AZKARINO✔️[TAMAT]

Oleh andarrr

96.1K 4.9K 326

Tentang Azkarino Aldevaro, manusia biasa yang tidak sempurna. Lebih Banyak

B L U R B
Prolog
01: 12 IPS 1
02: Benalu!
03: Di Follback?
04: Ketahuan Kerja!
05: Bukan Aku!
06: Sahabat
07: Ini Semua Tidak Adil
08: Mulai Sekarang, Kita Temenan
09: Ultahnya Azka
10: Penyakit Ini Menyiksa
11: Adek Laknat!
12: Sakit
13: Drop
14: Bullying
15: Sakit Hati
16: Pengakuan
17: Terbongkar Sudah
18: Feel So High
19: Harus Mandiri
20: Di Pecat?
21: Kangen
22: Perdebatan
23: Damai
24: Sama Gue Mau Nggak?
25: Membuat Curiga
26: Milik Gue
27: Dicabut?
28: Mendadak Ngeblank
29: Azka Cemburu
30: Insiden
31: Berkunjung Neraka Duniawi
32: Tas Sekolah
33: Club
34: Minta Izin
35: Rumit
36: Semakin Rumit
38: Tersakiti
39: Menerima
40: Undangan
41: Hari-H
42: Duka
43: Penyesalan (End)
andarrr note
Cast
Naughty
Extra Chapter 1: Waktu

37: Keputusan

1.3K 87 26
Oleh andarrr

Aku masih amatir, masih haus saran.

Aku nggak pengen ceritaku ini bertele-tele muter-muter kek sinetron hehe.

Part ini yang akan mengubungkan jalan ceritanya untuk go to ending.

Happy Reading...

Maafin aku, Ka

Yang udah milih dia daripada kamu

Walaupun aku tahu

Cinta kamu lebih besar daripada dia

-Kansa-

Regaza menumpukan kedua tangannya diatas pembatas balkon untuk melihat Azka datang. Masalahnya, dua hari yang lalu lelaki itu menitipkan bukunya kepada Azka agar dikerjakan PR matematikanya.

"Woy." Regaza menegur salah satu siswi.

"Apa?" Balas siswi itu.

"Azka biasanya datang jam berape?" Tanya Regaza.

"Jam segini biasanya udah dateng."

Regaza menganggukkan kepalanya, kemudian siswi itu melenggang masuk kedalam kelas IPS 1. Lelaki itu merogoh kantong celana osis guna mengambil telepon genggam. Hanya benda itu yang dapat menghubungkannya dengan Azka saat ini.

Memanggil...

"Bangke kemana sih." Regaza keluar dari aplikasi whatsapp.

Berniat menelpon Azka menggunakan pulsa, dia baru ingat saat ini pulsanya sedang habis dan tidak memiliki sisa sedikit pun.

"Njir." Andra menoleh.

"Kalo Azka udah dateng, suruh temuin gua dikelas." Perintahnya seperti raja.

Andra memutar bola matanya malas.

...

Azka terbaring di atas kasur yang tidak menggunakan ranjang. Ringisan kecil keluar dari mulutnya, air mata Azka pun sampai menetes mengenai bantal.

Seragam sekolah sudah dia kenakan, bahkan Azka juga sudah menyiapkan motornya di depan. Dia memang merasa tidak enak badan, tetapi Azka rasa dirinya masih kuat menjalani sekolah pagi ini.

Namun ternyata nihil...

Kepalanya sangat pusing, lemas tidak karuan menyiksanya hingga tidak bertenaga. Dia juga tidak mengerti mengapa semakin hari tubuhnya semakin sakit, apakah penyakit sialan itu semakin menyebar?

Apakah obat yang dia minum setiap hari tidak membuahkan hasil?

Argh...

Azka melepas paksa dasi abu-abu yang terpasang di lehernya.

Dia mencoba duduk untuk mengambil ponselnya diatas meja belajar.

Tangannya pun mulai gemetaran, bobot hpnya terasa berkali-kali lebih berat dari biasanya.

'Lo jangan nangis goblok!' Azka mengusap air matanya kasar.

Sakit kepala ini seolah akan merenggut kesadarannya. Mata Azka berputar-putar seperti akan terpejam.

"Ndra." Ucap Azka begitu sambungan teleponnya terhubung.

"Kemana aja lo Ka? Udah bell nih."

"T-tolong buatin gue surat izin, ssh.." Azka tidak bisa menahan ringisan keluar dari mulutnya.

"Lo kenapa Ka?"

"Demam dikit, tolong ya. Gue nggak sempet."

"Oke oke. Lo istirahat ae, soal itu ntar gue yang ngurus."

"Thanks ya Ndra." Azka tersenyum tipis sambil menjambak rambutnya kebelakang. 

"Siapa?" Azka mendengar suara bising disana.

"Azka demam, suruh buatin surat izin."

"Halo?" Seperti suara Satya.

"Beneran demam, apa bolos sama Kansa cug?" Kening Azka berkerut.

"Maksud lo?"

"Kansa juga nggak masuk, lo berdua janjian kan? Ngaku lo."

Kansa juga nggak masuk?

Azka mematikan sambungan teleponnya.

Semalam dia juga mengantarkan Kansa pulang sampai didepan rumahnya. Azka kecewa, dia ingin marah. Namun ketika melihat Kansa sedih seperti semalam, membuat hati kecilnya tidak tega memarahi gadis itu. Dia membuang jauh segala pikiran negatifnya.

Dugh!

Azka menghantamkan kepalanya ke dinding dengan keras. Supaya tambah pusing, dan bisa pingsan.

Dengungan keras langsung menayapa pendengarannya, Azka ingin pingsan saja sekarang supaya dapat menghilang dari dunia ini walau sebentar.

Tersiksa.

Apa dosa anak itu hingga mendapat cobaan sesakit ini?

Dugh!

Azka melakukannya lagi, sungguh kepalanya terasa seperti akan pecah saat ini.

Dia menyandarkan kepalanya di dinding, tiga kali melakukan hal itu mungkin kepalanya akan beneran pecah.

Tes.

Menundukkan kepalanya, Azka melihat darah menetes. Bukan, bukan kepalanya yang bocor. Tapi hidungnya.

Azka berdiri dengan sisa tenaga yang dia punya. Bertumpu kuat pada meja, kedua mata itu terpejam. Kamarnya seperti bergoyang, Azka yakin sekarang tidak sedang gempa.

Melihat segala barang disekelilingnya berputar, pandangan Azka kian gelap.

Ngiiiing!

Tubuhnya terhuyung kesamping bersamaan dengan telinganya yang mengeluarkan suara nyaring. Azka melihat almari didepannya menjadi terbalik.

Matanya beralih menatap kaki meja, apa gua jatuh?

Tubuh Azka sudah mati rasa, Azka sekarang ambruk dan sudah berada di bawah lantai. Namun sadarnya terlalu tipis hingga tidak bisa merespon.

Pusing menguasai kepalanya, sayup-sayup Azka mendengar hpnya berdenting lagi. Namun lagi-lagi dia sudah berada di ambang kesadarannya. Bayangan ponselnya memburam, kabur, hingga tidak berbentuk.

Kedua mata sayu itu terpejam dengan sendirinya setelah rasa sakit puas membuatnya tergolek di atas lantai.

...

"Kalo abis Kansa lulus aja gimana Ma?"

"Enggak bisa Kansa." Selin sibuk menghitung undangan. "Papa kamu udah boxing tempatnya, segala kebutuhan juga sudah siap. Tinggal nunggu hari-H."

"Sa, sini." Kafka sejak tadi duduk di shofa sambil menikmati keripik singkong.

Kafka merangkul adiknya, dia menuding tangga menuju lantai kedua rumahnya. Kansa hanya mengangguk lemah.

"Ini yang terbaik buat lo." Kafka menaikkan dagu Kansa.

Sekarang mereka hanya berdua di kamarnya Kafka.

Kansa menyandarkan punggungnya pada balkon kamar Kafka, gadis itu menghirup dalam-dalam udara sore yang sama sekali tidak ada sejuk-sejuknya.

"Masa iya sih bang gue setega itu sama Azka." Kansa menangis.

"Gue tau gimana perasaan lo sekarang." Kafka mengelus pundak Kansa sambil mendekap gadis itu.

"Gue dulu juga nggak suka sama Bilqis. Bahkan nggak ada rasa sedikitpun sama dia. Tapi lama-lama gue juga nyaman kok. Sekarang gue sayang sama Bilqis," Ucap Kafka.

Kansa menatap manik Kafka, "Gue tau sekarang lo ngerasa sangat terpaksa. Tapi lo harus percaya Sa, Digo itu baik. Gue yakin dia bisa jagain lo lebih dari Azka. Dia lebih-"

"STOP YA BANG!" Teriak Kansa.

"Posisi lo dulu, sama gue sekarang BEDA! Hati gue cuma ada Azka! DAN SEKARANG? Mama sama Papa paksa gue buat tunangan?!" Kansa mengelus dadanya.

"Hancur gua bang... Gua pengen nemuin masa depan gua sendiri!" Dia menelungkupkan kepalanya diatas dengkul.

Kedua orang tua mereka masih percaya yang namanya tradisi. Semasa Selin dan suaminya muda, mereka juga dijodohkan sama seperti Kansa. Rumah tangga mereka damai, tidak pernah bertengkar hebat. Oleh karena itu, mereka juga menginginkan anak-anaknya memiliki rumah tangga seperti mereka.

Tapi tetap saja. Jaman sudah berganti. Anak-anak zaman sekarang tidak bisa di samakan dengan mereka berdua pada masanya. Perjodohan sudah tidak lagi dijadikan sebagai kewajiban.

Hari gini dijodohin?

Lagi-lagi ini berbicara mengenai kepercayaan. Pemikiran. Sugesti.

"Kalo lo memang berjodoh sama Azka, gue yakin lo berdua tetep bersatu apapun itu bentengnya." Kafka menepuk pundak Kansa.

"Sholat. Serahin semuanya, pasrah. Minta yang terbaik, setelah lo tenang, pikirin apa yang akan lo lakuin selanjutnya. Awali langkah lo dengan bismillah, minta petunjuk Allah. Kalo lo udah siap, mantep sama hati lo, baru lo ambil keputusan gimana baiknya hubungan lo sama Azka."

Kansa mengangguk lesu.

"Inget. Pikirin dulu baru ambil keputusan. Jangan ambil keputusan baru dipikirin." Ujar Kafka sambil mengusap-usap rambut Kansa.

"Ayo maghrib, gue bantu doa." Ajaknya.

...

Drrt....

Drrt....

Mata Azka mengerjap pelan.

"Azka." Azka langsung paham siapa penelpon ini.

"K-Kansa." Sahut Azka serak.

"Ka? Kamu baik-baik aja kan?"

Azka menggigit bibir bawahnya, sialan kepalanya masih sangat sakit. Azka sudah siuman sejak dua jam yang lalu, namun sampai detik ini Azka masih belum beranjak dari tempatnya.

"Iya, aku nggak papa."

Azka mendengar helaan nafas dari balik speaker hpnya.

"Kamu ada waktu? Aku pengen kita ketemuan."

"Kapan?"

"Nanti jam tuju, bisa kan?" Azka melirik jam dinding.

"Bisa kok."

"Aku kirim lokasinya ya."

"Iya."

Azka membuka pesan Kansa yang baru saia gadis itu kirimkan.

"Sa? Kamu nggak salah kita ketemuan disini?" Tanya Azka, pasalnya tempat itu jauh dari keramaian.

"Iya Ka, aku nggak salah kok."

"Aku jemput ya."

"Enggak usah, deket juga."

Azka diam, ingin menanyakan mengapa hari ini Kansa tidak masuk. Tapi ternyata gadis itu sudah mengabarinya lewat whatsapp pagi tadi.

"Ada keperluan keluarga apa Sa?" Azka bertanya sambil membaca pesan Kansa.

"Itu.... biasa urusan keluarga, btw gimana tadi? Ada PR?"

"Em.." Azka bingung.

"Lupa Sa, nanti deh aku cek." Jawab Azka asal, tadi kan dia juga tidak masuk sekolah.

Hening...

"Ssh.." Azka menjambak-jambak kepalanya.

"Hallo?"

"Aku siap-siap dulu."

"Oh oke." Kansa menjadi canggung.

"Sampai ketemu nanti sayang."

"Hhh, Dah.."

Tut...

Kedua tangan Azka naik menggapai kepalanya.

"Argh..." Dia mengerang tertahan.

"Bisa, siapa tau ketemu Kansa kepala gue jadi lebih mendingan." Azka mengumpulkan semangatnya.

Azka mensehatkan dirinya sebisa mungkin. Mengenakan hodie hitam dan celana levis, dia mengoleskan minyak angin dibagian leher dan kepalanya.

Malam ini sepertinya Azka akan izin, badannya tidak fit. Satu dari lima model sepatu yang Azka punya, dia memilih yang warna navy.

Beruntung motornya bisa langsung dijemput semalam.

"Mas Azka mau kemana?" Mea duduk di ayunan memandang Azka.

"Mau keluar." Jawab Azka.

"Kemana?" Tanya Mea lagi.

"Nemuin ayangnya mas ckck." Kekeh Azka sambil menurunkan motornya dari standar dua.

"Beliin es krim."

"Mas pulangnya malem, besok aja ya." Azka menaiki motornya.

"Yaah.."

"Besok." Azka melajukan motornya kerumah Mea, untuk mencubit pipi gemash gadis itu.

Mwah.

Belum tepat pukul tujuh lelaki itu sudah sampai di lokasi. Rambut Azka tertiup angin malam, Azka mendekap tubuhnya sendiri. Dingin.
Bibir pucatnya mengembang begitu saja merasa pundaknya ditepuk dari belakang. 

Azka mendongak ke atas, dia yakin pasti Kansa.

"Udah lama?" Tanya Kansa.

"Lumayan." Jawab Azka.

"Tumben ngajak ketemuan disini? Sampai merinding nih." Azka masih bersedekap, entahlah Kansa juga merasa dingin atau tidak.

"Kamu kenapa?" Tanya Kansa, wajah Azka putih tanpa rona. Pucat.

"Nggak papa, agak dingin aja." Bahkan suaranya terdengar bergetar.

Kansa menunduk, dia bingung menjelaskan semua mulai dari mana.

"Ke tempat biasa aja yuk." Ajak Azka ke Cafe, dia tidak betah di tempat terbuka tubuhnya menggigil kedinginan.

"Tunggu Ka aku mau ngomong." Kansa menarik tangan Azka menyuruhnya duduk lagi.

"Apa?" Azka melupakan sejenak hawa sedingin es kutub itu.

"Aku minta maaf. Maafin aku..." Kansa menyalami tangan Azka. Membawa tangan lelaki itu keatas keningnya.

"Maaf kenapa?" Balas Azka kebingungan.

"Kita udahan aja ya Ka." Kata Kansa tersiak, Azka merasa tangannya basah.

"Sa? Hei.." Azka meraih tangannya dari kening Kansa.

"Kamu ngomong apa sih..." Azka menangkup pipi Kansa menggunakan telapak tangannya.

"Kita udahan ya Ka hiks..."

"Ngomong sama aku. Siapa yang udah tekan kamu sampai kaya gini. Bang Kafka? Iya?" Tanya Azka dan Kansa menggeleng.

"Terus siapa? Digo? Si brengsek itu nekan kamu?"

"Bukan Ka," Tangis Kansa pecah.

"Ini semua keputusan aku. Ini yang terbaik buat kamu sama aku Ka. Kita udahan aja ya mulai sekarang." Kansa menangisi ucapannya, tangan gadis itu Azka genggam kencang membuatnya tidak bisa pergi dari sini.

"Nggak boleh ngomong kaya gitu Kansa!" Tegur Azka.

"Kita-"

"Jangan bicara seperti itu!" Azka tidak mau mendengarnya lagi.

"Putus." Ucap Kansa.

"Aku nggak mau." Azka menatap Kansa.

"Kita putus Azka. Udah nggak ada hubungan lagi!" Kansa melepaskan tangan Azka secara paksa.

Walaupun tangan Azka sakit karena Kansa sekuat tenaga ingin lepas dari jangkauannya.

"Azka LEPAS!"

"Enggak Sa! Apapun itu, aku nggak mau kita putus."

"-- Semua juga demi kebaikan kita haaa.." ucap Kansa sejujur-jujurnya.

"Arrghhh!!" Azka mengerang, kakinya diinjak oleh Kansa.

"KANSA!" Azka langsung bangkit dan mengejar gadis itu.

Azka laki-laki, dia mempunyai langkah besar dengan mudah dapat menggapai Kansa.

"Kamu udah janji kan? Kamu nggak akan pergi sebelum aku yang minta." Mata Azka berkaca-kaca.

Kansa menunduk, membiarkan air matanya semakin mengalir deras. "Maaf Ka... hiks..."

"Aku akan perjuangin kita. Tolong jangan nyerah Sa." Azka memegang kedua pundak Kansa.

"Kita udah nggak bisa,"

"Sulit Ka." Imbuh Kansa. "Jalan kamu masih panjang, kamu bisa dapetin perempuan yang jauh lebih baik dari aku."

Azka menggeleng, "Perempuan terbaikku itu kamu Sa." Mata Azka mengeluarkan cairan bening.

"Bukan. Aku nggak pantes buat kamu. Aku brengsek Ka!" Kansa tersiak hebat.

"Udah Sa." Azka ingin memeluk gadis itu, ingin menenangkannya.

Kansa menepis tangan Azka, "Aku harap kamu hargain keputusan aku ini." Kansa membalikkan tubuhnya.

"Apa alasan kamu putusin aku?" Tanya Azka dibelakang Kansa.

Kansa memejamkan matanya, seketika air mata yang berkumpul langsung berjatuhan, "Aku udah bulat pilih orang lain buat jagain aku." Kansa membalikkan tubuhnya menjadi menghadap Azka lagi. "Buat jadi pendamping aku, dan aku percaya pilihan orang tuaku yang terbaik buat aku."

Hati Azka mencelos, "Apa?"

"AKU MILIH DIA DARIPADA KAMU!" Lantang Kansa menuding mobil hitam yang terparkir tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Maaf Ka, aku harus begini...

Azka menggeleng tidak percaya, "Nggak mungkin!"

"Mungkin!"

Azka maju ke arah Kansa, menggenggam tangan itu dengan bergetar. "Aku harus gimana Sa?"

"Masih banyak cewek diluar sana yang lebih baik dari aku." Kansa mengelus pipi Azka menggunakan telapak tangannya.

"Jawab aku harus gimana biar kamu nggak putusin aku."

"--hiks..." Kansa menunduk, tidak tega melihat wajah Azka yang sudah sangat pucat ditambah air mata lelaki itu yang mengalir tersakiti.

"Sayang..." Ucap Azka sesak.

"Bro." Azka melirik pundak kanannnya.

"Gua akan jagain Kansa." Azka menoleh kesamping.

"Brengsek." Umpat lelaki itu.

Bugh!

"Bajingan!" Azka membogem sudut bibir Digo.

Azka belum puas, dia menarik lengan Digo. Membuat lelaki itu menatap matanya yang menahan emosi sejak tadi.

Plak!

Azka terdiam.

Tamparan Kansa seketika membuat Azka langsung padam.

Cengkeraman tangannya di lengan Digo terlepas begitu saja.

"Aku nggak nyangka ya." Azka tersenyum getir kepada Kansa.

"SERING AKU LIAT KALIAN BERDUA JALAN. Sering. Nggak cuman sekali dua kali. Tapi aku cuma diam, pura-pura bodoh. Demi apa? Demi jagain hati kamu!" Azka menuding kening Kansa, mati-matian dia menahan kata-kata kasar keluar dari mulutnya.

"Biar kamu nggak minta maaf sama aku. Biar kamu nggak ngerasa bersalalah," Azka menarik nafasnya. "Kurangnya aku jadi cowok apa?"

"HAH?!" Azka membanting kunci motornya.

Kansa menelan salivanya susah payah, dadanya sakit menahan tangis.

"Ayo." Ajak Kansa kepada Digo tanpa mempedulikan pertanyaan Azka.

"KANSA!" Azka mengejar menahan pundak Kansa.

"KAMU NGGAK BISA PUTUSIN AKU SEPIHAK!" Azka menarik pergelangan tangan Kansa.

"Awwh.. sakit lepasin." Rintih Kansa.

"Lepasin anjing." Digo melerai.

"Lo yang anjing!" Sarkas Azka.

"Ikut aku!" Azka menyeret Kansa.

"Azka, sakit argh.. ! Kamu udah gila hah?!" Teriak Kansa.

Digo mendorong tubuh Azka hingga lelaki itu terhuyung kebelakang beberapa langkah.

"Sialan lo." Digo menarik Kansa berada dibelakangnya.

Ketika Azka maju lelaki itu langsung berada didepan Kansa, "Apa?" Tantang Digo.

"Cowok paling pengecut yang pernah gua kenal!" Azka menggertakkan giginya.

"Gua bukannya pengecut, gua cuma hargain perasaan lo selama ini." Azka menunggu kalimat apa lagi yang keluar dari mulut Digo. "Cepat atau lambat, lo harus tau. Gua sama Kansa sebentar lagi tunangan."

"DIGO!"

"Biarin aja Sa, biar dia tau semuanya. Biar nggak ada yang ditutup-tutupin lagi."

Hati Azka seperti ditusuk ribuan paku, sakit. Sesak. Perih. Bercampur menjadi satu.

"Bener Sa?" Tanya Azka lemas.

Kansa mengangguk sambil tersedu.

Bullshit!

"Jadi selama ini-" Kansa mengangguk.

"Iya Ka, aku minta maaf." Azka memejamkan matanya.

"Aku nggak nyangka." Azka menggelengkan kepalanya.

Azka membalikkan tubuhnya, dia berjalan lemas ke tempat pertama kalinya dia tiba disini beberapa menit yang lalu. Azka sudah tidak sanggup melihat wajah Kansa. Hatinya sakit bukan main. Ini sangat menyakitkan.

Sambil menangis Azka menatap nanar kepergian mobil Digo melaju meninggalkan lokasi ini.

"Arghhhh!" Azka berteriak frustasi.

Bak kehilangan separuh semangat hidupnya, Azka sudah tidak memiliki Kansa lagi. Perempuan yang sudah membuatnya jatuh cinta sedalam ini, merasa sangat patah hati ketika kata putus terucap langsung dari mulut Kansa.

'Harusnya gue seneng..'

Azka teringat penyesalannya waktu menyatakan perasaannya kepada Kansa beberapa bulan lalu akibat penyakit sialan yang sedikit demi sedikit akan menghabisinya.

'Gue gaboleh benci sama Kansa'

Wajah gadis itu sudah menjadi wallpaper layar depan hp Azka. Azka memandang lekat fotonya.

"Lo habis nangis?" Azka mengalihkan perhatiannya.

Azka diam tidak menjawab.

"Nih, buat lo. Biar nggak stress stress amat." Azka tidak tau sejak kapan sekelilingnya menjadi ramai.

Azka meminum jus yang diberikan lelaki itu hingga tandas.

Suara gelak tawa terdengar begitu saja setelah Azka meminum jus pemberian temannya di Club ini. Apa yang salah? Azka sangat haus. Dia tidak membeli minum apapun selama disini, dan ketika seseorang menawarkannya jus mangga tentu akan dia terima karena tenggorokannya sangat tersiksa.

"Kenapa?" Tanya Azka pada temannya, belum kenal terlalu lama. Dan Azka juga tidak begitu tau sifatnya, dia hanya tau lelaki itu bertugas melayani tamu-tamu besar disini.

"Lo jangan kaget, minuman lo udah dia beri halusinogen." Jawab salah seorang wanita masih menertawakan Azka.

"Habis lo keliatan lagi banyak masalah bro. Gua nggak demen raut raut kaya gini bah," Dia merangkul pundak Azka akrab.

"Udah gausah kerja, boss juga lagi baik hati nyuruh kita hari ini buat free." Imbuhnya.

Azka merasa nafasnya sesak luar biasa.

Azka belum merasa berhalusinasi, dia meminta izin ke kamar mandi. Seingatnya toilet berada di sebelah utara, namun ketika sampai bukan toilet yang dia temukan melainkan tempat karaoke. Pencarian toilet berlangsung cukup lama.

Azka membasuh wajahnya menggunakan air, sambil bercermin Azka bernafas pelan-pelan.

Keluar dengan langkah sempoyongan, pandangan Azka sudah sangat buyar. Dia berharap dapat menemukan pintu keluar secepatnya. Satu orang seolah terbagi menjadi lima.

Berusaha suapaya tidak menabrak orang yang nyata, namun sayangnya pandangan Azka sudah membuyar parah. Dia selalu menabrak orang-orang.

Dia kesulitan membedakan mana yang nyata dan mana yang maya.

Azka menutup telinganya, lagu yang semula terdengar menggoda sekarang berubah menjadi seperti suara teriakan kesakitan.

Azka merasa semakin gila.

Dia tidak tau berjalan kearah mana dirinya sekarang.

"PEMBUNUH!" Azka merasa orang-orang menunjuknya menggunakan pisau tajam.

Azka ketakutan.

"PEMBUNUH!" Wanita berwajah rusak mendekatinya.

"GUA BUKAN PEMBUNUH!" Teriak Azka sekencang mungkin. Membuat beberapa orang menatapnya aneh.

PIIIIMMM!

"Awaaas!"
To be continue...

PUAS BET ANJENKKKK🤣

Gimana sama part ini Gaes??

Banyak yang seneng Azka menderita kan?

Puas belum?

SAD END OR HAPPY END?

Tekan vote yah:)

Makasiih udah mampir membaca....

andarrr sayang kamu.

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

476K 17.7K 32
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
3.8K 636 26
[ SELESAI ] "Lekas menghilang dan hanya bertahan dalam waktu singkat." Galeon yang merasa kehilangan karena perginya sang Ibu. Anak itu menjadi hampa...
10.1K 884 17
"kejadian itu tidak di sengaja" "Mengapa mereka semua membenci ku , padahal aku tidak salah apa apa" "Sialan" By: hyimara Start: 07.02.2022 Finish
11.9K 1K 72
*INI BUKAN SAJA MENCERITAKAN HUBUNGAN RUMIT ANTARA KAKAK BERADIK ITU TAPI MENCERITAKAN JUGA TENTANG KESALAHAN FANG* Dendam? Bisa saja dendam berakiba...