About Everything [END]

By fairytls

976K 120K 116K

[PRIVAT, FOLLOW UNTUK BACA LENGKAP] Laluka Lotusia gadis yang menjadi korban bullying di sekolahnya, dia tida... More

P R O L O G U E
1. Angkasa High School
2. Slytherin
3. Pearl Family
4. Fried Rice
5. Unexpected
6. Eating Together
7. Careless
8. School
9. Damn! Meet Again
10. Beginning of Trouble
11. Allergy?
12. Wagering
13. Racing
14. She's a Antagonist
15. Thank You, Bad Boy
16. Scholarship Revoked
17. Cooking For Bad boy
18. Bullying
19. Offering Help
20. Nothing is Free, Little Girl
21. Unclear Gang
22. Bullying Again
23. Deal With The Bad Guy
24. Mrs Mahendra
25. Turn On
26. Axel's Arrival
27. New Student
28. The Jealous
29. First Kiss
30. Love Triangle
32. Problem Is Coming
33. Disappointed
34. Father Or Son
35. Company Party
36. Company Party II
37. Rumors
38. Angkasa's Past
39. Live In Hostel
40. Boyfriends?
41. Kill Yourself Or Be Killed
42. Between Life Or Death
43. They Confess To Luka
44. She's Alleana Maracle Pearl
45. Mortal Enemy
46. Open Eyes
47. Luka Parents
48. Choose Who?
49. Select All
50. Is It Love?
51. Exam
52. Elang's Secret
53. Foot Candy
54. Last Day Of Exam
55. Take Report
56. School Holidays
57. First Date With Axel
58. Second Date With Angkasa
59. Third Date With Orion
E P I L O G U E

31. Blue Sea

14.3K 1.9K 1.2K
By fairytls

Angkasa baru sampai di sekolah, ia ingin menemui Pak Danur sekaligus mengecek keadaan sekolah yang seharusnya sudah ia lakukan tempo hari. Namun pada saat itu Angkasa mencancel acara karena melihat keadaan Luka yang mengalami tindak pembullyan.

"Selamat siang, Pak." Pak Danur berjabat tangan dengan Angkasa.

"Silakan duduk." Pak Danur dengan sopan menuntun Angkasa ke arah sofa ruangannya. Angkasa membuka kancing jasnya terlebih dahulu sebelum duduk.

Pak Danur sedang berada di depan mesin kopi, tentu saja ruangan kepala sekolah itu tampak mewah karena Angkasa High School adalah sekolah elite semua fasilitas di sekolah tampak lengkap dan bagus. Pak Danur menyodorkan kopi instan yang sudah ia buat ke hadapan Angkasa, mereka mengobrol sebentar semetara menunggu aula sekolah disiapkan untuk kedatangan Angkasa.

"Perberitahuan... kepada seluruh siswa diharapkan berkumpul di aula sekarang juga."

"Ck, malas banget gue kumpul di aula," keluh Arkan.

"Apalagi gue," timpal Fino.

"Buruan, ikut ke aula nggak lo pada?" Elang berdiri sambil menatap teman-temannya.

"Ogah gue ikut, lo aja sono, lo kan anak rajin," balas Fano malas.

"Yon?" panggi Elang.

Tak ada sahutan dari Orion yang sedang membenamkan kepalanya di atas lipatan tangan, sepertinya cowok itu tertidur.

"Udah lo aja yang pergi, Bos lagi tidur," usir Arkan membuat Elang berlalu pergi meninggalkan mereka di kelas.

Aula tampak ramai, semua orang sudah berkumpul kecuali empat manusia yang ada di kelas XI IPA A. Para siswa perempuan duduk rapi dikursi bagian kiri sedangkan sisi kanan diisi oleh siswa laki-laki.

Alexa celingukan mencari sosok Orion, ia cemberut ketika tak menemukan sosok yang ia cari. "Kok Ion nggak ada?" kata Alexa.

"Mungkin belum dateng," sahut Ersya yang duduk di sebelah Alexa. Alexa mengirim pesan kepada Elang untuk menanyakan Orion. Alexa tambah cemberut ketika mengetahui Orion tidak datang ke aula melalui balasan chat dari Elang.

"Hei, sini," seorang gadis memanggil Luka karena melihat Luka kebingungan mencari tempat duduk.

"Duduk sini aja, kosong kok," ucap gadis itu.

Luka dengan canggung duduk di sebelah gadis itu yang kebetulan posisi duduk mereka berada dibarisan nomor dua dari depan, tepat di belakang Alexa. Luka tahu gadis di sebelahnya adalah orang yang pernah mengobati lukanya di uks waktu itu.

Pak Danur serta Angkasa memasuki Aula membuat para siswa terkesiap. Pak Danur duduk dikursi bersama guru yang lain. Angkasa berdiri di depan podium menatap intens para siswa di depannya.

"Selamat siang," sapa Angkasa mendapat jawaban serempak dari penghuni aula.

"Mungkin sebagian dari kalian sudah tau dengan saya. Ada yang tau saya siapa?" tanya Angkasa.

"Saya tau, Om." Seorang siswa laki-laki mengacungkan tangan membuat antensi seluruh penghuni aula menatap ke arahnya.

Angkasa serta semua orang menunggu jawaban dari siswa itu. "Om pasti manusia," jawab siswa itu membuat sebagian siswa tertawa.

"Ya nggak salah sih, tapi salah." Damian menutup mukanya dengan tangan, malu punya Bos saraf kayak Axel.

"Bukan temen gue," ucap Reyan ikut-ikutan menyembunyikan wajahnya.

"Siapa nama kamu?" tanya Angkasa.

"Axel, Om," jawab Axel dengan pedenya. Benar orang yang menjawab pertanyaan barusan adalah Axel.

"Sini maju." Angkasa menyuruh Axel maju ke depan. Axel maju, semua mata kini mengikuti pergerakannya. Angkasa mengeluarkan dompet, ia memberikan sepuluh lembar uang kepada Axel.

"Hadiah, karena jawabanmu benar. Saya memang manusia," ucap Angkasa santai. Tanpa ragu Axel menerima uang pemberian Angkasa, ingat rezeki itu tidak boleh ditolak.

"Terima kasih, Om." Axel turun dari panggung, ia melangkah menuju kursi Luka.

"Nih." Axel memberikan semua uang yang ia dapat kepada Luka membuat penghuni aula menatap mereka dengan berbagai pandangan.

"Pegang, nanti pulang sekolah kita borong permen kaki," kata Axel tersenyum manis.

Luka tidak ingin berdebat dengan Axel karena menolak memegang uang yang cowok itu berikan, akhirnya ia pasrah menyimpan uang yang Axel berikan ke dalam saku. Mata Angkasa menatap Axel tajam ketika Axel kembali duduk.

"Apa hubungan Luka dengan siswa itu?"

Angkasa kembali melanjutkan apa yang ingin ia sampaikan, berulang kali mata Angkasa melirik ke arah Luka. Ketika pandangan mereka bertemu Luka lebih dulu memutuskannya karena ia masih marah kepada Angkasa.

TEET...

Bel pulang berbunyi, para siswa keluar aula dengan tertib. Baru saja keluar aula tangan Luka dicekal oleh Angkasa membuat gadis itu menoleh.

"Luka."

"Lepasin Om, ini di sekolah," ucap Luka menatap tangannya yang dicekal Angkasa.

Meski tidak rela, perlahan Angkasa melepaskan tangan Luka. "Kamu masih marah sama saya?" tanya Angkasa.

"Om Angkasa, boleh minta foto." Segerombolan cewek-cewek datang mendekati Angkasa hal itu dimanfaatkan Luka untuk pergi menjauh dari Angkasa.

"Luka tunggu-"

"Om, minta tanda tangannya dong." Angkasa yang ingin menyusul Luka terhenti akibat cewek-cewek menyodorkan note ke depan Angkasa untuk meminta tanda tangannya.

"Om udah punya pacar belum?"

"Saya sudah punya calon istri," jawab Angkasa membuat gadis yang bertanya kecewa.

"Oh iya, Om punya anak kan yang seumuran sama kita? Ngomong-ngomong anak Om sekolah di mana?" tanya siswa yang lain. Warga AHS tidak tahu bahwa Orion adalah anak Angkasa, kecuali para guru, staff keamanan, Alexa, serta teman-teman Orion yang tahu.

Angkasa hanya tersenyum singkat, ia tidak berniat menjawab pertanyaan dari siswa itu. Angkasa melirik ke arah koridor ia mengumpat dalam hati karena terjebak diantara cewek-cewek ini.

***

Di dalam kelas, Alexa sedang menunggu Luka keluar lebih dulu setelah itu ia dengan sengaja menyenggol bahu Luka dengan keras.

"Ups, gak sengaja." Alexa menoleh dengan senyum mengejek serta tatapan sinis.

"Aku tau, kamu pasti sengaja kan!" teriak Luka akhirnya.

"Gue nggak sengaja."

"Orang bohong pantatnya bolong."

"Apaan sih lo. Dari pada nyumpahin gue. Mending lo urus hidup malang lo itu." Kemudian gelak tawa Alexa dan teman-temannya pecah.

Mereka tertawa di atas penderitaannya? Sekarang Luka tidak sedih lagi ditertawakan oleh mereka yang ada dihatinya kini niat balas dendam. Luka melirik kotak sampah berukuran kecil.

"Mau apa lo?" tanya Alexa waspada melihat Luka memegang kotak sampah berisi tumpukan kertas bekas berbentuk bola kecil.

"Mau balas dendam." Luka tersenyum jail.

"Dasar cewek sinting!" Alexa mendorong Luka hingga terhuyung mundur ke belakang.

Beruntung Luka tidak jatuh karena di belakangnya sudah ada Axel menahan kedua pundak Luka agak gadis itu tidak jatuh. Luka terkejut, ia segera berdiri tegak lalu menoleh ke belakang.

"Mak lampir gangguin lo?" Axel mengalihkan pandangannya menatap Alexa begitu pun sebaliknya Alexa memasang wajah kesal membalas tatapan Axel.

Axel meraih kotak sampah dari tangan Luka. Ia mendekati Alexa seperti singa yang siap menerkam kelinci kecil. "A-axel. Mau apa lo?" Alexa berjalan mundur ke belakang dengan pelan, sedangkan Ersya beserta Aurel sudah lari karena melihat kedatangan Axel.

Tanpa aba-aba Axel menumpahkan sampah ke kepala Alexa beserta kotak sampah itu mengurung kepala Alexa. "AXEL!" Alexa berteriak marah sambil berusaha melepaskan kotak sampah dari kepalanya. Kertas-kertas kecil yang sudah diremas berserakan di bawah kaki Alexa.

"Bhuhahaha!" Tawa Axel meledak ketika melihat kulit pisang tepat di atas kepala Alexa bahkan sampai menutupi satu mata Alexa. Alexa membanting kotak sampah yang sudah terlepas dari kepalanya, dengan perasaan jijik ia meraih kulit pisang di atas kepalanya. "Iiiiuuwwww."

Alexa menatap kesal laki-laki di depannya. Alexa melempar kulit pisang itu ke arah Axel namun Axel segera menangkis lemparan Alexa dengan kakinya sehingga kulit pisang itu jatuh ke lantai.

"Pulang yuk, ngapain ngurusin nih Mak Lampir," ajak Axel kepada Luka.

"Siapa yang lo bilang mak lampir hah!" protes Alexa tidak terima ia dijuluki Mak Lampir."

"Lo lah, siapa lagi?" sahut Axel.

Luka teringat sesuatu sebelum Axel menggandeng tangannya. "Bentar, buku aku ketinggalan dalam laci."

"Kamu duluan aja." Luka memegang lengan Axel sekilas lalu berlari kembali ke kelas. Axel menatap pasrah punggung Luka yang kian jauh.

"Gagal deh gandeng tangan ayang."

Axel melangkah dengan lesu sehingga tidak melihat kulit pisang yang ia tendang tadi.

Bruukkk.

"BWAHAHAHA!" Kini giliran Alexa tertawa kencang melihat Axel baru saja jatuh karena kulit pisang.

"Rasain! Makan tuh kulit pisang." Alexa masih tertawa melihat Axel berdiri sambil meringis seraya memegang pantatnya.

"Siapa yang nyuruh lo ketawa?" Axel menatap dingin Alexa.

"Cuma gue yang boleh ngetawain diri gue sendiri. Lo nggak boleh ngetawain gue!"

"Suka-suka gue lah, mulut-mulut gue."

"Aduh pantat gue, nyeri," keluh Axel berjalan seperti orang baru sudah sunat. Alexa menatap punggung Axel sambil menahan tawa melihat cara jalan Axel yang lucu.

***

"Akhirnya ketemu." Luka segera memasukan buku yang ia ambil dari laci ke dalam tas.

"ASTAGA!"

"Orion." Luka terlonjak kaget tahu-tahu Orion ada di belakangnya. Sedangkan laki-laki di depannya hanya tersenyum tipis melihat ekspresi kaget Luka.

"Kenapa?" tanya Orion.

Luka mengeryit heran tidak mengerti maksud dari ucapan Orion. "Kenapa, apanya?" Luka balik bertanya.

"Kenapa belum pulang?"

"Ooh, tadi buku aku ketinggalan. Jadi aku balik lagi ke kelas buat ambil," jelas Luka.

Orion mengulurkan tangannya ke hadapan Luka membuat gadis itu lagi-lagi bingung dibuatnya. "Tangan lo," pinta Orion.

Dengan ragu Luka memberikan tangannya ke dalam genggaman Orion. Orion menarik Luka keluar dari kelas, kondisi koridor sudah sepi. Sampai di parkiran Orion menyuruh Luka naik ke atas motornya.

"Pundak atau pinggang?"

"Apa lagi ini?" Luka menggerutu dalam hati. Tidak bisakah Orion kalau bicara itu yang lengkap supaya ia mengerti.

"Pundak," jawab Luka.

Orion menghidupkan motornya, kemudian melaju dengan kencang membuat tubuh Luka terhunyuk ke belakang untung ia dengan cepat berpegangan di pundak Orion sehingga tidak jatuh.

"WOI! AYANG GUE MAU LO BAWA KEMANA!" teriak Axel menatap motor Orion yang membawa Luka.

"Kampret, keduluan sih kunyuk," kesal Axel.

"Aduh... pinggang gue." Axel menekan pinggangnya yang masih sakit akibat ulah kulit pisang.

"Kenapa lo?" tanya Damian heran melihat cara jalan Axel.

"Nggak usah banyak tanya kek wartawan lo," ketus Axel susah payah naik ke atas motornya.

"Xel, duit yang tadi? Bagi dong." Reyan mengulurkan tangannya ke depan muka Axel.

"Mau gue ludahin tangan lo?"

"Aelah minta selembar doang, jangan pelit lah ama temen," kata Reyan.

Axel menepis tangan Reyan dari depan mukanya. "Lo nggak liat tadi duitnya udah gue kasih ke Luka semua," balas Axel.

"Kayak suami nafkahin istri aja lo." Reyan kecewa tidak jadi dapat duit.

Di dalam sebuah mobil terlihat Angkasa melihat putranya membawa Luka pergi. Angkasa pikir Luka akan naik bus. Luka sering menunggu dihalte untuk pulang, sehingga ia berniat menjemput gadis itu dihalte karena tidak mungkin ia menarik Luka masuk ke dalam mobilnya begitu saja, tapi ternyata Luka malah pergi dengan Orion. Angkasa jadi bertanya-tanya apa hubungan Luka dengan putranya?

***

"Orion pelan-pelan."

"Pegang pinggang gue kalau lo takut jatoh."

Luka berpikir beberapa detik, dari pada jatuh terus kelindes mobil lebih baik ia berpegangan dipinggang Orion. Orion tersenyum ketika merasakan sepasang tangan mungil melingkar dipinggangnya, ia sama sekali tak mengurangi kecepatan motornya. Sengaja modus.

Di sinilah mereka sekarang. Di sebuah laut yang sangat luas nan biru. Luka dan Orion berjalan menyusuri pasir putih yang halus dengan kaki telanjang.

"Indah banget." Luka terkesima melihat laut di depannya. Anak rambutnya berantakan diterpa angin. Orion menatap lekat ke arah Luka. Di mata Orion saat ini semua pergerakan Luka bagaikan slomotion dengan rambut terikat ditiup angin, senyum manis, serta pipi chabbynya yang sangat menggemaskan. Ingin rasanya Orion menggigit pipi itu. Orion menggeleng pelan ketika pikirannya mulai aneh.

"Suka laut?" tanya Orion membuka suara.

"Suka ... tapi juga takut."

"Kenapa takut?"

"Laut itu luas dan dalam. Aku takut monster laut."

"Jangan kebanyakan nonton film."

Luka cemberut menatap Orion, apa Orion pikir ia sering nonton film tentang laut yang seram? Padahal menurut Luka monster laut itu benar-benar ada. Hiu pemangsa misalnya.

Orion menarik tangan Luka, ia mengajak Luka duduk sambil melihat laut. Tangan mereka masih berpegangan membuat Luka melirik ke arah Orion, namun orang yang dilirik tak berniat melepaskan tangannya.

Melihat Luka tidak nyaman Orion segera melepaskan genggamannya. "Sorry."

"Gapapa."

"Makasih udah ngajak aku ke sini, lautnya indah banget." Luka melihat Orion sebentar lalu kembali menatap lautan biru di depannya.

"Lo orang pertama yang gue ajak ke sini."

"Aku sangat berterima kasih karena aku orang pertama yang kamu ajak ke sini. Aku ngerasa jadi orang penting." Luka terkekeh pelan.

"Lo memang penting. Sekarang, elo adalah prioritas gue."

"Jangan deket-deket sama Axel."

"Kenapa? Axel baik kok, dia temen aku. Dia juga suka bantuin-"

"Stop! Jangan bahas Axel lagi," potong Orion tegas. Luka menoleh ke arahnya setelah terperanjat.

Luka meneguk ludah. Ia merasa Orion sedang marah. Nada bicara Orion terdengar sinis tidak seperti biasanya. Apakah Orion begitu karena cemburu?

Orion mengalihkan pandangannya dari hamparan laut yang luas. Kini ia melihat ke arah Luka. Tangan Orion terangkat, dengan lancang ia menarik ikat rambut Luka sehingga rambut Luka tergerai indah membiarkan angin laut meniup rambutnya.

"Jangan ikat rambut lo. Jangan biarin Axel ngelus kepala lo. Jangan biarin cowok lain deket sama lo kecuali gue," kata Orion. Sekarang Orion ingin memiliki Luka tanpa tahu apakah tindakannya sudah benar untuk mendapatkan hati Luka.

Dahi Luka berkeryit, heran mengapa sekarang Orion bersikap seperti seorang pacar. Luka akui bahwa Orion memang ganteng dan baik, tapi bukan berarti Orion berhak mengatur kehidupannya. Luka jadi teringat Angkasa yang suka memaksa dan mengaturnya.

"Orion, maaf sebelumnya. Tapi kamu nggak berhak ngatur kehidupan aku," protes Luka.

"Maksud lo?" tanya Orion tidak terima. Ia kesal ketika Luka tak menuruti ucapannya.

"Eum ... karena kita bukan siapa-siapa. Bahkan aku ragu kalo kamu nganggep aku temen. Lagian siapa yang mau temenan sama cewek miskin kayak aku. Aku akui kamu ganteng, banyak fans, baik. Tapi bukan berarti, kamu bisa ngatur aku," jelas Luka.

"Kamu tau? Aku sering dibully, dianggap hama dan pengganggu. Kalo kamu mendekatiku karena penasaran, lebih baik jangan!"

"Jangan deketin aku, jangan terlalu baik sama aku. Aku takut rasa sukaku semakin dalam."

Orion terdiam sejenak, mencerna ucapan Luka dengan baik. Luka benar. Ia tidak berhak untuk mengatur kehidupan Luka. Ia bukan siapa-siapa. Keluarga bukan. Pacar juga bukan.

Tim Lusa spam🖤→

Tim Lion spam ❤️→

Tim Luax spam 💙→

Spam next di sini→

1k komen untuk update selanjutnya🔥

Continue Reading

You'll Also Like

1.7M 82.5K 80
(Tersedia Versi eBook) Mendengar namanya saja sudah membuat Wilona bergidik ngeri, apalagi bertemu dengan sosoknya langsung. Mungkin Lona akan kabur...
825K 23.3K 55
Zanna tidak pernah percaya dengan namanya cinta. Dia hanya menganggap bahwa cinta adalah perasaan yang merepotkan dan tidak nyata. Trust issue nya so...
846K 87.3K 60
"Boyfie sialan! Gue benci lo! Gue sumpahin lo bisu beneran! Kita putus!" ... Kejadiannya sudah lama sejak Alisa bertemu pacar misteriusnya. Hari itu...
11.2K 460 35
Dikhianati oleh orang yang kita cintai? Tak pernah ada di benak vania bahwa ia akan ada diposisi itu. Dikhianati oleh pria yang begitu dicintainya me...