Romeo and His Crush

Av dandaferdiansyah

1.5K 761 877

Romeo Alvaro Budiman (Romeo) telah memulai hidupnya menjadi anak broken home. Sering menjadi bahan bully-an d... Mer

BAB 1 - Gimana Hari Ini?
BAB 2 - Aku Lupa
Bab 3 - Inilah Diriku
BAB 4 - Terlalu Lebih
BAB 5 - Hati yang Dekat
BAB 6 - Cukup tau
BAB 7 - Hangat yang Gelap
BAB 8 - Mencurigakan
BAB 9 - Patah Satu Waktu
BAB 10 - Sabar Ini Ujian
BAB 11 - Kecewa Itu Berat
BAB 12 - Aku Takut
BAB 13 - Ada yang Berbeda
BAB 14 - Yang Terlupakan
BAB 15 - Lupakan atau Kembali?
BAB 16 - Akhirnya?
BAB 17 - Harapan Punah
BAB 18 - Kesudahan
BAB 19 - Perubahan
BAB 20 - Menelusuri
BAB 21 - Terlihat Buram
BAB 22 - Terlampaui
BAB 24 - Bersimpati?
BAB 25 - Skenario Pemula
BAB 26 - Sedikit Sesak
BAB 27 - Solusi Renungan
BAB 28 - Serangan Lawan
BAB 29 - Interogasi
BAB 30 - Mengapa Begini?

BAB 23 - Terpantau

11 3 1
Av dandaferdiansyah

"Kak, coba tebak aku dapat privilege apa hari ini?"

Laskar bingung harus menjawab apa. Di tengah kehangatan menunggu senja di taman. Ia malah dipusingkan oleh pertanyaan konyol Romeo tiba-tiba. Sambil menikmati es ting-ting langganan mereka. Yah, es krim yang dibalut dengan roti dan mutiara di tengahnya dengan cup berupa gelas plastik. Mereka menikmatinya dengan rasa penuh bahagia. Sampai lupa bahwa waktu akan menuju petang.

"Lo kok aneh banget sih. Pertanyaan macam apa itu?"

"Dih, gue kan cuma mau lo penasaran aja. Kenapa lo malah sewot sih?"

"Gue nggak bakal penasaran kali. Palingan ya privilege lo dapat traktiran."

Romeo langsung memasang muka jutek. Karena ia merasa direndahkan oleh kakaknya sendiri. Bahkan tak ingin memotivasi adiknya dengan niat yang ikhlas. Hanya sekedar judge atau omongan yang membuat Romeo sakit hati. Tapi nggak apa-apa, itu semua sudah biasa dalam lingkup saudara. Ada susah senangnya bareng dan kalau bagian bikin perusak hati. Saudara adalah perusak yang paling kacau sekacau-kacaunya.

"Lo menghina banget deh. Sampai gua spill nih, pasti lo bakal kaget. Sampai muntah sekalian!"

Laskar malah tertawa. Mendengar ocehan Romeo yang seakan angin lewat baginya. Karena ia merasa, Romeo tak pernah mendapatkan hal yang mengejutkan Laskar. Apalagi kali ini ia benar-benar meyakinkan. Sampai-sampai mengancam Laskar akan muntah di waktu itu juga. Karena tak percaya akan hal serius yang akan Romeo katakan padanya.

"Emang apa sih?"

"Eghm..."

Romeo menyiapkan dirinya. Dia ingin Laskar benar-benar tau. Bukan maksud pamer. Tapi dia ingin menunjukkan kepada dunia. Bahwa ia tak selemah yang mereka kira. Mereka kira anak cupu seperti Romeo tak akan pernah dapat kesempatan emas. Itu salah besar brodi, anak seperti Romeo akan jauh lebih mudah mendapatkan apa yang mereka mau. Yang penting ada doa dan ikhtiar.

"Gua ditawarin coach Harfin buat latihan basket sama dia."

"OGHK! OGHK! HWEKK! HWEKKK"

"Eh, eh, ada apa?"

Suasana menegang, tiba-tiba Laskar memuntahkan sesuatu dari dalam mulutnya. Entah dia tersedak es krim atau apa tidak tau. Tiba-tiba saja dia melakukan hal itu. Padahal tak ada yang membuatnya riwueh atau bahkan kesulitan menelan. Mungkin dia keasikan menikmati indahnya senja kala itu. Membuatnya harus tersedak dan mengotori taman dengan refleks.

Mereka memutuskan untuk pulang. Karena Romeo takut jika kakaknya malah nggak bisa ditolong. Jadi ia memilih jalan pintas untuk pulang. Karena hari juga sudah mau petang. Jadi tak ada salahnya untuk melindungi diri dari marabahaya seperti itu.

Romeo kini hanya menjalankan aktivitas kesehariannya. Membaca novel yang beberapa minggu lalu sempat tertunda. Oleh masalah-masalah yang membuatnya berfikir keras. Bahkan lupa untuk menyisakan waktu untuk hari-hari bahagia kesendiriannya. Kini dia menghindari hal-hal buas yang membuat waktunya terbuang sia-sia. Seperti menutup pintu kamar dan menata rapi kamarnya. Tak lupa aromaterapi di kamarnya yang cukup membuat tenang. Ditambah masker wajah yang kini menempel di wajahnya. Cukup menambah sensasi sejuk malam itu.

Di tengah kesendiriannya di kamar. Tiba-tiba handphone miliknya berdering. Membuat ia cukup geram. Dan ingin menuntaskan semuanya. Sehingga mau tidak mau, ia harus mengangkat telepon itu dengan bahagia. Meski agak stress banget sih hadapinya.

TELEPON
"oy, sibuk nggak?"

"Lo apaan sih Rev, salam dulu kek!"

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Ada apa?"

"Walking-Walking yuk! Skuylah, masa nggak?"

"Plis deh, udah malam juga. Mau ngapain?"

"I think ini bagus buat anak muda seperti kita. Its healing time!"

"Gue nggak bisa."

"Kenapa sih bro, di rumah mulu lo gak asik."

"Lah emang kenapa? Serah guelah!"

"Iya, iya, sewot amat emak-emak dasar! Yaudah deh, gitu aja bye!"

"Dih!"

...

Semua itu diakhiri dengan rasa emosi. Dimana Romeo yang malas berdebat hanya bisa memendam amarahnya. Dan membuang handphone itu jauh-jauh dari hadapannya. Ya bukan dilempar juga sih. Lebih ke ditempatkan di meja belajar ujung. Agar dia merasa malas mengambilnya dan akhirnya dia gak jadi ngambil deh. Itulah remaja, kalau udah nggak ada effort. Semua nggak akan pernah bisa tercapai.

Tak lupa mode pesawat yang ia pasang di handphone-nya. Mencegah halangan yang mengganggu ia tiba-tiba nanti. Bahkan juga mencegah hal-hal tak berguna seperti tadi. Malam-malam, ada-ada aja yang ngajak jalan-jalan. Siapa lagi kalau bukan Reva yang penuh kerandoman.

Romeo memutuskan untuk kembali ke tempatnya semula. Melanjutkan novel dengan halaman yang sudah melewati setengah dari keseluruhan. Ia merasa bangga bahkan bahagia. Kalau dia bisa mengakhiri cerita dari novel ini. Bisa-bisa sampai tidur nantipun dia overthinking karena satu hal itu. Romeo merasa itu hanya kelakuan konyolnya selama ini. Nggak ada yang perlu dipikirkan sebenarnya. Tapi dia selalu memikirkan hal-hal yang menurutnya memberi kebahagiaan. Terkadang hal-hal mistis juga dipikirkan olehnya. Karena sejujurnya dia takut akan hal-hal ghaib seperti itu.

_ _ _

"Morning, guys!"

Semua masih asik makan dan menghiraukan kata-kata yang telah sampai di saraf pendengaran mereka. Padahal saat itu tak ada masalah apapun. Tapi belum ada yang merespon dengan semangatnya. Laskar, dengan balutan kemeja merah rapi ditambah kaos oblong putih. Tak lupa topi warna maroon ditambah dengan celana pensil biru kesukaannya. Dia masih berada dalam kondisi yang belum sempurna. Dengan dorongan kursi roda yang ia jalankan sendiri tanpa bantuan siapapun.

"Ngapain sih lo kak?"

"Ya namanya juga orang lagi bahagia. Emang nggak boleh salam ya?"

Sambil melihati dandanan Laskar yang stylish. Romeo sebenarnya ingin tertawa kecil. Namun ada ibu di depannya saat ini. Jadi dia agak takut kalau tawaan itu mengundang amarah bagi ibu. Siapa sih yang nggak kenal ibu. Yang selalu emosi di setiap keadaan, khususnya pada Romeo. Karena anak tiri yang dianggap nggak pernah menuruti perintahnya. Padahal, itu bukan fakta yang sebenarnya. Mungkin ada hal lain yang sedang disembunyikan ibu kepadanya.

"Ya bukan begitu sih. Nggak biasanya lo kayak gini soalnya."

"Orang kalau lagi cakep dikatain. Orang lagi jelek dikatain. Kalau nggak suka sama orang bilang aja. Nggak usah ngomong dari belakang. Pecundang nggak sih?!"

Seketika kalimat itu muncul dari bibir seorang penyihir. Maksudnya ibu dari keluarga mereka. Ibu yang berlagak seperti penyihir ini membuat satu rumah takut akan kehadirannya. Apalagi dia akan resign dari kerjaannya beberapa minggu lagi. Karena ayah ingin mencari nafkah dan bertanggungjawab atas keluarganya sendiri. Agar semua orang mengira bahwa pembangunan keluarga ini adalah seutuhnya hasil kerja keras ayah sebagai pencari nafkah. Dan ibu sebagai pemotivasi juga membantu ayah bersama-sama untuk bisa mengembangkan keluarga ini menjadi lebih baik lagi.

"Ibu!" Sentak ayah pada ibu yang ceplas-ceplos.

Itu membuat Romeo mengalami mental down sesaat. Karena ia mengira hal itu bukan sebagai motivasi dirinya. Melainkan hinaan yang selalu ia dapat. Jika berhadapan dengan ibu tirinya seperti ini. Tak menyangka saja, setelah kejadian itu semua ini masih berlanjut. Romeo kira sikap ibu akan berubah setelah Laskar membelanya. Tetapi semua itu tak merubah segalanya. Ia masih bersikap seperti dulu dan tak akan pernah berubah.

"Ehm...Sebenarnya itu juga nggak masalah kok bu bagi aku. Kan cuma bercanda doang. Nggak usah dibesar-besarin lah."

Tiba-tiba sendok dan garpu ibu terlempar keras. Membangunkan ayah dan Romeo yang tengah makan dengan tenangnya. Bahkan Laskar yang hendak mengambil nasi. Harus spontan melempar centong nasi ke dalam wadahnya. Ia sampai menutup mata karena refleks mendengar suara itu terlempar dengan kerasnya. Ibu sepertinya akan berbicara sesuatu hal yang lebih menyakitkan daripada ini. Padahal ini masih pagi, tapi sudah ada masalah aja yang bertubi-tubi.

"Nggak ada yang bela kamu juga. Jadi nggak usah ge-er. Selamat makan!"

Nada itu terucap dengan tegasnya dari bibir ibu. Ia langsung melanjutkan makannya dan mengalihkan semua topik pembicaraan itu tiba-tiba. Romeo yang melihat hal itu hanya bisa terdiam dan melanjutkan ritualnya. Begitu juga dengan ayah. Namun Laskar yang mendengar hal itu cukup tersimpan rasa sedih di hatinya. Ia merasa ada yang berubah dari sikap ibu padanya. Padahal ia tak pernah berbuat hal yang menyakiti hati ibunya.

Entah memang ibu sudah tak ingin punya anak atau bagaimana. Kini dia bersikap pada dua anaknya dengan rasa yang sama. Ada setitik rasa benci dan tak menyukai sikap kedua anaknya itu. Padahal Laskar adalah anak satu-satunya yang ia miliki selama ini. Tapi seolah dia berfikir bahwa Romeo telah merasuki Laskar. Hingga tak pernah sama sekali membela sikap ibunya saat ini.

_ _ _

"Eh girls! Gue ada berita bagus banget."

"Mohon maaf nih gua potong. Gue laki-laki woy bukan perempuan."

"Lah emang kenapa? Lo nggak terima dan suruh gue ngulang gitu?"

"Serah lo deh!"

Tiba-tiba hal itu merusak suasana nyaman di bangku kantin pojokan. Seperti biasa tiga sejoli berkumpul dan membahas rencana mereka kedepannya. Mungkin masih dalam misi yang sama yakni mencari info tentang Mily. Dan menguak semua kisah agar mereka tau apa yang sebenarnya terjadi. Tapi suasana itu dipecahkan oleh pertengkaran sesaat Reva dan Romeo yang merubah suasana. Hal yang seharusnya mengejutkan menjadi penuh kebadmood-an.

"Eh, eh, udah dong marah-marahnya. Malu sama tetangga ih!"

"Tuh dengerin kata aya...Ehm maksudnya Tasya iya Tasya."

Lirikan Reva dan Tasya langsung tertuju ke arah Romeo dengan spontannya. Padahal hal itu tak seharusnya menjadi pusat perhatian. Tapi karena tingkah Romeo dan nada bicaranya yang sempat keceplosan. Membuat ia mengalami kemaluan berat. Benar-benar membuat ia tertekan beberapa detik saat itu. Entah apa yang dipikirkannya sekarang. Selain apa yang sedang ia rasakan dan ingin diinterpretasikan pada seseorang yang ia sayangi.

"Kenapa lo, sehatkan?"

Ucapan Reva itu membuat Romeo semakin gugup. Dan refleks meminum es tehnya yang langsung dihabiskan olehnya. Karena rasa gugup yang menimpanya membuat jantung berdebar kencang. Karena takut ketauan sekaligus takut kalau mereka tau bahwa Romeo sedang memendam rasa pada Tasya. Sampai keceplosan memanggilnya 'ayank'.

"Ng...nggak kok. Ng...nggak ada apa-apa."

"Lah kok udah habis aja lo. Gua masih banyak, Tasya juga sih. Kita masih duduk lo, belum kelar gua ngomong."

Dengan wajah yang penuh rasa kesal. Karena kelakuan Romeo saat itu. Reva hanya bisa menyimpan hal itu dalam hatinya. Agar tak terjadi keributan mendalam antara mereka. Tasya hanya bisa melihat Reva dan Romeo yang saling beradu topik. Tapi tak tau akhir ceritanya bagaimana. Sedangkan Romeo, ia tak merasa bersalah sekalipun. Bahkan menikmati suasana dengan penuh rasa kegembiraan. Namun juga hal itu membawa petaka sesaat. Yang membuat dirinya sendiripun tak terkendali dengan ucapan.

"Lanjutin aja Rev. Nggak usah dipikirin." Lanjut Romeo dengan tenangnya.

Perbincangan itu masih berlanjut. Dan Reva hendak menyatakan sesuatu yang amat penting tentang misi detektif mereka terhadap Mily. Kali ini benar-benar mengguncang dunia dan seisinya. Karena mungkin Reva telah mengetahui puncak masalah dari apa yang ia cari selama ini. Mengingat tentang keberadaan Mily baru-baru ini yang amat misterius fikirnya.

"Jadi gini, gue kemarin jalan-jalan malam sendirian. Itupun karena si Romeo nggak mau gue ajak ya. Jadi..."

"Eh, udah gua bilang kalau gue sibuk. Ngapain diungkit-ungkit sih. Cerita, cerita aja kali."

"Eh!..."

Tasya yang melihat hal itu menjadi tak tenang. Ia seakan ingin menghentikan semua ini dan beralih pada topik yang sebenarnya. Bukan malah bertengkar dan tak akan pernah kelar. Sampai bel berbunyipun hal ini tak pernah selesai. Jika tak ada yang mengalah salah satunya.

"Udah, udah, kalian kok malah berantem lagi sih. Aku pergi nih!"

"Kok ngancem Tasya?"

Reva mendengar hal itu langsung merasa malu dan bersalah. Romeo hanya bisa melirik dan mengikuti nada Reva. Padahal hal itu hanya masalah sepele. Dan dibesar-besarin sama mereka sendiri. Seperti tak ada jalan lain yang harus ditempuh.

"Maaf ya Sya, aku khilaf. Kalau mau salahin ya salahin Reva tuh. Ngajak gelud aja daritadi."

"Maaf juga ya Sya, tapi jujur gegara Romeo gue hampir jatuh di got tau nggak sih."

Dengan nada yang sinis. Mereka saling tatap-tatapan. Dan tajam mengarah satu sama lain. Seperti tak ada harapan akur kali ini.

"Udah, udah, kalau gini jadi cerita apa enggak?"

"Ya jadi dong, karena ini bener-bener very very important. Jadi nggak boleh disia-siain. Wokeh!"

"Serah lu dah!"

Tasya langsung mengulurkan tangannya dan mengacungkan telunjuknya. Menempatkannya tepat di bibir Reva. Yang sepertinya hendak menyela Romeo lebih dalam lagi. Reva hanya membalas dengan senyuman begitu juga Tasya. Sambil menurunkan tangan Tasya yang cukup mengganggu. Romeo hanya bisa tersenyum tipis dan melanjutkan minumnya.

"Eh, lo dungu apa gimana sih?"

"Apaan?"

"Itu es teh lo udah habis. Masih aja disedotin. Ngabrut tau nggak!"

Romeo langsung terlepas dari ingatannya. Melihati gelasnya yang sudah bercucuran air mengalir. Karena sedari tadi es tehnya sudah habis. Meninggalkan sisa cairan es batu yang hambar. Ia langsung mendekap kedua tangannya seperti sikap sempurna. Dan menjauhkan gelas sisa es teh itu dari hadapannya.

"Okey, okey, kita lanjut ke topik aja. Jadi kemarin gue lihat banyak mobil di rumah Mily. Dan lo tau ada apa?"

"Emang ada apa oy?"

"Mily engagement!"

_____

Jangan lupa vote dan commentnya ya bestie🙌

Fortsätt läs

Du kommer också att gilla

6.3M 143K 40
"Mau nenen," pinta Atlas manja. "Aku bukan mama kamu!" "Tapi lo budak gue. Sini cepetan!" Tidak akan ada yang pernah menduga ketua geng ZEE, doyan ne...
4.9M 262K 60
Dia, gadis culun yang dibully oleh salah satu teman seangkatannya sampai hamil karena sebuah taruhan. Keluarganya yang tahu pun langsung mengusirnya...
MARSELANA Av kiaa

Tonårsromaner

544K 25.6K 49
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
519K 27.4K 37
SEBELUM BACA JANGAN LUPA FOLLOW AUTHOR NYA DULU YA GUYSS.. ~bagaimana ketika seorang perempuan bertransmigrasi ke tubuh seorang perempuan yang memili...