GENTHA [END]

By Queenieee11

941K 60.7K 23.6K

‼️NO PLAGIAT‼️ ⚠️JANGAN LATAH, JANGAN MEMBAWA-BAWA CERITA LAIN KE DALAM CERITA INI, DAN JANGAN SAMAKAN CERITA... More

GENTHA | Prolog
GENTHA | Penyusup
GENTHA | Di culik
GENTHA | Private bodyguard
GENTHA | Mabuk
GENTHA | Pembawa masalah
GENTHA | Selingkuh?
GENTHA | Tidak pernah peduli
GENTHA | Hampir di lecehkan
GENTHA | Perdebatan
GENTHA | Benci
GENTHA | Don't be sad
GENTHA | Enjoy, ugly girl
GENTHA | Kamera bukti
GENTHA | Tidak di akui
GENTHA | Pisah rumah?
GENTHA | Kita cerai
GENTHA | Gendra's pet tiger
GENTHA | Jalang?
GENTHA | I'm only yours
GENTHA | Musnahnya musuh
GENTHA | You are mine
GENTHA | Bohong
GENTHA | Pengkhianat
GENTHA | Sebuah kehancuran
GENTHA | Kebakaran
GENTHA | Satu bulan lagi
GENTHA | Rindu
GENTHA | Pembunuh misterius
GENTHA | Renggang
GENTHA | Penyelidikan
GENTHA | Cousin from London
GENTHA | Déjà Vu
GENTHA | Awal dari kebenaran
GENTHA | Surat perceraian
GENTHA | Psikopat cilik
GENTHA | About MalMey
GENTHA | Keajaiban?
GENTHA | Flight to Germany
GENTHA | This is my fault

GENTHA | Cerai?

26.4K 1.8K 450
By Queenieee11

Gendra membawa Nathalie mengelilingi kota Jakarta, tidak ada yang terlewatkan. Karena Nathalie sudah lama tinggal di Jerman, jadi ia sangat merindukan kota tempat kelahiran Mamanya. Nathalie mengajak Gendra mengelilingi kota, tentu saja Gendra mau, karena ia tidak bisa menolak permintaan sahabatnya itu.

Sore menjelang malam, mereka berdua berniat ke basecamp setelah mengelilingi kota Jakarta. Mereka merasa lelah setelah seharian penuh berjalan-jalan.

Namun sebelum ke basecamp, Nathalie mengajak Gendra ke pantai lebih dulu untuk melihat sunset.

Tiba-tiba di tengah perjalanan mereka menuju pantai, ada sebuah mobil dan motor yang menghadang jalan mereka.

"Shit," umpat Gendra.

Nathalie membuka kaca helmnya untuk melihat dengan jelas. "Siapa, Gen?"

"Turun," titah Gendra yang langsung dituruti oleh Nathalie.

Gendra membuka helmnya setelah turun dari motornya, menatap sekumpulan pria berbaju hitam yang ingin mencari masalah dengannya.

Setelah melihat sekumpulan pria itu, Nathalie langsung mengetahui siapa mereka. Ia segera bersiap-siap dan berjaga-jaga, siapa tahu mereka menyerangnya secara tiba-tiba. Berbeda dengan Gendra yang tampak santai.

"Mau apa lagi kalian? masih belum kapok?"

"Ingat baik-baik, kami tidak akan membiarkanmu berkeliaran setelah menghabisi tuan kami, Zonel," papar salah satu pria berambut gondrong.

Gendra berdecih sekilas, menatap mereka dengan tatapan menantang. "Yang ada gue yang nggak bakal biarin kalian berkeliaran!"

Sekumpulan pria itu saling menatap satu sama lain, memberi kode untuk segera bersiap-siap menyerang Gendra.

"Mereka ada yang pake senapan, jadi waspada," peringat Gendra pada Nathalie.

Dor!

Nathalie segera menghindar saat peluru yang baru saja di tembakkan ke arahnya, ia menyunggingkan senyuman miringnya. "Denger ya, gue lebih jago dalam pembunuhan!"

"Lo sakitin dia, nyawa lo melayang saat ini juga!" sarkas Gendra.

Gendra dan Nathalie saling bertatapan, lalu sama-sama menganggukkan kepalanya dan kembali beralih menatap sekumpulan pria tersebut.

Nathalie mengeluarkan sebuah pisau, dan Gendra juga mengeluarkan pistol kesayangannya.

Dengan cepat, Nathalie berlari ke arah mereka, kemudian langsung menusuk perut ketiga pria itu sekaligus.

Kedua mata mereka membulat sempurna. Mereka juga mengeluarkan senjata mereka masing-masing.

Dor!

Hampir saja sebuah peluru mengenai kepala Gendra saat salah satu sekumpulan pria itu menembakkan senapannya. Untung saja Gendra segera menghindar.

Dor!

Kali ini, Gendra menembak kepala salah satu musuhnya hingga terkapar di tanah.

Pria itu lumayan banyak, namun itu tidak masalah bagi mereka berdua.

Nathalie tengah sibuk menusuk dan menggoreskan pisau ke tubuh mereka, salah satu pria yang melihatnya—menatap punggung Nathalie dengan penuh kemarahan.

Pria itu menutup sebelah matanya, mengarahkan senapannya ke arah Nathalie agar tepat sasaran.

Dor!

Dor!

Ketika pria itu menekan pelatuk senapannya, Nathalie langsung berjongkok dan pelurunya mengenai pria di depannya yang sedari tadi ia coret-coret tubuhnya menggunakan pisau. Dan Gendra yang telah membalas pria tersebut.

Dor!

Bugh!

Suara tembakan kembali terdengar bersamaan dengan satu pukulan keras yang Gendra layangkan pada musuhnya, hingga membuatnya terpental ke atas.

Melihat temannya yang sudah di habisi oleh Gendra dan Nathalie, pria yang masih selamat dengan serangan maut keduanya itu berniat untuk melarikan diri. Namun sayangnya, Gendra tidak membiarkannya lolos begitu saja sebelum ia menghabisinya.

Gendra segera mengambil senapan milik salah satu pria yang sudah ia habisi, lalu mengarahkannya pada pria yang hendak melarikan diri. Tak segan-segan Gendra langsung menarik pelatuk senapannya, dan pelurunya langsung mengenai punggung pria tersebut.

Dor!

Gendra menyeringai puas melihat musuhnya tergeletak tak bernyawa.

Gendra menghampiri Nathalie yang sedang berjongkok di depan musuhnya yang sekarat, lalu menginjak perut pria itu tanpa belas kasihan.

"Arghhh..." erang pria itu.

Nathalie menyunggingkan senyuman liciknya, kemudian menatap pisau di tangannya yang sudah berlumuran darah dan pria itu bergantian. "Lo butuh istirahat di bawah tanah."

"Langsung aja," titah Gendra.

Nathalie mengangguk dan langsung menancapkan pisau tersebut ke perut pria itu, lalu menariknya lagi dan menancapkannya lagi ke dada bidangnya. Darah segar langsung muncrat, hingga mengenai wajah Nathalie dan juga Gendra.

Bukan lemah lagi, pria itu sudah tidak tahan dengan rasa sakitnya dan langsung menutup kedua matanya rapat-rapat.

Keduanya tersenyum senang.

"Mission complete," Gendra menatap para musuhnya dengan penuh kemenangan.

"Tangan gue bau darah, Gen," ucap Nathalie, memperlihatkan tangannya yang terkena bercak darah. Ia melengkungkan bibirnya ke bawah, membuat Gendra sedikit gemas.

"Nanti di cuci."

"Berarti kita langsung ke basecamp aja, nggak jadi ke pantai."

☠️

"Malvyn mana?" tanya Gendra begitu sampai di basecamp tidak melihat keberadaan Malvyn.

Sedangkan Nathalie langsung berlari ke toilet untuk mencuci tangannya, wajahnya, dan juga area yang terkena muncratan darah sang musuh tadi.

"Nggak tau," jawab Daniel.

Mereka semua memang tidak tahu ke mana Malvyn pergi. Tadi laki-laki itu langsung pergi tanpa berpamitan akan pergi ke mana.

Bastian menoleh ke arah toilet, lalu menatap Gendra. "Malem-malem lo bawa Nathalie ke sini?"

"Malem ini gue sama Nathalie bakal nginep di sini."

Jawaban Gendra sukses membuat mata mereka terbelalak kaget, kecuali Chitto.

"MAKSUDNYA, LO BAKAL TIDUR BERDUA SAMA NATHALIE, GITU?" teriak Daniel karena saking terkejutnya.

Prince melemparkan kulit jeruk ke wajah Daniel. "Kamar di sini banyak, ya kali Gendra sama Nathalie tidur sekamar."

"Nggak mungkin, lah, Gendra berani tidur sekamar sama Nathalie. Dia aja udah punya is—ARGHHH SAKIT, BANGSAT!" teriak Bastian kesakitan ketika kakinya di injak dengan kuat oleh Gendra.

"Jaga ucapan lo!" sentak Gendra, memperingati Bastian melalui tatapan matanya.

"Sorry, gue keceplosan."

"Gendra, kamar gue di mana?" tanya Nathalie yang baru saja keluar dari kamar mandi setelah membersihkan bercak darah yang mengenai area tubuhnya.

"Niel, anter Nathalie ke kamarnya," titah Gendra pada Daniel yang tengah asik bermain game di ponselnya.

Daniel berdecak sebal. "Gue lagi, gue lagi," gerutunya, kesal. Daniel berdiri dari duduknya. "Ayo," ajaknya pada Nathalie.

Nathalie mengangguk dan berjalan terlebih dahulu tanpa menunggu Daniel, hal itu membuat Daniel sedikit geram. "Dari dulu nggak pernah berubah."

Prince tertawa melihat raut wajah kesal Daniel.

"Kalo lo nginep di sini, terus istri lo gimana? nanti dia tidur sendiri," ujar Heafen setelah melihat Nathalie benar-benar tidak terlihat lagi di depan mata.

"Ada gue atau nggak, dia tetep tidur sendiri," balas Gendra, seperti tidak peduli.

"Kalian pisah ranjang?" tanya Chitto.

Gendra mengangguk singkat.

Tiba-tiba Malvyn datang memasuki basecamp. Ia sedikit terkejut melihat keberadaan Gendra.

"Dari mana lo?" tanya Gendra.

Malvyn berjalan ke arah kulkas untuk mengambil minuman dingin ketika merasa tenggorokannya kering. Ia membuka kaleng minuman itu dan meneguknya sampai habis, jakunnya naik-turun ketika meneguk minuman tersebut.

"Ada urusan," jawab Malvyn.

"Ambilin gue satu, Vyn," pinta Daniel, meminta tolong pada Malvyn untuk mengambilkan minuman juga.

"Punya kaki, punya tangan? ambil sendiri," Malvyn berjalan menuju kamarnya tanpa memedulikan Daniel yang tengah menggerutu kesal.

Gendra mengecek jam di ponselnya. Baru pukul 20.07, apa Thara sudah tidur? ck, mengapa dirinya tiba-tiba memikirkan Thara? sangat tidak bermanfaat.

☠️

Pagi harinya, Gendra mengantarkan Nathalie pulang terlebih dahulu sebelum dirinya pulang. Ia melangkahkan kakinya menuju kamarnya.

"Pagi, Tuan," sapa salah satu ART ketika tak sengaja melihat keberadaan Gendra.

Namun, Gendra tidak menggubrisnya, ia berjalan melaluinya tanpa membalas sapaannya. Sesampainya di kamar, Gendra langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang, namun matanya tak sengaja melihat sebuah kertas dan sketsa yang terletak di atas laci nakas.

Gendra mengernyit bingung, segera ia buka lipatan kertas itu dan mulai membacanya.

To: kak Gendra

Hai, kak. Buat sementara waktu, aku mau pisah rumah sama kak Gendra. Aku butuh waktu sendiri. Jaga diri kakak selama nggak ada aku, ya♡

From: Thara

Gendra meremas kertas itu, kemudian beranjak keluar dari kamarnya menuju kamar Thara.

Ceklek!

Matanya mencari-cari keberadaan istrinya, namun Gendra tidak dapat menemukan keberadaan Thara di dalam kamar tersebut.

"Shit," umpat Gendra.

Gendra merogoh ponselnya—berniat menghubungi Thara. "Di mana lo?" tanyanya langsung ketika Thara baru saja mengangkat sambungan teleponnya.

"Kak Gendra belum—"

"Kasih tau di mana lo sekarang!!" tekan Gendra.

"Maaf—"

"Kalo lo nggak mau ngasih tau, ya udah, nggak usah pulang lagi ke sini. Kalo perlu, kita cerai aja sekalian," potong Gendra, memberi ancaman.

Di seberang telepon, Thara meneguk selivanya susah payah. Apa rencananya yang tidak akan memberitahu tentang keberadaannya akan gagal?

Terdengar helaan nafas dari seberang sana.

"Aku sharelock."

Sambungan telepon pun terputus. Beberapa detik kemudian, Gendra mendapatkan notifikasi chat dari Thara.

Bukan istri gue🖕🏻

|[Sharelock]
|Kak Gendra ke sininya besok aja

Melihat pesan dari Thara yang menyuruhnya untuk pergi besok saja, Gendra menghiraukannya. Ia segera keluar dari kamar Thara. Niatnya sekarang adalah pergi ke tempat keberadaan istrinya.

Bermenit-menit dalam perjalanan, Gendra pun sudah sampai di depan rumah minimalis yang lumayan besar. Gendra segera turun dari motornya dan berjalan menuju pintu rumah.

Tanpa membunyikan bel terlebih dahulu, Gendra langsung memasuki rumah itu tanpa izin. Gendra sedikit terkejut ketika membuka pintu, mengapa pintunya tidak terkunci? jika ada seseorang yang iseng bagaimana? dan kalau misalkan salah satu musuhnya mengetahui keberadaan Thara yang sekarang, bagaimana? Gendra kesal.

"Kak Gendra?" Thara terkejut begitu melihat Gendra sudah berada di dalam rumah barunya.

Gendra mendorong kasar tubuh Thara hingga membuat gadis itu mundur beberapa langkah. "Ngapain gaya-gayaan pengen pisah rumah, hah?!"

"Lo di sini tinggal sama siapa? sendiri? dan tadi kenapa pintu depan nggak di kunci? kalo misalkan ada orang yang menyelinap masuk, gimana? kalo itu musuh gue, gimana?" Gendra menghujani beberapa pertanyaan pada Thara, namun terdengar seperti sedang memarahinya.

"Untung aja gue ke sininya sekarang. Kalo masih besok, pasti lo udah nggak ada di dunia ini lagi!" Gendra masih memarahi Thara dengan perasaan kesal. "Kalo mau pisah rumah, bilang dulu sama gue! jangan bikin keputusan sepihak!!" imbuhnya.

Thara menatap mata tajam Gendra dengan gugup. "K-kenapa kak Gendra keliatan khawatir?"

Gendra terkekeh sinis mendengarnya. "Khawatir? jangan harap!! gue cuma nggak mau musuh gue tau keberadaan lo. Kalo mereka sampe tau, mereka bakal nyari kesempatan buat ngincar lo, mumpung nggak ada gue di deket lo! mikir pake otak, Thara! lo, tuh, beban yang selalu nyusahin gue!!!"

"Kenapa, sih, kak Gendra nggak ngerti tentang perasaan aku? kak Gendra selalu mikirin dirinya sendiri tau nggak!!" sentak Thara dengan berani tanpa rasa takut sedikitpun.

Gendra melangkah maju mendekati Thara. "Gue harus ngertiin perasaan sampah lo itu?" Gendra terkekeh. "Very impossible for me!"

"Kayaknya, aku harus mati dulu, deh, biar kak Gendra tau gimana rasanya," ucap Thara, di akhiri dengan kekehan miris.

"Iya, lo harus mati dulu, biar gue bisa hidup tenang tanpa beban!" balas Gendra yang berhasil menyakiti hati Thara.

Gendra meraih dagu Thara, menatap kedua mata Thara dengan tajam. "Didn't I say that from the start? cewek sampah kayak lo, nggak pantes jadi istri gue, bitch!"

Thara menyeka air matanya ketika menyadari dirinya menangis, ia tidak mau terlihat lemah di depan Gendra. "Keluarin pistol kakak!" titah Thara, membuat Gendra meneguk selivanya kasar. "Keluarin!! kill me right now!!"

Tanpa rasa takut, Thara meraba-raba tubuh Gendra, mencari keberadaan pistol Gendra. Sedetik kemudian, ia menemukannya dan langsung mengeluarkan pistol itu. Lalu memaksa Gendra untuk memegang pistolnya dan menodongkannya tepat di kepalanya sendiri.

Thara menatap Gendra dengan tatapan keputusasaan. "Hari ini, detik ini, aku, Lenthara Caroline udah nggak sanggup hidup bersama Gendra Margantara!!"

"Ayo, what are you waiting for? kakak pengen aku mati 'kan? ayo bunuh aku sekarang juga, kenapa kakak malah diem aja?!" ucap Thara, menantang.

Gendra tetap diam, tidak menampilkan ekspresi apapun.

"BUNUH AKU, GENDRA MARGANTARA!!!" bentak Thara, tak tertahan.

"KENAPA DIEM AJA?!! AYO BUNUH, KAK!!" Thara kembali membentak ketika tidak mendapatkan respon apapun dari Gendra. Ia berniat ingin menekan pelatuk pistolnya sendiri tanpa menunggu Gendra yang menekannya—berniat menembak dirinya sendiri. Namun itu semua gagal ketika Gendra melempar pistol tersebut dengan kasar ke lantai.

"JANGAN GILA LO, BITCH!!!"

Thara terkekeh pelan. "Aku gila? AKU NGGAK GILA! AKU CUMA NYURUH KAKAK BUAT BUNUH AKU! DAN KAK GENDRA MALAH DIEM AJA!!!"

"Lo bisa nggak, sih, jangan kayak anak kecil? baperan!"

"Baperan?" Thara mencoba tersenyum paksa di sela-sela nafasnya yang memburu, serta air matanya yang terus mengalir deras sebelum ia menyekanya kembali. "Tadi siapa yang pengen aku mati? kak Gendra 'kan? terus pas aku udah nyerahin diri ke kak Gendra, tapi kakak malah diem aja!"

"Kakak tau? AKU UDAH NGGAK TAHAN HIDUP SAMA KAK GENDRA!! AKU CAPEK, KAK!!" Thara tidak bisa berhenti membentak Gendra karena saking kesalnya ia pada Gendra.

Thara menghela nafasnya sejenak untuk menenangkan hatinya dan menetralkan detak jantungnya yang memburu. "Ayo kita cerai, kak," ucap Thara, lirih.

Para ART yang mendengar keributan itu, lantas bergegas keluar. Mereka dapat melihat Gendra dan Thara yang sedang ribut. Namun, mereka tidak berani mendekat ataupun melerainya, karena mereka tidak mau ikut campur.

Begitupun dengan Arion yang baru saja melihat keributan itu, sontak ia segera merogoh ponselnya untuk menghubungi seseorang yang bisa melerai keributan mereka.

"Kak Gendra mau kita cerai 'kan? tapi aku selalu nggak mau. Tenang aja, sekarang aku udah mau cerai sama kakak. Let's divorce."

Di dalam pikiran Gendra, ia sudah sangat frustasi, tidak tahu harus bereaksi apa. Dirinya memang menginginkan perceraian, namun entah mengapa mulutnya sangat sulit untuk mengatakan 'iya'.

"Aku benci kalo kakak diem aja," Thara meraih kembali pistol yang tergeletak di lantai. Kali ini, Thara tidak memiliki rasa takut sedikitpun terhadap Gendra. Dengan berani, ia menodongkan pistol itu ke arah Gendra. "Kalo kak Gendra nggak mau bunuh aku, biar aku yang bunuh kakak."

Kedua pupil mata Gendra melebar sempurna. "Goblok! apa-apaan, sih, lo?!!" emosi Gendra.

"Iya, aku bakal bunuh kakak, biar kakak bisa hidup tenang tanpa beban di dunia lain," ucap Thara, mengulas senyum kepedihan.

"Thara!!" Malvyn datang bersama dengan Argas, dan Malvyn segera merampas pistol yang berada di genggaman tangan Thara. "Lo gila?"

Thara terkekeh. "Kenapa, sih, pada bilang aku gila? padahal aku cuma pengen mengabulkan keinginan kak Gendra."

Malvyn menatap sorot mata Thara yang tampak putus asa, lalu menatap Gendra dengan tajam. "Lo... brengsek!!"

"Stop it, Thara. Jangan kayak ini," lerai Argas, ia beralih menatap ke arah putranya dengan tatapan membunuh.

Bugh!

Bugh!

Bugh!

Berkali-kali Argas memukuli Gendra tanpa ampun, ia tidak memberikan jeda sedikitpun untuk Gendra melawan.

Thara tampak tidak peduli lagi meskipun melihat suaminya yang di pukuli habis-habisan oleh mertuanya.

Malvyn segera membawa Thara ke dalam pelukannya, guna menenangkan suasana hati Thara. Tangannya mengusap lembut kepala belakang dan punggung Thara yang bergetar.

Thara langsung menumpahkan semua kesedihannya yang sedari tadi ia tahan, menangis dengan tersedu-sedu di dalam pelukan Malvyn.

Bugh!

Bugh!

Di sela-sela dirinya di hujani pukulan maut oleh Argas, ia sempat melihat Thara dan Malvyn berpelukan. Hal itu membuat hatinya memanas. Ia ingin menghajar Malvyn, namun dirinya sedang tidak mampu karena menerima pukulan bertubi-tubi dari Argas.

Malvyn membawa Thara duduk di sofa tanpa melepaskan pelukan mereka. Ia menawarkan Thara segelas air putih untuk menenangkannya, namun Thara menolak. Gadis itu malah semakin mengeratkan pelukannya dan menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Malvyn.

Bugh!

Dor!

"ARGHHHHH," erang Gendra ketika merasakan rasa sakit yang menjalar di kaki kanannya.

"Kak Gendra!!" Thara langsung melepaskan pelukannya dan berdiri saat mendengar suara tembakan yang sangat nyaring.

Thara segera menghampiri suaminya yang terus-terusan mengerang kesakitan sembari memegangi kakinya. Thara membawa dan meletakkan kepala Gendra di atas pahanya sebagai bantalan.

"Lihat istrimu! berkali-kali udah kamu sakiti dia, tapi apa balasan dia? dia tetep peduli sama kamu, dia tetep khawatirin kamu dan dia selalu nangisin kamu saat liat kamu kesakitan kayak sekarang. Dia nggak pernah dendam sama kamu, meskipun kamu selalu nyakitin dia! seharusnya, kamu sadar dan bersyukur punya istri kayak Thara!" jelas Argas dengan emosi yang memburu. "Coba bayangin waktu Papa nyakitin Mama kamu kayak gini, apa yang kamu rasain? waktu Papa menghajar Mama kamu habis-habisan di depan mata kamu sendiri, apa yang bakal kamu rasain, hah?!! yang kamu rasain itu sama kayak apa yang lagi istri kamu rasain sekarang, Gendra!! KAPAN KAMU SADAR?!!" bentak Argas.

"Lo sadar nggak, sama apa yang selama ini lo lakuin ke Thara itu udah bener-bener keterlaluan?! SADAR NGGAK LO, ANJING?!!!" timpal Malvyn, tak kalah emosi.

"Kenapa? sakit?" tanya Argas yang melihat putranya terus mengerang kesakitan tanpa henti. "Itu yang udah istri kamu rasain waktu kamu nembak kakinya on the first day of your wedding!"

Sementara Thara terus menangis mendengar erangan Gendra, hatinya terasa sakit melihat Gendra kesakitan.

Gendra tidak menjawab ataupun membantah. Ia mendongak ke atas, tatapannya tertuju pada mata Thara yang sembab.

Tangannya yang bergetar, bergerak untuk menghapus air mata istrinya, mulutnya terus mengerang kesakitan. "Stop crying, girl," ucap Gendra, nyaris berbisik. Ia mengusap lembut pipi Thara yang sembab. "I'm okay."

Thara mendongak—menatap Argas dan Malvyn bergantian. "Pa, kak, ayo bawa kak Gendra ke rumah sakit."

Argas menatap Gendra tidak peduli. "Biarin aja, biarin dia ngerasain apa yang udah kamu rasain."

"Pa, jangan gitu... kak Gendra ini anak Papa."

"Kak Mal—"

"Gue nggak mau di bawa ke rumah sakit," potong Gendra.

Thara kembali menunduk—menatap mata Gendra yang kini juga tengah menatapnya. "Kenapa nggak mau, kak? kakak harus di bawa ke rumah sakit."

Gendra keras kepala, ia tetap menggeleng lemah. "Gue mau ngerasain apa yang udah lo rasain pas gue nembak kaki lo tanpa gue bawa lo ke rumah sakit."

~TBC~

Continue Reading

You'll Also Like

580K 40.4K 48
SUDAH REVISI [FOLLOW SEBELUM BACA⚠️] Kehidupan seorang Alesha Alice Almahira berubah seratus derajat saat menjadi istri seorang cowok yang bernama Va...
797K 38.5K 45
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
63.4K 2.8K 41
Ini cerita tentang Arkan, cowok terkenal dan ganteng buat cewek - cewek di sekolahnya. Dan Aura. Cewek yang ditaksir Arkan. Menurut Aura, Arkan itu g...
3.3M 96.5K 67
FOLLOW DULU BARU SECROL ! Sesama anak tunggal kaya raya yang di satukan dalam sebuah ikatan sakral? *** "Lo nyuruh gue buat berhenti ngerokok? Bera...