SHERLOCK

By Mynoteday

2.6M 289K 49.7K

[HARAP FOLLOW DULU, SEBELUM MEMBACA!] || END ... "Bangun, bisu!" "Bego, kena bola sedikit aja pake segala... More

Prolog
Sherlock-1
Sherlock-2
Sherlock-3
Sherlock-4
Sherlock-5
Sherlock-6
Sherlock-7
Sherlock-8
Sherlock-9
Sherlock-10
Sherlock-11
Sherlock-12
Sherlock-13
Sherlock-14
Sherlock-15
Sherlock-16
Sherlock-17
Sherlock-18
Sherlock-19
Sherlock-20
Sherlock-21
Sherlock- 22
Sherlock-23
Sherlock-24
Sherlock-25
Sherlock-26
Sherlock-27
Sherlock-28
Sherlock- 29
Sherlock - 30
Sherlock-31
Sherlock-32
Sherlock-33
Sherlock-34
Sherlock-35
Sherlock-36
Sherlock-37
Sherlock-38
Sherlock-39
Sherlock-40
Sherlock-41
Sherlock-42
Sherlock-43
Sherlock-44
Sherlock-45
End?
Sherlock-46
Sherlock-48
Sherlock-49
Sherlock-50
Sherlock-51
Sherlock-52
Sherlock-53
Sherlock-54
Sherlock-55
Sherlock -56
Sherlock-57
Sherlock-58
Sherlock -59
Sherlock -60
Sherlock-61
Sherlock -62
Sherlock -63
Sherlock -64
Sherlock -65
Sherlock -66
Sherlock -67
Sherlock -68
Sherlock -69
Sherlock -70
Sherlock -End
Spoiler?
Coming Soon
Starla'

Sherlock-47

23.1K 2.8K 993
By Mynoteday

Happy Reading.

    Ayah Sherlock tiba tepat saat Sherlock diberitahukan sudah siuman. Anggota Ovior membiarkan beliau yang masuk terlebih dahulu. Lalu setelahnya, Ibu dan ayah tiri pria itu juga datang dan mereka biarkan masuk setelahnya. Meskipun jujur, mereka sudah tidak sabar untuk melihat keadaan ketua mereka. Namun, bagaimanapun juga keluarga tetap yang paling utama.

Sesaat setelah Sherlock sadar, pria itu dipindahkan ke ruang lain. Tepatnya di samping Starla dengan posisi paling ujung. Sedangkan Leon masih di ruangan yang sama, dengan Resume yang setia menemaninya di depan ruangan tersebut.

Ia sudah kembali dari taman. Sebelumnya, Biru menemui dirinya. Berbincang cukup lama, menamparnya dengan kalimat yang mampu menyadarkan dirinya. Tentang amarahnya yang terlampiaskan tetapi tidak tepat. Tuduhan yang seharusnya tidak ia lakukan. Resume sadar akan kesalahannya. Ia hanya kalut, takut, dan resah. Mendengar kondisi kedua temannya membuat pikirannya kacau bukan main hingga kehadiran Starla malah menjadi pelampiasan untuk mengeluarkan kekesalannya. Resume mengakui kesalahannya untuk kali ini.

Resume masih setia menunggu di depan ruangan seorang diri. Ia tidak mau meninggalkan Leon sendirian di dalam sana. Meskipun menunggu dari luar, ia berharap Leon tetap bisa merasakan kehadirannya.

Resume selalu merasa tidak tenang jika menyangkut Leon. Entah, ia sudah berteman lama dengan pria itu. Sudah cukup kesakitan yang Leon dapati atas perilaku orang tuanya. Dan Resume berharap kehadiran Ovior menjadi obat bagi Leon.

Ia tahu dengan jelas bagaimana hubungan Leon dengan orang tuanya. Mereka yang tidak peduli, bersikap acuh, dan pergi meninggalkannya sendirian. Terlebih untuk hari ini, di saat seperti ini. Di mana Leon membutuhkan kehadiran mereka, genggaman tangan mereka untuk menyemangatinya. Mereka tidak hadir. Tidak memberi respon saat dihubungi. Seolah anak kandung mereka bernama Leon itu tidak ada lagi dikehidupan mereka. Tidak lagi mereka anggap keberadaannya. Seolah hilang, lenyap, dan mati.

Semua memang diberi porsi jalan kehidupan masing-masing dengan alur yang berbeda. Namun, Leon dan Resume memiliki penyebab rasa sakit yang sama.

Orang tua.

Leon ditelantarkan oleh kedua orang tuanya karena Leon tidak mau menuruti apa yang orang tuanya tuntut atas segala hidup yang Leon jalani. Publik figur, model, artis atau segala pekerjaan yang menyangkut media. Orang tuanya selalu menuntut Leon untuk menjadi seperti mereka. Tapi Leon membenci itu semua. Ia juga tidak suka hidupnya dikekang, dilarang, dijadikan robot berakhir diberi segala ancaman sehingga pada akhirnya ia memberontak. Pergi meninggalkan segala rasa sakitnya dan datang ke rumah Sherlock sebagai pelarian. Sampai akhirnya bisa membangun sebuah Cafe yang sampai saat ini menjadi tempat kedua untuk Ovior. Dan di tempat itulah, Resume menemukan jati dirinya.

Ia yang dulu begitu rapuh. Tidak tahu harus ke mana. Dipertemukan dengan mereka yang mau sama-sama merangkul dan memberikan perlindungan. Tepat saat ibunya memejamkan mata, tersenyum untuk yang terakhir kalinya. Ayahnya berubah beringas, melakukan banyak hal yang membuat Resume lelah. Berjudi, mabuk, dan selalu membawa wanita berbeda setiap malamnya. Sampai pada satu kejadian, di mana Resume mengeluarkan semua amarah dan rasa sakitnya melihat sang ayah mengkhianati sang ibu. Ayahnya dengan keadaan sadar melakukan hal menyakitkan.

Pukulan itu, tamparan keras, tendangan kuat hingga bantingan pada tubuh ramping yang sudah rapuh. Resume masih mengingat semuanya dengan jelas. Sikap terakhir yang ayahnya berikan pada Resume sebelum ia lempar ke tempat yang awalnya Resume kira memuakan. Namun, pada akhirnya tempat itu adalah tempat ternyaman yang ia rasakan setelah ibunya. Memberikan kenyamanan yang khas, mengajarkan bahwa seluruh manusia memiliki kehidupan masing-masing, memiliki masalah di dalamnya, rasa sakit dan berlomba mencari kebahagiaan untuk mengobati segalanya. Ya, panti asuhan.

"Nak Resume?"

Panggilan itu membuat Resume tersadar. Menghapus sisa air mata yang masih mengenang, lalu mendongak untuk melihat pelaku yang memanggil namanya.

"Eh, Om?" sapa Resume terkejut dan segera bangkit. Mencium punggung tangan pria tersebut.

"Kenapa di sini? Tidak menemui Sherlock seperti yang lain?"

Resume menatap ayah dari ketuanya itu dengan senyum canggung. "Resume nunggu giliran aja. Kasihan kalo Leon ditinggal sendirian, Om."

Earth, pria itu tersenyum. Mengusap kepala Resume. "Sana, kamu temuin mereka. Biar Om yang nunggu Leon di sini."

Resume terkesiap. "Eh jangan, Om. Biar Resume aja. Om Earth kelihatanya mau pulang? Atau mau ke kantin?"

"Saya keluar karena ngasih ruang buat mereka ngobrol sama Sherlock. Gak enak kayaknya pria tua kayak saya nyempil di tengah-tengah remaja begitu."

Resume terkekeh pelan mendengar jawaban Earth barusan. Matanya lalu mengedar mencari seseorang.

"Yoana dan suaminya sudah pulang, Sharing katanya menangis."

Seolah tahu apa yang Resume cari, Earth memberikan jawaban tepat sasaran. Membuat Resume menatap pria dewasa itu tidak enak hati.

Mendapat tatapan seperti itu Earth terkekeh. "Sudah sana, kamu gabung sama yang lain. Biar saya nunggu di sini, sekalian nunggu asisten saya bawain makanan."

"Beneran gak papa, Om?"

"Astaga, sudah sana." Earth mendorong pelan Resume untuk segera pergi.

"Kalo gitu Resume ke ruangan Sherlock, ya, Om. Makasih banyak, loh. Nanti kalau Om bosen hubungi Resume aja. Eh, tapi ponsel Resume gak tahu ke mana. Duh, Om lihat ponsel Resume gak?"

Lah?

Earth tertawa pelan melihat tingkah Resume yang kini sibuk mencari keberadaan ponselnya.

"Nanti saya bantu cari, sudah sana. Ini saya capek loh nyuruh kamu dari tadi kamunya gak pergi pergi." Earth berujar dengan nada bercanda.

Resume menyengir, menganggukkan kepala dan bergegas pamit menuju ruang Sherlock.

Earth duduk di sana, meraih ponsel untuk menghubungi temannya. Tak butuh waktu lama, panggilan pertama langsung terangkat oleh penerima.

"Halo? Kenapa Earth?"

"Bagaimana situasi di sana?"

"Sudah saya atasi."

"Syukurlah."

"Saya ingin bertanya."

"Ya?"

"Apa putra kamu memiliki tujuan lain?"

Earth terdiam. Menghela napasnya sejenak. "Oryza sudah banyak melakukan kesalahan. Selain beroperasi dengan barang tersebut, ia melakukan banyak penggelapan di berbagai perusahaan. Salah satunya perusahaan milik saya."

"Ya, saya juga ada di antara salah satu itu."

Earth terkekeh, hanya sebentar. Karena setelahnya ia kembali dengan raut datar. "Dia juga membunuh putri keduanya. Masih kecil, sangat kecil."

Hening. Tak ada respon di seberang sana.

"Ya, tadi ada keluarganya yang melaporkan itu."

Earth mengangguk. "Kesalahannya sudah banyak."

"Mati?"

Earth terkekeh. "Maybe?"

Hening lagi.

"Terima kasih, Earth."

"Untuk apa? Justru saya yang berterima kasih, kamu sudah membantu kami."

"Ya, saya sudah membantu kalian. Seharusnya tidak saya lakukan. Ingatkan bahwa saya membenci putramu itu, sangat."

Earth tertawa. "Apa saya perlu sujud untuk mendapatkan maaf?"

"Tidak butuh darimu, saya butuh putramu yang melakukan itu." Terdengar tawa renyah di seberang sana.

Earth menunduk, dengan sisa tawa yang begitu hambar rasanya. "Maaf atas nama Sherlock, Prison."

"Sudahlah, lupakan. Anak saya sudah memberi pelajaran padanya, putramu juga baru saja menyelamatkan putri saya dari Oryza. Mungkin rasa sakit yang putri saya dapatkan belum sebanding dengan rasa sakit yang putramu rasakan sekarang."

"Saya akan memberinya pelajaran setelah ini."

Terdengar tawa dari seberang. "Tidak perlu, Earth. Biarkan saya saja yang memberi putramu pelajaran."

"Tidak, nanti kamu buat dia mati."

Prison masih dengan sisa tawanya. "Balasan untuknya bukan kematian, Earth."

"Lalu?" Earth menunggu dengan serius lanjutan dari Prison.

"Suatu saat nanti putramu akan menangis atas kepergian seseorang. Itu mungkin rasa sakit yang akan menjadi balasan atas perilakunya dulu."

Earth melotot. "Kamu mendoakan saya mati?!"

Prison kembali tertawa. "Tidak tidak! Saya hanya bercanda. Lupakan."

Earth menghembuskan napas kasar. "Kita harus bertemu, Prison."

"Untuk apa? Mau membunuh saya karena kamu kira saya mendoakan kamu mati?"

"Menjodohkan putrimu dengan putraku!"

"Sialan, saya tidak akan pernah sudi!"

tut.

...

"Bang, lo laper gak? Mau makan apa? Nanti Bang Tiger beliin. Mumpung dia lagi di luar."

"Dia baru aja bangun, jangan aneh aneh!"

"Mending ini mau minum, gak? Ini gue ambilin."

"Atau badan lo pegel? Gue pijitin."

"Kepala lo sakit gak, Bang?"

"Berisik," tegur Winter pada akhirnya. Menatap mereka dengan tajam.

"Tahu lo pada, jangan banyak nanya dulu. Kasihan entar pusing anaknya," tegur Biru.

Para adik kelas yang memang baru saja datang itu lantas cengengesan.

"Khawatir gue, muka dia sedari bangun kaya orang kebingungan. Mana gak ngomong lagi," ujar Karega.

Seluruh tatapan kini jatuh pada Sherlock. Menatap pria itu dengan tatapan menelisik.

Yang di tatap mengernyit. Memberi kode mempertanyakan apa yang sedang mereka lakukan.

"Lo gak lupa ingatan, kan?" gumam Biru mulai terbawa omongan Karega.

"Lo gak lupa sama kita, kan?" lanjut Jaya menyelidik.

"Ini temen temen lo, Bang." Anuraga menimpali.

"Gue tahu," balas Sherlock pada akhirnya. Suara serak itu mampu membuat mereka yang mendengar mengehela napas lega.

"Mau minum gak?" tawar Biru langsung mendapat gelengan.

"Udah," balasnya singkat. Kembali memejamkan matanya meredakan pusing yang mendadak kembali terasa.

Sherlock kembali membuka matanya kala Biru menanyakan keadaannya. Namun, ia tak menghiraukan itu. Matanya mengedar melihat sekelilingnya. Tatapannya jatuh pada Resume yang terlihat melamun.

"Dia kenapa?" tanyanya menunjuk objek di belakang Biru.

Biru menoleh ke belakang. Melihat itu, ia menghembuskan napas kasar.

"Woy, lo kenapa?" tegur Daleel yang tidak mengetahui insiden perseteruan dengan Starla. Biru hanya menjelaskan keadaan Leon.

Resume terkesiap, menatap temannya yang tengah memusatkan perhatian pada dirinya. Pria itu berdehem, bangkit dan nyengir.

"Gue gak papa."

"Jangan lupa minta maaf," tegur Biru setengah berbisik. Resume langsung mengangguk.

"Minta maaf ke siapa?" tanya Sherlock menyelidik.

Biru dan Resume saling tatap.

"Gak, bukan apa-apa."

Sherlock mengedikan bahunya. Sedikit curiga dengan gelagat temannya tetapi ia biarkan.

"Tiger mana?" tanyanya menyadari tidak ada pria itu di sini.

"Lagi di kantor, dia jadi saksi. Tapi kayaknya udah beres, sih. Tadi dia ngirim pesan mau pulang dulu ganti baju habis itu ke sini lagi."

Sherlock mengangkat pelan. "Sky?"

"D-di ruang sebelah, jagain Starla."

Sherlock menatap Biru lamat. Ingin bertanya, tetapi sulit untuk ia utarakan. Pada akhirnya hanya bisa diam, memalingkan wajahnya.

"Dia pake kursi roda sekarang," ujar Biru membuat Sherlock kembali tertarik untuk menatap ke arahnya.

"Dia? Starla?"

Biru mendengus geli. "Kok jadi Starla? Sky. Maksud gue Sky yang pake kursi roda."

Sherlock lantas berdehem, menghilangkan canggung. "Kok bisa?"

"Starla gak papa, cuma kelelahan, down gara-gara syok aja. Butuh rest beberapa hari setelah itu boleh pulang." Biru terkekeh pelan setelah selesai berbicara.

Sherlock mendelik. "Gue gak nanya."

Biru menganggukkan kepalanya mengiyakan saja. Perihal Leon, Biru belum berani memberitahu Sherlock. Ia akan memberitahu jika pria itu bertanya. Ya, lebih baik seperti itu saja.

"Leon gimana?"

:)

Shit double shit.

Mereka yang tadinya berbincang berhenti serentak, terdiam saling tatap dalam keheningan. Tak berani mengeluarkan suara, tak berani memberikan jawaban. Karena mereka tahu, jika Sherlock mengetahui ini. Ia akan--

"Leon gimana, Ru? Jawab gue!"

Mendapati hawa tak mengenakan Sherlock bisa mendapatkan sinyal buruk dalam situasi ini. Ia menatap Winter yang juga tengah menatapnya tanpa ekspresi.

"Winter, gue tanya keadaan Leon gimana?" Napas Sherlock memburu.

"Koma," balas Winter singkat. Begitu tenang.

Hening. Hawa di sana terasa semakin mencekam.

Sherlock masih dalam posisi yang sama, mulutnya terkatup. Pandangannya menerawang jauh entah memikirkan apa.

Tanpa bicara Sherlock segera menyingkirkan selimut dengan asal, hendak turun dari ranjang namun ditahan Biru.

"Lo masih belum pulih, diem di sini."

"Lepas sialan!"

"Lock!" tegur Biru kesal melihat Sherlock yang terus memberontak meminta dilepaskan.

"Gue mau lihat Leon, anjing! Gue mau lihat temen gue!" sentaknya memburu. Menghempas tangan Biru dan mencabut infus dengan kasar. Mengabaikan darah yang mulai merembes keluar. Pintu dibuka dengan kasar hingga mengeluarkan bunyi nyaring.

"Lock!" teriak Biru bergegas mengejar Sherlock yang sudah berlari kesetanan. Padahal kondisinya belum sepenuhnya pulih. Biru khawatir jahitan pada perutnya akan terbuka.

Yang lain ikut mengejar Sherlock dengan wajah panik.

"Sherlock? Ngapain kamu keluar?"

Pertanyaan ayahnya itu tak Sherlock pedulikan. Fokusnya pada sosok di balik pintu yang masih terbaring dengan beberapa alat ditubuhnya.

"Yah...." Sherlock menatap ayahnya bersalah.

"Leon?" tanyanya pelan dengan nada berat.

Earth merangkul Sherlock, mengusap bahu putranya menenangkan.

Sherlock yang paham lantas mengepalkan kedua tangannya. Tiba-tiba terangkat dan memukul dinding cukup kuat. Sesekali membenturkan kepalanya ke dinding. Berteriak kencang membuat semua terkesiap.

"Sherlock!" teriak mereka panik.

Earth segera menahan putranya. Menghentikan aksi berontak Sherlock sekuat tenaga. Berbisik menyampaikan beberapa kalimat untuk menyadarkan Sherlock yang terus mengerang.

Ini yang mereka takutkan. Hal yang sedari dulu mereka hindari. Hal yang sulit untuk mereka kendalikan.

Sherlock yang lepas kendali.

Tiger yang baru saja datang bersama Starga dan Prison bergegas mendekat dengan wajah terkejut.

"Semua salah Sherlock, ayah. Sherlock yang bikin Leon kayak gini." Sherlock memukul dirinya sendiri, menampar wajahnya yang sudah lebam itu cukup kuat hingga siapapun yamg melihatnya dibuat meringis.

Sherlock memberontak, menghempaskan kukungan Earth dan menendang kursi penunggu cukup nyaring. Tangannya menjambak rambut cukup kencang.

"Sherlock, sadar!" Earth mencoba melepaskan jambakan yang bisa berakibat fatal jika tetap dibiarkan seperti itu.

"Sudah panggil dokter?!" tanya Starga pada yang lain begitu melihat darah mencetak pakaian rumah sakit pria itu di area perut.

"Sial," guman Jaya bergegas mencari dokter karena sedari tadi mereka hanya melihat kejadian tanpa bergerak mencari bantuan.

Dokter segera tiba, dan Sherlock masih di luar kendalinya. Belum ada yang bisa menenangkan pria itu. Terus menyakiti dirinya sendiri, meracau, mengucapkan kalimat maaf beberapa kali. Tak ada jalan lain, Dokter itu segera memberi obat bius hingga Sherlock tidak sadarkan diri.

Ia langsung digotong Earth menuju ruangan pria itu untuk lanjut diperiksa.

Starla, Sky dan yang lain yang sedari tadi melihat kejadian tersebut hanya bisa terdiam. Bahkan tak sadar Starla menitikkan air matanya melihat Sherlock yang lepas kendali seperti itu. Ini bukan salah Sherlock. Ini semua salah dirinya. Iya, semua ini salah Starla.

BUG!

"Ini semua gara-gara lo, anjing!"

Semua terkesiap melihat Biru yang memukul Winter tiba-tiba. Tiger dan Resume bergerak memisahkan keduanya.

Biru masih menatap Winter dengan nyalang. Menunjuk Winter dengan jari telunjuk. "Coba tadi lo gak ngasih tahu Sherlock! Dia gak bakal kayak gini bodoh!"

"Dia harus tahu," balas Winter menatap Biru tajam.

"Tapi waktunya gak tepat, anjing! Posisi Sherlock belum pulih, dia baru aja bangun! Lo mikir gak?! Mikir dulu lain kali brengsek!"

Winter yang tidak terima bersiap menyerang Biru, namun ditahan Resume.

"Udah dong anjing!" kesal Resume dengan mata memerah. Tidak suka melihat teman-temannya bertengkar seperti ini.

"Ngapain sih lo pada? Kok malah jadi berantem gini?!" Tiger menatap keduanya tidak suka.

"Lo Biru! Tahan emosi lo, jangan berantem gini. Semua udah kejadian juga, cepet atau lambat Sherlock tetep bakal tahu!"

"Tapi waktunya gak tepat, Ger! Dia ngasih tahu di saat yang gak tepat, lo ngerti gak sih?! Coba kalo kita tahan dulu, gak bakal jadinya kayak gini! Gak bakal kita lihat Sherlock lepas kendali kayak gitu!" Dengan napas memburu Biru terduduk di kursi, memalingkan wajahnya seraya mengusap air mata yang sialnya hadir di saat seperti ini.

Winter menghempas tangan Resume yang memegang bahunya dan beranjak pergi dari sana.

Tiger mengusap keningnya. Sudah banyak kejadian yang terjadi hari ini. Dan itu membuat kepalanya pening bukan main.

"Ini salah gue... seharusnya kalian marah sama gue. Leon nolongin gue, yang salah itu gue, bukan Sherlock."

Starla melangkah dengan pelan tak lupa memegang tiang infus. Tatapannya terlihat sendu.

"Starla, stop nyalahin diri lo sendiri bisa? Gue udah jelasin. Leon kayak gini bukan cuma karena tembakan tadi, tapi dia juga punya Emfisema! Berhenti nyalahin diri lo sendiri!" sentak Sky kesal.

"Tenang Sky," tegur Gemuruh menepuk bahu Sky.

"Gue capek, Gem. Keadaan sekarang lagi kacau, gue gak mau nambahin dengan Starla yang terus nyalahin dirinya sendiri. Ini bukan salah dia!"

"Jangan bikin keadaan tambah keruh, La."

Starla menunduk seraya terisak, tubuhnya langsung dirangkul Starga.

"Sudah, lebih baik kalian pulang dulu. Biarkan Sherlock beristirahat sejenak. Besok kalian kembali ke sini." Prison membuka suaranya.

"Sudah banyak kejadian yang kalian alami hari ini. Kalian butuh istirahat, tenangkan pikiran kalian, renungkan, jernihkan dan jadi diri kalian seperti biasanya esok hari. Leon dan Sherlock masih membutuhkan kalian."

"Leon biar kami yang menjaga. Kalian tenang saja. Ada mereka juga di sini. Mereka bisa menggantikan kalian untuk hari ini." Prison menunjuk beberapa pria yang berdiri di samping Starla.

Tak banyak bicara, Tiger dan yang lain segera pamit pergi. Mereka juga tidak mau membuat keributan lagi di sini. Setelah menenangkan pikiran mereka akan kembali lagi besok.

"Starga, bawa Starla masuk."

"Dad...." Starla sudah tenang dan tidak menangis. Tapi matanya masih berkaca-kaca.

"Masuk, kamu harus istirahat." Prison maju dan mengusap puncak kepalanya.

"Ayo," ajak Starga merangkul Starla untuk masuk. Tangannya yang bebas terangkat mengusap bekas air mata di pipi adiknya.

"Dad," panggil Sky saat mereka sudah di dalam ruangan Starla. Sedangkan Sastra dan yang lain mereka biarkan untuk menunggu di luar.

Prison menoleh, mengangkat alisnya bertanya. Apa?

"Gak usah pake beginian, ya? Lebay banget!" Ia menunjuk kursi roda dengan dagunya.

Prison menggelengkan kepalanya. "Pake Sky."

Sky berdecak. "Sky masih bisa berdiri, jalan juga bisa, nih." Sky bersiap bangkit membuktikan ucapannya. Namun, Starga mencegah.

"Udah, turutin aja sih. Lagian enak pake kursi roda, ketimbang duduk doang. Mana di dorong lagi."

Sky mendelik. "Diem lo!"

"Dih, Dad? Lihat nih, Sky." Starga mengadu. Membuat Sky memutar bola matanya.

"Sudah Sky, pake saja dulu."

"Tapi sampai kapan, Dad?"

"Sampai dokter bilang kamu udah boleh jalan, dong."

"Lah, tadi dokter bilang Sky boleh gak pake beginian tahu. Boleh jalan asal pelan aja, atau pake tongkat."

"Kamu pilih paket tongkat begitu? Gak pegel?"

"Ya, Sky pilih gak pake apa apa. Orang kaki Sky juga gak parah. Aman aja kok. Jadi gak perlu pake kursi roda atau apapun itu."

"Sky, kamu cerewet banget, ya?"

"Gak mau pake kursi roda Dad...."

"Jatuhnya Sky kayak lumpuh."

"Heh!" Starga menepuk mulut Sky.

"Itu mulut udah ngejawab mulu, sekarang ngomong yang enggak enggak lagi!" tegurnya marah.

"Gak usah pake ini ya? Oke Dad?" Sky masih terus berusaha membujuk Prison.

"Terserah kamu ajalah, Sky! Daddy pusing. Kamu itu udah cerewet kayak anak kecil lagi ngerengek terus!"

"Sky gak ngerengek, dih!"

"Tuh, terus aja lo ngejawab ucapan Daddy!"

"Apasih lo?!"

"Berisik ih kalian! Kalau mau berantem jangan di sini. Keluar sana!" sentak Starla mulai kesal melihat perseteruan di antara keluarganya.

Prison, Starga dan Sky langsung bungkam. Tak melanjutkan perdebatan lagi. Sebelum Starla mengamuk, lebih baik mereka menuruti gadis itu.

....

Berantem lagi ....

Next juga ada yang berantem... siapa ya

Yang gak sabar next part, spam sini donggg.

Follow Instagram :
@irma.nrzkh
@mynoteday_

💀POV CHAT LEON💀




*masih ada lagi, tapi nanti aku lanjutin di next part.

Continue Reading

You'll Also Like

595 65 68
Columba livia adalah sebuah ungkapan perasaan seseorang yang di tinggalkan oleh orang yang sangat Dia cintai Karena kini aku tau bahwa kisah hidup ad...
TOUCH By pey

Teen Fiction

375K 5.4K 62
[Completed] [Telah diRevisi]✅ 🍸🍸🍸 "Ketika kamu jatuh cinta dengan sentuhan dewa dari orang yang tidak kamu kenal." 🍸🍸🍸 Ini kisah seorang Alaska...
ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

2.1M 114K 59
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
2.2K 323 19
"Balikin sepatu gue!" "Gak mau." "AREXON!" **** Bagi Berlian mengenal Arexon adalah sebuah kesialan. Akan selalu ada hal tidak menyenangkan yang terj...