BUCINABLE [END]

By tamarabiliskii

16M 1.6M 588K

Galak, posesif, dominan tapi bucin? SEQUEL MY CHILDISH GIRL (Bisa dibaca terpisah) Urutan baca kisah Gala Ri... More

PROLOG
1. Kolor Spongebob
2. Seragam Lama
3. Hadiah Untuk Gala
4. Lagu Favorit
5. Gara-Gara Kopi
6. Bertemu Bunda
7. Kesayangan Riri
8. Gala VS Dewa
9. Mirip Ilham
10. Pelampiasan
11. Kabar Buruk
12. Kelemahan
13. Panti Asuhan
14. Tawaran Menarik
15. Syarat Dari Riri
16. Tersinggung
17. Foto Keluarga
Daily Chat 1- Kangen
18. Peraturan Baru
19. Tanpa Riri
20. Gagal
21. Amora VS Riri
22. Singa dan Kura-Kura
23. Diculik?
24. Kisah di Masa Lalu
Daily Chat 2 - Ngambek
25. Jalan-Jalan
Daily Chat 3 - Cemburu?
26. Ingkar Janji?
Daily Chat 4 - Kecewa
27. Are You Okay, Gal?
28. Bawa Kabur?
29. Campur Aduk
Daily Chat 5 - Caper?
Daily Chat 6 - Lanjutan Sebelumnya
30. Prom Night
Daily Chat 7 - Drama Instastory
31. Menghilang
32. Yummy
33. Sunmori
Daily Chat 8 - Marah
Daily Chat 9 - Tweet Gala
34. Rencana Amora?
35. Pengorbanan?
Daily Chat 10 - Bayi Gede
36. I Love You!
37. Mama?
38. Permen Kis
39. Mode Bayi!
Daily Chat 11- I Love U
40. Fakta-Fakta
41. Fucking Mine
Daily Chat 12 - Mabuk
42. Bocil Kesayangan
43. Hug Me
Daily Chat 13 - Prank
44. PMS
45. He's Angry
46. Break?
Daily Chat 14 - Break? (Penjelasan Penyakit Gala)
48. Terlalu Toxic
49. Bucin
50. Bukan Tuan Putri
51. Selesai?
52. Ending (Baru)
PO MASSAL BUCINABLE
Special Chapter
BUCINABLE SEASON 2?!
GALA & RIRI [Bucinable Universe]
BUCINABLE 2 UPDATE!!!

47. Camp

175K 20.5K 12.4K
By tamarabiliskii

Ada yang nungguin cerita ini terbit gak?🤩 tenanggggg, aku bakal kelarin cerita ini di wattpad kok, kayak Alan kemaren😚

Selamat membaca 5000+ kata di chapter ini💖💖💖

Vote dan komennya kakakkkkk

Jam delapan lebih lima belas menit, Riri diantarkan oleh Danis dan Dewa ke rumah Alan. Di sana ternyata ada Akbar, Ilham, Nenda, Choline dan Meisya--pacar Alan--yang sudah menunggu.

"Kalian gak pulang?" bingung Riri melihat dua abangnya ikut turun dari mobil.

Dewa tidak menghiraukan pertanyaan Riri. Cowok itu justru bertanya balik. "Mana Gala?"

Dewa celingukan. Pasalnya Dewa dan Danis memang belum mengetahui jika saat ini hubungan Gala dan Riri sedang bermasalah. Riri hanya beralasan takut telat jika menunggu Gala, saat minta diantar oleh mereka tadi.

"Gak tau, kan Gala emang suka telat. Makanya Riri minta dianter Abang."

Danis mengusap belakang kepala Riri dengan sayang. "Ayo ke sana, gue mau ngomong sesuatu sama temen-temen lo."

"Dih," nyinyir Dewa dengan ekspresi julid ketika melihat Ilham pergi begitu saja kala dirinya mendekat.

Tidak heran lagi, semua orang juga sudah tahu jika Dewa dan Ilham memang akan seperti itu jika bertemu. Karena apalagi kalau bukan karena cinta segitiga mereka dengan Nenda.

"Buat cowok-cowok, gue titip Riri ke kalian. Kalau sampai terjadi apa-apa sama adek gue, kalian yang gue cari."

Riri yang merasa tak enak, mencubit lengan Dewa. Apa-apaan ini? Memangnya dia anak kecil? Segala dititip-titipkan seperti ini.

"Abang!"

Dewa berdecak tak suka. "Bayi diem aja!"

Danis yang merangkul pundak Riri ikut menambahkan. "Gak cuma Riri aja, tapi kalian sebagai cowok emang punya tanggung jawab besar untuk menjaga semua cewek yang ikut camping. Kalau ada apa-apa sama mereka berempat, kalian orang pertama yang bisa disalahkan dan dimintai pertanggungjawaban."

"Gue sama yang lain pasti jagain mereka," jawab Alan berusaha meyakinkan.

"Yoi. Santai aja, bro," tambah Akbar. "Pasti kita jagain kok."

"Lo baik-baik di sana. Gak usah aneh-aneh. Gak usah macem-macem. Kalau Gala ngapa-ngapain lo, bilang ke Abang," pesan Danis menatap Riri lembut.

"Iya. Sana Abang pulang," usir Riri mendorong kedua abangnya agar cepat pergi. Bukannya apa, Riri hanya malu karena kedua abangnya itu selalu memperlakukan dirinya layaknya anak kecil.

Dewa bersidekap dada dan tidak bergerak sedikitpun saat Riri terus berusaha membuatnya pergi. "Gak. Gue mau nunggu Gala dulu. Gue harus ngomong dulu ke dia. Enak aja, tuh bocah belum izin apa-apa ke gue," kata Dewa sedikit kesal.

"Bilang aja kalau mau lama-lama di sini karena mau lihatin Nenda Bwang," ejek Akbar membuat Ilham yang sedang mojok di ujung sana merasa geram.

"Sok tau lo," ketus Dewa lalu melirik sekilas ke arah Nenda yang ternyata juga sedang menatapnya.

Wajah Dewa tiba-tiba memerah. Dewa berdehem pelan. "Ekhem, gue gak jadi nunggu Gala. Kelamaan."

"Gue balik, Ri."

"Sana Bang Danis pulang juga," usir Riri melihat Dewa pergi setelah memberi usapan sekilas di puncak kepalanya.

Danis menghela napas. Sebenarnya Danis belum ingin pulang. Ia ingin memastikan semua aman sampai Riri berangkat. Entah kenapa perasaan Danis memang tidak enak. "Oke. Abang pulang. Hati-hati, ya. Kalau ada apa-apa cepet kabarin gue atau Dewa."

"Siap!"

Cup

Danis mencium puncak kepala Riri lalu pamit pada Riri dan semuanya. "Abang pulang, ya."

"Gue duluan. Jagain adek gue dan semua ceweknya."

"Enak ya, Kak Riri punya dua Abang yang posesif, mereka kelihatan sayang banget sama Kak Riri," celetuk Meisya merasa iri dengan hubungan Riri dan kakak-Kakaknya. "Gue sebagai anak tunggal, iri banget lihatnya."

Alan mendekat dan merangkul pinggang Meisya. "Emang selama ini aku kurang posesif?"

"Beda lah, kan yang aku maksud di sini Kakak laki-laki, bukan pacar."

"Hm, sama aja," jawab Alan lalu mencuri satu kecupan ringan di pipi kiri Meisya.

"Busetttt! Mata gue ternodai oleh kebucinan Alan!" heboh Akbar membuat semua orang, kecuali Alan tergelak. Kemudian Akbar memanggil Ilham. "Woi, Ham! Sini lo! Dewa udah minggat! Jangan ngumpet mulu!"

Ilham berjalan ke arah mereka sambil mendumel. "Ngumpet! Ngumpet! Gue gak ngumpet!" protes Ilham tidak terima. "Gue males aja ketemu sama Dewa. Sorry ya, Ri."

Riri cekikikan. "Ilham lucu deh kalau lagi marah. Mukanya merah. Mirip sama kartun angry bird yang alisnya kotak hehe."

"Ya elah, gantengan dikit kek, masa muka seganteng ini dimiripin sama tuh kartun." Ilham mengalihkan fokusnya pada Nenda. "Tas lo mana, Nen? Sini biar gue masukin ke bagasi."

"Itu," tunjuk Nenda ke tas ransel miliknya yang ia letakkan di lantai karena lumayan berat.

Choline menyahut. "Punya gue sekalian kali, Ham. Masa Nenda doang."

"Ck, ya udah sini tas lo," pinta Ilham sedikit terpaksa. "Gue pikir lo gak butuh bantuan, lo kan cowok yang terperangkap dalam tubuh cewek, Lin. Kuat kayak samson."

"Sembarangan lo! Tuh tas Riri sekalian!"

"Sini tas lo, Ri." Ilham beralih ke Riri. Namun belum sempat Riri memberikan tasnya, tiba-tiba sebuah suara mengejutkan mereka.

"Gak usah!"

Gala datang dan langsung menarik Riri ke arahnya. "Punya cewek gue biar gue yang urus! Gak perlu bantuan lo!"

"Oh," kata Ilham singkat kemudian pergi untuk menyimpan tas Nenda dan Choline ke bagasi mobil Akbar. Jangan lupakan jika Ilham dan Gala memang masih ingin melanjutkan perang dingin mereka beberapa hari yang lalu.

"Kenapa lo gak nunggu gue? Bukannya tadi malem gue udah bilang kalau gue bakal jemput lo?!"

Riri bergerak tidak nyaman dalam pelukan Gala. "Gala lama," alibinya padahal Riri memang sengaja meninggalkan Gala karena tidak mau berangkat dijemput oleh cowok itu. Seperti saran dari Choline tadi malam.

"Kan gue udah bilang kalau mau ke Bang Agam dulu karena ada urusan! Bandel banget lo!"

Riri berbisik pelan. "Gala lepas! Kita lagi break!"

"Gak peduli!"

"Gala sakit! Lepasin pelukannya!" rengek Riri membuat Gala menghela napas dan memilih mengalah.

Gala melepaskan pelukannya lalu menyentil dahi Riri pelan."Banyak alesan lo bocil! Bilang aja gak mau gue peluk!"

"Sini tas lo!" pinta Gala namun lebih seperti memaksa karena cowok itu langsung merebut tas ransel yang ada di punggung Riri sebelum gadis itu menyerahkannya.

"Jadi pembagiannya gimana nih? Siapa-siapa aja? Kan ada dua mobil. Mobil Gala sama mobil gue." Tanya Akbar setelah Ilham kembali.

"Yang pasti gue sama Riri harus satu mobil."

"Bukannya kalian lagi break?" tanya Choline blak-blakan. Membuat semua orang terdiam dan saling tatap untuk beberapa detik.

Sebenernya mereka sudah tahu masalah yang sedang terjadi pada hubungan Gala dan Riri. Namun untuk menghargai privasi pasangan tersebut, mereka lebih memilih diam saja. Tidak mau terlalu ikut campur. Kecuali jika nanti Gala melakukan sesuatu yang keterlaluan pada Riri. Barulah mereka akan bertindak dan ikut campur.

"Loh? Kak Riri sama Kak Gala beneran break?" tanya Meisya kaget.

Alan berbisik pada gadis itu. "Gak usah ikut campur, sayang."

"Sorry, Gal. Gue gak bermaksud apa-apa," kata Choline menyadari tatapan Gala yang mulai tidak enak. "Gue kaget aja. Soalnya tadi malem Riri curhat ke gue sama Nenda kalo dia sama lo lagi ada problem dan mutusin buat break. Makanya gue nanya."

Dengan berani Riri menjauhkan dirinya dari Gala dan menjawab santai pertanyaan Choline tadi. "Iya, Riri sama Gala emang lagi break. Kalau bisa nanti Riri gak satu mobil sama Gala."

Gala yang tidak terima dengan ucapan Riri, menarik paksa Riri hingga gadis itu kembali berdiri dalam jangkauannya. "Apa-apaan sih lo?! Bisa gak, gak usah nyari gara-gara dan childish?!"

Riri menghempaskan tangan Gala. Ia kembali menjauh dan memilih berdiri di dekat Choline. "Yang childish itu Gala bukan Riri! Riri capek karena Gala selalu egois dan pengen menang sendiri. Bukannya Gala sendiri yang kemarin bilang kalau Riri gak perlu peduli sama hidup Gala? Ya udah sekarang Riri wujudin hal itu."

Tangan Gala mengepal kuat. Cowok itu menatap Riri marah. Sangat marah. "Oke. Kalau itu mau lo. Serah lo mau ikut mobil mana atau mau ngapain. Gue juga gak mau peduli!"

Gala pergi memasuki mobilnya setelah meletakkan tas Riri di lantai. Ralat, lebih tepatnya melemparnya asal.

"Biar gue sama Meisya ikut mobil Gala," kata Alan pada teman-temannya yang masih agak shock dengan pertengkaran Gala dan Riri barusan. "Lo juga, Ri. Lo ikut gue sama Meisya."

"Tap--"

"Jangan takut, ada gue sama Meisya. Gue yang jamin kalau Gala gak bakal ngapa-ngapain lo."

"Jadi ini gue satu mobil sama Ilham, Nenda, Choline, kan?" tanya Akbar memastikan yang langsung diangguki oleh Alan.

"Biar gue bawain," ujar Ilham mengambil alih tas ransel milik Riri yang hendak gadis itu bawa sendiri.

"Ri," panggil Ilham yang berjalan di belakang Riri.

"Iya?"

"Kalo ada apa-apa, atau butuh apa-apa, kasih tau gue aja."

Riri tersenyum lebar. "Makasih ya, Ilham. Makasih juga malem itu Ilham udah anter Riri pulang. Riri gak tau gimana kalau gak ada Ilham karena Riri juga gak bawa hape waktu itu."

Ilham tertawa renyah. "Santai. Lo udah gue anggep kayak adek gue sendiri saking pengennya gue punya adek cewek. Gak usah sungkan kalo misalnya nanti di camping lo butuh bantuan gue," pesan Ilham sebelum Riri memasuki mobil yang di dalamnya sudah ada Gala, Alan dan Meisya.

"Iya. Makas--"

"KALAU GAK NIAT IKUT GAK USAH IKUT SEKALIAN! GUE BUKAN SOPIR YANG BISA NUNGGUIN LO! CEPET MASUK!"

*****

"Riri mana, Sya?" tanya Nenda menghampiri Meisya bersama Choline. Mobil yang diisi Nenda, Choline, Ilham dan Akbar memang sampai ke tempat camping terlebih dahulu dibanding mobil Gala, Alan, Riri dan Meisya.

"Masih di dalem mobil, Kak."

"Sendiri?"

"Sama Kak Gal--eh itu Kak Gala nya udah keluar, coba tanya ke Kak Gala, soalnya tadi Kak Riri tidur, gue gak berani bangunin."

"Gal," panggil Choline membuat cowok dengan kaos hitam dan celana pendek selutut berwarna army itu menoleh sambil mengangkat sebelah alisnya.


"Riri mana?"

Gala mengedikkan bahu seakan tidak peduli. "Gak tau."

Meisya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Loh? Tadi kan Kak Riri ada di mobil sama Kak Gal--"

"Gue gak peduli. Jangan nanya ke gue. Cari sendiri." Potong Gala cepat lalu pergi menyusul Alan dan yang lain.

"Lin, Kayaknya Gala beneran marah sama Riri gara-gara tadi," Nenda mendengus pelan. "Lo sih, segala nanya soal break."

Choline memprotes. Ia tidak terima dengan tuduhan Nenda yang seolah menyalahkan dirinya. "Lah kok gue? Tadi gue cuma nanya. Lagian yang harusnya marah itu Riri. Pertama, gara-gara foto Gala sama si gatel Amora. Kedua, Gala udah bohongin Riri. Ketiga, Gala kasarin dan nurunin Riri di tengah jalan. Cewek mana yang gak sakit hati digituin?"

Nenda mengangguk pasrah. Ia sedang tidak mau berdebat dengan Choline. "Ya udah, ayo kita cari Riri."

"Ayo ikut kita, Sya," ajak Choline. Meisya mengangguk.

Sementara di tempat lain, Riri sedang mengucek kedua matanya. Perlahan-lahan kesadarannya mulai terkumpul. Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri untuk mengamati keadaan sekitar.

"Udah nyampe?" monolognya sambil membenarkan duduknya. "Ish! Kok Riri ditinggal di parkiran sih?! Jahat banget!"

"Ini jaket siapa?" bingung Riri mendapati sebuah jaket hitam melekat di atas tubuhnya. Setelah Riri cium wangi parfum dari jaket itu, Riri tahu siapa pemiliknya.

"Tapi tadi kan Gala gak pake jaket? Apa diambilin dari tas ranselnya, ya?" ucap Riri menebak-nebak. "Tapi gak mungkin deh, kan Gala lagi marah."

"Tau ah, Riri pusing. Mending Riri keluar terus cari yang lain. Riri takut diculik Om-Om terus dijadiin sugar baby kayak kata Choline kemarin. Ntar Riri jadi kaya. Riri belum siap punya banyak uang," oceh gadis itu ngelantur.

Saat Riri membuka pintu mobil dan hendak keluar, tiba-tiba satu kotak susu rasa stroberi terjatuh dari atas pangkuannya.

"Loh? Ini susu siapa? Kan Riri gak bawa susu?"

*****

"Tuh cowok-cowok kelihatan keren banget, ya kalo lagi kerja keras," celetuk Choline memerhatikan teman-teman cowoknya yang sedang mendirikan tenda. Tempat mereka tidur nanti malam. Sementara mereka, tim cewek, sedang menyiapkan makanan untuk makan sore.

"Siapa yang keren? Ilham?" tanya Riri langsung dengan ekspresi polos.

Choline berdecak. "Semua, Ri. Kenapa jadi Ilham sih?"

Nenda tertawa meledek. "Ya gak papa, Lin. Ngaku aja kali."

"Iya ih, ngaku aja. Choline kan emang suka sama Ilham. Riri pernah baca buku diar--emmmpppp!"

"Diem gak lo, Ri. Gak usah ngomong yang aneh-aneh!"

Bibir Riri mencebik kesal setelah Choline melepaskan bungkamannya. "Ih Riri kan cuma bilang apa adanya."

"Tapi sesat."

Nenda melerai. "Udah jangan debat."

"Emang Kak Choline beneran suka sama Kak Ilham? Tapi gue denger-denger Kak Ilham lagi pedekate sama Kak Nenda. Jadi yang bener yang mana?"

Riri mengocok susu kotaknya yang hampir habis. "Nen itu sukanya sama Bang Dewa, Meisya."

"Tapi gak mau ngaku," sahut Choline balas mengejek Nenda.

"Diem deh kalian!"

Meisya tertawa melihat tingkah mereka yang kelihatannya memang hobi mendebatkan segala hal. "Kalian lucu banget sih. Suka debat. Tapi menurut gue justru persahabatan kayak kalian ini yang bakal langgeng. Apa adanya banget dan gak dibuat-buat," kagum Meisya.

Choline menimpali. "Ya gitu deh, Sya. Apalagi kalo mereka berdua udah bersatu kayak emak sama anak. Beuh, gue bakal ter-bully."

"Yah, habis!"

Menatap ke arah Riri, Nenda tertawa pelan. "Buang, Ri. Udah habis masih aja disedot. Emang lo gak bawa lagi?"

"Enggak bawa sama sekali."

"Lah terus itu susu dari mana kalo lo gak bawa sama sekali?" heran Choline.

Riri menggeleng. "Gak tau. Tadi tiba-tiba ada di atas pangkuan Riri waktu Riri ketiduran di mobil."

"Itu kayaknya susu yang Kak Gala beli di Indojuni tadi, Kak."

"Emang tadi berhenti di Indojuni? Kok Riri gak tau?"

"Kak Riri tidur, tadi yang turun cuma Alan sama Kak Gala aja, kok. Mereka beli beberapa makanan dan minuman buat nanti malem."

"Jadi ini susunya dibeliin Gala?"

"Kayaknya sih. Gue kurang tau juga, Kak."

Nenda melirik Choline merasa menang. "Apa gue bilang, Gala itu susah banget ditebak. Kelihatannya aja gak mau peduli. Tapi sebenernya dia selalu peduli sama segala hal yang berhubungan dengan Riri. Sekecil apapun itu."

*****

"Ck, yang bener, Ham kalo megangin," kesal Akbar karena sejak tadi Ilham terlihat malas membantunya mendirikan tenda.

"Capek gue, gak selesai-selesai."

"Capek? Sana jadi cewek biar gak perlu berdiriin tenda. Masak aja!" semprot Akbar. "Lagian lo loyo banget kayak ager. Bukannya kemaren lo seneng waktu tau kalo kita mau ngadain camping?"

Ilham menghela napas panjang. "Emang seneng banget. Tapi pas tau siapa orang dibalik rencana camping ini, gue jadi agak males."

"Udahlah, Ham. Mau sampe kapan lo musuhin Gala terus? Gak capek apa musuhan sama sahabat sendiri?" omel Akbar. "Lagian bukan lo banget kalo ngambekan kayak gini."

"Ya karena gue udah muak."

Alan datang bersama Gala karena mereka berdua sudah selesai mendirikan tenda. "Ada yang bisa gue bantu?" tanya Alan menawari bantuin.

"Bantuin, Lan. Gue mau kencing bentar," pamit Ilham berbohong. Sejujurnya, tujuan Ilham pergi bukan karena ingin buang air kecil, melainkan karena Ilham ingin menghindari Gala.

Selesai mendirikan dua tenda, para cowok mempersilahkan cewek-cewek untuk memilih tenda mana yang ingin mereka tempati.

"Ini aja gak sih, Kak. Lebih bagus pemandangan di belakangnya," saran Meisya memilih tenda yang sebelah kiri.

Sebenarnya dilihat dari arah mana saja pemandangan di sekitar tenda mereka memang bagus. Terasa segar dengan pepohonan hijau dan aliran sungai yang mengelilingi. Namun kebetulan pemandangan dari tenda kiri lah yang tampak lebih indah.

Choline mengangguk setuju. "Bener. Ya udah ini aja. Gimana, Nen, Ri?"

"Ngikut aja gue."

"Riri ngikut juga."

Alan mengintruksikan kepada mereka berempat untuk memasukkan barang-barang mereka ke dalam tenda. "Masukin barang-barang kalian dulu, kalau udah, kita makan terus istirahat sebentar, biar nanti malem bisa seru-seruan."

Meisya bertanya penasaran. "Emang nanti malem mau ngapain?"

"Barbeque-an, gantinya malam perayaan selesai ujian yang dulu sempat batal karena Gala nolongin Amora," jawab Akbar apa adanya.

Meisya mengangguk paham. Meisya juga menyadari sepertinya jawaban Akbar barusan membuat Gala dan Riri merasa kurang nyaman. Terutama Gala.

"Sana masukin tas dan barang-barang kamu lainnya, sayang," titah Alan mengusap puncak kepala Meisya.

Tidak hanya para cewek, para cowok pun, sekarang sedang sibuk memasukkan barang-barang mereka ke dalam tenda.

"Bantuin, Gal. Jangan dilihatin doang," tegur Akbar kala memerhatikan Gala yang tengah menatap ke arah Riri.

Gadis itu terlihat keberatan saat mengangkat tas. Bukannya lebay, namun sepertinya tubuh Riri memang sedang lemah.

"Ogah."

"Ya udah gue aja yang bantu," goda Akbar.

"Lo maju, gue tendang kaki lo!" ancam Gala terdengar tidak main-main. Tentu saja hal itu membuat Akbar cengengesan sendiri.

"Becanda, makanya bantuin sono, Bos. Kasihan cewek lo."

Gala menghela napas kemudian memutuskan untuk menghampiri Riri. Tidak perlu basa-basi, sesampainya di hadapan Riri, Gala langsung merebut paksa tas yang Riri bawa.

"Lemah!" ejeknya.

"Ish! Riri bisa bawa sendiri!" Riri kembali mengambil tasnya meski langkahnya agak sempoyongan karena keberatan.

"Songong lo bocil!"

"Biarin! Katanya gak mau peduli? Kenapa sekarang sok-sokan mau bantu?!"

Kedua tangan Gala mengepal kuat sambil menggeram marah. Hari ini Riri benar-benar menguji kesabarannya. "Jadi lo gak butuh bantuan gue?"

"Gak!"

Tertawa sinis, kepala Gala mengangguk lalu mengucapkan sesuatu sebelum pergi. "Oke. Lihat aja nanti. Lo bakal nyesel ngomong gitu."

*****

Menjelang malam, Riri dan Choline pergi meninggalkan tenda untuk mencari penjual jagung bakar. Sebenarnya camping ground yang mereka tempati sekarang, bukanlah hutan belantara yang sepi dan hanya dihuni oleh hewan buas. Namun camping ground ini lebih seperti tempat wisata yang memang didesain khusus untuk orang-orang yang ingin merasakan camping tanpa perlu repot-repot pergi ke hutan liar.

Bahkan di sini juga sudah dilengkapi kamar mandi dan segala peralatan camping, seperti tenda, flysheet, alat masak, alat barbeque dan keperluan camping lainnya. Lengkap dengan beberapa petugas yang siap menjaga dan membantu para pengunjung jika mengalami kesulitan.

"Huh, akhirnya sampe juga. Capek banget." Riri mengusap dahinya dengan napas sedikit tersengal-sengal.

"Baru jalan lima menit, udah kayak jalan satu jam aja lo," ledek Choline.

"Ish capek tau! Riri kan gak pernah jalan sejauh ini."

"Mau beli jagung bakar, Dek?"

"Enggak, Om. Mampir doang," jawab Riri cekikikan.

"Saya kira mau beli," balasnya sedikit kecewa.

Choline ikut tertawa. "Ya beli dong, Pak. Lagian pake ditanya. Udah jelas kita berdiri di sini."

"Hehe iya juga. Mau beli berapa nih Dek?"

"Sepuluh, Om," jawab Riri.

"Jangan panggil Om dong. Saya berasa jadi Om-Om penculik. Mana kalian berdua imut-imut gini."

Riri mengangguk lalu meralat panggilannya. "Beli sepuluh, Tante."

Bapak penjual jagung bakar itu menggaruk tengkuknya yang gatal karena kutuan. "Aduh, gak Tante juga dong. Masa saya macho gini dipanggil Tante?"

"Banyak mau," ledek Riri dengan wajah cemberut yang justru tampak lucu. "Kan tadi gak mau dipanggil Om, jadi Riri panggil Tante aja. Sekarang salah lagi. Terus mau dipanggil apa?"

"Panggil Pak aja, gak papa, dek. Kalian seusia anak saya soalnya."

"Maaf ya, Pak. Temen saya emang suka becanda," ucap Choline merasa tak enak.

Bapak penjual jagung bakar itu menjawab sambil mulai menyiapkan pesanan mereka. "Gak papa. Lucu malah. Pinter ngelawak temennya," kekeh nya.

Selesai membeli jagung bakar, Riri dan Choline kembali ke tenda. Ternyata di sana anak-anak yang lain sudah menyiapkan dan menata segala peralatan untuk barbeque. Termasuk Gala yang kini sudah duduk manis di atas tikar sambil memegang sebuah gitar yang Akbar bawa dari rumah. Cowok itu memainkan gitar sambil bernyanyi pelan.

Gala sempat melirik sebentar ke arah Riri sebelum memutuskan pandangannya karena gadis itu menunduk dan memilih mendudukkan diri di samping Nenda. Sementara Choline, ia masih berbincang dengan Ilham.

Berbeda lagi dengan Alan dan Meisya yang tampak sibuk membolak-balik beberapa sosis dan daging di atas panggangan. Akbar justru terlihat kerepotan mengurus api unggun.

"Lah udah dibakar jagungnya?" tanya Ilham pada Choline.

"Namanya juga jagung bakar, ya kali digoreng."

"Maksud gue harusnya tadi beli jagung mentahnya aja, terus kita bakar sendiri di sini."

"Lo gak bilang gitu tadi."

"Njir gue udah bilang, Lin. Lo yang budek."

"Ribet lo. Gak ngehargai banget gue sama Riri udah jalan jauh buat beli ini."

"Jangan debat woi!" lerai Akbar. "Mana-mana jagung bakarnya? Gue udah kelaperan banget."

Choline melotot kesal ke arah Ilham sebelum menyerahkan jagung bakarnya pada Akbar.

"Ya udah lah gak papa."

"Yi idih lih gik pipi," tiru Choline kesal. "Lain kali lo aja yang beli sendiri! Bawel banget jadi cowok!"

"Dih kok marah?"

"Udah, Ham. Ribut mulu. Jadi jodoh tau rasa lo!" teriak Akbar agar dua manusia itu berhenti berdebat.

"OGAH!" balas Ilham dan Choline serempak membuat Akbar yang sedang memakan jagung bakarnya langsung tersedak.

"Njir, sampe keselek gue gara-gara kalian."

Ilham ikut duduk di samping Akbar. Berniat membantu Akbar untuk menyalakan api unggun yang sekarang tampak meredup. "Amit-amit jodoh sama Choline."

"Gue juga amit-amit jodoh sama lo!" balas Choline tak kalah sengit. "Nen, tuh cowok lo nyebelin banget," adu Choline pada Nenda yang sedang membantu Riri mengepang rambut.

"Cowok lo kali," balas Nenda santai.

"Najis!"

"Nen," panggil Gala membuat Nenda cepat-cepat menoleh ke arah cowok itu.

"Kenapa, Gal?"

Gala mengarahkan dagunya ke Riri yang duduk di depan Nenda. Gadis itu tak menatapnya karena sibuk membaca novel milik Nenda.

"Bilangin temen lo. Tuh hapenya di dalem tenda bunyi mulu. Kali aja cowoknya yang telfon."

"Kan cowoknya elu, Gal. Gimana dah?" sahut Akbar bingung.

Gala menatap Akbar dengan ekspresi datar sebelum memutuskan pergi entah kemana. "Sekarang enggak."

*****

Sekitar jam sepuluh malam, selesai mereka mengisi perut sampai kenyang, mereka melakukan permainan Truth or Dare. Sebenarnya Gala tidak mau mengikutinya karena malas, namun Alan dan Akbar tetap memaksa hingga akhirnya Gala mau. Meski terpaksa.

"Semoga bukan gue yang kena duluan, aamiin," ucap Ilham sambil menengadahkan tangannya layaknya orang yang sedang berdoa.

Akbar tertawa melihat tingkah Ilham. "Biasanya yang kayak lo gini malah cepet kena loh, Ham. Hati-hati."

"Enggak! Enggak! Ngawur lo!"

"Cepet puter botolnya, Ham. Lama banget!" ketus Choline tak sabar.

Ilham langsung memutar botolnya tanpa menanggapi ucapan Choline yang menjengkelkan.

Kedelapan orang yang duduk melingkar di dekat api unggun itu merasa was-was begitu botol mulai Ilham putar.

"Anjir! Kok gue?!" shock Meisya saat botol berhenti tepat di depannya. Tanpa sadar umpatan Meisya barusan berhasil membuat Alan kesal.

"Sya, ngomongnya," peringat Alan tak suka. Sementara Meisya, gadis itu hanya cengengesan karena takut Alan memarahi dirinya. Alan memang paling tidak suka jika Meisya mengucapkan kata-kata kasar atau semacamnya.

"Eh, sorry. Keceplosan."

"Sekali lagi ngumpat, aku cium kamu."

"Woi! Woi! Udah jangan uwu-uwuan. Truth or dare, Sya?" tanya Ilham agar permainan cepat berlanjut.

Meisya berpikir sebentar. "Truth aja deh. Gue males dare, Kak. Takut aneh-aneh dare dari kalian."

"Ini siapa yang mau ngasih pertanyaan? Harusnya tadi buat list pertanyaan dulu gak sih?" kata Choline. Memang harusnya seperti itu. Namun karena dadakan, akhirnya mereka tidak punya persiapan apapun untuk bermain.

Akbar menyahut. "Udah gak papa, ini kita langsung random aja nanyanya. Siapa yang mau nanyain Meisya nih? Gue gak ada pertanyaan soalnya."

"Gue!" jawab Ilham semangat empat lima.

Perasaan Meisya tidak enak. Takut jika Ilham akan memberinya pertanyaan yang aneh-aneh. "Jangan nanya aneh-aneh, Kak!"

Ilham menaikturunkan kedua alisnya saat Alan memelototi dirinya. Sepertinya Alan juga sedang mengkhawatirkan Meisya. "Kita semua kan udah tau, kalo lo yang suka sama Alan duluan. Nah pertanyaannya, apa yang ngebuat lo suka sama Alan selain kegantengan, kekayaan, dan kepinterannya?"

"Apa ya?" bingung Meisya. "Gak ada sih, kan gue emang suka sama Alan karena ganteng, kaya, terus pinter."

"Buset."

"Ya kita sebagai cewek realistis aja sih, Kak. Iya kan Kak Chol, Kak Nen, Kak Ri?" tanya Meisya menatap satu persatu di antara mereka.

"Bener, Sya," angguk Choline setuju.

"Tapi kata Mama percuma ganteng, kaya, pinter, kalo dianya egois banget. Pengennya selalu dimengerti tapi gak pernah mau mengerti. Seneng nyalahin tapi gak mau disalahin. Apalagi kalo kasar dan gak setia," celetuk Riri membuat Gala yang sejak tadi menundukkan kepala, malas berbicara apapun, kini mengangkat kepalanya seolah tertarik.

"Lo nyindir gue?" tanya Gala langsung.

Kepala Riri menggeleng. "Enggak. Tapi kalau merasa ya gak papa. Mungkin Gala merasa kalau gak setia."

Gala menyugar rambutnya ke belakang. Ia tidak habis pikir dengan jawaban Riri barusan. "Fuck!"

Karena tidak berani menatap ke arah Gala yang mungkin sedang mengumpati dirinya, gadis yang duduk di sebelah Choline itu lebih memilih memalingkan mukanya. Tangannya sibuk memilin ujung baju dengan ekspresi sedih.

Paham akan situasi yang mulai tidak enak, Akbar membuka suara untuk mencairkan suasana. "Jawaban lo tadi bener gak nih, Sya? Gak boong kan?" tanya Akbar memastikan yang langsung dijawab anggukan oleh Meisya.

Akbar beralih bertanya pada Alan. "Lo gak marah Meisya jawab kayak gitu, Lan?"

"Gak," geleng Alan santai. "Apapun alasan Meisya suka ke gue, gue gak peduli. Yang penting, sekarang Meisya udah jadi milik gue dan gak akan pernah gue lepasin sampai kapanpun."

Mereka kembali melanjutkan permainan, hingga semua orang terkena giliran untuk memilih antara kejujuran atau tantangan.

Mulai dari Akbar yang memilih truth dan berakhir ia harus jujur jika saat ini sedang menyukai sahabat Meisya yang bernama Sarah. Lalu Nenda yang tadi sempat memilih truth juga. Nenda disuruh memilih antara Ilham atau Dewa. Dengan malu-malu Nenda menjawab jika dirinya lebih memilih Dewa.

Meski jawaban Nenda tersebut membuat Ilham sakit hati, namun dengan lapang dada Ilham mengatakan jika itu tidak masalah. Semua hanya perihal waktu. Ilham sangat yakin jika suatu saat nanti cintanya pada Nenda akan terbalas.

Selanjutnya giliran Ilham yang tadi sempat memilih dare dan berujung dirinya harus melakukan tantangan yang Alan dan Akbar berikan. Meski sedikit terpaksa Ilham tetap professional. Ia benar-benar menjalankan tantangan dari teman-temannya untuk meminta maaf dan memeluk Gala.

"Sorry, Gal. Gue harap kita bisa kayak biasanya lagi setelah pertengkaran kemarin."

"Hm, gue juga," jawab Gala membalas pelukan ala cowok yang Ilham berikan.

"NAH GITU DONG!" heboh Akbar. "Anjir seneng banget akhirnya dua temen gue gak diem-dieman lagi!" seru Akbar girang.

Ilham menoyor kepala Akbar setelah sesi pelukan dan bermaaf-maafan dengan Gala selesai. "Lebay lo!" ejeknya.

"Sumpah lega banget gue, akhirnya lo gak jadi cowok cool lagi, Ham. Kembali ke jiwa-jiwa jamet sesuai takdir," kekeh Akbar yang lagi-lagi mendapat toyoran dari Ilham.

"Gal lo tau gak, kemaren malem waktu di apart lo kan Ilham sok-sokan gak mau makan makanan yang lo siapin buat kita, nah pulangnya Ilham ngajak gue makan nasi goreng deket markas. Dia kelaperan banget sampe habis empat porsi nasi goreng plus tiga gelas teh anget. Saking lapernya waktu perjalanan dari apart lo ke tukang nasgor badan Ilham juga sampe gemeter semua!"

"Serius?" kaget Gala.

"Suwer!"

"Kak Ilham emang gak cocok jadi cowok cool. Lebih cocok jadi cowok humoris," kata Meisya sambil menepuk-nepuk pundak Ilham.

"Sya, tangan kamu."

"Eh, maaf. Jangan marah ya. Aku gak sengaja."

"Emang Ilham sama Gala berantem kenapa?"

Alan menjawab pertanyaan Choline. "Biasa cowok."

"Lanjut-lanjut!" seru Ilham karena tidak mau membahas masalahnya dengan Gala kemarin.

"Mantap! Kena lo, Gal!" teriak Akbar senang saat botol yang Ilham putar berhenti di depan Gala. "Truth or Dare, Gal?"

Gala mendengus malas. "Truth."

"Siapa yang mau nanya ke Gala?" Akbar menatap teman-temannya yang diam semua. "Lo Ham?"

"Enggak."

"Lo Lan?"

Alan menggeleng.

"Sya?"

"Gak, kak."

"Lin? Nen?"

"Gak ada pertanyaan," jawab Choline yang diikuti anggukan setuju dari Nenda.

"Ri?"

Riri menjawab seadanya tanpa mengangkat kepala. "Gak."

"Buset gak semua. Dare aja lah, Gal."

"Gak bisa. Gue milihnya truth. Salah kalian sendiri kalo gak punya pertanyaan buat gue."

"Bukan gak ada, Gal. Tapi kita semua takut nanya macem-macem ke lo," jawab Ilham seolah mewakili isi semua orang.

Satu alis Gala terangkat. "Hm. Terus?"

"Eh, gue ada."

"Mau nanya apa, Lin?"

"Bentar, Bar." Choline berdehem pelan. "Pertanyaan gak penting sih ini. Cuma gue kepo aja. Jangan marah ya, Gal."

"Enggak."

"Waktu itu Riri sempet cerita ke gue kalo waktu pulang dari rumah sakit, Amora ikut satu mobil sama kalian. Nah waktu itu karena baju lo basah, Riri nawarin buat peluk lo, tapi lo nya gak mau."

Dahi Gala mengernyit. Ia masih belum paham ke mana arah pertanyaan Choline. "Terus?"

"Riri jadi overthinking karena hal itu. Kata Riri biasanya lo gak kayak gitu, bahkan biasanya lo yang selalu minta atau maksa Riri buat peluk lo. Tapi kenapa waktu itu lo gak mau? Jadi jangan salahin Riri kalau dia ada pikiran negatif ke lo, semacam mencurigai lo sama Amora. Apalagi foto kalian yang Riri dapet dari Amora kemarin."

Gala menghela napas. Ternyata hal yang menurutnya sepele itu berpengaruh besar pada Riri. Sampai-sampai membuat gadis polos itu overthinking.

"Jawab jujur Gal," kata Akbar mengingatkan.

Tanpa menatap ke arah Riri, Gala menjawab jujur sejujur-jujurnya. "Waktu itu gue gak mau dipeluk Riri karena gue gak mau Riri sakit. Badan gue basah semua karena kehujanan. Kalo gue mau dipeluk Riri, itu sama aja gue ngasih penyakit ke Riri. Badan dia kan gak bisaan."

"Jadi bukan karena Amora atau alasan lain," lanjutnya.

Choline mengangguk paham. "Oke. Makasih jawabannya."

"Udah memuaskan kan jawaban Gala? Gue puter lagi nih." Ilham kembali memutar botolnya dan sekarang tepat berhenti di depan Riri.

"Wih, jodoh banget. Tadi cowoknya sekarang ceweknya," kagum Akbar. "Truth or dare, Ri?"

Riri tampak berpikir sejenak sebelum menjawab. "Dare."

"Serius?"

"Iyaa, Akbar."

"Ada yang mau ngasih dare ke Riri gak?"

"Dare buat Riri, duduk di pangkuan Gala sampe permainan selesai."

Riri melotot mendengar tantangan yang Alan berikan. "Ish! Gak ada yang lain?"

"Gak ada, Ri. Udah itu aja, gak papa. Apa mau duduk di pang--auh sakit Gal!"

Gala tidak mengatakan apapun. Ia kembali diam setelah menjitak kepala Akbar.

"Gimana, Ri?"

"Duduk di depannya aja gimana? Kan gak sopan kalo duduk di--" Riri meringis pelan sambil melirik ke Gala yang tampak begitu santai, tidak panik seperti dirinya sekarang.

"Oke, gak papa. Lo harus duduk di depan Gala sampai permainan selesai. Mulai dari sekarang," ralat Alan.

Dengan terpaksa, sesuai rules dari permainan, Riri harus melakukan tantangan yang Alan berikan. Gadis itu berdiri dan mulai mendekati Gala.

"Apa?" tanya Gala pura-pura tidak peka.

"Kakinya jangan gitu, Riri mau duduk."

"Hm." Gala membuka kedua kakinya dan memberikan Riri ruang untuk duduk di depannya.

(Anggep aja ini malem, intinya, posisi duduknya kayak gini)

"Puter lagi, Ham," titah Akbar.

"Yah, kok Riri lagi?!" protes Riri. Saking paniknya Riri sampai tidak sadar kalau sikunya mengenai perut Gala. Hingga membuat cowok itu merasakan rasa nyeri di bagian perut.

"Ssshhh..."

"Eh maaf Riri gak sengaja."

"Ck!" decak Gala. Tanpa basa-basi Gala langsung mengapit tubuh Riri menggunakan kedua kakinya agar Riri tidak banyak bergerak.

"Truth or dare, Ri?"

"Truth aja deh. Ntar aneh-aneh lagi."

"Gue yang nanya, ya. Em, apa ya, bentar." Akbar berpikir sebentar sebelum mengajukan pertanyaan pada Riri.

"Jawab jujur, buat sekarang, lo beneran pengen break dari Gala atau enggak?"

*****


Gimana chapter iniiiiii??? Kasih tau akuuuu

Btw kayaknya cerita ini bakal sampe chapter 55 aja (kurang lebih), sekarang udah 47, berarti kurang 8 chaper lagi, sebenarnya ini aja udah kebanyakan menurut aku😞 kalau menurut kalian gimana?

Kalian ada yang kenal aku di RL gasiiiieee, kalo ada saiya malu🙏🏻

Pesan buat Gala?

Pesan buat Riri?

Pesan buat Alan Meisya?

Pesan buat Nenda dan Choline?

Pesan buat Akbar dan Ilham?

Pesan buat author :

Pesan buat siapa aja :

Spam disini!!! Semakin banyak yg komen dan vote semakin cpt juga up nya.

Spam komen pake emoji ❤ :

See yoouu 🤎🤎

Ini style Gala

Ini style Alan

Ini style Ilham

Ini style Akbar

Ini Gala Riri bangetttt

Kalo ini Alan Meisya bangettt


Inii Nenda Dewa
(Maaf Ham🙏🏻)

Ini style Riri



Ini style Nenda

Ini style Choline

Ini style Meisya

Continue Reading

You'll Also Like

5.2K 3.8K 41
FOLLOW DULU SEBELUM BACA⚠️⚠️ [Sampai akhirnya aku tidak bisa melupakan kamu] Kisah tentang pasangan Reynard-Naura yang sudah menjalin hubungan semasa...
54.5K 3.9K 62
Wajib Follow sebelum membaca! TRIPTHA SERIES 1 : EVIDEN Memandang Semesta Dari Mata Yang Terluka Semesta itu indah jika dilihat dari mata orang-orang...
1.1M 80.7K 61
Seorang CEO muda, Oh Sehun harus menerima nasib ketika dirinya dijodohkan dengan seorang gadis bar-bar bernama Kim Rachel. Start 19 Desember 2017 END...
2.5M 197K 69
[NEW VERS] Tahu parasit? Tahu benalu? Iya, mereka sama. Parasit adalah istilah untuk organisme pengganggu, dan benalu adalah salah satu contoh tumbu...