BUCINABLE [END]

By tamarabiliskii

16.1M 1.6M 588K

Galak, posesif, dominan tapi bucin? SEQUEL MY CHILDISH GIRL (Bisa dibaca terpisah) Urutan baca kisah Gala Ri... More

PROLOG
1. Kolor Spongebob
2. Seragam Lama
3. Hadiah Untuk Gala
4. Lagu Favorit
5. Gara-Gara Kopi
6. Bertemu Bunda
7. Kesayangan Riri
8. Gala VS Dewa
9. Mirip Ilham
10. Pelampiasan
11. Kabar Buruk
12. Kelemahan
13. Panti Asuhan
14. Tawaran Menarik
15. Syarat Dari Riri
16. Tersinggung
17. Foto Keluarga
Daily Chat 1- Kangen
18. Peraturan Baru
19. Tanpa Riri
20. Gagal
21. Amora VS Riri
22. Singa dan Kura-Kura
23. Diculik?
24. Kisah di Masa Lalu
Daily Chat 2 - Ngambek
25. Jalan-Jalan
Daily Chat 3 - Cemburu?
26. Ingkar Janji?
Daily Chat 4 - Kecewa
27. Are You Okay, Gal?
28. Bawa Kabur?
29. Campur Aduk
Daily Chat 5 - Caper?
Daily Chat 6 - Lanjutan Sebelumnya
30. Prom Night
Daily Chat 7 - Drama Instastory
31. Menghilang
32. Yummy
33. Sunmori
Daily Chat 8 - Marah
Daily Chat 9 - Tweet Gala
34. Rencana Amora?
35. Pengorbanan?
Daily Chat 10 - Bayi Gede
36. I Love You!
37. Mama?
38. Permen Kis
39. Mode Bayi!
Daily Chat 11- I Love U
41. Fucking Mine
Daily Chat 12 - Mabuk
42. Bocil Kesayangan
43. Hug Me
Daily Chat 13 - Prank
44. PMS
45. He's Angry
46. Break?
Daily Chat 14 - Break? (Penjelasan Penyakit Gala)
47. Camp
48. Terlalu Toxic
49. Bucin
50. Bukan Tuan Putri
51. Selesai?
52. Ending (Baru)
PO MASSAL BUCINABLE
Special Chapter
BUCINABLE SEASON 2?!
GALA & RIRI [Bucinable Universe]
BUCINABLE 2 UPDATE!!!

40. Fakta-Fakta

177K 18.9K 7.2K
By tamarabiliskii

⚠️Tolong dibaca yang teliti dan jangan diskip karena di chapter ini banyak adegan-adegan penting!⚠️

"Baru pulang?"

Rafa tersenyum sinis. "Kelihatannya?"

Wanita yang duduk di sofa itu lantas berdiri dan berjalan mendekati Rafa. "Rafa Mama mau--"

"Aku capek. Kalo mau ngajak ngobrol, jangan sekarang."

"Gimana gak capek kalau setiap hari kamu selalu buang-buang waktu di panti asuhan itu?"

Rafa yang hendak menaiki anak tangga menghentikan langkahnya. Tanpa menoleh, Rafa berujar sambil tertawa pelan. "Itu lebih baik daripada menghabiskan waktu di tempat haram."

Wanita itu menghela napas pelan. Sudah biasa. Rafa memang selalu bersikap demikian.

"Kemarin Mama ke kampus kamu. Semua tunggakan uang kuliah yang nggak bisa Papa kamu bayar, sudah Mama lunasin."

"Tempat yang barusan kamu sebut tempat haram itu bisa membiayai kuliah kamu dan pengobatan Papa kamu. Sedangkan panti asuhan itu, apa bisa membuat kamu punya uang? Yang ada malah menghabiskan uang. Setiap hari kamu memberi makanan ke mereka secara cuma-cuma."

Tepat di pertengahan anak tangga. Terpaksa Rafa harus berhenti lagi dan menoleh ke arah Mamanya yang masih berada di bawah sana. "I know. Makanya aku langsung pergi dari kampus waktu lihat Mama. Aku gak mau mereka semua tau kalau aku anak Mama."

"Dan untuk uang yang aku pakai buat ngasih makanan ke anak panti, itu uang tabungan aku sendiri waktu masih tinggal sama Papa. Jadi Mama tenang aja, aku gak pakai uang Mama. Karena gak mungkin aku ngasih mereka makanan dari uang haram. Biar aku sama Papa aja yang makan dari uang haram."

Rafa memejamkan matanya sebentar, entah kenapa Mamanya itu selalu bersikap seolah sangat membenci panti asuhan. Padahal Mamanya sendirilah yang waktu itu sengaja membeli rumah di dekat panti asuhan.

"Rafa, Rafa," wanita itu tertawa pelan sambil menggeleng heran. "Sampai kapan kamu bersikap seperti ini? Bersikap seolah gak membutuhkan Mama di hidup kamu?"

Rafa mengepalkan kedua tangannya kuat. Jika bukan demi Papanya, Rafa juga tidak akan sudi tinggal di rumah ini. Tinggal bersama wanita yang ia benci namun sialnya wanita itu adalah ibunya sendiri.

"Sampai Mama mau berhenti dari pekerjaan haram itu," balas Rafa kemudian pergi.

"Maaf Nyonya, ini ada paket atas nama Ibu Merryana."

"Makasih, Mbok," ucapnya lalu tersenyum menatap kotak kecil yang asisten rumah tangganya berikan. "Kamu udah gede, ya, Nak? Pantes akhir-akhir ini Asti semakin gak tenang."

*****

"Ini buat Lili?"

Rafa mengangguk setelah memberikan es krim rasa stroberi ke Riri. "Hm, itu buat kamu. Besok kita gak bakal ketemu lagi dan gak bisa main bareng lagi, karena aku mau pindah."

Gadis kecil di hadapan Rafa itu mengerjapkan matanya beberapa kali. Berusaha mencerna kalimat yang Rafa ucapkan barusan. "Pindah ke planet lain?"

Rafa tertawa. Mungkin ini semua efek karena dirinya sering menceritakan tentang benda-benda langit ke Riri. Alhasil Riri mengira jika dirinya akan pindah ke planet lain.

"Pindah rumah sama pindah sekolah. Bukan pindah ke planet lain."

"Lumahnya Rafa diangkat?"

Rafa menghela napas. "Enggak. Mama aku bakal tetep tinggal di rumah itu. Aku sama Papa yang pindah ke rumah dan ke sekolah yang lain."

"Oh gitu?" angguk Riri paham. "Jadi lumahnya gak diangkat telus dibawa pelgi, ya?"

"Enggak."

"Lili kila kalo pindah lumah, lumahnya ikut diangkat juga." Riri tertawa cekikikan karena ternyata selama ini dugaannya salah. "Telus Lafa kapan balik ke sini lagi?"

"Kata Papa, suatu hari nanti aku pasti bakal balik ke sini lagi buat tinggal sama Mama."

Rafa tersenyum miris mengingat percakapan singkatnya dengan Riri beberapa tahun silam saat mereka masih duduk di bangku TK dan saat kedua orang tuanya belum bercerai.

Dulu, Riri adalah satu-satunya anak yang mau berteman dengan Rafa. Karena waktu itu umur Rafa memang paling kecil di antara teman-teman satu kelasnya, Rafa selalu saja di bully dan tidak pernah diajak main oleh mereka.

Untungnya Rafa mengenal Riri, teman satu kelasnya yang ternyata umurnya juga sepantaran dengannya. Mereka sama-sama masuk sekolah di umur yang memang belum waktunya. Alhasil Rafa dan Riri terlihat paling kecil dan imut di antara anak-anak yang ada di kelas mereka.

Sayangnya, pertemanan mereka tidak bisa bertahan lama karena saat itu Rafa harus ikut Papanya pindah ke kota lain. Lalu di saat semesta kembali mempertemukan mereka berdua setelah kepergian Rafa yang tanpa kabar, Riri sudah menjadi milik orang lain. Rafa yang awalnya mempunyai niat untuk memperbaiki hubungannya dengan Riri agar bisa kembali seperti dulu, harus mengubur semuanya dalam-dalam karena merasa kalah bahkan sebelum berjuang.

Sampai detik ini, kadang Rafa masih merasa menyesal. Harusnya dulu ia tidak pergi atau harusnya ia datang lebih awal. Namun semua menjadi pilihan yang teramat sulit karena di sisi lain Rafa juga tidak mau meninggalkan Papanya lalu tinggal bersama Mamanya.

Meskipun sekarang, ia terpaksa harus tinggal bersama Mamanya karena Papanya sakit dan membutuhkan banyak biaya untuk pengobatan. Kalau bukan Mamanya, Rafa tidak tahu lagi harus meminta tolong pada siapa.

Rafa mengusap wajahnya kasar. "Sebenernya gue juga gak mau ganggu hubungan lo sama Gala, Ri. Gue gak mau rusak kebahagiaan kalian. Tapi berhubung waktu itu lo tiba-tiba nge-chat gue kaya gitu, gue langsung berubah pikiran. Seolah lo ngasih gue harapan. Jadi jangan salahin kalau sekarang gue gak mau nyerah gitu aja."

*****

Gala menatap kolor Spongebob nya prihatin sambil mengingat kejadian kemarin. "Baru juga beli, udah dibuat kain pel sama bocil, ck!"

"Masa beli lagi?" tanyanya pada diri sendiri.

Cowok yang duduk di tepi tempat tidur dengan lilitan handuk putih di pinggangnya itu mengacak-acak rambutnya. "Lama-lama gue beli pabriknya!"

Senyum Gala mengembang lebar kala otaknya berhasil menemukan ide cemerlang. Gala mengambil ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Tangannya dengan lihai mengotak-atik ponsel untuk menghubungi seseorang.

Setelah telfonnya tersambung, senyum Gala terlihat semakin melebar. "Ralat, Bang. Sekarang gue udah tau, saham perusahaan mana yang harus kita beli."

"Apa?" sahut Agam santai di seberang sana.

"PT. Spongebob Shorts Indonesia."

"Lo sehat, kan, Gal?"

"Ck, besok gue bakal presentasiin keuntungan apa aja yang bisa perusahaan kita dapet kalo beli saham itu!"

Tut.

Gala mematikan ponselnya karena kesal mendengar pertanyaan Agam yang seolah meragukan pilihannya. "Yang jelas keuntungan terbesar buat gue sendirilah."

"Apa yang gak bisa seorang Gala Arsenio Abraham dapetin? Dapetin bocil gemesin kaya Riri aja gampang, apalagi dapetin pabrik kolor Spongebob?" ucap Gala bangga lalu membenamkan wajahnya di atas bantal karena salah tingkah.

Bukan, kali ini Gala tidak salah tingkah karena Riri. Melainkan salah tingkah karena sebentar lagi ia akan membeli saham pabrik kolor Spongebob.

*****

"AHAHAHAHAHAHA ANJIR GUE NGAKAK SAMPE CEPIRIT DIKIT!"

Ilham tidak berhenti tertawa setelah tidak sengaja mendengar semua percakapan antara Alan dan Anton--ayah Alan--yang membahas mengenai saham perusahaan.

Di dalam percakapan telfon yang memang sengaja Alan loudspeaker itu, Ilham sempat mendengar ucapan ayah Alan, jika perusahaan keluarga Gala yang kebetulan saat ini menjadi mitra bisnis perusahaan keluarga Alan, akan membeli saham perusahaan dari PT. Spongebob Shorts Indonesia.

Di samping Ilham, Akbar ikut tertawa meski tidak sekencang dan sebrutal Ilham. "Bener-bener si Gala, secinta itu sama kolor Spongebob sampai pabriknya mau dibeli."

"Kalo Gala disuruh milih antara kolor Spongebob sama Riri, kira-kira dia bakal pilih mana, ya? Secara kan dua-dua sangat berharga di hidup dia."

"Riri," jawab Alan yang duduk di hadapan Ilham.

Kali ini mereka bertiga memang sedang berada di sebuah Kafe. Mereka janjian kumpul di Kafe yang letaknya tidak jauh dari area kampus. Sebenarnya Gala juga mereka ajak, sayangnya sejak setengah jam yang lalu cowok itu belum menunjukkan batang hidungnya. Entahlah, mungkin masih ada kelas atau pekerjaan yang harus ia selesaikan.

"Kok lo yakin banget kalo Gala bakal lebih milih Riri, Lan?"

Alan menatap Ilham sambil mengangkat sebelah alisnya. "Jelas Gala pasti bakal lebih milih Riri meskipun hati kecilnya tetep cinta ke kolor Spongebob."

Akbar menambahkan. "Ya karena kolor Spongebob bisa dibeli kapan aja kalo ilang. Nah kalo Riri? Limited edition coy. Mana ada lagi cewek kayak Riri yang imut, polos, gemesin tapi agak bikin darah tinggi gitu? Hahahaha."

"Gak usah ngomongin cewek gue!" Gala tiba-tiba datang lalu memukul punggung Akbar dari belakang. Tidak terima karena sempat mendengar Akbar menyebutkan nama Riri.

"Pawangnya dateng nih," kekeh Ilham. "Duduk, Bos. Tadi udah gue pesenin minuman kesukaan lo."

"Bohong, Gal. Itu Alan yang pesen, pake uang Alan juga."

"Ck, diem napa, Bar. Biar gue kelihatan keren dan berguna dikit di mata Gala."

Gala menepuk-nepuk pundak Ilham beberapa kali seolah bangga dengan cowok ber-hoodie maroon itu. "Lo udah sangat berguna, kok, Ham," pujinya mendudukkan diri di samping Alan.

Senyum Ilham mengembang berkali-kali lipat. Ini adalah pertama kalinya Gala memuji dirinya. "Sangat berguna buat di-ghosting Nenda berkali-kali maksud gue."

Ekspresi Ilham langsung berubah seratus delapan puluh derajat. Sia-sia memang berharap dengan seorang Gala. Cowok bermulut pedas yang hobi me-roasting orang lain. Terutama me-roasting Ilham.

"Waktunya move on kali, Ham. Di kampus juga banyak cewek cakep. Lebih cakep dari Nenda," celetuk Akbar sambil menyantap mie goreng dan nasi, makanan favoritnya.

"Orang lain mah enak tinggal bilang move on, move on. Coba lo ngalamin sendiri, pasti gak mudah." Ilham melirik Alan yang tetap diam. "Iye, kan, Lan? Lo pernah putus dari Meisya, kenapa balikan lagi? Pasti karena gak bisa move on, ya gak?"

"Ya elah diem mulu lo, Lan," dengus Ilham merasa terabaikan. "Kalo lagi sama kita aja diem doang, irit ngomong. Coba kalo lagi berdua sama Meisya."

"Ngapain tuh?" kekeh Akbar memancing.

"Nge-reog," sahut Gala sambil menyalakan satu batang rokoknya.

Hanya di saat-saat seperti ini Gala bisa merokok. Gala memang bukan perokok berat, namun di waktu-waktu tertentu, apalagi saat kumpul bersama teman-temannya, Gala pasti akan merokok. Kecuali jika ada Riri. Meskipun pernah beberapa kali Gala merokok di depan Riri, namun sebisa mungkin Gala mencegah hal itu karena tidak mau Riri terkena dampak buruk dari asap rokoknya.

Ilham berdecak mendengar jawaban Gala yang tidak tahu diri. Padahal dirinya sendiri juga seperti itu. Bahkan lebih parah. "Itu mah lo, Gal. Kalo lagi sama kita diajak ngomong responnya cuma melotot-melotot doang kaya burung hantu. Beda lagi kalo lagi berdua sama Riri, udah pasti banyak tingkah kaya reog, hahaha!" Ilham tertawa puas melihat Gala tampak pasrah.

Tidak jauh berbeda dengan Ilham, Akbar juga ikut tertawa kencang. Karena memang apa yang Ilham ucapkan barusan adalah sebuah fakta yang tidak dapat dipungkiri. Sudah menjadi rahasia umum bagaimana kelakuan Gala saat sedang berduaan dengan Riri. Sikapnya pasti akan berbeda 180° dari yang sekarang.

Sementara Gala, beberapa detik kemudian ia hanya menatap Ilham tanpa ekspresi dengan kepulan asap rokok di depan wajahnya yang ia mainkan dengan cara meniupnya berkali-kali. Cowok itu terlihat sedang malas meladeni candaan Ilham. Tidak akan ada habisnya jika ia terus meladeni manusia titisan jenglot seperti Ilham. Begitu pikir Gala.

"Sebelas dua belas lah kebucinan kalian bertiga," ucap Akbar menatap ketiga sahabatnya bergantian dan terakhir berhenti di Ilham. "Lo juga bakal kaya mereka kalo Nenda mau sama lo, Ham."

"Sayangnya Nenda gak mau," tambah Gala membuat Ilham menampakkan wajah sedih yang dibuat-buat.

Mata Ilham bergerak melirik Gala sejenak lalu kembali menatap Akbar seolah memberi kode pada cowok di sampingnya itu. "Gak papa deh Nenda gak mau, yang penting gak ngerengek, AAAA GAK GITU SAYANG! POKONYA GAK GITU! HIKS!"

Akbar menahan tawanya yang akan kembali meledak. "Kaya siapa tuh, Ham?"

"Kaya--EHEHEHEHE santai, Gal! Bukan lo kok hehehehe." Ilham cengengesan tidak jelas setelah Gala melayangkan tatapan membunuh ke arahnya.

"Udah, Ham. Kita di sini mau ngomongin soal Drax ke depannya, gak usah ngelantur pembahasannya," sela Alan. "Ntar gak jadi lagi."

"Sama-sama bucin makanya Gala dibelain," bisik Ilham ke Akbar yang langsung diangguki oleh cowok itu.

Setelah Alan kembali memberi peringatan pada Ilham dan Akbar, akhirnya mereka bisa memulai obrolan serius. Membahas mengenai Drax generasi selanjutnya.

"Gimana?"

"Gue sih yakin-yakin aja."

"Gue juga," ujar Ilham manggut-manggut setuju setelah Gala menanyakan pendapat mereka mengenai kandidat leader Drax yang baru.

"Lo, Lan?" Kali ini tatapan Gala mengarah ke Alan.

Alan menghela napas lalu mengangguk sekilas. Sebenarnya Alan merasa sedikit ragu dengan keputusan Gala yang akan menjadikan Erlang--adik Alan--sebagai kandidat leader Drax yang baru untuk generasi selanjutnya. Namun karena melihat banyak potensi yang ada di dalam diri Erlang yang membuat cowok itu terlihat mampu menjadi leader Drax, mau tidak mau, selagi Erlang setuju, Alan juga tidak bisa melarang dan akan setuju-setuju saja.

"Bebas asal Erlang emang mau dan gak terpaksa."

"Bagus."

"Kenapa, Gal?" Akbar menatap Gala bingung melihat cowok itu seperti sedang memfokuskan tatapan mata elangnya ke arah meja paling pojok.

"Gal?" Alan menepuk pundak Gala beberapa kali karena Gala terlihat sangat fokus. "Lo kenapa?"

"Hah? Enggak," geleng Gala sedikit terkejut. "Dua perempuan yang duduk di meja paling pojok, kayanya gue kenal."

"Ye elah, Gal. Selera lo sekarang ibu-ibu?" gurau Ilham. Pasalnya dua perempuan yang Gala maksud barusan memang terlihat seperti ibu-ibu. "Jauh banget, dari yang seleranya kaya Riri, bocil gemesin, eh sekarang seleranya malah jadi ibu-ibu rempong."

"Bocal-bocil! Diem lo!" semprot Gala. "Bocil gue! Bukan bocil lo!"

"Iye-iye."

"Itu bukannya bunda panti?" tanya Alan setelah ikut mengamati.

"Iya njir, itu bunda pantinya Dio," ucap Akbar setuju dengan dugaan Alan.

"Ck, ya udah lah, gak penting," decak Gala tidak mau membicarakan hal itu lagi. Lagipula tadi ia hanya penasaran saja.

"Gal," Alan menatap Gala serius. "Nomor yang waktu itu ngirim foto lo sama Amora ke Dewa, ternyata sama kaya nomor yang ngirimin lo fotonya Riri sama Rafa di kantin kampus kemarin."

"Uhuk..." Gala sedikit tersedak minumannya lalu menatap Alan tidak percaya. "Serius, Lan?"

"Hm," angguk Alan. "Setelah lo ngirim nomor asing itu ke gue, gue langsung cocokin sama nomor asing yang dulu ngirim foto lo sama Amora ke Dewa. Kebetulan masih ada di gue nomornya dan dua nomor itu sama."

"Eh, bukannya kata Gala dulu nomor yang ngirimin Dewa fotonya Gala sama Amora udah kehapus sama Dewa, ya?" bingung Akbar.

Gala menangguk membenarkan. "Iya. Tapi ternyata udah masuk ke back up-an hapenya Dewa. Jadi bisa Dewa temuin lagi nomornya dan langsung dia kirim ke gue. Terus di gue, gue kasih ke Alan buat dilacak."

"Berarti udah kelacak siapa pelakunya dong?"

Alan menatap Akbar sambil menggeleng pelan. "Gak bisa. Orangnya sengaja pake nomor dan identitas khusus. Biar susah dilacak."

"Fix, ini mah orang terdekat lo sama Riri, Gal," tebak Ilham yakin.

Beberapa detik setelah Ilham melontarkan kalimat tebakannya, tatapan ketiga orang di hadapannya itu langsung menghunus ke arahnya. Tentu saja membuat Ilham panik karena merasa tertuduh.

"Anjing bukan gue, ya!" Ilham mengangkat kedua tangannya waspada.

"Hahaha gitu doang ketakutan anjir!" Akbar menyemburkan tawanya melihat Ilham yang panik karena merasa dihakimi oleh semua orang.

Alan menambahkan. "Tapi bener kata Ilham. Pasti orang terdekat lo sendiri pelakunya, Gal. Kayanya orang itu emang sengaja mau ngadu domba lo sama Riri."

Mata Gala terpejam sejenak. Kepalanya terasa pusing. Masalah satu belum selesai, masalah lain muncul.

"Sekarang jam berapa, Bar? Hape gue mati."

"Jam lima, Gal."

"Anjing!"

"Kenapa?" tanya semuanya panik.

"Gue lupa jemput bocil!"

Setelah itu, Gala langsung pamit pada teman-temannya untuk pergi duluan karena harus menjemput Riri di kampus. Dalam perjalanan Gala tidak berhenti mengumpati dirinya sendiri yang ceroboh dan lalai. Ia tidak tega membayangkan Riri yang sedang menunggu dirinya di kampus sendirian.

*****

"Tempat tinggal kamu dekat dengan panti asuhan, kenapa kita harus ketemu di sini?"

Merryana hanya menanggapinya dengan senyuman tipis. Hal itu membuat Asti kembali menebak-nebak apa yang sebenarnya kakaknya pikirkan.

"Kamu sekedar takut Rafa akan tau kalau sebenarnya kita ini adik kakak? Atau kamu takut Rafa akan tau semua rahasia kamu dari aku?" tanya Asti penasaran.

Asti menghela napas dan kembali berujar saat tak mendapat jawaban apapun dari Merryana. "Kalau aku berniat memberitahu Rafa semuanya, itu sudah terjadi dari dulu. Bahkan hampir setiap hari aku ketemu Rafa."

"Aku kesini bukan untuk ngomongin soal itu."

Menoleh, Asti menatap Merryana lekat-lekat. "Terus?"

"Berhenti buat ngirim paket-paket ke rumah yang isinya cuma semua tentang dia. Apapun itu, mau foto atau yang lainnya."

Asti menggeleng tidak habis pikir. "Itu anakmu. Anak kandungmu. Aku gak habis pikir, ternyata kamu lebih memilih menelantarkan anak kandungmu dan merawat mantan suamimu yang sakit-sakitan itu."

"Hidup itu pilihan. Semua pilihan ada di tanganku. Jadi, orang lain gak berhak ikut campur atas hidupku. Sekalipun itu saudara kandungku sendiri."

Asti tertawa remeh. "Tapi menelantarkan anak demi orang lain, apakah itu sebuah pilihan yang tepat?"

"Anakku gak terlantar. Bahkan hidupnya lebih baik jika tanpa aku. Cukup Rafa yang merasa malu punya ibu seperti aku."

Asti mengangguk-anggukan kepala sambil menghela napas lelah. Asti tidak mau memperpanjang perdebatan mereka. Karena dari dulu, Merryana memang keras kepala. Semua nasihat-nasihat yang Asti berikan pasti akan berakhir seperti ini. Berakhir seperti kalimat yang tidak berguna dan tidak layak untuk didengarkan.

Sebelum pergi meninggalkan Kafe, Asti menatap Merryana dalam-dalam sambil mengucapkan sesuatu. "Kamu juga selalu menyempatkan diri buat pergi ke rumah sakit untuk menjenguk mantan suami kamu yang sekarat itu. Kamu pikir aku gak tau semuanya? Kamu masih mencintai laki-laki tidak berguna itu."

Asti tertawa remeh. "Aku rasa pilihanmu itu terlalu bodoh Merryana. Semoga kamu tidak akan menyesal di kemudian hari."

*****

"Liat cewek gue, gak?" cowok di hadapan Gala itu tampak kebingungan dengan pertanyaan yang Gala berikan. "Maksud gue, liat cewek yang badannya kecil, pendek, lucu, imu--em tingginya segini." Gala meralat pernyataannya sambil menunjukkan seberapa tinggi Riri.

"Sorry, gue dari tadi di sini tapi gak lihat cewek yang lo maksud," jawabnya jujur. Sejak tadi cowok itu memang berdiri di depan fakultas bahasa dan seni, dan dirinya tidak melihat gadis yang Gala sebutkan ciri-cirinya.

Gala mengacak rambutnya frustasi. Sialnya ponselnya juga mati karena kehabisan baterai. Jadi dirinya tidak bisa menghubungi Riri dan tidak bisa menunjukkan foto Riri pada orang-orang yang sejak tadi ia tanyai.

Gala juga sudah mencari Riri ke ruangan-ruangan yang biasa di tempati oleh mahasiswa mahasiswi jurusan sastra indonesia, sayangnya di semua ruangan Gala tidak menemukan keberadaan Riri.

"Masa dia udah pulang sih?" Mata Gala bergerak ke sana ke mari takut dirinya kurang jeli.

Sampai akhirnya Gala memilih untuk pergi ke rumah Riri. Memastikan apakah gadis itu sudah pulang atau belum.

Sesampainya di rumah Riri, bukannya keberadaan Riri, justru omelan Dewa lah yang Gala dapat.

"Lo gimana sih?! Riri kan sama lo!" marah Dewa tidak habis pikir. "Awas aja ya kalo sampai adek gue kenapa-kenapa! Habis lo sama gue!" ancam Dewa.

"Ck, bacot!"

Pergi dari rumah Riri, Gala memutuskan kembali mencari Riri di area kampus. Namun sebelum itu, Gala menyempatkan diri untuk membeli ponsel baru terlebih dahulu.

Sebenarnya bisa saja Gala mengisi baterai ponselnya di mobil, karena ia juga membawa charger. Tapi karena menurut Gala hal itu membutuhkan waktu yang lama, Gala lebih memilih untuk membeli ponsel baru saja. Lebih simpel.

Meskipun nanti Agam pasti akan mengomel karena keputusan Gala ini sama saja dengan membuang-buang uang, Gala tidak peduli. Bagi Gala, mencari keberadaan Riri lebih penting dari segalanya.

"Aaarggh! Anjing!" Gala melempar ponsel barunya ke dashboard setelah berusaha menghubungi Riri namun tidak bisa. Ternyata nomor gadis itu juga tidak aktif.

"Nenda." Gala kembali mengambil ponselnya lalu menghubungi Nenda.

"Halo."

"Halo, kenapa, Gal?"

"Lo tau cewek gue gak, Nen?"

"Loh? Emang gimana ceritanya sampai lo gak tau Riri ada di mana? Bukannya tadi dia ada kelas, ya? Soalnya gue gak masuk kuliah."

"Nah itu, gue lupa jemput dia, terus dia ngilang gitu aja. Jadi tadi lo gak kuliah?"

"Enggak. Gue nungguin nyokap gue yang lagi sakit. Coba lo tanya ke Raf--em sorry, Gal. Gue gak--"

"Rafa? Oke, ntar gue coba nanya ke dia. Makasih, ya."

Tut.

Menghela napas, Gala mencoba meyakinkan dirinya untuk menghubungi Rafa. Mau tidak mau Gala harus melakukannya karena ini semua demi Riri.

"Sial!" umpat Gala karena panggilannya justru ditolak oleh Rafa. "Sok seleb anjing!"

Alhasil Gala harus mengirim pesan pada Rafa untuk menanyakan keberadaan Riri pada cowok itu. Gala kembali mengemudikan mobilnya ke kampus dan ke tempat sekitar kampus untuk mencari Riri.

"AAAARGGGHHH!" teriak Gala frustasi. "LO DI MANA SIH SAYANG?!"

Mata Gala sampai berkaca-kaca saking khawatirnya. Ia juga sudah berusaha melihat posisi Riri menggunakan GPS, namun tidak bisa karena ponsel Riri mungkin dalam keadaan mati.

"Gue gak bisa maafin diri gue sendiri kalo sampe lo kenapa-kenapa."

*****

⚠️TOLONG DIBACA KALAU MASIH MAU BUCINABLE LANJUT⚠️

1. Kalau kalian lupa, aku coba jelasin dikit, Rafa itu udah muncul dari dulu, waktu Gala Riri masih SMA. Rafa muncul sebagai murid baru di kelas Riri sekaligus sebagai teman TK Riri dulu. Jadi, kemunculan Rafa gak tiba-tiba pas mereka udah kuliah aja, ya. Coba baca ulang biar paham dan inget. (Awal kemunculan Rafa ada di chapter 4. Lagu Favorit)

2. Terus kenapa Rafa bisa kenal sama Amora? Kalian inget waktu anak Drax ngadain acara di panti asuhan? Nah itu kan ada sedikit adegan Rafa lagi ngobrol sama Amora. Karena rumah Rafa deket sama panti asuhan dan Rafa sering main sama anak panti, makanya Rafa dan Amora juga saling kenal.

3. Terus selama ini Amora sekolah di mana? Amora sekolah di SMA lain, kelas 2 SMA, intinya Amora enggak sekolah di SMA Cakrawala (Sekolah Gala Riri).

4. Rafa sama Riri kan udah kenal dari TK. Nah kalo Gala Riri kenal dari kapan? Kenal dari mereka SD (ini udah aku jelasin di cerita MY Childish Girl chapter 60. Flashback) Baca aja kalau mau.

5. Terus kalian inget Merry? Merry itu yang sempet nolongin Riri waktu Riri habis diculik Virgo dkk, terus kabur dan kesasar di gang haram. Nah waktu itu Riri ditolongin Merry buat telfon Gala.

6. Inget yaa, nama ibu kandung Gala itu Namira Anzani (Udah aku jelasin di chapter 24. Kisa Di Masa Lalu). Jadi kalian tebak aja sendiri apakah Merry, Merryana, Namira Anzani itu adalah orang yang sama? Wkwkwkwk.

7. Kok bisa Asti (Bunda panti) sama Merryana adik kakak? Ya bisalah, serah aku🙏🏻 Coba baca chapter 31. Menghilang, di situ ada adegan Gala lihat foto Bunda Asti sama kakaknya, tapi di foto itu wajah kakaknya Bunda Asti burem, nah itu foto Merryana sama Asti.

8. Intinya kalau baca ceritaku itu harus jeli dan ingetannya tajam, karena aku sering nyelipin adegan yang keliatannya gak guna, padahal itu pentunjuk wkwkwk.

9. Hubungan RIRI DAN DANIS DEWA itu gimana? Okei, jadi Riri dan Danis Dewa itu saudara satu ayah, beda ibu. Ayah mereka sama (Eza), ibu mereka beda. Ibu Riri (Desi), kalau ibu Danis Dewa (Vina). (Ini detailnya udah ada di chapter 24. Kisah Di Masa Lalu) Baca aja biar inget lagi dan paham.

10. Terus Desi, bunda kandungnya Riri kemana? Meninggal. Ini udah aku jelasin berkali-kali di chapter sebelum-sebelumnya, bahkan udah ada chapter khusus waktu Gala Riri berziarah ke makam bunda kandung Riri, ini di chapter 6. Bertemu Bunda. (Lebih lengkapnya tentang bunda kandung Riri ini ada di cerita My Childish Girl)

11. Abraham dan Anita yang meninggal karena kecelakaan itu siapanya Gala? Woi udah jelas kalo Abraham itu papa kandungnya Gala. Nah kalau Anita itu ibu tirinya Gala. Ibu kandungnya Gala masih belum jelas ada di mana. Gala cuma tau foto masa mudanya dan namanya dari buku pernikahan. Ini juga udah aku jelasin berkali-kali tapi masih aja ada yg bingung. Sebel.

12. Gala Riri dkk udah lulus SMA?! Gue tonjok ya lu🙏🏻 Mereka udah ujian nasional di chapter 19. Tanpa Riri dan udah perpisahan di chapter 30. Prom Night.

13. Alan, Ilham, Akbar itu siapa? Satpam sekolah. Maaf-maaf🙏🏻 mereka sahabat Gala woi.

14. Nenda dan Choline itu siapa? Ibu kantin🙏🏻 Bercandaaa, mereka sahabat Riri. Choline sekarang kuliah di luar negeri (Swiss). Kalau Nenda satu kampus, satu jurusan, bahkan satu kelas sama Riri dan Rafa.

15. Gala Riri kuliah jurusan apa? Ini udah ada di chapter 35. Pengorbanan dan di chapter sebelumnya. Jadi Gala itu jurusan: Manajemen Bisnis (Fakultas ekonomi dan bisnis) . Kalau Riri, Nenda dan Rafa jurusan : Sastra Indonesia (Fakultas bahasa dan seni). Yang lain emang sengaja belum aku jelasin, nanti aku aku jelasin. Intinya mereka beda dari jurusan yang aku sebutin itu.

16. Agam siapanya Gala? Agam sepupunya Gala dari pihak ayah Gala. Ayah Gala dan ibunya Agam, adik kakak. Ini penjelasannya ada di chapter 27. Are You Okay, Gal?

17. Gala udah jadi mantan leader Drax?! Makanya baca yang bener elah, udah dijelasin di chapter 33. Sunmori kalo Gala pensiun karena mau fokus kerja dan kuliah. Jadi sekarang Drax gada leadernya, Gala dkk masih nyari pengganti yang pas dan di chapter ini dijelasin juga.

MAKANYA KALO BACA JGN DISKIP SKIP BIAR GAK BINGUNG WOI😭

18. Umur Gala, Alan, Ilham, Nenda, Choline : 19th

Umur Danis & Dewa : 20th (Danis udah kuliah semester 3, kalau Dewa belum mau kuliah)

Umur Agam : 25th

Umur Riri & Rafa : 18th

Umur Amora : 16-17th

Intinya Gala sama Riri beda satu tahun, Kalau Gala sama Amora beda dua tahun.

19. Kok cerita My Childish Girl sama kaya Bucinable? YAKAN INI SEKUELNYA (LANJUTANNYA) SAYANG, jadi tokoh-tokoh inti jelas masih sama, tapi isi cerita dan konfliknya berbeda jauh.

20. MY CHILDISH GIRL : Menceritakan Gala Riri dari awal jadian sampai mereka tunangan. (Di Wattpad gantung tapi di novel lengkap)

BUCINABLE : Menceritakan Gala Riri setelah tunangan sampai....gatau nanti.

21. Jadi buat yang nanya apa isi cerita My Childish Girl dan Bucinable itu sama? JELAS BEDA. Yang sama itu cuma TOKOH UTAMA dan INTI.

22. Singkatnya, My Childish Girl itu Gala Riri season 1, nah Bucinable itu Gala Riri season 2, intinya Bucinable ini lanjutan dari My Childish Girl.

Kebangetan sih kalau gak paham, pgn aku gorok😭🙏🏻

*****

Riri kemana yaa?! Keknya dia lagi jajan es krim wkwkwk

Pesan buat Gala?

Pesan buat Riri? 

Pesan buat author :

Pesan buat siapa aja :

Spam disini!!! Semakin banyak yg komen dan vote semakin cpt juga up nya.

Spam komen pake emoji ❤ :

See yoouu 🤎🤎

Continue Reading

You'll Also Like

6.6K 592 8
Arkana Dananvir Atmagra, laki-laki yang berusia 20 tahun. Kesibukannya kini kuliah serta bekerja di perusahaan orangtuanya. Suatu hari dia tidak seng...
5.9M 309K 58
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
2.7M 290K 49
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
723K 2.5K 13
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. πŸ”žπŸ”ž Alden Maheswara. Seorang siswa...