AZKARINO✔️[TAMAT]

By andarrr

96.6K 4.9K 326

Tentang Azkarino Aldevaro, manusia biasa yang tidak sempurna. More

B L U R B
Prolog
01: 12 IPS 1
02: Benalu!
03: Di Follback?
04: Ketahuan Kerja!
05: Bukan Aku!
06: Sahabat
07: Ini Semua Tidak Adil
08: Mulai Sekarang, Kita Temenan
09: Ultahnya Azka
10: Penyakit Ini Menyiksa
11: Adek Laknat!
12: Sakit
13: Drop
14: Bullying
15: Sakit Hati
16: Pengakuan
17: Terbongkar Sudah
18: Feel So High
19: Harus Mandiri
20: Di Pecat?
21: Kangen
22: Perdebatan
23: Damai
24: Sama Gue Mau Nggak?
25: Membuat Curiga
26: Milik Gue
27: Dicabut?
28: Mendadak Ngeblank
29: Azka Cemburu
30: Insiden
31: Berkunjung Neraka Duniawi
32: Tas Sekolah
34: Minta Izin
35: Rumit
36: Semakin Rumit
37: Keputusan
38: Tersakiti
39: Menerima
40: Undangan
41: Hari-H
42: Duka
43: Penyesalan (End)
andarrr note
Cast
Naughty
Extra Chapter 1: Waktu

33: Club

1.1K 85 10
By andarrr

Apa kabar kalian?

Pindah sekolah ke Lentera yuk, biar nanti jadi adek kelas gue!

Thanks ya lo semua mau ngikutin perjalanan gue sampai sejauh ini

Lo semua orang baik, doa terbaik buat kalian

Buat lo juga yang lagi berusaha bangun takdir gue, jangan sampai salah dong. Rehat sono kalo lelah, gausah dipaksa gue nggak minta hidup. Matiin aja juga gapapa.

-Azkarino-

Happy Reading...
Azka menyembunyikan boneka yang ia bawa. "Kansa."

"Ngapain?" Tanya Kansa ketus.

"Bukain dong." Azka menyentuh gembok pagar yang masih terkunci rapat.

"Ngapain?" Kansa mendekat, namun belum membuka pintu gerbang.

"Aku kesini mau minta maaf." Tangan kanan Azka berada dibelakang memegang boneka, sedangkan tangan satunya menggenggam pagar rumah Kansa.

"Lo aneh tau nggak." Cerca Kansa menyilangkan tangannya didepan dada.

"Maaf."

Kansa mengesahkan nafasnya, "Pulang sana."

"Bukain dulu."

"Kansa." Azka mencoba meraih tangan Kansa namun karena celah pagar yang terlalu sempit membuat dia tidak bisa berbuat banyak.

"Bukain atau gue panjat."

Kansa memutar bola matanya kesal, terserah apa mau Azka.

Sepertinya Kansa memang enggan membuka pagar ini dan tidak membiarkan Azka masuk ke halaman rumahnya. Oke kalau begitu, Azka akan nekat.

Mulut Kansa membuka begitu melihat Azka berusaha menaiki pagar besi rumahnya. Azka yang benar saja, dibagian paling atas terdapat aksesoris lancip yang dapat melukai tubuhnya.

"Azka!" Teriak Kansa.

"TURUN!" Titah Kansa menuding kebawah.

"Makanya dibukain dong sayang." Tutur Azka masih mencengkeram erat pegangannya.

"TURUN! Gue bukain!" Putus Kansa menghela nafasnya kasar.

Azka tersenyum lega, dia melompat dari atas kebawah.

Dug

Ceklek

Kansa membuka pagar rumahnya.

"Kansa." Azka memeluk tubuh Kansa erat.

"Azka lepas!" Kansa berusaha mendorong Azka namun semakin gadis itu memberontak Azka semakin memeluknya erat.

"Gue nyesel Sa." Kepala Azka menyentuh pundak Kansa.

"Gue minta maaf."

Kansa menggertakan giginya. Sial jantung dia bertedak sangat cepat, tubuhnya langsung panas dingin tidak karuan.

"Akh!" Azka mengerang kala kakinya Kansa injak menggunakan tenaga.

"Akh! Sakit Sa." Azka kelimpungan mengangkat kaki kanannya yang mendadak cenat-cenut.

"Aouuh... sssh... Sa, kok lo tega banget sih." Tanya Azka meringis merasakan urat-urat kakinya terasa sakit.

"Tegaan mana sama cowo yang bentak-bentak cewek nggak jelas?" Nada bicara Kansa masih saja ketus.

Seketika Azka berhenti memasang wajah kesakitan, karena sepertinya gadisnya ini sangat kecewa padanya. "Maaf Sa. Gue syok, gue emosi. Gue syok lo buka tas gue tanpa sepengetahuan gue."

Tangan Azka ditepis kasar oleh Kansa.

Plak!

Rasa panas menjalar pipi Azka.

Azka tertoleh kesamping, Kansa baru saja menamparnya.

"Gue tau masalah lo memang berat Ka! Lo bisa cerita semuanya ke gue."

"Gue sayang sama lo. Gue nggak mau hidup lo jadi berantakan gara-gara obat-obatan itu. Tapi lo malah salah paham sama gue hiks..." Kansa memukul dada Azka pelan.

Azka menggelengkan kepalanya, lo yang salah paham sama gue Sa.

"Pukul gue Sa." Pinta Azka menaikkan tangan Kansa menyentuh pipinya.

"Beri gue pelajaran Sa, pukul gue."

"Sa." Azka mengguncang pundak Kansa.

PLAK!

Azka memejamkan matanya, pipinya terasa kebas dan panas. Kansa benar-benar melakukannya.

Gapapa.

Biar puas.

"Lagi." Azka mengusap pipinya.

"Gue yang salah, lo gaperlu nangis." Azka mengelap air mata Kansa yang turun membasahi pipinya.

"Hiks..." Azka mendorong tubuh Kansa masuk kedalam pelukannya, tangan lelaki itu mengelus pundak Kansa menenangkan gadis itu.

"Maafin aku Sa, aku janji nggak akan pernah bentak kamu lagi." Ucap Azka bersungguh-sungguh.

Kansa mengangguk.

"Buat kamu." Azka menyerahkan boneka beruang berwarna cokelat.

Kansa menerimanya, memandang lekat boneka itu.

"Markonah." Kansa terkekeh memeluk lagi tubuh Azka.

...

Azka menaikkan lengan kanannya menutupi kepala, dia berguling kesamping menjadi posisi tengkurap. Azka meraba-raba samping tempat tidur mencari benda pipihnya, seingatnya ia mengecas hp itu semalam.

Menunggu sebentar hingga penglihatannya menjadi tidak ganda. Azka menghidupkan layar ponselnya.

"HAH?! Sialan hp bosok!" Azka menyibak selimut tidur.

Ia kaget jam di hp sudah menunjukkan pukul enam lebih sepuluh menit. Bagaimana bisa alarm yang biasanya ia setel pukul setengah lima pagi tiba-tiba menjadi nonaktif dan membuatnya bangun kesiangan.

Azka menyambar handuk yang masih tergantung di kursi meja belajarnya, ia juga belum sempat menghanger handuk karena semalam langsung lelap tertidur.

Cepat-cepat ia berjongkok mengambil seragam di almari.

Azka berdiri, rasanya dunianya berputar.

Ia memundurkan kursi belajar ia gunakan untuk duduk, Pelan-pelan Ka. Pelan-pelan.

Menghela nafas lega akhirnya sampai disekolah tidak telat. Lelaki itu mengusap dadanya setelah ia cepat-cepatkan segala aktivitasnya pagi ini.

Memutar kunci motor sengaja memang dia kunci stang motornya supaya tidak dipindahkan orang lain seenak jidat mereka sendiri.

Brummm!

"Kan untung belum ditutup gerbangnya! Kalau sampai gue telat gimana?!" Azka menoleh mendengar perdebatan di depan gerbang.

"Yaelah santai, gue nanti malah kawatir kalo lo nggak sarapan." Ucap pengendara motor besar ninja berwarna hitam.

Mereka bareng lagi?

Tangan Azka terkepal menahan emosi, baru saja semalam ia minta maaf pada Kansa.

"Gausah antar jemput, gue bisa berangkat sendiri." Kansa menyodorkan helm.

"Sa, dengerin gue!" Digo menahan tangan Kansa.

"Lo nggak bisa kaya gini terus, hargain gue." Ucap Digo.

"Dikit aja, sakit gue Sa lo giniin terus." Kansa menatap Digo iba.

"Tapi gue nggak su-" Jari telunjuk Digo menempel ke mulut Kansa.

"Bisa. Pelan-pelan lo pasti bisa. Lama nggak apa, gue sabar kok." Digo mengusap pipi Kansa membuat hati Azka semakin terbakar.

"Maksud dia apa?" Batin Azka.

Kansa menelan salivanya, ia berada di situasi yang sangat tidak nyaman sekarang ini. Mendadak dia menjadi merasa bersalah.

"Udah ya, bentar lagi bell. Gue masuk dulu."

"Oke." Digo melambaikan tangan.

Shit!

Azka kecewa!

Ia malas masuk ke kelas, ia malas duduk disamping Kansa, dan dia malas pura-pura baik-baik saja.

Sebentar lagi ujian, Azka mengurungkan niatnya untuk membolos pelajaran. Dia tidak mau sampai membuat dirinya sendiri kecewa.

"Tumben baru dateng." Kansa berhambur menghampiri Azka yang baru saja datang.

Azka menghembuskan nafasnya panjang, ia terpaksa menarik bibirnya tersenyum.

Azka akan menyimpan rasa cemburunya rapat-rapat. Dia selalu melihat sisi keterpaksaan Kansa setiap bersama Digo. Dia percaya Kansa setia. Iya dia percaya semua itu. Azka yakin Kansa tidak akan menghianatinya.

"Macet tadi." Jawab Azka.

"Lo udah sarapan?" Tanya Kansa.

Azka diam sejenak, dia melewatkan sarapan tadi pagi mengingat kesiangan dan buru-buru berangkat ke sekolah.

"Udah." Azka tersenyum, terlalu malas baginya untuk kekantin bersama Kansa. Hatinya masih saja sakit walaupun berkali-kali merapalkan kalimat Itu Tidak Mungkin!

"Madep sini." Kansa membawa selep bermaksud mengoleskan permukaan pipi Azka.

Azka menyahut salep itu, "Perhatian banget deh." Puji Azka mengoleskan sendiri.

Drrrt...

Drrrt...

Kening Azka berkerut. Mengapa Kansa begitu kawatir waktu Azka turut mengecek nama orang yang tengah menelpon Kansa.

"Bentar ya, ada telpon." Kansa menutup speaker hp nya.

"Kenapa?" Tanya Azka heran seakan Kansa takut dia mendengar percakapannya dengan penelpon itu.

"Abang gue." Kansa memperlihatkan hp nya.

"Ooh." Azka mengangguk.

...

Bendera merah putih berkibar tertiup angin. Dibawah terik matahari pagi seluruh siswa Lentera berkumpul di lapangan sekolah.

Kandidat ketua osis yang sah terpilih menjadi ketua osis tahun ini berdiri menyampaikan pidatonya dan rasa terimakasihnya kepada seluruh siswa-siswi, guru dan staf sekolah atas kepercayaan mereka memilih dirinya.

"Saya akan membuat sekolah ini menjadi semakin maju."

"Hilih." Satya berdecih.

"Ferry dapet suara berapa bisa kalah?" Azka melirik Ela.

"Iyo cug Ferry kok bisa kalah sama kandidat empat anjir, tai." Komen Andra tidak terima kandidat nomor empat menjabat ketua osis.

"Ya mana gue tau, pas penghitungan suara emang banyak yang milih dia." Jawab Ela menuding sang terpilih yang mempunyai bakat dalam public speaking.

"Ngomongnya pinter gitu udah pasti kepilih njer."

"Sekali lagi saya minta perhatian kepada seluruh siswa-siswi SMA Lentera. Halo? Cek! Cek!"

"Ck Bondan ngapain lagi."

Azka menyengit pusing, tangannya naik menutupi kepala dari sengatan sinar matahari.

"Hah?" Andra menoleh kebelakang merasa pundaknya berat.

"Gapapa."

Gedung sekolah didepannya seolah akan terbalik.

Azka menggelengkan kepalanya cepat, dia menoleh kebelakang mengecek masih adakah sisa tempat teduh disana.

"Lo mau kemana?" Kansa menyenggol Azka ketika dia melewati barisan perempuan kelasnya.

"Mundur, didepan panas banget." Jawab Azka mengambil posisi temannya yang ia suruh maju selangkah kedepan.

Sekarang Azka menjadi bersebelahan dengan Kansa. Biasanya Azka juga baris dibelakang cuma karena masih kesel aja dia memilih baris didepan sekalian pengen liat wajah adik kelasnya yang menjadi ketua osis baru itu.

"Panas nggak tuh." Kansa terkekeh menoel pipi Azka yang semalam habis dia tampar.

"Shut!" Tegur osis yang berjaga dibelakang.

Kansa memutar bola matanya malas.

Azka memperhatikan osis songong tadi dari atas sampai bawah, kemudian tidak segan Azka merangkul pundak Kansa menunjukkan rasa tidak takutnya kepada adik kelas ingusan yang sok suhu menjadi babu.

"Ka.. heh." Kansa melepas tangan Azka.

Azka tersenyum tipis mengacak rambut Kansa, lelaki itu berusaha mengalihkan rasa sakit kepalanya namun masih saja tidak berhasil.

Dia setengah menyender di pohon besar sampingnya, rasanya kepalanya seperti diputar-putar hingga membuatnya terhuyung.

"BALIK KANAN BUBAR JALAN!"

"LEN-TE-RA JAYA!"

"Ka!" Azka mendengar namanya dipanggil.

Saking banyaknya murid Lentera yang wara-wiri Regaza sampai kesulitan menyibak kerumunan.

"Woy." Regaza menepuk pundak Azka.

"Gimana check-up lo kemaren?" Tanyanya.

"Baik." Jawab Azka bohong, dia tidak menggunakan uang yang Regaza kasih untuk check-up rutin.

"Syukur deh, sorry kemaren gue keluar diajak anak-anak."

"Santai aja gapapa kalik."

Azka merogoh saku celana osisnya, mengambil lempitan uang yang Regaza kasih semalam. Ia masukkan ke saku kiri celana Regaza tanpa sepengetahuannya.

"Sebentar lagi jam lo minum obat, jangan sampai lupa." Regaza menerima operan bola basket, lelaki itu kemudian meninggalkan Azka bergabung bersama teman-temannya bermain basket.

Azka tertegun, dia lupa belum minum obat sejak tadi pagi. Apesnya semua obat ia tinggal dirumah menghindari kejadian siang itu terulang lagi.

"Goblok." Azka menepuk jidatnya.

Rambut Azka ia jambak kebelakang.

Masuk ke ruang uks, Azka menemui seorang PMR yang tak lain adalah adik kelasnya waktu SMP dulu.

"Dek minta obat sakit kepala." Azka berdiri di belakang adik kelasnya.

"M-Mas Azka?" Gadis itu terkejut menemukan Azka berada dibelakangnya.

Azka tersenyum tipis.

"Sebentar mas." Dia bergegas membuka almari obat.

Azka memperhatikan dalam diam.

"Diminum sesudah makan yah mas." Dengan sopan gadis itu menyerahkan obat sakit kepala kepada Azka.

"Minta air nya sekalian."

"Mau teh atau-"

"Air putih aja." Potong Azka.

"Weh Ka?" Tirai pembatas uks dibuka dari dalam menampilkan Tomi tengah terbaring.

"Lu ngapain disitu?" Tanya Azka mendekat.

"Sakit?" Tangan Azka naik mengecek suhu tubuh Tomi.

"Matamu!" Tomi menepisnya kasar.

"Mas Azka ini airnya."

"Makasih ya." Ucap Azka.

"Obat apaan nyet?" Tanya Tomi.

"Pusing." Azka memasukkan dua pill sekaligus kedalam mulutnya lalu meneguk air hingga tandas.

"Puyeng mulu lo."

"Lo ngapain disini?"

"Biasa." Tomi menaikkan alisnya.

"Ck."

"Ntar malem lo ada acara?" Tomi mengangkat sepatu dan memakainya di atas kasur uks.

"Kaga, kenapa?"

"Ke club mau?"

Azka mengerutkan keningnya, "KTP lo udah jadi?"

"Uwes."

[Udah]

"Gass lah."

...

Ting

Empat gelas berisi alkohol saling bersentuhan.

Andra menggelengkan kepalanya sambil mengedikkan bahu.

"Gak enak anjir." Lelaki itu meletakkan gelasnya di atas meja, ia memilih menarik satu puntung rokok dari bungkus yang kemudian ia hisap.

"Lu udah pada tau belum kabar Laras?" Tomi menggeser bungkus rokok ke arah Satya.

"Dia alpha akhir-akhir ini." Sahut Azka.

"Lu tau kenapa?"

"Kenapa anjir." Balas Andra kesal.

"Positip." Ujar Tomi nyaris membuat Satya tersedak asap rokoknya sendiri.

"Bentar, positip apa dulu nih? MBA?" Tanya Satya mencoba tidak salah paham.

"Hamil." Ketiga cowok itu melototkan matanya.

"Fitnah lebih kejam dari pembunuhan cah! Jangan ngarang lu Tom bangke." Andra menoyor kepala Tomi.

"Sama siapa cug?" Azka meneguk segelas black-label hingga tandas.

"Ken, sohibnya adek lu."

"Gua dulu juga pernah liat mereka cipokan anjir dikelas." Azka terkekeh mengingatnya.

Hari semakin malam, obrolan yang tiada habisnya membuat mereka semua lupa waktu.

Dentuman musik keras, cahaya remang-remang membuat efek alkohol menjadi sangat terasa.

Tomi bangkit dari tempat duduknya, lelaki itu sudah cukup mabuk hingga berjalan sampai sempoyongan mengambil segelas minuman yang wanita sexy bawa.

"Gua mau balik." Pamit Azka kepada Andra, hanya Andra yang masih fresh diantara mereka.

"Bisa lu?"

Azka hampir terjungkal karena dijentlong Tomi dari samping, dia juga sudah merasa amat pusing dan ingin tidur.

"Lu mau kemana?" Tomi bergelayut pundak Azka.

"Balik." Jawab Azka menyatukan resleting jaket kesulitan.

"Cobain ini dulu, enak banget." Tomi menyodorkan gelas berisi alkohol warna ungu.

Tomi semakin mendekatkan gelas itu ke bibir Azka.

Azka merasa tenggorokannya seperti terbakar, minuman yang Tomi berikan terasa sangat keras.

"Apa ini anjir." Tanya Azka menyengit.

"Brandy." Tomi terkekeh.

"Jam sebelas." Andra menatap teman-temannya yang masih asyik disini.

"Ayo balik!" Andra membangunkan Satya.

"Kini cintaku telah kau bagi." Dengan mata terpejam Azka berada dalam dunia terindahnya. Feel happy.

"Ndra cobain." Tomi memberikan minuman serupa kepada Andra.

"Nggak suka gua." Andra meletakkan gelas itu lagi.

BUGH!

Azka tersungkur ke lantai.

"Ngapain kamu kesini?!" Azka memejamkan matanya, siapa gerangan yang sudah membogem pipinya tadi?

Pandangannya sangat kabur, namun dia masih mengenali pemilik suara itu.

Muson.

"Papa?" Gumam Azka parau.

Azka dipaksa berdiri.

PLAK!

Dunia Azka berasa berputar, lelaki itu kembali tersungkur ke lantai.

"OM! Bisa kita bicarain!" Andra menghentikan Muson yang akan memberi Azka pelajaran lagi.

"JANGAN IKUT CAMPUR!" Muson mendorong tubuh Andra.

Andra dapat melihat pria paruh baya itu juga dalam keadaan mabuk.

"Om!" Azka mencekal tangan Andra.

Azka menggelengkan kepalanya.

"Ka-"

"Urusin mereka." Ujar Azka pelan.

Kemudian Azka diseret Muson entah kemana.

"Kita semua nggak akan kesini kalau bukan lo yang maksa." Andra menoyor kepala Tomi.

...

Sempoyongan Azka mengikuti Muson berjalan.


"Pa sakit Pa." Muson terus menarik kaos Azka membuat anak itu merasa sesak.

BRAK!

Muson membuka pintu kasar, melempar tubuh Azka hingga dia terkapar di kasur.

Azka menggelengkan kepalanya, mencoba bangun.

BUGH!

Lantai keramik menjadi berputar dan Azka kembali melihat plafon kamar.

"SAYA BANTING TULANG UNTUK KESEMBUHAN KAMU!"

"Maaf Pa." Lirih Azka.

"TAPI APA YANG KAMU LAKUIN?!"

"Jika kamu menang bosen hidup, jangan nyusahin orang bisa?!"
To be continue...

AZKA


MUSON


ANDRA


TOMI

Rahangnya tegas bet anjir:v

SATYA


KOMENTAR KALIAN UNTUK CHAPTER INI????

TERIMAKSIH SUDAH MAMPIR MEMBACA, KLIK VOTE YAAH :)

Continue Reading

You'll Also Like

509 117 9
Ini adalah kisah seorang remaja laki-laki yang mempunyai penyakit jantung sejak kecil. Karena orang tuanya yang overprotektif kepadanya, ia tumbuh me...
23.6K 1.3K 41
[SELESAI] "manusia itu bisa menilai keburukan orang lain. Namun, apakah manusia itu bisa menilai keburukannya sendiri?" . . Kisah klasik seorang rema...
26.6K 4.2K 35
[SLOW UPDATE] [SEDANG PROSES REVISI, SEMUA CAST AKAN BERGANTI NAMA] 𝗚𝗮𝗸 𝗯𝗶𝘀𝗮 𝗯𝘂𝗮𝘁 𝗱𝗲𝗸𝘀, 𝗯𝗮𝗰𝗮 𝗮𝗷𝗮 𝑪𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂 𝒊𝒏𝒊 𝒉𝒂𝒏𝒚𝒂...
22.9K 1.5K 48
[COMPLETED] #TheGAJEseries Tentang dia, Geral Ardiansyah Pratama. Lelaki minim ekspresi yang perhatian dengan caranya. Lelaki yang sering dianggap 'k...