berlanjut, sampai jalar api menerjang ke arah mereka. Jona membelalak, harus secepat mungkin pergi dari lantai kalau tidak ingin pundaknya terbakar. Karena itu dia berancang-ancang untuk menaikkan kakinya, mengdorong perut Gerald, dan menjelaskan diri. Namun bahkan belum sempat...

"Hentikan, Pak Tua! Apa yang kau lakukan!? Apa kau gila?"

Jona membelalak, mendengar suara yang kelewat familiar itu.

Rian Andira.

Musuhnya. Kini tengah menyelamatkannya.

Apa aku tengah bermimpi?

"Carlie jelas masuk ke dalam toilet dan belum keluar semenjak dia masuk! Dia tidak ada di jalur evakuasi yang diambil Dera dan Charlotte serta yang lain. Bahkan istriku sudah menangis-nangis mencari Carlie ke mana-mana, dan pria ini adalah orang pertama yang masuk kemari. Jelas dia mencurigakan, Bocah Ingusan!"

Mengagumkan bagaimana nama Bocah Ingusan kepada Rian Andira menghibur hati Jona. Walau tidak banyak. Selebihnya, hanya kepanikan kalau Carlie tidak ada.

"Dan kau lihat manusia itu!" Rian menarik Kerah Jona, memaksanya berdiri. Jona menggerutu tidak suka. "Apa dia terlihat seperti penculik? Kataku wajahnya lebih seperti pembunuh." Andira sialan! "Dia tidak bahkan membawa senjata, tidak bahkan menggotong Carlie di pundaknya. Dan sekarang kau lihat pintu bilik di hadapanmu." Gerald menoleh, melihat pintu yang sudah didobrak habis-habisan. "Pria ini yang melakukannya! Apa kau tidak berpikir dia mencoba mencari Carlie juga berasama dengan kita?!"

"Dia seharusnya berada di Amerika. Dia teman Arlett! Keberadaannya saja sudah cukup mencurigakan."

"Ada yang namanya pesawat di jaman kiwari, Astaga Naga!" Rian menjerit frustrasi. Namun Gerald bahkan lebih frustrasi lagi daripada temannya itu.

"Astaga, di mana anak itu!? Dia jelas di sini, lalu terjadi ledakan tiba-tiba, lalu dia menghilang, lal-"

Intinya Gerald merancau tanpa habis. Mencari ke sana kemari, menghindar setiap ada jilatan api yang nyaris mengenainya. Dia hanya menginginkan putrinya untuk kembali. Jona bukan artinya tidak mengerti perasaannya. Kalau dia dan Carlie memiliki Putri, Jona akan sama frustrasinya. Hanya saja dia tidak suka pertemuan perdana mereka, pembicaraan pertama mereka setelah mengenal Carlie 4 tahun lamanya, adalah adu tonjok.

"Kau... menyelamatkanku?" bisik Jona kepada Rian.

"Jangan salah paham. Aku tahu kau akan menendang Pak Tua tadi."

Jona mendengus. "Aku hanya mencoba mendorongnya dariku."

"Ya dan berakhir membuatnya memuntahkan ususnya? Tidak. Aku tidak akan biarkan." Pria ini sungguh menyebalkan. Gelagatnya yang selalu menganggap Jona nila di tengah susu. Aib di tengah baik. Dan yang lebih menyebalkannya lagi, Jona tidak bisa banyak melawan. Sebab Rian tidak salah. Dia memang buruk sekali sikapnya, dahulu kala. "Tapi jangan salah paham." Rian mendengus keras sekali. "Aku baru mendengar kabar putusnya kalian hari ini dan aku menemukanmu lagi di sini? Apes sekali sialan."

Rian berdecak kencang. "Kau tahu merancau saja tidak akan membantu apa-apa, bukan, Pak Tua!?" bentaknya, menegur Gerald, dan menyadarkan pria itu dari kesadarannya.

"Lantas apa yang harus kulakukan, sialan!? Carlie tidak ada!"

"Kita cari ke tempat lain. Mungkin dia sudah kabur lebih dulu sebelum kita sadar, mengerti!?"

Rian lagi-lagi menarik Kerah Jona, memaksa pria itu untuk ikut bersamanya mencari Carlie ke luar. Jona bisa saja mendengus kesal sekali lagi, namun kali ini tujuan mereka sama. Yang penting Carlie hidup dan baik-baik saja. Itu yang menjadi prioritas Jona. Sehingga ditarik ke sana kemari, tidak memberatkannya sama sekali.

Sampai Gerald tiba-tiba mengatakan sesuatu.

"Apa itu yang tertempel di cermin?"

Keduanya langsung menoleh, melihat sebuah amplop hitam dari kertas karton terpasang di cermin. Rian meraihnya cepat-cepat, sebelum api membakarnya. Lantas membaca isinya keras-keras.

"Kalau kau mencari Carlie Eloise Heston, maka aku memilikinya. Temui aku di tempat yang kucantumkan di surat ini, dan kita bisa berbicara. Dari : Rey De La Oscuridad kedua."

Jona membelalak begitu lebar.

Kalau mengatakan Rey De La Oscuridad yang baru, satu-satunya jawaban adalah Marco Moretti. Pria yang dijadikan kepercayaannya untuk mengurus dunia mafia setelah kepergian Jona. Mengapa pria itu ada di sini!? Mengapa dia bisa tahu aku ada di sini!? Mengapa dia mengambil Carlie!? Bukankah kita bekerja sama!? Pertanyaan demi pertanyaan muncul di benaknya. Setiap pertanyaan, mengirim kepanikan berlipat ganda baginya. Jona harus menyelamatkan Carlie sekarang juga! Marco Moretti berbahaya!

"Personal Messege," Jona tertegun tatkala Rian membaca lagi, "tidak ada yang boleh tahu tentang penculikan ini, tempat yang kutunjukan di surat ini, ataupun ada yang membuntutimu kemari. Hanya kau sendiri, mengerti?"

Da seketika keheningan merebak di antara ketiga pria di ruangan itu.

Jona, Gerald, dan Rian saling adu tatap. Lalu perlahan semuanya menaikkan senyum keji.

"Terlanjur, entah kau siapa yang mencoba menyakiti putriku," desis Gerald, begitu bengis.

"Tidak mungkin kita tidak membantu, ya kan?"

"Tentu saja."

***

Api yang menjalar kian kencang saja kecepatannya. Ketiga dari mereka berusaha untuk kabur lewat pintu depan, dan mengejar Carlie sampai titik yang diberikan. Rian yang pertama kali melangkah keluar dari kamar mandi terbakar itu. Namun tatkala Jona dan Gerald hendak mengekor...

Pintu yang terbakar ambruk masuk ke dalam kamar mandi. Memaksa Jona dan Gerald untuk mundur. Celana Gerald terbakar, dan lansung Jona banjur dengan air wastafel yang untungnya masih menyala.

"Pak Tua! Aus- Grandy! Kalian tak apa!?" Suara Rian menggema dari balik kepulan asap.

Gerald terbatuk-batuk, begitu juga Jona, namun keduanya berteriak serempak. "Tidak apa!" yang langsung membuat keduanya saling tatap, malu sendiri karena berbicara bersamaan.

"Bocah Ingusan! Kau pergi dulu sana mengejar Carlie!" Gerald membentak.

"Kalian bagaimana!?"

"Kita akan mencoba mencari jalan keluar. Intinya Carlie lebih penting! Pergi sana!"

Rian akhirnya mengiyakan. "Kita bertemu di titik pertemuan, ya!" bentaknya, sebelum suaranya menjauh, tertelan suara desisan api.

Gerald sekali lagi mondar-mandir, mencari cara untuk keluar dari balik api ini, tanpa terluka. Dia tidak mungkin keluar lewat jendela. Ini lantai 3 demi Tuhan! Kaki yang potong adalah niscaya. Mana api sudah banyak mengerumuni jendela, menerjang sama saja dengan bunuh diri. Dia membalik kepada Jona kepanikan. "Kita harus mencari jalan keluar dari sin-"

Namun sebelum selesai berkata, gerald terpaku. "Apa yang kau lakukan?"

Jona membanjur sekujur tubuhnya dengan air wastafel, dengan jolang kecil yang dia temukan di bagian bersih-bersih kamar mandi. Tubuhnya basah kuyup, namun matanya berkobar dalam api yang bahkan lebih panas ketimbang api yang tengah menjalar. Tekadnya sebulat bakso sempurna. Dia seperti rela walau mati sekalipun demi menyelamatkan Carlie.

"Kau bisa tunggu seseorang untuk menghabiskan api. Walau Rian Andira pergi, aku yakin dia akan kembali sebentar lagi membawa pemadam api. Kau bisa keluar dari pintu."

Gerald membelalak. "Apa yang akan kau lakukan!?"

Jona menunjukkan ke arah Jendela. Jalan keluar yang semula Gerald pikir mustahil. "Dari sini lebih cepat."

"Kau gila, sialan! Kau akan mati, Grandy!"

Namun Jona mengepalkan tangannya, menggertakkan rahangnya. Tekadnya tidak membengkok sedikit pun. Masih seteguh kali pertama mata mereka beradu. "Lebih baik aku mati, ketimbang harus hidup kehilangan putrimu."

Dan dengan begitu, Jona menerjang melewati jilatan api.

"Janga-"

Suara Gerald tertelan ringisan Jona sendiri. Jasnya terbakar di sana sini, menyisakan kemejanya yang menerawang dari balik. Jona namun tidak berhenti, dia langsung membuka jendela yang macet, menendangnya sekuat tenaga, lantas menaikinya. Dia menarik nafas dalam, mencoba menenangkan diri sendiri, meyakinkan kalau dia bisa melompati 3 lantai ini dengan aman asal penempatan kakinya baik, sebelum akhirnya dia berancang-ancang untuk lompat.

Lebih baik aku patah kaki ketimbang Carlie kehilangan nyawa.

Dan dia melompat.

Tepat di bawahnya ada semak-semak dedaunan yang bisa menjadi bantalan. Bukan berarti tidak sakit. Tetap saja rasanya bagai tulangnya dipatahkan banyak sekali di dalam. Namun minimal, semak-semak ini, menetralisir kesakitannya. Jona langsung berlari sekencang mungkin menuju mobilnya yang dia pakai sendiri, lagi-lagi bodoh amat kalau joknya basah terkena air yang dibanjurkan ke tubuhnya tadi, agar tidak terlalu terbakar oleh api. Dia melemparkan jasnya yang usang ke jok belakang, lantas mengenakan sabuk, dan hendak mulai mengemudi.

Ketika tiba-tiba, pintu di sampingnya terbuka lebar.

Dan masuk bagai tidak terjadi apa-apa, Gerald Heston ke dalamnya.

Jona membelalak. "K-kau... B-bagaimana secepat in-"

"Jangan berpikir hanya kau saja yang bisa turun dari lantai tiga. Beruntung aku tidak patah tulang walau semua sendiku sakit sekarang." Entah mengapa wajahnya merah. Seperti dia malu, dan Jona tidak paham. "Tapi aku akui kau gila. Aku tidak pernah melihat siapa pun yang berani melompat dari ketinggian setinggi itu tanpa berpikir dua kali."

Seperti yang kau tidak saja. Jona mendengus di dalam hati.

"Apa yang kau tunggu!? Kejar Carlie sekarang juga!"

Jona mendengus sekali lagi. Gerald penumpang, namun suaranya lebih cerewet ketimbang penumpang mana pun di bus umum mana pun. Jona jelas-jelas melihat sosok Carlie dari ayahnya. Hanya Carlie versi kekar dan berpenis. Jona menanamkan pikiran itu ke dalam benaknya. Mencoba untuk fokus menyetir dan mengejar Moretti sialan yang berani-beraninya mencari keributan dengannya.

"Pakai sabuk pengamanmmu baik-baik." Jona memegang setir, kakinya menyentuh pedal gas. "Karena aku bukan pengemudi yang lembut."

Dan dia menancap gas, nyaris membuat Gerald mati kedua kali, oleh jantungan.

Jona tidak tahu kata cukup. Dia menyentakkan gas dengan kecepatan maksimal, berbelok ke arah yang salah, melanggar arah jalanan, peduli setan segalanya. Dia bahkan menaiki trotoar, dan hampir menabrak 3 lusin mobil yang mengkalkson kencang. Dia benar-benar sudah peduli setan. Isi pikirannya hanya Carlie, Carlie dan Carlie. Asal Carlienya selamat. Asal wanitanya selamat. Dia tidak peduli walau nyawanya yang harus dipertaruhkan.

"Kau sungguhan ketika mengatakan kau bukan pengemudi lembut ya- Sial! Kiri-kiri! Kau akan menabrak bus!"

Jona membanting setirnya ke kiri, nyaris menabrak sedan Inova di sampingnya, namun berhasil melewati mobil dengan kecepatan tidak masuk akal. Dia mengganti gigi secepat seseorang mengganti celana dalamnya. Dia membanting setir, sebanyak orang gempal memakan permen. Intinya gesit sekali. Cepat sekali. Tidak takut mati sama sekali.

Pengejarannya berlanjut dengan sirene polisi yang mengekor di belakang. Gerald sudah membelalak, namun Jona hanya menggertakkan rahangnya, dan kembali mengaburkan diri dari kerumunan polisi yang tidak suka akan kecepatan mengemudinya. Dia menancap gasnya sekuat tenaga, menggunakan jalan tercepat yang bisa menuju kepada titik pertemuan dengan Carlie. Gerlad yang memberitahu jalanannya, karena Jona tidak mengenal Jakarta. Atas paksaan Jona tentunya, untuk menggunakan jalan-jalan yang sama sekali tidak masuk akal bahaya.

Dan pada akhirnya setelah kemudi gila bermenit-menit yang penuh ketegangan, mereka melihat sebuah mobil di hadapan mereka. Di sebuah jalanan yang gelap dan tidak ada orang. Di jalanan itu di mana hanya ada dua mobil mereka, yang langsung membuat gerald dan Jona berkesimpulan, kalau mobil itulah yang menumpangi Carlie di dalamnya.

"Kejar dia!" Gerald menyentak, begitu kencang.

"Tanpa kau beritahu pun aku akan!"

Jona menancap gas kian kencang lagi, mencoba menyalip mobil dan menghentikan lajunya. Kembali membawa Carlie kepadanya. Ketika dia mendekat, kecepatan mobil itu dua kali lipat lebih kencang. Menunjukkan kepada keduanya, kalau memang mobil di depan adalah target yang membawa kesayangan mereka. Jona menggunakan segenap skill mengemudinya untuk mengambil Carlie kembali.

Tapi...

Gerald dan Jona terbelalak bersama ketika roda terangkat dari aspal, dan bongkahan besi menghantam pohon yang di sebelah.

Ketika dari kaca mereka melihat mobil yang menumpangi Carlie mengguling ke samping, bertabrakan, hingga...

Meledak oleh bensin yang bocor.

Mobil yang Carlie tumpangi kecelakaan.

Melalap Carlie bersama di dalamnya. Dan seketika, Jona juga Gerald, berhenti bernafas.

***

Ketika matanya terbuka, Carlie berpusing. Bagai dunianya tengah berputar. Bagai kenangannya terkikis sampai sulit dia raih. Hal pertama yang dirasakannya adalah rasa sesak, lalu kedua, adalah nafas orang-orang tidak dikenali di kanan dan kirinya. Ada yang berbau rokok murahan, ada pula yang berbau parfum seperti kamar mandi. Carlie mencoba mengingat apa yang terjadi, sehingga dia menaiki mobil yang tidak kenali ini.

Sampai akhirnya dia kembali mengingat kalau ketika sedang membasuh tangannya di toilet, beberapa menit yang lalu, seseorang membekapnya dari belakang, dan menidurkannya. Carlie membelalak sekejap, lantas kembali memejamkan matanya. Berpura-pura agar tidak terlihat kalau dia sudah siuman.

Dia diam-diam melihat-lihat ke sekitar. Menemukan 5 orang termasuk dirinya ada di mobil itu. Satu pengemudi, satu pria di depan – yang lainnya menyebut dia bos – lalu dua orang yang mengimpitnya, satu perempuan, satu lagi laki-laki. Mereka semua berseru-seru bagai monyet ketakutan.

"Bos mereka mengejar cepat sekali!" kata yang di samping carlie, nyaris membuat Carlie terbatuk karena aroma kreteknya yang sangat tidak sedap. Mereka berbahasa inggris.

"Kalau begitu dahului mereka!" Sang bos menjawab.

"K-kita tidak bisa, Bos!" Sang sopir menjawab kewalahan.

"Rey De La OScuridad sialan!"

Carlie menutup mulutnya ketika dia menyadari nama Jona terpanggil. Artinya yang tengah mengejarnya saat ini adalah Jona. Seperti biasa, mungkin menggunakan mobil biasanya. Yang sekalipun bisa dikemudikan kencang, namun mungkin tidak cukup kencang untuk mengejar sebuah mobil yang berkakuatan tenaga sama. Pikiran itu berhasil membuatnya ketakutan. Dia harus menghentikan mobil ini agar Jona bisa menyelamatkannya.

Namun tangan Carlie diikat. Sampai pergelangannya nyeri di mana-mana. Dia mencoba meronta, namun hasilnya nihil. Dia masih saja terjerat. Karena itu Carlie mulai memikirkan cara lain.

Kakinya sebaliknya tidak diikat sama sekali. Wanita di sampignnya tampak lebih lemah, pria yang di sampignnya nyaris tidak mungkin Carlie Lawan.

Karena itu yang pertama dia tendang adalah wanita yang ada di sampingnya.

Seluruhnya berjalan dengan cepat setelah itu. Pekik nyaring sang wanita yang menggelegar, berhasil membuat semua orang tersadar kalau Carlie sudah bangun. Dia menghantam perut wanita itu dengan lututnya begitu kencang, sampai dia muntah. Selanjutnya yang pria, dia hantam perutnya dengan sikutnya, namun pria itu lebih tanggap menahan lengannya, sehingga dengan kakinya, Carlie meraih sang pengemudi, dan menendang kepalanya. Semuanya ketika tangannya masih terikat.

Memang ketika sedang kesulitan, seseorang menjadi sangat perkasa.

"Hentikan dia, Siala-"

Namun kurang cepat.

Mata pengemudi ditendang, menjadikannya separuh tidak bisa melihat. Kemudian lepas kendali seraya dia menggerang kencang sekali. Membuat mobil yang mereka tumpangi berbelok ke kiri, dan menabrak sebuah pohon raksasa yang ada di samping jalan.

Seluruh dunianya berpusing.

Carlie hanya bisa merasakan tubuhnya yang melayang, lantas terhempas-hempas dengan begitu nyeri. Bagai dia menjadi samsak dari bogem baja mobil yang sangat sakit. Memar-memar jelas menutupi sekujur tubuhnya. Carlie bisa merasakan cairan darah mengaliri keningnya.

Rasanya benar-benar pusing. Benar-benar pening.Dia bahkan kesulitan membuka matanya selagi mobilnya terbalik. Dia bahkan tidak bisa melihat apa-apa selain kegelapan yang menyelimuti.

Namun sebuah tangan tiba-tiba menariknya kencang.

Tangan sang Bos.

"Sialan! Kau sungguh pelacur sialan!"

Selagi tertatih, tatih, Carlie ditarik kencang oleh pria itu menuju sebuah gedung yang sudah tutup, mungkin pabrik, yang ukurannya masif. Dan seketika.

Duar!

Meledak mahabesar suara mobil yang terguling tadi. Karena bensin yang bocor, mungkin melalap 3 orang lain yang berada di dalam mobil, belum berhasil keluar. Carlie membelalak ketika melihatnya. Sang bos di sisi lain, tampak tidak terganggu sama sekali.

Dia membuka pintu gudang lantas menguncinya kencang. Menarik Carlie yang masih kepusingan, ke bagian paling belakang gudang kosong itu.

"Kau akan menjadi sanderaku sebagai gantinya, Eloise sialan!" Pria itu mendesis, tepat di samping telinga Carlie. Sembari mengeluarkan belati, mengancam leher Carlie. Wanita itu meringis ketakutan. "Tempat ini masih jauh dari titik pertemuan. Namun kalau Rey de La masih bisa mendobrak pintu baja besar itu, maka aku dan kau akan mati bersama."

Tidak mungkin. Jona tidak akan membiarkanku mati. Tidak sekalipun nyawanya menjadi taruhan.

Carlie berusaha berontak, namun kali ini dia tidak bahkan memiliki tenaga untuk membuka matanya lebar-lebar. Dia benar-benar semaput oleh tabrakan tadi. Telinganya berdengung. Debarannya begitu kencang. Nafasnya menderu bagai derai-derai petir di kala badai. Dia benar-benar ketakutan, sampai tubuhnya mengiggil.

Sampai tiba-tiba...

Dug! Dug!

Suara pintu baja ditendang terdengar lantang. Sang bos yang tidak Carlie kenali namanya langsung bergidik kengerian. Mereka berdua percaya kalau pintu itu tidak bisa dibuka, namun apa artinya Jona kalau tidak selalu mengejutkan bukan?

Carlie terpana, ketika Jona mendobrak pintu baja itu, dan melangkah masuk, dengan tatapan keji di matanya. Dengan amarah yang berkobar tinggi-tinggi, melebihi api dari mobil yang tadi. Melebihi amarha yang pernah Carlie lihat terbesit di matanya. Namun yang mengejutkan bukanlah itu saja.

Namun keberadaan ayahnya, yang bahkan lebih murka lagi, di sampingJona.

Dalam hati Carlie tersenyum tipis.

Mati kau, entah siapa yang berani-beraninya menyanderaku seperti ini.

~~~

YOK BISA YUK MANTU DAN MERTUA.

Thank you semuanya yang udah baca. Udah Vote, Udah komen, udah share, intinya thank you semuanya!

Next Update : 4 April 2023

Bonus komen : 270 komen

Kalau komennya lebih dari segitu, kita updatenya satu hari lebih cepet ya! Jadi yang semangat buat next chapter, komen sebanyak mungkin yuk!

Komen "✌️" buat yang nungguin next chapter.

Follow instagram aku (username : nnareina) buat kabar update!

Thank you and have a nice day!

Love you all! See you soon!

Continuar a ler

Também vai Gostar

4.5M 190K 28
"aku akan mencintaimu, biarlah usia hanya menjadi angka, peduli setan dengan apa yang di katakan orang! Bahkan penjara terasa lebih indah dari pada a...
199K 5.9K 34
cerita ini mengandung dewasa 23++yang di bawah umur 18 kebawah jangan di baca karna di cerita ini berjudul gxg domnya Chika,dan bagi yang homophobia...
13.6K 4.6K 51
Romance & Thriller/Action [18+] Note: -Alur cerita novel ini hanyalah fiksi. Hasil dari ide, kreatifitas dan imaginasi penulis sendiri. -Cerita denga...
655K 50.3K 78
HR #1 in Romance Kekasih dan cinta pertamaku, Emmeric dengan teganya memintaku menjadi istri kedua karena dia akan menikahi wanita pilihan orang tuan...