Meaning Of Love

By elysianauthor_

45.6K 6.6K 1.9K

Sooji Melihat orang yang kucintai tersenyum, walau hatiku hancur. Itulah arti cinta bagiku.. Myungsoo Melaku... More

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
M.E.E.T.U.P.W.I.T.H.C.A.S.T
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38
Part 39
Part 40
Part 41
Part 42
Part 43
Part 44
Part 45
Part 46
Part 48
Part 49
Part 50
Part 51
Part 52

Part 47

348 76 40
By elysianauthor_

Jadi aku mau meluruskan sesuatu ya🤧
Cerita si kembar ini adalah cerita dewasa. Dalam artian segala konfliknya memang dunia orang dewasa. Backgroundnya aja udah dunia kerja. Bukan lagi dunia sekolah. Aku sama sekali enggak berniat menjadikan cerita ini sebagai tempat mesum yak 🤧✌️😂
Aku cuma mau membuat cerita ini terlihat hidup dan serealistis mungkin. Kalo misal terjadi di dunia nyata, apa sih yang bakal terjadi sama si A B C D E?
So, momen 🔞 nya memang kuhadirkan sebagai bagian dari pengembangan karakter dan cerita ya..
Yang enggak nyaman boleh monggo di skip aja hehehe
Thankyou lho tapi buat antusiasnya, lumayanlah ya kita jadi ikut mantai malem-malem 🤧✌️😆

Happy Reading .. 🌻🌻🌻

"Sooji, kita harus segera membagi team. Banyak yang harus dilakukan. Dan waktunya tidak banyak lagi."

Sooji mengangguk setuju. "Kumpulkan Nancy, Jinyoung dan yang lain. Kita akan meeting setelah makan siang."

Junho mengiyakan dan segera keluar ruangan. Sementara Sooji kembali tenggelam di depan laptopnya. Sejak pesta megah ulang tahun Ganghan Company tiga minggu lalu yang membuat gempar banyak pihak, Fior Organizer seolah tak punya waktu untuk bernafas. Banyak permintaan yang masuk untuk mengurus berbagai acara. Mulai dari pesta ulang tahun anak pejabat, pesta peresmian kantor baru, hingga pesta pernikahan selebriti. Dan yang membuat mereka pusing adalah semua klien ingin acara mereka langsung ditangani oleh Sooji. Mereka berharap acara mereka akan seistimewa acara pesta ulang tahun Ganghan.

Tokk .. tokk..

"Kau sibuk?"

"Eonni!" Sooji menghambur ke pelukan Soomi yang baru saja tiba. "Kapan pulang?"

"Kemarin." Soomi meletakkan barang bawannya di atas meja panjang di tengah ruangan Sooji. "Dimana Junho oppa?"

"Sedang mengerjakan sesuatu." Sooji membuka rantang yang dibawa Soomi. "Kau bawa makanan?"

Soomi tersenyum. Dia membantu Sooji membuka semua rantang yang dia bawa. Satu set makan siang lengkap yang masih hangat langsung membuat Sooji menelan liurnya. Tak lupa juga coklat dingin kesukaannya.

"Ibu bilang kau tidak pulang beberapa hari ini." Soomi mengambil nasi dan beberapa lauk di piring lalu menyerahkannya pada adiknya yang tampak kelaparan.

"Kami sibuk sekali. Woahh ini enak. Kau yang masak?"

Soomi tidak menjawabnya dan hanya tersenyum. Dia baru saja kembali dari luar kota untuk mengantarkan muridnya mengikuti kompetisi piano. Total dia meninggalkan rumah selama 20hari. Waktu terlama yang pernah dia jalani jauh dari rumah. Biasanya ibunya tidak akan mengijinkannya pergi selama itu.

Tidak banyak hal yang berubah sejak pembicaraan terakhir antara Myungsoo dan Ny. Bae. Beberapa hal mungkin bisa dibilang membaik, tapi beberapa hal lainnya tak ada perubahan dan justru memburuk.

"Tapi ini banyak sekali. Ayo makan bersamaku juga."

"Aku membawa untuk yang lain juga." Soomi menggeleng. "Aku sudah kenyang."

Sooji memencet intercom yang menyambungkannya ke front office. "Nara kemari sebentar."

Tak lama kemudian Nara masuk dan memberi salam pada Soomi. "Bos memanggilku?"

Belum sempat Sooji menjawabnya, pintu kantornya kembali terbuka. Kali ini Myungsoo berjalan masuk tanpa pemberitahuan apapun bahwa dia akan datang.

"Kau! Apa yang kau lakukan disini?"

"Sepertinya aku datang di waktu yang tidak tepat." Myungsoo tampak salah tingkah. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Tadi di depan tidak ada orang, tapi mobilmu ada di depan jadi kupikir aku langsung masuk saja."

Sooji tertawa. "Kemarilah. Tidak ada yang penting." Sooji menarik tangan Myungsoo dan menyuruhnya duduk di kursi yang tadi dia tempati.

"Eonni membawa banyak makanan. Kau harus mencobanya." Sooji mengambil sepotong gyeran mari dan menyuapkannya pada Myungsoo. "Eonni tolong ambilkan makan untuk Myungsoo."

Sementara Sooji menata beberapa makanan masuk ke dalam rantang lagi. "Nara, ini.. bawa semuanya keluar. Ajak yang lain makan siang bersama. Dan pesanlah kopi untuk semua. Aku yang bayar."

Nara pun segera keluar dari ruangan setelah mengucapkan terima kasih.

"Ini.." Soomi menyodorkan sepiring nasi lengkap beserta lauknya sama seperti yang dia siapkan untuk Sooji.

Myungsoo menerimanya dengan senang hati. "Terima kasih. Benar kau yang memasaknya?"

Sooji menyela jawaban yang akan dilontarkan Soomi. "Tentu saja. Asal kau tahu saja. Eonni sangat pandai memasak. Apapun yang ingin kau makan katakan saja. Eonni bisa membuatnya, apapun itu. Dia benar-benar wanita idaman sekali kan?"

Myungsoo tertawa. "Sooji benar. Ini enak sekali."

"Terima kasih." Soomi tersipu mendengar pujian Myungsoo akan masakan buatannya.

"Tadinya aku kesini ingin mengajakmu makan siang. Tapi lihatlah aku malah mendapatkan makan siang yang enak disini."

"Aku tidak tahu jika eonni akan datang. Ini hari keberuntunganmu. Kau bisa merasakan masakan eonni."

Uhukk!

"Sooji kau baik-baik saja?" Soomi menepuk pelan punggung adiknya.

Entah kapan Myungsoo mengambilnya tapi kini segelas air putih terulur dari tangannya. Dengan cekatan dia membantu Sooji minum dan mengelap mulutnya yang belepotan terkena saus bulgogi.

"Lihatlah.. bahkan Sarang tidak pernah makan seberantakan ini."

"Ish!" Sooji memukul pelan tangan Myungsoo. "Aku hanya tersedak."

"Hati-hati. Kunyah makananmu dengan benar."

Soomi terdiam melihat pemandangan di hadapannya. Bagaimana Myungsoo begitu perhatian pada Sooji. Refleksnya mengambilkan air minum tanpa bertanya dimana letaknya mengindikasikan bahwa pria itu sudah sering datang kemari. Usapan jari Myungsoo di bibir Sooji yang sama sekali tak canggung memperlihatkan sudah sedekat apa mereka selama ini. Bahkan mereka tidak ragu untuk melakukan skinship. Sorot mata Myungsoo dan senyuman Sooji juga tak terlewatkan begitu saja oleh Soomi.

Sebenarnya sudah sedekat apa mereka?

"Eonni.. terima kasih sudah menyelamatkan makan siang ku. Kau yang terbaikkk..!" seru Sooji sambil mengacungkan dua jempolnya.

Soomi tersadar dari lamunannya dan senyum tulus. Bagaimanapun situasi di keluarga mereka, Sooji tetaplah adik kesayangan Soomi. Dan sebaliknya, Soomi masih kakak terbaik yang Sooji miliki.

"Kau tidak akan pulang lagi malam ini?" Soomi bertanya sambil meraih tasnya.

"Entahlah. Masih banyak hal yang harus dilakukan disini."

"Pulanglah. Makan dengan ayah dan ibu meski hanya sebentar."

Sooji mengangguk. "Oh eonni, Myungsoo bisa mengantarmu pulang."

Si empunya nama terkejut mendengar perkataan Sooji. Dia sama sekali tak ada niatan untuk mengantar siapapun pulang. Tapi Myungsoo memilih untuk tetap diam saja.

"Ah tidak perlu.. aku bisa naik taksi saja."

"Dan membuatku merasa bersalah? Karena membiarkan eonni pulang sendiri?"

"Sooji, dia pasti sangat sibuk." bisik Soomi. Dia berharap Myungsoo tidak mendengar bisikannya.

"Myungsoo.." Sooji menoleh pada Myungsoo yang sedang membungkuk di depan kulkas. "Ada meeting siang ini?"

Myungsoo menegakkan badannya dan berusaha mengingat. Lalu dia menggeleng.

"Tolong antar eonni pulang yaa?"

Myungsoo diam sesaat, sebelum akhirnya mengangguk. "Tidak masalah."

"Oh tidak.. tidak. Jangan dengarkan Sooji." sergah Soomi. "Sooji! Jangan merepotkan orang lain."

Sooji tertawa pelan. "Eonni, jangan khawatirkan apapun. Myungsoo tidak keberatan." Dia melihat Myungsoo yang masih meneguk air putih. "Benarkan?"

Apalah daya Myungsoo. Dia tak bisa membantah perkataan Sooji. Akhirnya dia hanya mengangguk. Walau di dalam hati dia menggerutu karena ulah kekasihnya itu.

Soomi menimbang-nimbang sebelum akhirnya menyetujui ide diantar pulang. "Aku akan ke toilet dulu sebentar."

Soomi segera berlalu keluar dan meninggalkan sepasang kekasih itu berdua saja. Sooji sedang sibuk merapikan peralatan makan dan meletakkannya di ujung meja. Agar nanti staf kebersihan lebih mudah membawanya.

"Kata siapa aku tidak keberatan hmm?"

Sooji sedikit terlonjak saat mendengar bisikan Myungsoo di telinganya. Lebih dari itu tangan Myungsoo kini melingkar erat di pinggangnya.

"Myungsoo lepaskan. Bagaimana jika ada yang melihat?"

"Memang kenapa?"

"Ish!" Sooji memukul tangan Myungsoo yang memeluk semakin erat.

Myungsoo menumpukan dagunya ke bahu Sooji. "Mereka sudah tahu kita berkencan. Buktinya mereka tidak kaget lagi setiap aku datang kemari."

"Tentu saja mereka tidak kaget. Kau membuat mereka terbiasa melihatmu dengan datang setiap hari kesini."

"Lalu apa yang bisa kulakukan? Kekasihku ini sangat sibuk. Bahkan kesibukanmu melebihi aku, CEO Ganghan!"

Sooji tertawa. Dia sedikit melunak. Menyandarkan diri pada pelukan Myungsoo. Bahkan Sooji juga mengulurkan tangannya ke belakang. Mengelus kepala Myungsoo dengan penuh kasih sayang.

"Sekarang saat aku baru saja bisa menemuimu sebentar, kau malah mengusirku."

"Bukan begitu." Sooji mengusap tangan yang -masih- memeluknya. "Sekali ini saja. Tolong aku ya.. eonni baru kembali dari luar kota. Dia pasti sangat lelah. Jika dia naik bus atau taksi akan sangat tidak nyaman."

Myungsoo hanya menghela nafas. Dia terdiam cukup lama. Hanya memeluk Sooji semakin erat. Dia menyadari sekeras apapun dia mengalihkan pikiran Sooji, kekasihnya itu akan selalu memikirkan kakaknya. Sudah terpatri di bawah alam sadarnya bahwa dia harus selalu mendahulukan kepentingan Soomi.

"Myungsoo.."

Sebenarnya Sooji merasa bersalah karena menyuruh Myungsoo yang baru saja datang untuk mengantar Soomi pulang. Dia tahu kekasihnya itu merelakan waktu makan siang nya hanya untuk jauh-jauh mengunjunginya. Beberapa waktu belakangan Sooji memang sangat sibuk. Dia jarang bisa bertemu Myungsoo bahkan di akhir pekan. Untuk itulah Myungsoo yang mengalah, dia datang setiap hari di jam makan siang hanya agar bisa bertemu dengan Sooji. Meski Myungsoo harus menempuh waktu satu jam untuk pergi ke kantor Fior Organizer.

Terkadang jika Myungsoo tidak lembur dia akan menemani Sooji bekerja, mengantar kemana pun kekasihnya pergi. Entah bertemu klien, mengecek venue acara, atau meeting dengan vendor. Bahkan tak jarang Myungsoo ikut menginap di kantor Sooji jika gadis itu terpaksa tinggal di kantor untuk menyelesaikan pekerjaan. Ada alasan kenapa Myungsoo selalu datang di saat makan siang dan menemani Sooji di malam hari. Lebih dari sekedar ingin bertemu, Myungsoo harus memastikan gadisnya makan dengan baik dan meminum vitaminnya dengan rutin. Myungsoo tahu Sooji seringkali lupa memerhatikan dirinya sendiri jika sedang bekerja.

Myungsoo melepaskan pelukannya dan berjalan ke arah meja kerja Sooji. Membuka salah satu laci yang paling sering dia buka ketika dia ada disana. Laci pertama di sebelah kanan. Beberapa botol obat tertata rapi di dalamnya. Myungsoo mengambil dua botol diantaranya dan kembali berdiri di hadapan Sooji.

"Minumlah. Setelah itu baru aku akan pergi."

Sooji tersentuh. Dia tahu Myungsoo sangat mencintainya. Lelaki itu bahkan ingat pada setiap hal detil tentang dirinya yang mungkin dia sendiri akan melupakannya. Seperti saat ini. Sejujurnya, Sooji jelas tak akan menyentuh vitamin-vitaminnya jika Myungsoo tidak menyodorkannya setiap hari.

"Terima kasih." ucap Sooji setelah meminum vitaminnya.

Myungsoo memandang kekasihnya dalam. Ada pancaran kesedihan disana. Jelas saja kekasihnya sedang merasa bersalah. Tapi Myungsoo tak ingin membuatnya berpikir terlalu banyak.

"Kau berhutang padaku untuk siang ini." rajuk Myungsoo.

"Bagaimana aku harus membayarmu agar mau mengantar kakakku pulang hmm?"

"Entahlah. Akan kupikirkan."

Sooji merapat dan mengalungkan tangannya. Sambil memejamkan mata dia mengecup bibir Myungsoo pelan.

"Apa ini cukup?"

"Hah.. kau bercanda."

Sooji tersenyum lalu kembali merapatkan diri. Kali ini tidak sekadar kecupan. Sooji mencium kekasihnya dengan tulus dan penuh kelembutan. Ciuman Sooji menjadi semakin dalam saat Myungsoo menarik pinggangnya mendekat. Sooji bahkan tidak peduli jika ada yang memergoki mereka berciuman.

Maka itulah yang terjadi saat pintu terbuka. Entah tidak mendengar atau memang tidak mau mendengar, Sooji dan Myungsoo masih terus berciuman dengan mesra. Hingga suara langkah kaki berderap pun tak membuat mereka menghentikan kemesraan yang sedang tercipta.

Seolah tidak ingin mengganggu, perlahan pintu kembali tertutup. Menyisakan dua pasang mata yang terdiam di balik pintu. Soomi dan Junho saling memandang satu sama lain.

"Kau baru datang?"

"Hmm aku-- oh itu.. aku baru saja akan pergi."

Junho tampak khawatir melihat wajah Soomi yang tampak pucat. "Kau baik-baik saja?"

Soomi mengangguk pelan.

"Ayo duduklah."

Junho mengarahkan Soomi ke salah satu sofa panjang disana.

"Oppa sudah tahu." ujar Soomi.

Junho hanya diam. Dia memang sudah bisa menduga bahwa Sooji dan Myungsoo berkencan. Tampak jelas sekali binar-binar cinta di mata Myungsoo setiap dia datang ke tempat ini. Meski Sooji tak pernah menceritakan apapun tentang hubungannya dan Myungsoo, Junho tidak bodoh hingga mengabaikan semua momen yang terekam di depan matanya. Apalagi Sooji dan dirinya memiliki kantor di ruangan yang sama. Mereka selalu mencuri waktu saat hanya berdua saja disana.

Ya. Ini bukan pertama kali Junho melihat mereka berciuman di kantor setiap kali Myungsoo datang berkunjung.

"Sooji tidak memberitahumu?"

Soomi menggeleng pelan. Dia meremas tangannya gelisah. Entah kenapa dadanya tiba-tiba saja terasa sangat sakit.

"Dia pasti punya alasan."

Tak lama kemudian pintu ruangan Sooji terbuka. Myungsoo keluar dengan wajah ceria diikuti Sooji yang menatapnya dengan senyuman manis.

"Oh eonni.. kau sudah selesai? Kami menunggumu sejak tadi."

Soomi beranjak dan meraih tasnya. Dia tersenyum kaku dan berpamitan pada sang adik. Soomi masih sempat mengingatkannya untuk pulang malam ini. Dan sedikit mengancam akan menyuruh ayah mereka memarahinya jika adiknya itu tidak pulang.

Soomi dan Myungsoo meninggalkan pelataran parkir Fior Organizer dengan senyum yang sama namun tentu saja dengan perasaan yang berbeda. Myungsoo sedikit bahagia mendapatkan ciuman manis sebagai dessert makan siangnya hari ini, walau hatinya masih sedikit sedih harus secepat itu meninggalkan Sooji. Sementara Soomi merasakan berbagai macam emosi yang beradu di dalam hatinya.

"Kau suka mendengarkan musik?" Myungsoo bertanya saat mereka berhenti di lampu merah pertama.

Soomi mengangguk.

"Ah benar.. kau seorang guru musik. Tentu saja kau suka mendengarkan musik."

Myungsoo menyalakan pemutar musik dan mencari lagu yang tepat. Dia berhenti saat lagu milik Taeyeon terdengar.

Entah semesta mendengar atau hanya kebetulan. Lagu itu cukup mewakili suasana hati Soomi saat ini.

'Cause I can't control myself, ah-ah, ah-ah
'Cause I can't control myself, ah-ah, ah-ah
'Cause I can't control myself, ah-ah, ah-ah

ne ap-eseon modeun ge jal tongjega an dwae
da teojil geosman gat-a 'cause I can't control myself

Soomi merasa kewalahan dengan perasaannya saat ini. Seperti semua rasa berkecamuk di dalam hatinya. Dia tak mengerti kenapa ada rasa sakit. Dia juga merasa kecewa. Soomi rasanya ingin  menangis sekarang juga. Tapi dia bahkan tidak tahu untuk apa dia menangis.

Soomi menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya lewat mulut. Dia mengulangi ritual itu sebanyak tiga kali. Berharap hal itu bisa membantunya menenangkan diri.

Myungsoo melirik sebelah kanannya. Dia tidak mengerti apa yang terjadi pada kakak kekasihnya itu. Sedikit banyak dia khawatir. Bagaimanapun Sooji percaya padanya untuk mengantar Soomi pulang. Jika terjadi sesuatu pada Soomi dalam perjalanan, Sooji bisa saja menyalahkannya.

Apa dia sesak nafas? Aku harus bagaimana? Menawarkan oksigen? Tapi tidak ada oksigen disini. Atau membawanya ke rumah sakit saja?

Myungsoo masih terus saja melirik Soomi.

"Myungsoo-ssi.. bisakah antar aku ke studio?"

"Tapi Sooji bilang kau akan pulang."

"Aku lupa. Ada pekerjaan yang harus kulakukan."

Myungsoo bimbang.

Soomi tersenyum getir sambil menuliskan sebaris alamat di gps mobil Myungsoo. "Aku yang akan bilang pada Sooji jika nanti dia marah."

Myungsoo tertawa kecil. "Bukan apa-apa, kau tahu kan adikmu itu kalau sudah marah bisa jadi sangat menakutkan."

"Memangnya dia pernah marah padamu?"

"Wah.. jangan tanyakan itu. Lenganku hampir putus dipukuli olehnya jika dia sedang marah." kelakar Myungsoo.

Soomi tertegun. Dia belum pernah melihat Myungsoo seceria ini. "Kau terlihat berbeda Myungsoo-ssi."

"Berbeda bagaimana?"

"Kau tampak sangat dingin saat acara makan malam yang lalu."

"Apakah aku sekarang terlihat lebih hangat?" goda Myungsoo.

Soomi tertawa. Kecanggungannya mulai luntur meski rasa sakit di dadanya belum juga hilang. "Yaa begitulah."

"Entahlah. Aku juga tidak tahu kenapa aku bisa begini. Kurasa Sooji punya andil cukup besar atas perubahanku."

"Yeah.. dia memang anak yang sangat ceria. Siapapun yang ada di sekitarnya bisa dengan mudah tertular keceriaannya."

Myungsoo mengangguk-angguk membenarkan seraya memutar setirnya ke kiri lalu putar balik menuju arah yang berlawanan. "Sepertinya akan sedikit macet."

"Kau menyukainya." Kalimat itu meluncur begitu saja dari bibir Soomi bahkan tanpa ia sadari.

"Astaga! Aku tidak segila itu. Siapa yang suka kemacetan."

Soomi sadar Myungsoo tak paham maksud kalimatnya. Namun dia juga tak berniat menjelaskan maksud ucapannya pada Myungsoo. Soomi hanya tersenyum getir dan membuang pandangannya ke jendela.

"Kau baik-baik saja?" tanya Myungsoo setelah melewati kemacetan.

Soomi mengangguk.

"Terakhir kali kau tampak tidak terlalu baik."

Ingatan Soomi langsung melayang pada pertemuan terakhirnya dengan Myungsoo. Malam itu dia menangis tersedu-sedu di depan Myungsoo.

"Maaf.. saat itu aku emosional sekali."

Myungsoo terdiam cukup lama sebelum akhirnya menawarkan sesuatu yang tidak pernah diduga Soomi akan dia dengar.

"Jika kau butuh seseorang untuk bercerita, kau bisa menghubungiku kapan saja."

Soomi mengerjapkan mata tidak percaya. Dia akan menganggap pendengarannya bermasalah jika saja Myungsoo tidak melanjutkan ucapannya.

"Pasti Sooji juga akan senang jika aku bisa menjadi teman baik untuk kakaknya."

"Myungsoo-ssi, boleh aku bertanya sesuatu?"

Myungsoo menoleh dan mengangguk.

"Sedekat apa kau dengan adikku?"

"Menurutmu bagaimana?"

Soomi tampak gamang. "Kau.. menyukainya."

Soomi mengucapkan kalimat itu untuk kedua kalinya. Dan kali ini Myungsoo tidak salah paham lagi pada ucapannya.

Myungsoo tertawa renyah. "Benar-benar terlihat ya?"

Ada rasa yang semakin kuat dirasakan Soomi. Di dalam hatinya, ada banyak emosi yang memberontak ingin keluar. Namun dia menahannya sekuat hati. Apalagi Myungsoo sama sekali tidak membantah pernyataannya. Padahal sedikit banyak Soomi berharap Myungsoo menyangkal.

"Ayah juga bilang kami mudah sekali ditebak. Aku jadi penasaran seberapa terlihat jelas hubungan kami." Myungsoo masih saja terus bicara sendiri tanpa menyadari kondisi wanita disampingnya yang semakin memucat.

"Kau benar. Aku menyukai adikmu. Ah~ mungkin menyukai bukanlah kata yang tepat. Aku mencintainya. Aku benar-benar tidak bisa lagi hidup tanpa dia saat ini."

Dan rasanya seperti puluhan meteor jatuh diatas kepala Soomi saat ini. Pernyataan cinta yang diucapkan Myungsoo hanya semakin memberi keputusan final bahwa memang sudah sejauh itu hubungan mereka. Detik itu juga Soomi merasa sebaiknya dia loncat saja dari mobil yang sedang melaju kencang. Dia berharap bahwa dia tidak pernah mendengar apapun.

"Mungkin kau merasa kesal karena Sooji tidak memberitahumu lebih dulu. Kumohon jangan merasa begitu ya?
Dia terlalu memikirkan perasaanmu. Dia khawatir kau akan merasa tidak nyaman jika tahu tentang hubungan kami. Itu sebabnya dia melarangku untuk memberitahu siapapun."

Jika beberapa detik lalu dia merasa hatinya sakit mendengar pernyataan cinta Myungsoo untuk Sooji, saat ini hatinya jauh lebih sakit mendengar Sooji masih memikirkan perasaannya saat seharusnya dia merasakan kebahagiaan.

"Kenapa aku harus merasa seperti itu? Aku kakaknya. Aku jelas akan lebih bahagia untuknya dibanding siapapun di dunia ini." ujar Soomi tercekat.

"Terima kasih. Setidaknya saat ini seluruh keluarga sudah tahu. Dan kalian setuju. Dia tidak perlu mengkhawatirkan apapun lagi."

"Ayah dan ibuku sudah tahu kan? Sejak kapan mereka tahu?"

Myungsoo mengangguk sambil mengambil jalur di kiri. Lalu berhenti tepat di depan studio musik Soomi.

"Malam itu ayah bilang dia sudah tahu. Tapi aku tidak tahu sejak kapan. Sementara ibu.. hmm.. dia sudah tahu sejak--" Myungsoo menimbang apakah dia harus menceritakan tentang pertemuan rahasianya dengan Ny. Bae. "--makan malam keluargamu dan keluargaku."

Rasanya Soomi seperti mendapat tamparan yang bertubi-tubi. "Saat itu kalian sudah berkencan?"

"Iya. Kami memutuskan bersama sejak berada di Pulau Udo. Tapi aku sudah tertarik padanya sejak pertama kami bertemu. Butuh waktu yang cukup lama untuk meyakinkannya agar mau mencoba bersamaku."

Jika itu saat Sooji kabur ke Pulau Udo, itu artinya sudah hampir 3bulan mereka berkencan. Pantas saja mereka sudah terlihat sangat dekat.

"Kalian pergi ke Pulau Udo bersama?"

Myungsoo serta merta menggelengkan kepala. Dia menceritakan tentang pekerjaannya disana dan tanpa sengaja bertemu Sooji yang pingsan di pinggir pantai.

"Jadi itu bukan pertemuan pertama kalian. Kalu begitu kapan kalian pertama kali bertemu?

Soomi terlihat seperti sedang menginterogasi Myungsoo saat ini. Tapi Soomi bahkan tidak bisa menghentikan dirinya sendiri. Rasa penasaran akan kisah percintaan adiknya harus dipuaskan. Meski setiap jawaban yang dilontarkan Myungsoo semakin menggoreskan luka pedih di dalam hatinya.

"Entahlah.. aku lupa. Mungkin sekitar 4 atau 5 bulan yang lalu. Aku melihatnya lebih dulu. Tapi dia tidak melihatku. Ironi sekali kan?" Myungsoo menertawakan dirinya sendiri. Mengingat bagaimana dia melihat Sooji tertidur pulas di mobil Woohyun kala itu.

Ah jadi begitu.. mereka sudah bertemu sebelum aku melihatnya saat itu.

"Lalu?"

Myungsoo melirik jam tangannya. 30menit lagi jam makan siang di kantornya berakhir. Tidak mungkin baginya kembali ke kantor Fior. Padahal sebenarnya dia berencana kembali menemui Sooji sebentar sebelum kembali ke kantor.

"Keesokan harinya Woohyun hyung mengajaknya pergi makan siang di rumahku."

Woohyun oppa? Jadi dia yang mempertemukan mereka berdua.

Dahi Soomi mengernyit. "Kau mengenal Woohyun oppa?"

Myungsoo mengangguk. "Dia seniorku saat kuliah. Kami sudah lama saling mengenal."

Soomi mengangguk paham. Kini dia mengerti sejauh apa hubungan adiknya dengan lelaki yang ada disampingnya ini. Ternyata memang Sooji menyembunyikan fakta itu lebih lama daripada yang dia duga. Dan yang lebih mengejutkan lagi kakak sepupunya bahkan kedua orang tuanya sudah lama tahu, terutama sang ibu.

"Tadi.. kau bilang ibuku sudah tahu sejak acara makan malam."

"Begitulah katanya."

"Tapi ibu tidak pernah sekalipun membahas soal ini. Apa Sooji juga memintanya untuk diam?"

Myungsoo menggeleng. "Tidak. Bukan begitu. Ibu.. dia tidak menyetujui hubunganku dengan Sooji."

Soomi terperanjat. "Kenapa?"

Ingin rasanya Myungsoo menjelaskan panjang lebar. Tapi dia tahu itu bukanlah hal yang bijak untuk dilakukan. Pada akhirnya Myungsoo hanya menjawab, "Entahlah.. ibu sepertinya tidak terlalu menyukaiku."

Ini aneh. Myungsoo bukanlah laki-laki sembarangan. Keluarganya juga sangat terpandang. Di luar itu semua, Myungsoo juga pria yang sopan. Mengapa ibu tak menyukainya?

Tepat saat semua pertanyaan berkecamuk di dalam pikiran Soomi, ponselnya berdering. Dari ibunya.

"Ya bu..?"

........

"Ah maafkan aku. Aku lupa memberitahu ibu. Aku ada di studio sekarang. Ada pekerjaan yang harus kulakukan."

........

"Ya. Dia makan dengan lahap. Jangan khawatir. Aku juga sudah menyuruhnya pulang malam ini."

Myungsoo mendengar percakapan ibu dan anak itu dalam diam. Otaknya berusaha mengingat apakah dia pernah melihat Sooji bicara dengan ibunya di telepon seperti ini. Dan sejauh ingatannya bekerja, dia sama sekali tak mendapati memori seperti ini dimanapun. Untuk sesaat dia merasa kasihan pada Sooji.

"Aku? Ah itu.. Myungsoo-ssi yang mengantarku."

Myungsoo melirik saat namanya disebut.

"Panjang ceritanya bu. Akan kuberitahu nanti di rumah."

........

"Baiklah. Aku tahu. Aku akan menelepon ayah nanti."

Soomi melepas seatbeltnya setelah mematikan telepon. "Terima kasih banyak atas tumpangannya hari ini Myungsoo-ssi."

"Myungsoo saja. Jangan terlalu formal padaku. Aku tidak nyaman jika kakak kekasihku bersikap begini."

Dia bilang, kekasihku..

"Oke. Myungsoo. Benar?"

Myungsoo tersenyum dan mengangguk.

"Sekali lagi terima kasih banyak. Dan tawaranmu tadi.. aku akan memikirkannya jika aku butuh."

Soomi turun dan langsung masuk ke studio tanpa menoleh lagi. Dia berlari ke ruangannya dan terduduk lemas di balik pintu. Semua emosi yang sedari tadi ditahannya kini mulai keluar satu per satu.

Air matanya mulai mengalir. Rasa sakit di hatinya semakin nyata. Semua perkataan Myungsoo terngiang di telinganya. Betapa pria itu mencintai Sooji. Seolah ada lubang yang mendadak tercipta di dalam hatinya. Ada rasa kehilangan meski dia tak tahu apa yang hilang dari hidupnya.

Seharusnya dia bahagia bukan?
Sooji-nya telah menemukan orang yang benar-benar tulus mencintainya. Sooji tak akan lagi merasakan sedih sekarang. Myungsoo pasti akan selalu membuatnya tersenyum dan bahagia. Pria itu pasti bisa menghiburnya. Memberinya kekuatan dan terus berada disampingnya hingga Sooji tak akan merasa sendirian lagi.

Soomi sadar selama ini dia telah merenggut banyak hal dari adiknya. Banyak hal yang harus dikorbankan Sooji untuknya. Dan selama itu pula Soomi berusaha membayar semua hutang budi itu dengan berbagai cara agar adik kesayangnnya itu tetap bahagia. Jadi saat Sooji akhirnya mendapatkan kebahagiaan seperti yang dia mau, lantas mengapa dia malah menangis dan merasa sakit?

Semakin lama tangis Soomi semakin keras. Dia mengeluarkan semua rasa sesak di dalam hatinya. Dia berusaha sekuat tenaga untuk menyangkal apapun yang dia rasakan saat ini. Di dalam pikirannya dia selalu mengutamakan kebahagiaan Sooji. Namun pada akhirnya dia tak bisa lagi berbohong pada hatinya. Walau sekeras apapun dia berusaha mengenyahkan fakta itu. Bahwa dia juga menginginkan kebahagiaan yang sama seperti yang dirasakan Sooji.

Bahwa dia.. juga mencintai Myungsoo, kekasih adiknya.

To be continue..

It's quite short dibanding part sebelumnya, tapi gapapa ya✌️
Fyi guys, aku udah beres liburan dan mulai masuk kerja lagi. Nah untuk updatenya mulai sekarang cuma pas weekend aja yaa, karena nemu waktu yang pas buat nulis itu di weekdays itu agak susah karena banyak banget kerjaan. Kuusahakan setiap weekend bisa update. Tapi kalo aku enggak update di weekend, berarti aku kerja. Kerjaanku bisa sampe yang ga libur at all for the whole entire week. Jadi mohon maklum yaa. Thankyou. Semoga terhibur dengan part ini✌️🙏

Continue Reading

You'll Also Like

455K 45.9K 37
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...
225K 33.8K 61
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
628K 18.3K 14
LAPAK BROTHERSHIP ✔️ NOT BOYS LOVE...❌ SUDAH END TAPI TETEP VOTE + FOLLOW PROSES REVISI Kamu tahu obsessi? Ya apa saja bisa dilakukan bahkan bisa m...
611K 61K 48
Bekerja di tempat yang sama dengan keluarga biasanya sangat tidak nayaman Itulah yang terjadi pada haechan, dia menjadi idol bersama ayahnya Idol lif...