Tuan Kim dan Sang Pelacur

By VanadiumZoe

76.2K 11.3K 4.1K

Kim Seok Jin mendapat kiriman hadiah dari rekan bisnisnya di Macau, Seraphina, seorang Pelacur paling cantik... More

UNGKAPAN-KATA
PROLOG
LIE
1
2
3
CERULEAN
1
2
3
4
5
6
7
8
WINTER SCENT
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
BLOSSOM TEARS
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
FOREVER RAIN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
PEACH
1
2
3
4
5
UNGKAPAN-RASA

12

1K 188 122
By VanadiumZoe

👑 🦊 👑

🍁🍁🍁

Hyunjin Group akhirnya memberi pernyataan resmi atas kasus yang menimpa penerus termuda, Kim Tae Hyung. Hyunjin mengelak tuduhan terkait manipulasi saham yang ditujukan kepada Taehyung, perusahaan mengatakan hal itu tidak masuk akal, Taehyung tidak terlibat dalam pengambilan keputusan.

Sementara tuduhan suap telah disangkal secara resmi oleh Presiden Jeon Jeha dalam jumpa pers di kediaman presiden. Beliau berujar keluarga Kim sudah menjadi bagian keluarganya bertahun-tahun, yang diberikan oleh Taehyung murni sebagai hadiah ramah tamah sebagai keluarga.

--

Dari kursinya Seokjin tersenyum samar, mendengar berita tentang tuduhan-tuduhan terhadap adiknya. Seokjin pada akhirnya memilih memisahkan masalah keluarga yang bertahun-tahun telah menggerogoti hati, sampai dia hampir memenjarakan Taehyung.

Keputusan dadakan itu didukung penuh oleh komisaris dan jajaran direksi, keputusan yang tepat mengingat pemilihan ketua group tinggal menunggu hari. Lagi pula, sejak awal Seokjin memang tidak yakin Taehyung pelaku sebenarnya. Adiknya itu hanya terkena imbas dari sosok antagonis yang sampai sekarang masih belum berhasil dia temukan.

"Relevasansi sejumlah fakta dasar telah dijelaskan dan pihak jaksa telah mendapatkan bukti dari penyelidikan mereka, tetapi mereka tidak memiliki penjelasan yang cukup tentang perlu tidaknya menahan Taehyung." Karina menjelaskan dalam rapat tertutup, tentang hasil dari pihak pengadilan terhadap Taehyung.

"Pengadilan pusat memutuskan Taehyung tidak bersalah dalam kasus suap, tetapi perlu penyelidikan ulang untuk kasus manipulasi saham. Pengadilan menunda kasus ini sampai ditemukan bukti yang lebih konkrit, Taehyung diputus tidak perlu mendekam di penjara tetapi dilarang bepergian ke luar negeri sampai kasus ini benar-benar selesai."

Komisaris Robert Lee mengangguk setuju, dia yang sempat ingin membelot dari Seokjin kini terang-terangan memberikan suaranya untuk Seokjin.

"Sejak awal memang hanya kau kandidat yang pantas menggantikan ayahmu, posisi ketua sudah terlalu lama kosong," kata Robert. "Setelah kau naik jabatan, aku tidak perlu khawatir bila pensiun lebih cepat."

"Mr Lee, aku masih membutuhkan dukunganmu," Seokjin berujar tulus. Robert adalah salah satu rekan sejawat ayahnya dalam membangun perusahaan, membantunya sampai berada diposisi sekarang.

"Kau selalu merendah seperti ayahmu, tetapi sifat dominanmu persis seperti kakekmu. Aku yakin kau bisa menjalankan perusahaan ini sebaik ayah dan kakekmu, Seokjin."

Seokjin membungkuk sopan, menyatakan segala hormat untuk bantuan Robert selama ini.

"Aku ucapkan selamat, posisi ketua diberikan kepadamu." Robert tersenyum bangga.

Seokjin tersenyum puas, jajaran direksi dan para pemegang saham sontak mengangguk setuju. Posisi ketua sudah kosong sejak Kim Jong Suk meninggal dunia, sementara Seokjin tidak bisa langsung naik posisi karena umurnya waktu itu belum cukup.

Bila saja tidak ada masalah rumah tangga yang berbuah skandal buruk itu, Seokjin dipastikan menduduki jabatan ketua tanpa kesulitan.

Kini, dalam deretan kinerja baik, pernikahan normal dengan Seraphina dan tidak ada drama perebutan harta dan hak asuh anak di perceraiannya, orang-orang mulai melupakan skandal itu dan kembali melihat sosok Seokjin sebagai pemimpin yang baik, tidak ada lagi yang bisa menolak Seokjin menduduki posisi teratas di perusahaan.

Sementara itu di ruang kerjanya, Jiyeon tengah berdebat dengan Hoseok, setelah dia memberitahu sang kakak tentang apa yang terjadi antara dia dan Seokjin.

"Kau gila!" Hoseok nyaris membentak adiknya.

"Oppa, tenanglah. Seokjin tidak akan menuntutku, dia tidak akan tega menjadikan ibu kandung putrinya sebagai seorang narapidana."

"Kau lupa, Seokjin telah memberikan Reeya ibu tiri seorang pelacur?" ujar Hoseok. "Apa kau tidak berpikir Seokjin akan membersihkan nama baik Sera dengan menggelar semua kebusukanmu?"

"Seokjin tidak akan melakukan itu, bila dia melakukannya maka Reeya akan tahu semuanya"

"Apa kau benar-benar tidak menyayangi Reeya?"

"Kau sendiri, apa kau menyayangi Aera dan Raina?"

"Ini tidak ada hubungannya dengan mereka." Hoseok menghela napas panjang, "kau akan menyesal, Jiyeon."

"Tega sekali kau berkata begitu, aku melakukan semua ini untukmu."

Hoseok tidak menanggapi. Alasan pernikahan Jiyeon jelas memang karena sang adik ingin melindunginya, tetapi tetap saja Hoseok tidak suka dengan semua yang Jiyeon lakukan di pernikahannya.

"Jiyeon, dengar, jika pada akhirnya kau sendirian, itu semua sebab dari kesalahanmu sendiri. Jangan jadikan aku sebagai alasan atas semua tindakanmu yang tidak masuk akal, sampai kapan pun aku tidak akan meninggalkan ayah."

Hoseok keluar dari ruangan, meninggalkan Jiyeon yang kini tengah membanting vas bunga di meja sambil berteriak kesal di belakang sana.

🍁🍁🍁

Selepas latihan, Sera membaca berita tentang pemilihan ketua group Hyunjin, dia tiba-tiba tersenyum melihat Seokjin dalam jumpa pers resmi yang diadakan Hyunjin dalam menagapi kasus yang tengah bergulir. Sera berharap proses pelimpahan kekuasaan bisa dilaksanakan awal pekan nanti, sehingga tugasnya segera selesai, mereka akan kembali menjalani hidup sebagai mana yang seharusnya.

Harusnya Sera lega, tetapi ada sebagian hatinya yang terasa perih, terselip keinginan untuk memperpanjang kontrak kerja. Sudah cukup—batin Sera. Sudah cukup baginya bersikap normal akan status semu yang Seokjin berikan padanya, dia telah memanfaatkan seluruh sisa harinya dengan berprilaku seperti istri Seokjin dalam konteks sungguhan. Rasanya menyenangkan, Sera nyaris lupa daratan.

Sera ingin sekali meyakini sikap Seokjin di acara launching tempo hari, sebab pria itu benar-benar menginginkannya. Namun, mengingat sifat Seokjin berubah derastis sejak acara jalan-jalan ke taman hiburan, Sera jadi meragu. Hari itu, dia melihat Jiyeon menangis, sementara Seokjin keluar dari lobi seperti kehilangan setengah nyawa hidupnya.

Dua sejoli itu terus saja saling menyakiti satu sama lain—setidaknya, itu yang ada di pikiran Sera selama ini. Setelah kejadian di lobi, dia semakin yakin permasalahan Seokjin dan Jiyeon adalah kesalahan ego antara dua orang saling mencintai tapi bersikeras bersiteru, padahal Sera tidak mendengar apa yang dibicarakan Seokjin dengan Jiyeon.

Seokjin berubah menjadi sosok Seokjin yang pertama kali Sera kenal; dingin, kaku, nyaris tidak pernah bicara kecuali hal penting saja. Seokjin menghabiskan seluruh harinya dengan bekerja, di rumah Seokjin mengubur dirinya dalam ruang kerja sampai Sera lelah menunggu dan ketiduran.

Sera sudah mencoba mengajak Seokjin bicara, tetapi Seokjin berdalih ada banyak hal yang perlu diurus menjelang pemilihan ketua grup. Dan yang lebih aneh lagi, Reeya menetap di Hannam. Seokjin tidak mau membahas alasannya meski Reeya terus bertanya, Seokjin selalu menghindar setiap Sera meminta Seokjin berhenti memperlakukan Reeya begitu.

"Sera, ada yang ingin kubicarakan sebelum kau pulang, aku tunggu diruanganku."

Kemunculan miss Lindsey membuyarkan lamunan Sera, dia buru-buru berdiri dari lantai.

"Baik, Miss Lindsey."

Sera bergegas ke toilet untuk mandi dan ganti baju, lalu melangkah pasti ke ruang Lindsey di lantai bawah.

Sera berdiri di depan pintu ruangan Lidnsey saat mendengar suara orang lain dari dalam, sampai pintu itu terbuka dan dia berpapasan dengan miss Chaerim. Ada aura muak yang jelas kentara saat keduanya berpapasan, Chaerim tidak berusaha menutupi kekesalan dengan ramah tamah. Dia memalingkan muka, berjalan tergesa dan tidak memedulikan sapaan Sera.

Sera menghela napas panjang, sebelum mendorong pintu lebih lebar. Lindsey menyambut dengan hangat seperti biasa, wanita Perancis itu memperlakukannya dengan adil sejak hari pertama dia mendaftar di Royal Art Akademi.

"Halo Sera, duduklah." Lindsey duduk di sofa, setelah Sera duduk.

"Begini, mengenai perform bulan depan, tanpa mengurangi apresiasi dari segala usahamu aku ingin minta maaf. Sekolah tidak bisa memakaimu di pementasan sebagai second lead karena—aku benar-benar minta maaf, Sera, semua ini diluar kendaliku."

"Aku mengerti Miss Lidnsey, tolong jangan minta maaf."

"Kau sangat berbakat, aku bisa melihat itu. Latihan intensif akan membuatmu menjadi penari hebat nantinya, jangan anggap ini sebagai akhir tapi jadikan ini sebagai permulaan."

Sera mengangguk samar, Lidnsey memerhatikan Sera yang agak pucat.

"Sera, sebenarnya aku ingin menawarkanmu ini," Lindsey menyodorkan amplob berukir sewarna pasir yang mengilap, "tawaran beasiswa dari sekolah balet Taetonia di Perancis."

Jemari Sera bergerak lamban untuk mengambil amplob itu, pikirannya terlalu kusut untuk mencerna ucapan Lidnsey selanjutnya.

"Aku mengirim video latihanmu kepada temanku di sana dan mereka melihat potensimu. Aku tidak yakin suamimu memberi izin untuk sekolah di sana minimal tiga tahun, tapi aku harap kau bisa membicarakan ini pada suamimu. Aku tahu ini sulit, tapi kesempatan langka tidak datang dua kali."

Sera membaca isi amplob itu dengan mata berkaca-kaca, lalu dia menangis begitu saja, sampai Lindsey bingung dan memeluknya.

"Kalau memang terlalu sulit, tidak apa-apa, aku tidak akan memaksamu menerimanya." Lidnsey menepuk bahu Sera sebelum melerai pelukan. "Aku sangat menghargai statusmu sebagai istri dan seorang ibu—jangan menangis lagi Sera, tidak apa-apa."

Lidnsey menyodorkan tisu meja pada Sera, mengambil segelas air dan menunggu sampai Sera berhasil mengendalikan diri. Sambil menyeka sisa air mata, meredam semua beban yang menumpuk di dada sampai dia sulit bernapas, Sera berkata.

"Kami akan bercerai—" kalimat itu meluncur berat dari kerongkongan Sera yang kering, dia tidak mau menutupi fakta pernikahan semu yang diciptakan Seokjin dari Lindsey.

"A-apa?"

"Aku akan mengambil tawaran ini, Miss Lidnsey, aku akan bekerja keras dan berusaha untuk tidak mengecewakanmu."

Lidnsey memandangi Sera dalam haru yang tidak mampu dia jabarkan, lalu memeluk Sera erat-erat, mengutarakan kalimat menenangkan yang membuat air mata Sera kembali jatuh.

"Tidak ada usaha yang sia-sia, Sera, Tuhan akan selalu bersamamu."

"A-aku, tapi aku, aku hanya seorang—"

"Aku melihat kebaikan dalam dirimu, itu sudah cukup membuat Tuhan menyayangimu." Lidnsey melerai pelukan, mengusap bahu Sera yang naik turun. "Jangan melihat ke belakang, jangan lagi terbebani dengan masa lalumu."

"Ya," Sera mengangguk. "Miss Lindsey, kau sangat baik padaku, terima kasih."

"Semua orang berhak untuk meraih impiannya, apa pun latar belakang hidupnya. Jangan khawatir lagi, oke?" Lindsey tersenyum senang. "Aku akan segera mendaftarkanmu sebagai calon penerima beasiswa, setelah ini aku butuh paspormu."

Sera tertegun untuk dua detik sebelum mengangguk. Seokjin masih menahan paspornya, dia bahkan tidak bisa menemukan kontrak kerja yang dulu pernah mereka tanda tangani berdua.

Sesampainya di rumah, Sera memeriksa kamarnya, kamar Seokjin, lalu menyelinap ke dalam ruang kerja Seokjin untuk menemukan paspornya. Akan tetapi dia justru menemukan kontrak kerjanya sudah berderai dari mesin pemotong kertas, terongok di tong sampah.

Dia ingin sekali besar kepala, mengangap Seokjin sungguh-sungguh menginkannya. Namun sebelum angannya berubah kian besar Sera mengalihkan atensi pada laci meja kerja Seokjin yang sedikit terbuka, berharap Seokjin menyimpan paspornya di sana. Tidak ada paspornya, melainkan foto Seokjin bersama Jiyeon dan Reeya di perayaan ulang tahun Reeya, foto-foto Jiyeon di berbagai kesempatan, juga foto-foto pernikahan Seokjin dan Jiyeon.

Seokjin akan membuangmu setelah masalanya dengan Jiyeon selesai, semua pria memerlukan teman tidur, Seraphina—kalimat itu tiba-tiba berdengung di rungunya, Sera mencoba menghalau kenyataan-kenyataan pahit yang terus mengikis kepercayaan dirinya.

Sera memandangi foto-foto itu dengan jemari gemetar, napasnya memburu cepat, seperti habis lari puluhan meter. Dia menggapai bangku paling dekat susah payah, berpikir; kenapa tubuhnya harus bereaksi sampai serasa lumpuh padahal Seokjin bukan kekasihnya. Harusya dia tidak perlu merasakan hal aneh-aneh, kenyataan, Sera merasa ditinggalkan seorang diri dalam kesunyian tanpa peri.

Seokjin hanya mencintai Jiyeon, dia hanya alternatif kedua. Seraphina hanyalah second lead yang akan ditinggalkan oleh pemeran utama, setelah kehadirannya tidak lagi dibutuhkan—Sera mengusap air mata yang tiba-tiba jatuh di pipinya. Ya, benar, itulah tujuan Seokjin membelinya.

🍁🍁🍁

Seokjin tiba di rumah sore itu dengan langkah berat, kepalanya sakit semenjak waktu itu, semakin sakit sampai membuat pandangannya berkunang-kunang. Dia menggapai sofa di ruang depan dan langsung duduk bersandar, kepalanya diarahkan ke langit-langit sambil memejam. Dia sakit, seluruh dirinya serasa remuk redam, tanpa tahu bagaimana membuat dirinya lebih baik.

Seokjin telah membicarakan tuntutan terhadap Jiyeon pada pengacara pribadinya, namun fakta yang dijabarkan membuatnya ingin berteriak, memaki seluruh dunia yang selalu saja berkhianat kepadanya.

"Kau akan membuat putrimu memiliki ibu seorang narapidana, kasus ini akan terus menjadi noda hitam untuk kehidupan Reeya. Tolong pikirkan masa depan putrimu, Seokjin."

Kalimat itu berputar-putar di kepalanya, Seokjin menahan gerutuan sambil membekap mulutnya dengan tangan kanan, dia mau muntah, kepalanya berat seperti tertimpa balok kayu besar yang dililit tali tambang.

"Kondisi Jiyeon sewaktu mengandung Reeya memang ada di keadaan tidak baik, kau pasti tahu kalau dia mengalami pendarahan terus menerus selama trimester pertama kehamilan. Dokter yang menangani Jiyeon punya alasan medis yang kuat, untuk memperbolehkan Jiyeon menghentikan kehamilan demi keselamatan sang ibu. Fakta ini jelas-jelas akan menguntungkan Jiyeon di pengadilan, meskipun aku lebih memikirkan perasaan putrimu.

"Apa yang akan Reeya pikirkan setelah dia tahu, ibu kandungnya tidak pernah menginginkan kelahirannya. Aku pribadi benar-benar tidak sanggup membayangkannya. Selama ini kau mendidik Reeya dengan baik, kau membuat Reeya percaya dunia ini penuh dengan cinta kasih dan orang-orang di sekitarnya sayang pada Reeya."

Dan ketika Seokjin mencoba menggerakkan kepalanya, maka ikatan tali tambang tak kasat mata itu mencengkram kepalanya semakin ketat. Dia melihat bayangan Reeya yang terus menerus bertanya kepadanya sejak hari itu, Reeya menolak jawaban tidak masuk akal yang dia berikan; tentang alasan Reeya tidak diperbolehkan pulang ke Gangnam bertemu Jiyeon.

"Reeya kangen ibu, kenapa Reeya tidak boleh pulang?"

"Sekarang Reeya hanya punya Ayah dan tinggal di Hannam, setelah lulus sekolah Reeya akan tinggal di London bersama bibi Joane."

"Kenapa?"

"Karena Ayah mau Reeya melakukan itu."

Seokjin masuk ke kamar mandi terdekat, lalu mengeluarkan isi lambung di wastafel sampai tenggoroknya panas dan rongga mulutnya busuk. Dia terbatuk-batuk, berkumur, membasuh wajahnya dengan air banyak-banyak, mengatur napas sambil menatap cermin dinding berpigura putih mengilap.

Bayangan yang balas menatapnya tidak terlihat mempesona tapi menyedihkan. Kelopak mata Seokjin bengkak, biji matanya merah, hidungnya juga merah. Rambut hitamnya yang belum dipangkas agak lepek dan berantakan, dia tampak jauh lebih tua dari 35 tahun usianya.

Kau yang telah mengubah Jiyeon menjadi antagonis!—Seokjin terhenyak, bayangan di kaca seperti tengah membentaknya.

Seokjin kembali membasuh wajahnya cepat-cepat. Setelah menutup lubang wastafel dengan logam penutup yang bersandar dekat keran air, Seokjin mengisinya penuh dengan air dingin, menarik napas panjang sebelum menceburkan kepalanya sampai terbenam sepenuhnya. Air meluap menumpahi kakinya, dia berharap keheningan yang mengepung bisa mendatangkan sedikit ketenangan.

Nyatanya; kehampaan serasa datang menyelimuti, seolah tidak akan pernah bertepi. Seokjin mulai menyalahkan diri sendiri. Semua bermula ketika dia menolak sewaktu Jiyeon meminta cerai setelah kelahiran Reeya, dia menegaskan keegoisannya dengan menawarkan bantuan pada Jiyeon meski Jiyeon tidak pernah membutuhkan itu, Jiyeon hanya ingin mengakhiri hubungan mereka.

Kemudian sosok Sera ikut-ikutan muncul. Seokjin melakukan sederet rencana dengan menikahi gadis itu demi membalas Jiyeon, memperlakukan Sera selayak istri sungguhan tanpa memikirkan dampak yang Sera rasakan dari seluruh perhatian yang dia berikan. Dia menciptakan dunia abu-abu untuk Sera, tanpa pernah menegaskan hubungan mereka.

Dia memperlakukan Sera sama persis seperti dia memperlakukan Jiyeon, menjadikan kedua wanita itu tahananya. Seokjin tidak percaya kepada siapa pun, selalu merasa akan dikhianati bila tidak mengawasi apa pun yang mereka kerjakan.

"Seokjin—"

Bisikan lembut menelusup ke dalam telinganya, Seokjin membuka matanya di dalam air. Sosok sang ibu datang dan memeluknya, membiarkan dia menangis selama yang dinginkan.

"Seokjin, mulai sekarang Taehyung adalah adikmu, perlakukan Taehyung seperti saudara kandungmu. Panggil Damhee sebagai Ibu, sekarang dia adalah ibumu, hormati dia seperti kau menghormatiku."

"Tidak, aku tidak mau."

"Ini bukan pilihan Seokjin. Kau harus melakukannya karena Ibu memintamu melakukannya. Belajar dengan baik, patuhi kata-kata ayahmu, kau calon pemimpin di masa depan, kau tidak boleh mengecewakan ayah dan kakekmu. Setelah ibu tidak ada, jangan pernah mengeluh pada siapa pun, jangan percaya orang lain selain ayahmu. Musuhmu ada di mana-mana, kau paham?"

Seokjin menangis lagi saat sang ibu memeluknya. Di usia 12 tahun, Seokjin telah menangung janji berat itu dan terus mengikat dirinya di sepanjang hidupnya.

"Ibu, sangat menyayangimu, tolong jangan menangis lagi, Seokjin. Ibu tidak apa-apa—"

Kemudian ibunya meninggal, setelah berjuang pada penyakitnya dan semenjak hari itu Seokjin hidup sendirian.

Dia muncul dari air dengan tarikan napas keras dan gelagapan, lalu terbatuk-batuk dengan hidung perih seperti ditusuk-tusuk jarum. Seokjin menghembuskan napas panjang-panjang selama tujuh detik penuh sebelum mendengar namanya dipanggil dari luar.

"Tuan Kim—?"

Seokjin tidak menyahut, dia menarik handuk putih bertekstur halus, digantung di dinding dekat kaca. Sambil menggosok wajah dan mengelap tangan, dia membuka pintu, terkesiap mendapati Sera berdiri di depan pintu.

"Seokjin—kau baik-baik saja?" tanya gadis itu.

"Iya," jawab Seokjin, singkat.

"Kau pucat sekali," Sera mengulurkan tangannya, mengusap wajah Seokjin yang dingin.

"Cuma mual sedikit."

"Cepat ganti baju, nanti kau bisa tambah sakit."

Seokjin mengikuti arah pandang Sera, saat itulah dia menyadari kalau kerah kemejanya basah dan ujung Saint Laurent hitam yang dikenakannya agak bau. Seokjin membiarkan Sera memapahnya ke kamar mereka, lalu membantunya melepas pakaiannya satu persatu. Dia bersandar miring di pintu walk in closet, memandangi Sera yang tengah memilihkan pakaian untuknya.

"Aku buatkan teh papermint untuk menghilangkan mual—tunggu sebentar," ujar Sera, setelah Seokjin selesai berpakaian.

Seokjin mengangguk samar, lalu duduk di sofa beranda menunggu Sera. Gadis itu datang sepuluh menit kemudian, membawa nampan berisi; secangkir teh panas, dua gelas air hangat dan semangkuk bubur jagung.

"Kenapa duduk di luar?" kata Sera seraya meletakkan nampan di meja kayu depan Seokjin, dia masuk ke kamar lagi mengambil selimut lalu membungkus bahu Seokjin yang gemetar.

"Minum dulu tehnya, setelah itu—" kalimat Sera berjeda, Seokjin sudah mengabiskan teh dan segelas air tanpa dia menyadarinya.

"Ada aspirin atau paracetamol? Kepalaku pusing—" kini giliran Seokjin mengambil jeda, punggung tangan Sera menyentuh keningnya. Gadis itu memerhatikannya dengan cemas. Entah bagaimana caranya, itu mendatangkan euforia ke dalam kepala Seokjin yang tengah pening dan penat.

"Ada—tunggu sebentar." Sera melesat cepat keluar kamar, tiga menit kemudian muncul lagi dengan dua butir ibuprofen.

"Ini juga bisa." Seokjin mengambil obat itu sebelum Sera sempat berucap, menenggak dua tablet sekaligus dan mengabiskan setengah gelas air.

"Ke-kenapa diminum dua-duanya?" Sera menatap Seokjin bingung, tapi ekspresinya itu berhasil mengundang senyum Seokjin.

"Sudah biasa minum dua, buburnya aku makan." Seokjin menghabiskan buburnya dalam sepuluh menit. "Kalau lagi mual, aku lebih suka sup ayam."

"A-apa?"

Seokjin hanya tersenyum, tangannya bergerak ke puncak kepalanya Sera dan mengusapnya lembut. Tiga detik setelahnya mereka hanya saling pandang dalam keheningan.

"Terima kasih." Seokjin berhasil mengontrol dirinya dan mengalihkan pandang, lalu mengabiskan sisa air dalam gelas.

"Sudah lebih baik?" Sera memandangi Seokjin yang masih tampak pasi.

"Ya, tinggal sisa mual sedikit." Seokjin balas memandang Sera bersama senyum hangat nan dalam yang mengantarkan rona di dadanya, lalu menarik Sera untuk dia peluk.

Sudah hampir seminggu dia mengabaikan Sera, rasanya tidak enak, Seokjin rindu wangi vanilla Sera yang membuatnya tenang.

"Istirahat di dalam saja, di sini dingin," kata Sera, saat Seokjin mengeratkan pelukan.

"Aku minta maaf—"

"Untuk apa?" Sera menjauh dari pelukan Seokjin, sehingga dia bisa melihat manik Seokjin meredup, seolah-olah seluruh kebahagian terenggut dari sana.

"Sudah memasang penyadap di ponselmu, juga memasang pelacak di mobilmu. Ada banyak kamera di rumah ini, aku membayar bodyguard untuk mengawasi semua kegiatanmu."

"Oh—ya, aku tahu itu," jawab Sera ragu-ragu.

"Aku tidak bisa percaya padamu, aku takut kau menghianatiku—aku bukan suami yang baik untukmu."

Sera terdiam selama empat sampai tujuh detik, guna mencerna hal yang ingin Seokjin bicarakan.

"Sera, pernikahan kita—hanya kontrak."

"Aku tahu posisiku, kau tenang saja." Ada puluhan jarum kecil-kecil menelusup ke dalam hati terdalam Sera sewaktu Seokjin mengangguk setuju, dia sudah menyiapkan diri tentang kenyataan ini tapi kenapa rasanya tetap saja sakit.

Sementara Seokjin menggenggam jemarinya kuat-kuat untuk tidak bergerak menyentuh Sera, saat manik bening itu mulai berkabut. Dia selalu saja menyakiti Sera, membuatnya menangis, dia selalu menjadi penyebab orang-orang yang dia sayangi terluka. Kenyataan itu membuat Seokjin gusar dan semakin terpuruk.

"Kapan pementasanmu dilaksanakan?" Kalimat itu meluncur begitu saja, dia tidak tahan menatap Sera dalam diam berlama-lama.

"Oh, itu—aku tidak jadi pementasan, tapi aku punya kabar bagus," jawab Sera, berusaha untuk gembira. "Aku mendapat tawaran beasiswa ke Perancis."

Keheningan yang terlampau kosong mendera keduanya untuk tiga detik, sebelum Sera bersuara dengan nada kelewat gemetar.

"Te-terima kasih—karena kau aku bisa mengapai impianku, melakukan hal yang aku sukai."

"Kau bahagia?"

"Ya—" Sera mengangguk dengan mata berkaca-kaca, lalu dia menangis begitu saja saat Seokjin memeluknya.

Seokjin menarik Sera ke dadanya, memeluknya erat-erat. Air matanya jatuh saat dia meletakkan kepalanya di atas kepala Sera, pelukannya semakin erat, menenggelamkan tubuh kecil Sera sampai hilang di antara kedua lengan.

"Setelah ini—berjanjilah untuk melanjutkan hidupmu dengan baik."

Seokjin meyakinkan diri untuk tidak melakukan kesalahan yang sama lagi. Dia memutuskan membebaskan Sera, membiarkan gadis itu meraih mimpi dan kebahagiaannya sendiri. Dia tidak ingin menjadikan Sera seperti 'Jiyeon' yang kedua, meski kini Seokjin merasa begitu hampa.

Seokjin melerai pelukan, mencium kening Sera bersama sejuta rasa yang dia punya lalu berlalu menjauh. Kakinya terasa berat, menyadari jika dia bukan hanya sekedar melepas seseorang yang berharga, tetapi dia baru saja melepas seluruh hidupnya di belakang sana. Dan rasa-rasanya, kehampaan melingkupinya lebih pekat dari saat dia melepaskan Jiyeon.

Di belakang Sera tidak yakin dengan keinginannya, selama tujuh bulan terakhir dia telah menyakini kalau semua hal yang berkaitan dengan Seokjin hanyalah fiksi. Namun, rasa asing yang terus berbisik di relung hati kian sulit diabaikan. Dia belum sempat mengucapkan kata perpisahan pada Seokjin, dia belum memberi tahu Seokjin betapa dia menyayanginya. Dia belum mengatakan kalau dia telah ... jatuh cinta kepada Tuannya.

Sera berjalan cepat, kian cepat, sampai akhirnya berlari keluar dari kamar, dia berhenti tujuh langkah di depan Seokjin yang berada di dekat tangga.

"Tuan Kim—" Titik-titik embun mulai menumpuk di pelupuk mata Sera yang memandangi Seokjin, bahu kecilnya mulai bergetar, bulir-bulir air mata berjatuhan di atas genggaman tangannya yang mengerat.

Seokjin menatapnya. "Maaf, aku selalu membuatmu menangis." Sejurus kemudian tubuh Seokjin tiba-tiba oleng ke depan, sebelum ambruk, jatuh berderap dari tangga.

Sera kehilangan napas untuk tiga detik, sebelum akhirnya berhasil menemukan suaranya.

"Seok-Seokjin!"

Dia turun buru-buru dari puncak tangga untuk menggapai tubuh Seokjin yang tergeletak di lantai, darah yang merembes dari kepala Seokjin membekukan tubuhnya seketika. Sera mendadak bisu, napasnya satu-satu, dia bahkan tidak bisa berpikir sampai suara Seokjin yang lemah terdengar di telinganya.

"Se-Sera—"

"Tu-tuan Kim, bertahanlah, tunggu—"

Sera berlari ke atas untuk mengambil ponsel, dengan jari-jari yang gemetaran dia menekan angka 119, suaranya putus-putus saat menjelaskan apa yang terjadi pada petugas medis, lalu dia juga menghubungi Jimin.

Sera meletakkan kepala Seokjin di pangkuannya, darah dari kepala Seokjin terus merembes melumuri tangan dan pakaiannya. Air mata Sera berjatuhan di pipi Seokjin yang kian pucat dan dingin, Sera menepuknya berkali-kali, meminta Seokjin untuk tetap sadar.

"Seokjin, tetap sadar, tolong—jangan tinggalkan aku, kau akan baik-baik saja."

"Sera—" napas Seokjin kian berdengap, satu-satu, matanya nyaris tertutup rapat. "Reeya, pastikan di-dia bersamamu, a-aku, aku—menyayangimu—"

Sebelum Seokjin sempat menuntaskan kalimatnya, deraan sakit luar biasa mendera kepala begitu hebat. Seokjin tidak sanggup mengerjap, kedua matanya memejamkan dalam sekejap, mengembuskan napas terakhir di dalam pelukan Sera yang menangisinya.

Seokjin lelah, pada akhirnya dia memilih untuk... menyerah.

[ ... ]

👑 🦊 👑

dah... Tuan Kim capek, sama kek penulisnya...

banyak thank you buat kalian yang bersedia berkomentar  di part ini 💜💜💜


👑 Zoe

Continue Reading

You'll Also Like

25.3K 2.6K 48
Kumpulan cerita pendek. Disclaimer : Ini hanya cerita fiktif dan hanya untuk hiburan semata.
34.9K 2.3K 40
Min Yoongi fan fiction "Lain kali jangan abaikan aku. Aku tidak suka diabaikan, apalagi olehmu, Kim Yuri", ucap Suga berbisik di telinga Yuri, membua...
13.7K 2K 27
Min Yoongi menatap penuh pengasihanan pada wanita didepannya, kendati ada cinta yang tertinggal didalam sorot matanya yang sendu, "lakukan apa yang k...
22.6K 2.1K 31
Min Yoongi dan Park Jiyeon terjebak dalam permainan cinta yang mereka rencanakan sendiri. Berawal dengan bersandiwara menjadi sepasang kekasih untuk...