GENTHA [END]

By Queenieee11

943K 60.7K 23.6K

‼️NO PLAGIAT‼️ ⚠️JANGAN LATAH, JANGAN MEMBAWA-BAWA CERITA LAIN KE DALAM CERITA INI, DAN JANGAN SAMAKAN CERITA... More

GENTHA | Prolog
GENTHA | Penyusup
GENTHA | Di culik
GENTHA | Private bodyguard
GENTHA | Mabuk
GENTHA | Pembawa masalah
GENTHA | Selingkuh?
GENTHA | Tidak pernah peduli
GENTHA | Hampir di lecehkan
GENTHA | Perdebatan
GENTHA | Benci
GENTHA | Don't be sad
GENTHA | Enjoy, ugly girl
GENTHA | Kamera bukti
GENTHA | Tidak di akui
GENTHA | Pisah rumah?
GENTHA | Cerai?
GENTHA | Kita cerai
GENTHA | Gendra's pet tiger
GENTHA | Jalang?
GENTHA | I'm only yours
GENTHA | Musnahnya musuh
GENTHA | You are mine
GENTHA | Bohong
GENTHA | Pengkhianat
GENTHA | Sebuah kehancuran
GENTHA | Kebakaran
GENTHA | Satu bulan lagi
GENTHA | Pembunuh misterius
GENTHA | Renggang
GENTHA | Penyelidikan
GENTHA | Cousin from London
GENTHA | Déjà Vu
GENTHA | Awal dari kebenaran
GENTHA | Surat perceraian
GENTHA | Psikopat cilik
GENTHA | About MalMey
GENTHA | Keajaiban?
GENTHA | Flight to Germany
GENTHA | This is my fault

GENTHA | Rindu

18.6K 1.3K 852
By Queenieee11

"Mau."

Laki-laki yang tengah bertekuk lutut dengan sebuket bunga di tangannya, menatap gadis di hadapannya dengan mata yang berbinar sekaligus tak percaya. Sedangkan teman-temannya sudah bersorak gembira.

"Are you serious?" tanyanya untuk memastikan lagi, apakah ia tengah bermimpi atau tidak.

Gadis berparas cantik, dengan kaos hitam yang di lapisi jaket kulit, celana jeans sobek di lutut, serta bandana hitam berhias mutiara yang melekat di kepalanya—mengangguk sembari tersenyum manis. "Yes, I'm serious."

Semuanya semakin bersorak heboh, sementara laki-laki bertubuh jangkung, memakai jaket kulit berlogo tulisan 'Axerous', dengan tatto di lehernya—berdiri dan memberikan sebuket bunga mawar tersebut pada sang gadis yang sekarang berstatus sebagai kekasihnya.

Laki-laki itu langsung merengkuh tubuh gadisnya. "I'm so happy, Lie. Thank you, babe," bisiknya dengan perasaan berbunga-bunga.

"Me too," balasnya seraya menenggelamkan wajahnya di ceruk leher sang kekasih.

"Congrats, bro."

"Akhirnya kalian jadian juga. Selamat, ya."

"Gue seneng banget, anjir, liat kalian jadian."

Celetukan dari teman-temannya yang tak ada hentinya memberikan ucapan selamat pada sang ketua yang baru resmi berpacaran dengan gadis yang selama ini laki-laki itu kagumi dalam diam.

Mereka berdua sama-sama menyukai dalam diam, tak ada yang berani mengungkapkannya.

Sifat Vino yang lebih membesarkan gengsinya, dan juga sifat Nathalie yang tak kalah gengsi, membuat mereka enggan untuk mengungkapkan perasaannya masing-masing.

Dan pada akhirnya, malam ini Vino memutuskan untuk menyatakan perasaannya pada Nathalie. Namun, tanpa ia sangka, ternyata Nathalie menerima perasaannya, membuat Vino terkejut sekaligus bahagia.

Tadinya, Vino mengira bahwa Nathalie tidak menyukainya, gadis itu pasti akan menolak perasaannya. Namun ternyata dugaannya salah. Nathalie ternyata juga memiliki perasaan yang sama dengannya.

Malam ini di sebuah taman, yang sudah Vino persiapkan untuk menyatakan perasaannya pada Nathalie. Juga di saksikan oleh para teman-temannya—yaitu seluruh anggota Axerous.

Vino adalah laki-laki yang tidak bisa bersikap romantis, namun ia akan menunjukkan rasa sayangnya pada Nathalie dengan sifat dan perlakuannya pada sang kekasih.

Vino menggenggam tangan Nathalie, membawanya sedikit menjauh dari teman-temannya, agar ia bisa berduaan dengan kekasihnya.

Vino maupun Nathalie sama-sama canggung. Sedari tadi, Nathalie tidak berani menatap Vino. Ia hanya melihat ke atas. Di atas sana ada banyak bintang yang bertaburan menghiasi langit malam, dengan rembulan yang bersinar di tengah-tengah banyaknya bintang.

Sementara Vino, laki-laki itu terus saja memandangi wajah cantik kekasihnya—yang menurutnya wajah itu lebih bersinar dari bulan.

"You are so beautiful tonight," puji Vino, tanpa sadar. Matanya masih tetap memandangi wajah sang kekasih.

Nathalie menoleh, lalu mengangguk-anggukkan kepalanya. "I know that I am beautiful."

Vino tersenyum tipis, tangannya bergerak mengelus kepala Nathalie. "Alasan lo nerima gue, apa?" tanyanya, penasaran.

"Simpel. Because I like you," jawab Nathalie.

"Itu aja?"

Nathalie mengangguk sebagai jawaban.

"Since when?"

"Sejak ketemu sama lo waktu gue nggak sengaja nabrak motor lo."

Waktu di mana pada malam itu Vino dan Nathalie bertemu untuk yang pertama kalinya.

Saat itu, Nathalie tidak sengaja berbuat kesalahan, membuat Vino marah padanya. Ia tak sengaja menabrak motor Vino saat laki-laki itu tengah konvoi bersama seluruh anggota Axerous.

Hal itu membuat motor Vino lecet, apalagi itu adalah motor kesayangannya, Vino tentu tak terima jika motornya lecet sedikit saja. Maka dari itu, ia marah pada Nathalie, sangat marah. Salah satu anggotanya, ia perintahkan untuk memberi pelajaran pada gadis yang baru saja membuat masalah padanya. Namun, Vino tidak tahu bahwa Nathalie tidak takut dengan siapapun, bahkan dengan laki-laki yang menyeramkan sekalipun, Nathalie tidak pernah takut.

Melihat keberanian Nathalie saat melawan salah satu anggotanya, membuat Vino tercengang, begitupun dengan teman-temannya. Bahkan, Nathalie sampai mematahkan tulang kaki salah satu anggota Axerous itu.

Keberanian Nathalie lah yang membuat Vino kagum dengan gadis itu. Dan saat itu juga, perasaan cinta mulai tumbuh di dalam hatinya.

Begitupun dengan Nathalie. Waktu pertama kali melihat wajah Vino yang sangat tampan bak malaikat—namun bersifat iblis—membuat Nathalie terpana.

Mulai dari situlah mereka berdua menjadi lebih sering bertemu.

Namun, Vino tidak tahu bahwa Nathalie adalah sahabat dari musuhnya sendiri, yaitu Gendra.

Vino mendekat pada Nathalie. "Gue sayang sama lo, Lie," bisiknya.

Nathalie tersenyum. "Hm, i know."

Bibir yang tadinya membentuk senyuman manis, kini seketika pudar dalam hitungan detik. Hal itu membuat Vino mengernyit heran dengan perubahan raut wajah Nathalie.

"Why?" tanya Vino, tangannya terulur untuk mengangkat dagu Nathalie yang menunduk—agar mendongak menatapnya.

Terlihat jelas raut kesedihan di mimik wajah Nathalie.

"5 hari lagi, gue bakal pindah ke Jerman," beritahu Nathalie pada Vino dengan nada lesu.

Vino sedikit terkejut mendengarnya. "Lo serius?"

Nathalie mengangguk. "Gapapa kalo kita LDR-an? kalo misalnya lo nggak mau, kita bisa break up untuk sementara."

Vino langsung menggelengkan kepalanya. "Masa' iya baru jadian udah break up aja? gue mau, kok, LDR-an. Tapi lo bakal balik lagi ke Indonesia 'kan?"

"Gue sama keluarga gue bakal menetap di Jerman. Tapi kata Daddy, kalo misalkan gue ke Indonesia, boleh-boleh aja," jawab Nathalie.

Vino menghembuskan nafas pelan. "It's okay. Cuma LDR, yang penting kita tetep menjalin hubungan," tangan kekarnya menggenggam tangan sang kekasih.

"Ayo gunain waktu 5 hari kita buat berduaan. Kita buat kenangan di berbagai tempat," ucap Vino, ia memandangi Nathalie dengan penuh cinta. "Mau?"

Tanpa berpikir panjang, Nathalie langsung mengangguk. "Yes!!"

Vino membawa Nathalie ke dalam dekapannya, memeluk tubuh mungil kekasihnya dengan erat dan penuh kasih sayang. "I love you, and always love you," ucapnya dengan tulus.

Cairan bening mengalir deras di kedua pipinya, isakannya terdengar samar. Berkali-kali Nathalie mengusap air matanya dan menahannya agar tidak keluar, namun nihil.

Mengingat kembali momen saat Vino dan dirinya berpacaran, membuat rasa rindunya berkali-kali lipat pada sang kekasihnya.

Mereka berpacaran, tetapi jarang bertemu, hanya berkomunikasi menggunakan ponsel dari jarak jauh. Tentu saja keduanya saling merindukan satu sama lain.

Hari pertama mereka jadian, dan 5 tahun mereka LDR-an. Saat ingin bertemu, Vino malah pergi meninggalkan Nathalie untuk selama-lamanya.

"Tau nggak, Vin, apa yang bisa gue peluk setelah gue di Indonesia?" Nathalie terkekeh miris. "Your tombstone."

Tidak bisa di bayangkan bagaimana hancurnya hati Nathalie.

Nathalie sangat merindukan Vino, merindukan suara Vino ketika setiap malam mereka melakukan sleep call yang sudah menjadi rutinitas mereka, dan merindukan semua yang ada pada diri Vino.

Nathalie sangat mencintai Vino.

Nathalie hanya bisa meratapi nasibnya yang di tinggalkan oleh kekasihnya.

Di ruangan yang begitu sunyi dan gelap—sebab tadi lampu satu-satunya cahaya yang menerangi ruangan itu tiba-tiba mati, dan berakhir tidak ada cahaya apapun di dalam ruangan tersebut. Nathalie menghabiskan waktunya untuk menangis, karena merindukan sosok laki-laki yang sangat di cintainya. Tidak peduli jika kakinya masih berdenyut sakit karena belum di obati sedikitpun.

Nathalie memeluk kedua lututnya sembari terisak. "Kangen, Vin..." lirihnya, di sela-sela isakannya. "Pengen ikut lo."

"Request will be granted soon," ucap seseorang di hadapan Nathalie, tanpa gadis itu sadari, karena ruangan itu sangat gelap tanpa cahaya.

☠️

Seorang pria dengan kaki panjangnya memasuki ruangan IGD, matanya langsung menangkap seseorang yang tengah terbaring lemah di atas hospital bed.

Pria itu tersenyum miring seraya terus melangkah mendekati hospital bed tersebut.

Laki-laki yang tadinya memejamkan mata, kini sontak terbuka saat menyadari ada seseorang yang tengah memasuki ruangannya. Dan ia langsung melihat wajah seorang pria yang sangat tampan dan juga sangat familiar baginya.

"How are you?" tanya pria itu, basa-basi.

Terdengar suara decakan dari laki-laki yang terbaring itu. "Puas?!"

Pria itu terkekeh sejenak, lalu kembali dengan raut wajahnya yang semula. "Kelicikan bakal di balas dengan kelicikan."

"Lo yang licik, bangsat!" sentaknya, hampir berteriak, namun terhenti karena rasa perih dan sakit di perutnya. "Jangan pernah lupa, kalo lo yang memulai semua ini," imbuhnya dengan mata yang memerah—menahan emosi.

Pria dengan kumis tipis itu kembali terkekeh. "Kamu sama aja dengan si brengsek itu, sama-sama licik. Saya nggak bakal mulai kalo si brengsek itu nggak mulai duluan."

"Padahal dulu, saya sangat baik mempekerjakan si brengsek itu di perusahaan saya. Tapi dengan nggak tau malunya, dia korupsi dan mengambil seluruh saham perusahaan saya. Saya hampir bangkrut karena si brengsek nggak tau diri itu," ucapnya, kembali mengingat masa lalu.

"Kamu nggak bakal sekaya sekarang tanpa bantuan dari saya, meskipun kekayaan kamu itu hasil dari curian saham di perusahaan saya," mata elang pria itu menukik tajam.

Laki-laki itu terdiam selama pria itu masih bersuara. Namun diam-diam, ia juga menahan gejolak amarahnya.

"Tapi balas dendam lo jauh banget, anjing!" rahang laki-laki itu mengeras, kedua tangannya juga terkepal kuat. "Lo ngebunuh orang tua gue!!"

Bibir pria itu tersungging licik. "Karena saya adalah orang yang berbahaya, itu artinya si brengsek itu udah bermain-main dengan orang yang berbahaya."

Pria itu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya. "Selamat menikmati hidup yang sebentar lagi bakal saya hancurkan, Tuan Arion."

Setelah itu, pria tersebut melenggang pergi keluar dari ruangan IGD.

Arion mengerang. "Gilbert bajingan," geramnya.

☠️

"Ck," Gendra berdecak, kala orang yang ia tunggu-tunggu sedari tadi tak kunjung datang. "Kebiasaan banget. Faktor usia, tuh, makanya jadi pelupa."

Sedari tadi, Gendra tak ada henti-hentinya melontarkan gerutuan kesal. Pasalnya, Argas menyuruhnya untuk menemui pria itu di rumah pria itu sendiri, namun Argas tak kunjung datang menghampirinya. Entah apa yang di lakukan pria itu.

Sudah setengah jam Gendra menunggu Argas turun dari kamarnya, tetapi pria itu sama sekali belum menampakkan batang hidungnya.

Tak lama, seorang pria keluar dari lift, dan langsung menghampiri Gendra yang tengah duduk di ruang tamu.

"Good morning, boy," sapa Argas, basa-basi seraya duduk di salah satu sofa—berseberangan dengan Gendra.

Gendra berdecak kesal. "Nungguin Papa keluar, kayak lagi nungguin Thara make up," cibir Gendra, tanpa membalas sapaan Argas.

Argas terkekeh. "Apa—"

"To the point," potong Gendra, tidak suka dengan basa-basi.

Pria itu berdecak malas, menatap putranya dengan tatapan dingin. "Papa mau kamu meneruskan perusahaan Papa," ucap Argas.

Gendra mengerutkan dahinya. "Papa nyuruh Gendra buat kerja kantoran?"

"Iya, di perusahaan Papa yang di sini. Tadinya, Papa mau kamu ngurus perusahaan yang di Prancis dan juga di Jerman. Tapi setelah Papa pikir-pikir, kamu masih belum ngerti tentang perusahaan, jadi Papa masih ragu buat nyerahin tiga perusahaan itu sama kamu. Belum lagi perusahaan Papa yang di Singapura," jelas Argas.

Sebenarnya, Argas mempunyai banyak perusahaan di mana-mana. Negara-negara yang ia sebutkan itu hanya sebagian saja. Selama ini, Argas juga bolak-balik ke beberapa negara untuk mengecek perusahaannya.

Entahlah, siapa yang akan meneruskan perusahaan sebanyak itu. Argas saja hanya mempunyai seorang putra, tidak mungkin ia menyerahkan semua perusahaannya pada Gendra sekaligus, ia masih mempunyai rasa kasihan terhadap putranya.

Bisa di bilang, dulu Argas itu adalah seorang gila harta, sampai-sampai ia tidak memikirkan siapa yang akan meneruskan perusahaannya nanti.

"Papa tau kalo Gendra nggak ngerti tentang perusahaan, tapi masih tetep nyuruh Gendra buat ngurus perusahaan?" tanya Gendra, tak habis pikir.

Argas menghembuskan nafas sabar. "Belajar tentang perusahaan, nanti kamu pasti bakal ngerti. Lagian, Papa nyerahin perusahaan Papa ke kamu, karena Papa udah semakin tua. Kalo Papa muda terus, Papa nggak bakal nyerahin perusahaan itu ke kamu."

"Gendra nggak mau," tolak Gendra.

"Kamu punya istri yang harus kamu nafkahi."

Gendra tertawa renyah mendengarnya. "Papa lupa sama apa yang bakal terjadi satu bulan lagi?"

"At least biar kamu berubah. Emang kamu mau terus-terusan ngebunuh orang sama gengmu itu?" tanya Argas.

"Kalo kamu terus-terusan kayak gitu, gimana sama masa depan kamu? belajar dari kesalahan kamu, Gendra. Papa nggak mau kamu menjadi anak yang egois dengan semua hal, Papa cuma mikirin tentang masa depan kamu."

"Gendra ngebunuh bukan tanpa alasan. Gendra masih waras. Nggak mungkin Gendra ngebunuh orang tanpa alasan lebih dulu," jawab Gendra.

Argas menatap putranya. Laki-laki itu persis seperti dirinya waktu masih muda dulu.

"Papa nggak takut kalo Gendra korupsi?"

Argas berdecak, tidak bisakah laki-laki itu serius untuk sebentar saja?

"Uang Papa nggak bakal habis kalo kamu korupsi,", balas Argas dengan kesal.

Gendra menghembuskan nafas panjang. "Papa nggak bisa maksa Gendra."

"Papa nggak maksa kamu. Papa sengaja bilang sama kamu dari sekarang, karena biar kamu bisa pikir-pikir lagi. Tapi Papa nggak bakal maksa kamu buat mutusin sekarang juga, Papa bakal nunggu sampe kamu siap," tuturnya.

Rumah tangga Gendra saat ini sedang tidak baik-baik saja, meskipun hubungan dirinya dengan Thara baik-baik saja. Dari munculnya masalah Thara yang di culik, keguguran, penyakit kanker rahim, tentang Nathalie dan Arion, kebakaran basecamp, sudah cukup membuat Gendra pusing.

Sekarang, Gendra tidak dapat berpikir, ia masih membutuhkan waktu untuk memikirkan ucapan Argas tadi.

"Gendra still needs time," ucap Gendra.

"Papa bakal kasih kamu waktu sampe kamu siap."

"Lagian punya perusahaan banyak banget, kayak Papa punya banyak anak aja yang bisa ngurusin semua perusahaan Papa itu," lontar Gendra.

Argas terdiam mendengar kalimat yang Gendra ucapkan. Ingatannya kembali mengingat masa lalunya yang paling ia benci jika kembali mengingatnya. Masa lalu yang berusaha Argas lupakan, kini teringat kembali.

Hening, tidak ada lagi yang bersuara.

Gendra merogoh vape dari dalam sakunya, kemudian menghisap vapenya—guna menghilangkan masalah-masalah yang sedang berkecamuk di dalam pikirannya.

Kepulan asap keluar dari mulut Gendra, ia menyenderkan punggungnya pada sandaran sofa.

"Gimana kondisi istrimu?" tanya Argas setelah beberapa menit hening.

"Baik," jawab Gendra sembari menghisap vape.

Argas bernafas lega mendengarnya.

"The day after tomorrow, Dad is going to France," beritahu Argas pada putranya.

"Ngapain?" tanya Gendra.

"Main."

Lagi-lagi Gendra berdecak kesal. "Serius!"

"Ya kamu pikir, Papa mau ngapain?" tanya Argas, sinis. "Papa mau ngecek perusahaan yang di Prancis. Kemungkinan, Papa bakal berminggu-minggu di sana, soalnya ada sedikit masalah. Tapi nanti kalo masalahnya cepet kelar, Papa bakal pulang lebih cepet."

Gendra mengangguk-angguk. "Nanti kalo Gendra ngurus perusahaan Papa, Gendra bakal bolak-balik ke perusahaan Papa yang lainnya?"

"Iya. Kamu juga harus memantau keadaan perusahaan yang lain," jawab Argas.

"Ck, nggak asik. Nggak enak kerja di perusahaan, ribet," ujar Gendra.

Argas menatap putranya datar. "Kalo nggak mau ribet, jadi pemulung sampah di jalanan aja sana. Kan enak tinggal ngambil rongsokan."

Gendra di buat kesal oleh Argas. "Papa aja, Gendra nggak mau."

Argas memutar kedua bola matanya jengah. "Mauren pasti males-malesan ngelahirin kamu, makanya kamu jadi kayak gini," ucapnya asal.

Sungguh, Gendra sangat muak jika kembali mengingat Mauren—Mamanya yang telah lama meninggalkannya untuk selama-lamanya. Ia muak bukan karena ia benci, tetapi karena ia tidak mau berlarut-larut dalam masa lalunya.

Tanpa menanggapinya lagi, Gendra beranjak dari duduknya. "Gendra pulang dulu," pamitnya pada Argas.

~TBC~

Continue Reading

You'll Also Like

289K 29.7K 43
[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] "Kalau aku bisa kasih kamu satu kekuatan, aku akan memberi kamu kekuatan untuk melihat diri kamu sendiri dari mata aku...
975 169 18
"Selingkuh mulu lo! Heran gue!" "Bi, kok lo di sini?" tanya Nathan. "Orang gue sekolah di sini ya jelas gue ada di sini," jawab Aurora cuek. "Bi." "...
643K 8.2K 30
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
R A L A N [END] By .

Teen Fiction

7K 2.7K 27
[FOLLOW SEBELUM BACA YA] [TERBIT] Sejatinya yang datang menambah luka bukan berarti untuk selamanya. Ia yang datang memberikan pertolongan. Tak terl...