KILL IT || Perfect Villain +...

By NihaOsh

88.4K 15.6K 37.8K

[17+] Hilangnya saudara kembar Jenandra, membuat Jenandra rela datang dari luar kota untuk menyelidiki hal te... More

00 || Hilang
01 || Target
02 || Anak asuh
03 || Serbuk besi
04 || Patuh
05 || Sungai
07 || Boba
08 || Alexa mengetahuinya
09 || Nando
10 || Killian
11 || Pembunuh utama
12 || Dugaan
13 || Candy
14 || Baby
15 || Video
16 || Pengorbanan
17 || Rencana besar
18 || Kalah?
19 || Mereka saling menipu
20 || Pergi
21 || Berakhir [SELESAI]

06 || Tengah Hutan

3.2K 661 1.5K
By NihaOsh

Spam komen yuk!

Jangan lupa Vote juga, makasih 💚💚

.
.
.

Nando

**

Jenandra tak tidur sejak pukul 2 dini hari, untung saja kini rasa sakitnya sudah mereda, ia bisa kembali beraktivitas seperti biasanya.

Kini semua murid kelas 12 tengah berkumpul di tengah lapangan, mereka sarapan bersama, setelah itu mereka pergi berkelompok menuju wilayah yang sudah ditentukan, mengingat ada tiga wilayah di sekitar gunung.

Kelompok Jarez pergi ke wilayah 2 yang berada di belakang gunung, mereka harus tiba di lapangan sebelum matahari terbenam.

"Gila sih ini jauh banget," lirih Ghea yang berjalan di pertengahan sambil bergandengan dengan Ashila, sementara Jarez berjalan di paling depan, dan Jenandra serta Nando di belakang.

"Tapi gunungnya gak segede gunung di deket sekolah kita, jadi masih lumayan deket lah," sahut Jarez.

"Tapi kalau gue cape berenti dulu ya?" Pinta Ghea.

"Iya," sahut Jarez.

Jenandra memandang tas besar yang Ashila dan Ghea gendong, ia pun mengambil tas itu membuat mereka terkejut.

"Biar gue yang bawa," ujar Jenandra, dan mereka mengangguk.

Jenandra pun melempar tas Ghea pada Nando, sontak Nando menangkapnya.

"Abis ini bantuin gue deketin Jenandra," bisik Ghea pada Ashila yang masih terdengar oleh Jenandra.

"Dia cowok gue," balas Ashila yang membuat Ghea begitu terkejut.

Ghea pun menoleh ke belakang untuk menatap Jenandra, dan Jenandra hanya tersenyum kecil.

"Gila," lirih Ghea masih dengan tatapan tak percaya.

Sudah 2 jam mereka berjalan, namun tak ada tanda-tanda akan sampai, membuat Ghea terus mengeluh kelelahan.

Mereka pun berhenti untuk beristirahat, kemudian meminum minuman yang mereka bawa.

"Pengen pipis ih," ucap Ghea yang membuat Jarez menoleh.

"Ayok gue anter, tadi kan kita ngelewatin sungai, enggak jauh," ujar Jarez sersya menarik tangan Ghea.

"Ih gak mau! Mau sama Ashila!"

"Sama gue aja, gue juga mau pipis," sahut Jarez, kemudian keduanya pun pergi dari sana, menyisakan Ashila, Jenandra, dan Nando.

"Kenapa lo diem aja?" Tanya Ashila pada Nando yang tengah berdiri bersandar pada pohon.

"Gak apa-apa, tungguin gue, lima menit aja," sahut Nando, kemudian ia pergi ke arah yang berbeda dengan Jarez dan Ghea.

Ashila pun duduk bersandar pada pohon besar, memperhatikan Jenandra yang tengah memanjat pohon mangga.

"Shil, doyan mangga gak?" Tanya Jenandra.

"Doyan, tapi gak mau yang asem."

Jenandra pun turun dari pohon setelah mendapat mangga yang matang, kemudian ia duduk di samping Ashila dan mengupas mangganya dengan pisau lipat yang ia bawa.

"Kok lo niat banget sampe bawa piso?" Tanya Ashila.

"Ya kalau keadaan kayak gini piso bakal berguna banget."

"Tangan lo kotor."

"Ini gak kepegang, gue pegang yang ada kulitnya doang."

"Kenapa gak dibelah aja? Terus dibikin kotak-kotak biar gak perlu dikupas kulitnya."

"Gue gak kepikiran sampe situ, udah terlanjur dikupas."

"Gimana makannya?"

"Gue suapin pake piso."

"Takut."

Jenandra tertawa pelan, kemudian ia menusuk potongan buah mangga itu dengan ujung pisaunya, lalu menyodorkannya pada Ashila, "nih makan."

Ashila pun menerima suapan Jenandra, keduanya asik memakan buah mangga yang terlihat besar dan matang.

"Sebenarnya kaki gue pegel banget, soalnya jarang olahraga, tiba-tiba harus jalan sejauh ini," gumam Ashila.

"Abis ini gue Gendong."

"Gak."

"Kenapa? Kan cape."

"Nanti lo cape, gue kan berat."

Jenandra tertawa pelan, "gue serius, bakal gue gendong."

"Gak ih, lagian malu gendong-gendongan. Mau lagi mangganya!"

Jenandra pun kembali menyuapi Ashila.

"Malu sama siapa sih?"

"Malu sama kelompok kita, apalagi Ghea nanti gue diejek terus."

"Lebay banget gitu doang malu."

"Yaudah sih orang malu."

"Iya iya, jangan gampang marah," ucap Jenandra seraya menyikut lengan Ashila.

"Enggak marah.."

Setelah memakan mangga, Jenandra pun mencuci tangannya dengan air yang ia bawa, kemudian mengambil beberapa buah jambu biji yang letaknya tak begitu jauh dari posisinya, lalu memasukannya ke dalam tas.

"Mereka lama banget," keluh Ashila seraya beranjak dari duduknya, sebab ia merasa semakin pegal.

"Jen, gue aja yang bawa tasnya," pinta Ashila sersya melirik tas mereka yang tergelatak di bawah pohon, mengingat tadi Jenandra membawa dua tas masing-masing di depan dan belakang tubuhnya.

"Gak usah, gue yang bawa aja, segitu gak berat."

"Boong banget, satu tas isinya ada beras 5 kilo, ada sembako lainnya juga."

Jenandra tertawa, "enggak berat, sayang. Gue gendong lo aja masih kuat," sahutnya seraya meraih tengkuk Ashila, kemudian mengecup bibir Ashila sejenak.

"Jangan cium-cium sembarangan!"

"Gak apa-apa, gue kecanduan bibir lo."

"Emang dasarnya lo buaya, bibir Alexa aja lo embat."

"Beda lah, pokoknya yang berhubungan sama Alexa tuh bukan gue yang mulai. Tapi kalau bibir lo jadi candu buat gue."

"Ternyata selain alay, lo juga modus dan mesum."

"Emang ciuman termasuk mesum?"

"Ya lo pikir aja sendiri," sahut Ashila seraya memalingkan wajahnya yang terlihat kesal.

Jenandra tertawa pelan, "jangan marah-marah terus, lo tenang aja, mesumnya gue gak akan sampe ngerusak lo."

Jenandra meraih tasnya dan tas milik Ashila, kemudian menggendongnya setelah melihat Jarez dan Ghea yang sudah kembali, dan tak lama kemudian Nando pun kembali dari arah yang berbeda, mereka melanjutkan perjalanan agar cepat sampai tujuan.

Kini Jenandra dan Nando berjalan agak jauh dari Ghea, Ashila, dan Jarez, mereka tertinggal di belakang.

"Gue tau, semenjak gue sekolah di sini, lo selalu merhatiin gue dari jauh," gumam Jenandra yang membuka obrolan lebih dulu, mengingat sejak tadi Nando hanya diam seolah tak berniat untuk mengobrol.

"Karena lo mirip banget sama Killian, gue sebagai temen deketnya baru tau kalau Killian punya kembaran."

"Killian sempet benci sama gue, soalnya gue lebih milih ikut bokap gue dari pada ikut dia."

"Oh.."

"Lo tau kalau selama ini Killian menderita di sekolah? Kaivan pelakunya."

"Silahkan cari tau sendiri, asal jangan ngelibatin gue."

"Kenapa? Apa lo juga korban Bullynya Kaivan?"

"Berhenti nanya sama gue, gue gak akan jawab."

"Apa jangan-jangan lo tau kalau Killian diBully, tapi lo gak mau bantu?" Tanya Jenandra yang membuat Nando menghentikan langkahnya, Nando menatapnya dengan tatapan tajam.

"Gue harap lo gak begitu, kasian banget Killian." Setelah mengatakan itu, Jenandra melangkah pergi menyusul ketiga temannya yang lain.

Nando pun ikut melangkah di belakang Jenandra, memandang Jenandra dengan tatapan tajamnya.

Nando meremat tali tasnya saat melihat Jenandra menoleh ke belakang dan menyeringai ke arahnya.

"Sialan," desis Nando.

**

Di tempat lain, Alexa berjalan di barisan paling belakang, sementara Malvin, Davin, Leon, dan Bian berjalan di depannya.

Tiba-tiba Leon memperlambat langkahnya agar bisa sejajar dengan Alexa, kemudian merangkul Alexa.

"Kok lo tiba-tiba jadi pendiem?" Tanya Leon seraya tersenyum kecil.

"Perjalanannya jauh banget, gue cape."

"Biar gue yang bawain." Leon mengambil tas milik Alexa, kemudian ia menggendong tas itu di bagian depan tubuhnya.

"Lo bisa ajak ngobrol Bian sama Davin, bahkan yang gue tau lo deket banget sama Davin, sampe pernah tidur bareng," ucap Leon.

"Tenggorokan gue lagi sakit."

"Kenapa? Pelanggan lo mainnya kasar? Sampe nembus tenggorokan lo?" Tanya Leon sersya tertawa pelan, membuat Alexa terdiam dengan kedua tangan yang terkepal di sisi tubuhnya.

"Sorry, gue cuma becanda. Lain kali gue nyewa lo, masalah bayaran gampang, gue bisa kasih lo 5 kali lipat dari harga asli," gumam Leon, kemudian ia mengeluarkan ponselnya dan kembali merangkul Alexa.

"Gue butuh foto biar Echan ngamuk," ucap Leon seraya mengambil foto mereka berdua, kemudian tak ada percakapan lagi.

**

Kelompok Jarez sudah keluar dari hutan, hingga mereka memasuki perkampungan yang terlihat masih asri, bahkan udaranya masih terasa segar dan bersih.

Kelompok Jarez berkunjung ke salah satu rumah kayu yang terlihat mulai rusak, bahkan banyak tambalan di sana-sini.

Satu orang memberi satu keluarga berupa sembako dan uang tunai, total lima rumah yang harus mereka datangi untuk satu kelompok.

Terlihat beberapa kelompok lain yang sudah sampai lebih dulu bermain di sekitar desa itu, mengingat kelompok Jarez adalah kelompok paling terakhir yang tiba di sana karena sebelum berangkat Ghea sibuk mencari ponselnya yang hilang, padahal terselip di bawah kasur lipatnya.

Setelah selesai dengan 5 rumah, mereka tak langsung pulang, mereka bermain bersama anak-anak di sana.

AYAM WARNA WARNI (7)

Leon: sent a picture.

Leon: Hehe, Echan pasti nangis liat ini.

Echan: Enggak sih, biasa aja.

Leon: Ah masa?

Echan: Bacot!!

Jarez: Jenandra bucin banget sama Ashila, ternyata mereka udah jadian.

Malvin: anjir! Mantep banget!

Aziel: Langsung dapet gitu ya? Gue suka sama Anna sejak lama aja belum bisa dapetin dia.

Echan: YA ANNA MANA DULU? KALAU ANNA FROZEN WAJAR GAK BISA DIDAPETIN!

Aziel: Ya emang Anna mana lagi kalau bukan anak SMA frozen?

Echan: Gak waras anjir.

Varen: Chan, si Lili kan suka sama lo.

Echan: Lili yang culun itu gak sih? Yang tahi lalatnya segede wajan?

Varen: Gak boleh gitu, Chan. Itu bukan tahi lalat.

Echan: Terus apa?

Varen: Tompel.

Echan: 🙈

Malvin: Gak boleh gitu lu, si Lili cantik, cuma polos doang. Itu bukan tompel, bego! Itu bekas luka dia belum sembuh, kan bulan kemaren abis kecelakaan.

Echan: Oalah gitu, sorry.

Jarez: Lo semua udah pada balik ke tenda?

Malvin: Baru mau ini, lagi siap-siap.

Varen: Lagi di jalan, sambil ngambil buah-buahan, banyak nih.

Echan: Gue masih makan nasi goreng, si ibunya sengaja masak, jadi enak. Hehe.

Jarez: Si Jenandra sama Ashila ilang, pacaran mulu, heran.

Jenandra: Gak anjng! Gue lagi bantuin bapak-bapak ngambil kayu, Ashila, Vina, sama Hana ada di rumah sebelah!

Jarez: Yaudah buruan balik, nanti kemaleman.

Jenandra: Kalian duluan aja, gue bisa sendiri, gak enak ninggalin bapaknya, soalnya baru mulai bantuin.

Jarez: Gak, gue tungguin, lo mah orangnya nekat.

Jenandra: Duluan aja, gue masih lama, Kasian cewek-cewek takutnya gak berani pulang malem.

Jarez: Yaudah, gue juga males pulang malem. Tapi lo serius tau jalan?

Jenandra: Tau lah, di sini sinyalnya jelek, bahkan sempet gak ada sama sekali.

Jarez: Iya, gue aja baru ada sinyal, tapi cuma satu batang.

**

Jenandra baru saja selesai membantu Pak agam pada pukul 7 malam, ia pun berpamitan pada pak Agam dan segera pergi menuju lapangan.

Pak Agam sebenarnya meminta Jenandra untuk tidak membantunya, namun Jenandra memaksa karena Jenandra kasihan pada pak Agam yang sudah sangat tua namun harus mencari kayu untuk bahan bakar di rumahnya, mengingat pak Agam dan istrinya menjual berbagai macam makanan tradisional yang harus menggunakan kayu bakar, agar menghemat gas.

Jenandra mengecek ponselnya, lagi-lagi sinyalnya hilang, sinyal di daerah sana benar-benar jelek, bahkan sejak semalam ia tak bisa memakai internet karena kendala sinyal.

Jenandra pun kembali memasukan ponselnya ke dalam tas, kemudian melanjutkan perjalanannya.

Jenandra tidak terlihat takut, ia justru dengan santai menyenter jalanan bahkan mengarahkan senter itu ke pohon-pohon di sekelilingnya.

Masih menjadi misteri, berangkat lama, pulang cepat, sekitar dua jam kemudian Jenandra sampai di lapangan, padahal saat mereka berangkat menghabiskan waktu tiga jam setengah.

Jenandra menghampiri pak Sean, Jarez, Ghea, dan Varen di sana.

"Ashila mana?" Tanya Ghea yang membuat Jenandra mengerutkan dahinya.

"Ashila mana?" Tanya Jarez lagi dengan raut wajah cemas.

"Bukannya duluan sama kalian?" Balas Jenandra.m yang ikut cemas.

"Enggak! Kan katanya lo nyuruh kita duluan!" Sahut Ghea yang mulai panik.

"Maksud gue ya ajak Ashila juga sama kalian, kan posisi kalian deket sama Ashila!"

Pak Sean menghela nafas kasar, "berarti Yera sama Ashila yang belum nyampe, kita tunggu aja, petugas juga masih lama datengnya."

"Yera juga belum sampe?" Tanya Jenandra.

"Yera ilang, dia bilang mau pipis pas tadi sore di jalan, tapi pas dicariin gak ada, nomornya juga gak aktif," sahut Varen yang satu kelompok bersama Yera.

Jenandra mengerang kesal, ia melepas tasnya, kemudian tanpa mengatakan apapun ia berlari memasuki hutan lagi hanya membawa senter.

"Jenandra! Tunggu petugas aja!" Teriak pak Sean, namun Jenandra tak mau mendengar.

"Saya bantu cari Ashila sama Yera, pak." Jarez menyusul Jenandra.

"Saya juga, pak. Saya hafal jalannya," Varen pun menyusulnya Jarez, membuat pak Sean hanya menghela nafas pasrah.

"Pak, tolong petugasnya suruh ngebut, biar cepet nyampe, saya takut temen-temen saya kenapa-kenapa," ucap Ghea yang terlihat begitu cemas, ia merasa bersalah pada Ashila karena tidak menanyakan pada Ashila untuk ikut bersamanya atau tidak, sebab ia mengira Jenandra akan pulang bersama Ashila.

"Kamu tenang, sebaiknya kamu kembali ke tenda."

"Saya takut, pak. Saya ngerasa bersalah sama Ashila."

"Ini bukan salah kamu, ini cuma kendala alat komunikasi aja, sinyal di sini jelek sampai susah buat komunikasi. Saya antar ke tenda kamu, dan tolong jangan bilang siapa-siapa soal ini sampai mereka ketemu."

**

Sudah satu jam Jenandra, Jarez, dan Varen mencari keberadaan Yera dan Ashila, tujuan mereka adalah ke desa wilayah dua, takutnya Ashila masih berada di desa tersebut.

Dan kebetulan, Yera hilang di jalan bercabang antara wilayah dua dan tiga.

Mereka terus memanggil nama Ashila dan Yera, namun tak ada sahutan juga, mereka juga berulang kali mengecek ponsel masing-masing, dan sinyal tetap tidak ada.

"Kita pisah aja ya? Gue nyari ke jalan wilayah tiga," ujar Varen, ia sebagai ketua kelompok merasa bersalah tak bisa menjaga anggotanya dengan baik.

"Ke sini dulu, kita jangan pisah, takutnya lo juga malah ilang," sahut Jarez sersya menarik tangan Varen untuk mengikuti langkah Jenandra yang begitu cepat.

Nampaknya Jenandra begitu mencemaskan Ashila.

"Ashila! Yera! Denger gue gak?!" Teriak Jenandra.

Seketika mereka menghentikan langkah ketika mendengar suara isakan lirih disekitarnya.

Mereka pun menoleh ke belakang, kemudian mengambil jalan ke kiri untuk mengikuti sumber suara tangisan perempuan.

"Kalau bukan orang gimana?" Tanya Jarez.

"Gak apa-apa, pengalaman," sahut Jenandra sekenanya.

Mereka pun melanjutkan langkah hingga suara isakan itu terdengar lebih jelas, sampai akhirnya mereka menemukan Ashila yang tengah duduk di bawah pohon sambil menangis dengan kepala tertunduk.

"Ashila!" Panggil Jenandra, kemudian ia menghampiri Ashila, menbuat Ashila menangis keras sambil memeluknya.

"Maaf, maafin gue," bisik Jenandra yang merasa lega karena Ashila sudah ditemukan.

"J-Jen, Rez.."

Jenandra dan Jarez menoleh ketika suara Varen terdengar terbata, kemudian pandangan mereka mengikuti arah senter Varen, sontak mereka terperanjat di tempat masing-masing saat melihat tubuh Yera yang tergelatak di atas rerumputan.

Yang menbuat mereka lebih terkejut adalah, tubuh Yera tanpa pakaian, perutnya terbelah dari bagian dada atas hingga perut bawah, organ dalamnya hilang.

"Jenan, p-pergi.. bawa gue pergi, gue takut," pinta Ashila seraya memeluk Jenandra lebih erat, suaranya terdengar gemetar ketakutan.

"Kenapa Yera bisa kayak gini?"

"Gue gak tau, gue lagi lewat dan lemes liat dia di sana, g-gue takut."

Jenandra menoleh pada Jarez yang tengah mengecek kondisi Yera, "ini persis kayak mayat yang pernah ditemuin di toilet sekolah."

"I-ini gila," lirih Varen yang masih terlihat shock, bahkan Varen hampir muntah karena bau amis yang menyengat.

"Kita gak bisa bawa Yera pergi, biar petugas yang bawa," ujar Jarez, dan Jenandra mengangguk kecil.

Jarez membawakan tas Ashila, sementara Jenandra menggendong Ashila yang masih lemas karena ketakutan, mereka pun segera pergi dari hutan tersebut, untuk mengabari pak Sean soal penemuan mayat Yera.

Varen terlihat begitu terpukul, ia benar-benar merasa bersalah karena telah meninggalkan Yera saat Yera hilang di hutan, seharusnya ia tetap mencari Yera, mungkin saja hal ini tidak akan terjadi.

**

Jenandra sengaja menyebarkan kematian Yera, padahal pak Sean sudah memperingatinya dengan alasan takut membuat yang lain cemas.

Jenandra pikir, memang teman-temannya harus tahu, agar mereka sadar bahwa sekolah ini bukanlah sekolah terbaik untuk mereka.

Kini jam sudah menunjukan pukul 6 pagi, Jenandra setia menunggu di depan tenda khusus untuk orang sakit, entah kenapa ia tidak bisa mempercayakan Ashila pada guru yang bertugas di sana.

Jenandra mulai merasa tidak enak pada tubuhnya, namun rasanya tidak separah kemarin malam, hari ini masih bisa terkontrol.

Jenandra memasuki tenda tersebut, ternyata Ashila sudah terbangun namun masih dalam posisi terbaring dan menyamping ke arahnya, hanya ada Ashila di dalam sana.

"Kita pindah, di sini gak aman," bisik Jenandra seraya membantu Ashila beranjak.

"Yera gimana?"

"Udah dibawa pergi tadi malem, gak usah diinget-inget lagi," sahut Jenandra.

Jenandra pun mengantar Ashila ke tendanya, setelah itu ia segera pergi mandi.

Suasana pagi ini nampak mencekam karena kabar kematian Yera yang mengenaskan. Seharusnya semalam ada acara api unggun, namun acara itu gagal karena tak mungkin dilakukan disituasi seperti ini.

Dan hari ini adalah hari terakhir murid kelas 12 berada di sini, pak Sean bilang mereka akan pulang pukul 4 sore, jadi mereka bebas melakukan hal apapun di sini, namun tak semuanya menikmati suasana di sekitar karena kabar kematian Yera.

Jenandra susah meminta untuk pulang, namun pak Sean mengabaikan ucapannya.

"Kayaknya Alexa sakit deh, dia gak mau ngomong dari kemaren sore, biasanya banyak tingkah."

"Yaudah bilang pak Sean sana."

Jenandra yang baru selesai mandi mendengar percakapan tersebut di depan tenda milik Alexa.

ALEXA 12 IPS 4

Jenandra
Gue tunggu di bawah pohon gede,
di ujung sebelah kanan dari tenda lo.
Read.

**

Setelah menunggu selama 15 menit, Alexa pun datang dan duduk di sebalah Jenandra.

Keduanya terdiam untuk beberapa detik, benar kata teman-teman Alexa, Alexa banyak diam, bahkan matanya hanya memandang lurus ke depan.

"Lo tau sesuatu tentang kematian Yera?"

"Ya, gue liat itu, jam 5 sore saat gue balik dari wilayah satu."

"Pelakunya satu kelompok sama lo?"

"Gue gak bisa jawab, gue pulang bareng sama 2 kelompok saat itu."

"Terus, mereka liat juga?"

"Gak, c-cuma gue."

"Kenapa cuma lo?"

"Karena gue jalan di barisan paling terakhir, jaraknya sama posisi Yera lumayan jauh, tapi gue yakin itu Yera sama pelakunya di sana."

"Harusnya lo bilang sama temen di sekitar lo kalau lo liat Yera saat itu."

"Gue gak tau."

"Lo bego-."

"Gue ketakutan!" Bentak Alexa sambil menatap Jenandra dengan tatapan tajam, namun bibir bawahnya nampak gemetar karena ketakutan membayangkan kejadian sore itu.

"Yera dibunuh sama dua orang, di depan mata gue! Gimana mungkin gue bisa teriak hari itu? Bahkan gue kenal sama salah satu diantaranya!" Ujar Alexa dengan suara gemetar, membuat Jenandra merasa bersalah karena terlalu menyalahkan Alexa.

"Okay, sorry."

Alexa memalingkan wajahnya, nafasnya terdengar agak memburu.

Mereka pun kembali terdiam untuk beberapa menit, Jenandra membiarkan Alexa tenang lebih dulu.

"Apa untungnya lo nyembunyiin pembunuh itu dari gue?" Tanya Jenandra.

"Kalau gue bilang sama lo, gue bakal mati. Masih banyak yang harus gue lakuin di sini, gue gak bisa mati gitu aja."

"Apa gue kenal pelakunya?"

"Y-ya."

"Salah satu anak geng ayam warna warni?" Tanya Jenandra yang membuat Alexa terdiam sambil menggigit kuku ibu jarinya.

"Xa, jawab," pinta Jenandra.

"Gak tau, jangan tanya lagi," bisik Alexa yang membuat Jenandra terdiam sejenak dengan tatapan terkejut.

Alexa melipat kedua tangannya di atas kedua lututnya yang tertekuk, kemudian menenggelamkan wajahnya di sana.

"Gue kaget, ternyata total ada 3 orang pelaku. Yang satu gue gak kenal, satu lagi orang yang gak gue sangka, dan satu lagi orang yang selalu minta gue buat puasin dia, dia selalu ngancam gue dan ingetin gue buat enggak bocorin tentang sekolah ini ke siapapun, soalnya gue tau semua tentang beberapa hal yang gak bisa gue ceritain sepenuhnya," lirih Alexa.

"Gue gak paham."

"Selama ini yang gue tau pelakunya cuma satu, t-tapi ternyata 3."

"Jadi yang ngebunuh Yera bukan orang yang selama ini ngancam lo?" Tanya Jenandra.

"Bukan, dua orang itu baru gue liat kemaren, sedangkan orang yang ngancam gue adalah orang yang selalu minta puasin ke gue selama ini. Dulu gue hampir mati dibunuh sama dia gara-gara gue liat dia nyulik murid cewek, tapi gue mohon-mohon karena emang gue gak bisa ninggalin nyokap gue sendirian, dan dia ngabulin permintaan gue, dia orang yang masih punya hati karena iba sama tangisan gue."

"Berarti lo tau tentang hilangnya Killian?"

"Enggak, gue gak tau. Yang gue tau tentang Killian cuma Kaivan yang selalu gangguin dia, karena gue berulang kali mergokin mereka di gudang sekolah. Gue pikir Killian juga meninggal dalam kondisi yang sama kayak Yera, tapi gak tau jasadnya di mana."

"Lo-.."

"N-nanti lagi, jangan sekarang," lirih Alexa dengan suara gemetar, ia sudah tidak bisa memaksakan diri untuk bercerita lagi, bayangan kemarin sore terus menghantuinya hingga ia tak bisa tertidur.

Jenandra memandang bahu Alexa yang gemetar kecil, nampaknya Alexa benar-benar ketakutan, tak biasanya Alexa bersikap seperti ini.

Jenandra meraih bahu Alexa, kemudian menariknya hingga kepala Alexa bersandar di bahunya, "Thanks, lo udah mau cerita hal penting ini ke gue."

Tidak ada sahutan dari Alexa, ia hanya diam sambil memejamkan matanya, raut wajahnya terlihat begitu sendu.

Setelah beberapa menit, Jenandra sadar bahwa Alexa tengah terlelap di sampingnya.

Jenandra mengangkat kepalanya, ia terkejut ketika Ashila sudah berdiri di hadapannya dengan raut wajah kesal.

"Gue-," ucapan Jenandra terhenti ketika Ashila pergi begitu saja, ia pun menghela nafasnya, tak berniat untuk membangunkan Alexa.

**

WOLF

Wolf
Alexa ngeliat gue!

Butterfly
Santai, dia enggak akan
berani ngebocorin hal ini.

Wolf
Tapi Alexa jadi tau kita kerjasama.

Butterfly
Urusan gampang! Btw tadi gue liat
Alexa lagi berduaan sama Jenandra,
gue yakin Alexa cerita sesuatu sama Jenandra.

Wolf
Udah gue bilang, bunuh dia!

Butterfly
Gak, gue masih butuh dia, cuma dia
yang aman diajak ngesex.
Read.

.
.
.
Tbc

Next?

💚💚💚

Continue Reading

You'll Also Like

28K 3.8K 53
Memiliki hubungan lebih memang hal yang biasa. Namun jika hubungan itu tercipta tanpa adanya rasa, itu dapat menjadi masalah besar. Masalah besar itu...
464 78 20
Jatuh bukan sekedar kata, malainkan rasa Jika aku ditakdirkan menjadi hujan, maka aku akan selalu berdiri, dan siap kau jatuhkan berkali - kali . . ...
55.2K 5.6K 40
Jay sangat membenci Heeseung karena berpengkhianat dengan masa lalu yang buruk? Hingga suatu ketika ia berinisiatif untuk menculik istrinya (Aera) da...
21.7K 4.7K 11
☾ | tentang cara bunga itu mekar