BUCINABLE [END]

Par tamarabiliskii

16.1M 1.6M 588K

Galak, posesif, dominan tapi bucin? SEQUEL MY CHILDISH GIRL (Bisa dibaca terpisah) Urutan baca kisah Gala Ri... Plus

PROLOG
1. Kolor Spongebob
2. Seragam Lama
3. Hadiah Untuk Gala
4. Lagu Favorit
5. Gara-Gara Kopi
6. Bertemu Bunda
7. Kesayangan Riri
8. Gala VS Dewa
9. Mirip Ilham
10. Pelampiasan
11. Kabar Buruk
12. Kelemahan
13. Panti Asuhan
14. Tawaran Menarik
15. Syarat Dari Riri
16. Tersinggung
17. Foto Keluarga
Daily Chat 1- Kangen
18. Peraturan Baru
19. Tanpa Riri
20. Gagal
21. Amora VS Riri
22. Singa dan Kura-Kura
23. Diculik?
24. Kisah di Masa Lalu
Daily Chat 2 - Ngambek
25. Jalan-Jalan
Daily Chat 3 - Cemburu?
26. Ingkar Janji?
Daily Chat 4 - Kecewa
27. Are You Okay, Gal?
28. Bawa Kabur?
29. Campur Aduk
Daily Chat 5 - Caper?
Daily Chat 6 - Lanjutan Sebelumnya
30. Prom Night
Daily Chat 7 - Drama Instastory
31. Menghilang
32. Yummy
33. Sunmori
Daily Chat 8 - Marah
Daily Chat 9 - Tweet Gala
34. Rencana Amora?
35. Pengorbanan?
Daily Chat 10 - Bayi Gede
37. Mama?
38. Permen Kis
39. Mode Bayi!
Daily Chat 11- I Love U
40. Fakta-Fakta
41. Fucking Mine
Daily Chat 12 - Mabuk
42. Bocil Kesayangan
43. Hug Me
Daily Chat 13 - Prank
44. PMS
45. He's Angry
46. Break?
Daily Chat 14 - Break? (Penjelasan Penyakit Gala)
47. Camp
48. Terlalu Toxic
49. Bucin
50. Bukan Tuan Putri
51. Selesai?
52. Ending (Baru)
PO MASSAL BUCINABLE
Special Chapter
BUCINABLE SEASON 2?!
GALA & RIRI [Bucinable Universe]
BUCINABLE 2 UPDATE!!!

36. I Love You!

193K 21.4K 5.9K
Par tamarabiliskii

Selamat Berbuka Puasa🤗☺✨

VOTE DAN KOMEN YANG BANYAK😡

"Ri, ini pulpen lo, tadi mau gue balikin pas gue selesai dihukum, tapi ternyata lo masih istirahat di ruang kesehatan. Terus pas udah selesai ospek, lo nya nyelonong keluar gitu aja. Jadi gue gak sempat balikin."

Berbeda dengan Riri yang bergeming di tempatnya dan tidak berani menatap Gala karena takut dengan amukan cowok itu. Gala, cowok itu justru menatap Riri penuh penekanan.

"Lo bohongin gue?!"

"Gala, ma--"

"Pulang!"

Gala menarik pergelangan tangan Riri setelah melempar asal pulpen yang Rafa kembalikan. Tak lupa, cowok itu juga melayangkan tatapan permusuhan pada Rafa.

"Jangan kasar, Bro. Dia cewek," celetuk Rafa.

Gala menghentikan langkahnya. Ia menatap Rafa dengan senyum devil. "Ya, Riri emang cewek. Cewek gue," jawab Gala memberikan penekanan pada kata cewek gue. Sengaja, agar Rafa sadar diri.

Rafa diam. Cowok itu tetap terlihat santai. Tidak seperti Gala yang tampak menggebu-gebu seolah ingin menghantam wajah Rafa menggunakan kepalan tangannya lalu melempar tubuh cowok itu ke tengah laut hingga tidak bisa kembali ke daratan.

Gala merangkul pinggang Riri mesra. "This is my girl. Gue harap lo tau diri dan sadar diri buat gak caper ke dia."

Rafa tersenyum penuh arti. "Gak usah sombong. Gak ada yang tau apa yang terjadi nanti. Bahkan satu detik ke depan."

*****

"Maaf."

Hanya satu kata itu yang berani Riri ucapkan setelah mereka masuk ke dalam mobil. Kata tersebut juga seolah menjadi kata penutup obrolan mereka. Karena kini Gala hanya diam, fokus menatap jalanan di depan.

Riri yang tidak mau membangkitkan jiwa iblis dalam diri Gala, juga memilih untuk tetap tutup mulut hingga mobil yang Gala kemudikan berhenti tepat di depan rumah Riri.

Untuk beberapa detik Riri hanya diam. Riri sengaja menunggu Gala membukakan pintu mobil seperti yang biasanya cowok itu lakukan. Namun sayang, sepertinya kali ini Riri yang terlalu berharap. Karena faktanya, Gala tetap diam di tempatnya dengan tatapan lurus ke depan. Tidak ada tanda-tanda cowok itu akan keluar dan membukakan pintu mobil untuk Riri.

Menghela napas, Riri melepas seatbelt lalu menoleh ke arah Gala sekilas sebelum akhirnya berujar pelan sambil menunduk takut. "Riri turun dulu ya. Gala jangan marah. Kalo Gala mau denger penjelasan dari Riri, nanti Riri bakal jelasin semuanya."

Tidak ada respon yang Riri dapatkan selain keterdiaman dan tatapan datar Gala.

"Maaf."

Setelah kata maaf kembali Riri ucapkan untuk kedua kalinya, Riri berniat segera turun dari mobil Gala. Namun pergerakan Riri terhenti karena merasa pintu mobilnya tidak bisa ia buka. Sepertinya pintu mobil sengaja Gala kunci.

"Siapa yang nyuruh lo turun?"

Glek. Riri menelan ludahnya kasar. Gadis itu kembali membenarkan posisi duduknya dan tidak berani menjawab ataupun menatap ke arah Gala. Dari nada suaranya, Riri tahu, jika saat ini Gala memang sedang marah.

Cukup lama mereka saling diam. Berkali-kali juga Riri mendengar helaan napas yang keluar dari bibir Gala. Seolah cowok itu sedang menahan diri untuk tidak marah pada Riri. Sampai akhirnya Gala kembali melontarkan sebuah pertanyaan.

"Lo sakit?"

Pertanyaan itu membuat Riri mau tak mau memberanikan diri untuk menatap ke arah Gala meski hanya untuk sepersekian detik saja. "S-sebenernya Riri gak sakit. Riri ketiduran," cicit Riri takut-takut. Dalam keadaan seperti ini, lebih baik ia berkata jujur sejujur-jujurnya.

"Terus?"

"Karena Rafa gak mau Riri dihukum gara-gara ketiduran di tengah acara, jadinya Rafa bohong. Rafa bilang kalo kepala Riri sakit karena kena pukul Rafa. Akhirnya Rafa yang dihukum dan Riri disuruh istirahat di ruang kesehatan."

"Fuck!" umpat Gala memukul kemudi di depannya dengan pukulan yang cukup kencang.

Melihat hal itu, Riri sedikit terlonjak kaget. Namun sebisa mungkin Riri menetralisir rasa kagetnya agar Gala tidak mengetahuinya. Bukannya apa, Riri hanya takut kemarahan Gala akan kembali meledak seperti beberapa waktu yang lalu. Riri tidak mau hal itu terjadi. Lagi.

"Lihat gue." Perintah Gala tenang namun penuh penekanan. Sayangnya bukan menurut, Riri justru takut dan semakin menundukkan kepala.

"Lihat gue!" ulang Gala mulai kesal.

"Ck!" decak Gala kasar. "Lihat gue Sri!"

"M-maaf," ucap Riri dengan lelehan air mata yang sudah membasahi seluruh wajahnya.

Gala mendengus kasar. Cowok itu langsung membawa Riri ke dalam pelukannya karena tidak tega melihat Riri menangis. Sepertinya, gadis itu benar-benar takut padanya.

Gala tidak suka Riri menatapnya dengan tatapan penuh ketakutan seperti itu. Gala lebih suka Riri menatapnya dengan tatapan penuh kasih sayang seperti biasanya.

Tangan Gala bergerak mengusap kepala hingga punggung kecil Riri dengan gerakan teratur. Gala berusaha menenangkan Riri yang kini sedang sesenggukan dalam pelukannya.

"Gue marah ke lo karena lo gak jujur. Tapi gue lebih marah ke Rafa karena gue gak suka ada cowok lain yang seolah rela berkorban demi lo."

"T-tapikan sekarang R-Riri udah jujur," balas Riri setelah sesenggukan nya sedikit berkurang karena usapan Gala berhasil membuatnya lebih tenang.

"Lo jujur karena ketahuan. Bukan jujur karena pengen jujur."

Riri mendongak. Menatap Gala dengan mata berkaca-kaca dan bibir melengkung ke bawah.

"Shitt!" umpat Gala dalam hati.

Jika tidak sedang marah, sudah dipastikan Gala akan menciumi wajah Riri karena tidak kuat menahan rasa gemas. Sayangnya kali ini Gala harus jual mahal agar Riri menyesali kebohongannya.

"Maaf, Riri bohong karena takut Gala marah," aku Riri sembari mempererat pegangan tangannya di kedua sisi baju Gala.

Lagi-lagi Gala menghembuskan napas kasar sambil menunduk menatap Riri yang terlihat begitu mungil dalam dekapannya.

"Terus lo pikir kalo lo bohong, gue gak bakal marah?"

Riri diam. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Intinya tadi Riri memilih berbohong karena tidak mau menambah masalah. Sayangnya sekarang pilihannya itu justru menambah masalah baru. Semua tidak sesuai dengan prediksinya.

Gala melepaskan pelukannya karena merasa tangis Riri sudah mereda. Ia menyandarkan tubuhnya di jok mobil sambil memejamkan mata sejenak. Sumpah demi apapun, perasaan Gala selalu tidak enak jika melihat Riri berdekatan dengan Rafa. Selain cemburu, Gala juga mempunyai firasat buruk pada Rafa. Entah apa sebabnya, yang jelas Gala tidak mau terjadi apa-apa pada Riri nantinya. Gala tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri jika terjadi hal buruk pada Riri.

Namun untuk sekarang, Gala tidak bisa melakukan banyak hal selain memberi Riri banyak larangan untuk tidak terlalu dekat atau berhubungan terlalu jauh dengan Rafa. Mereka satu jurusan, bahkan mungkin nanti bisa satu kelas, hal itu membuat Gala tidak bisa berbuat apa-apa selain pasrah dan tetap waspada.

"Maaf Gala," cicit Riri meremas ujung bajunya sendiri.

Riri menatap Gala penuh ketakutan. Riri sadar kali ini dirinya yang salah. Maka dari itu ia harus meminta maaf sampai Gala mau memaafkan dirinya. Riri tidak mau hubungannya dengan Gala kembali merenggang seperti masalah kemarin-kemarin. Masalah mereka sekarang harus cepat selesai.

Tangan gadis itu berusaha menggapai tangan Gala yang terlipat di belakang kepala cowok itu. Namun usaha Riri untuk menggapainya gagal karena Gala justru semakin menjauhkan tangannya.

Melihat penolakan yang Gala berikan secara terang-terangan, tangis Riri kembali pecah. Entahlah, bagi Riri menangis memang menjadi jalan satu-satunya saat ia sudah tidak tahu harus berbuat apa.

Beberapa kali Riri mengatakan bahwa dirinya ingin belajar menjadi gadis yang lebih dewasa. Namun nyatanya hal itu tidak berlaku jika ia ada di hadapan Gala. Di depan Gala, Riri tetap menjadi Riri yang cengeng. Riri yang selalu menyelesaikan segala permasalahannya dengan menangis.

"Ssshhh arrrggghhh!" Gala menjambak rambutnya sendiri. Membuat kepala Riri yang tadinya tertunduk kini terangkat. Tangisannya juga mendadak berhenti karena takut.

Setelah meyakinkan dirinya berkali-kali, Riri mencoba menatap Gala dengan perasaan bersalah yang menumpuk. "Riri salah. Riri minta maaf. Riri harus apa biar Gala gak marah-marah lagi hiks...Riri takut. Gala jangan kaya gini."

Riri sibuk mengusap air matanya karena mengira Gala semakin marah gara-gara mendengar tangisannya yang tak kunjung reda.

"Maaf Gala, maaf..."

Detik berikutnya setelah Riri kembali menggumamkan kata maaf dengan suara bergetar ketakutan, Gala menoleh ke Riri dengan pandangan tak terbaca.

"Gue gak rela, Ri. Gue gak rela!"

Riri yang tidak tahu maksud dari ucapan Gala hanya diam saat tiba-tiba cowok itu memeluknya erat lalu menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Riri.

"Gue gak rela! Gue gak rela kalo ada cowok lain yang berkorban demi lo!" aku Gala lebih terdengar seperti sebuah rengekan.

"Gue gak suka!" tambahnya semakin menenggelamkan dirinya dalam pelukan sepihak nya.

Gala mengangkat kepala dan menatap Riri dengan tatapan protes. Tidak memedulikan wajah sembab Riri yang sedari tadi menatapnya penuh rasa takut. "Peluk gue! Jangan diem doang!"

"Gala gak marah lag--"

"CK! CEPET PELUK GUE!" teriak Gala. Bukannya terdengar seperti bentakan, teriakan Gala barusan justru lebih terdengar seperti sebuah rengekan.

"Usap-usap!" Gala mengarahkan tangan Riri untuk mengusap belakang kepalanya.

Sekitar sepuluh menit mereka bertahan dalam keadaan itu dengan Riri yang hanya pasrah dan mengikuti semua permintaan Gala, kini Gala menjauhkan dirinya. Menyudahi pelukan mereka.

"Gue masih marah sama lo!" ujar Gala dengan wajah cemberut. Wajah yang bahkan tidak pernah Gala tampakkan di depan orang lain selain Riri. "Tapi gue gak mau kita berantem. Soalnya nanti..."

Gala menjeda ucapannya lalu membenarkan posisi duduknya. Cowok itu sibuk menatap ke arah lain. "Gue gak bisa meluk lo kalo kita berantem," lanjutnya.

Senyum lebar kini menghiasi wajah sembab Riri mendengar pengakuan Gala barusan. Riri lega, ternyata Gala tidak semarah yang ia bayangkan.

Riri memberanikan diri untuk meraih dan memeluk lengan Gala lalu menyandarkan kepalanya di pundak kekar cowok itu. "Riri minta maaf."

Gala tetap diam.

"Dari tadi Gala gak jawab permintaan maaf Riri. Gala gak mau maafin Riri, ya?"

"Riri sayang sama Gala tauuu! Riri bohong bukan bermaksud ngelindungin Rafa atau seneng karena Rafa udah berkorban buat Riri. Riri bohong justru karena Riri gak mau kita berantem. Nanti Riri juga gak bisa peluk Gala banyak-banyak kaya sekarang."

Sementara Gala, cowok itu semakin mengalihkan tatapannya ke arah lain sembari menahan kedutan di kedua sudut bibirnya yang memaksa untuk tertarik ke atas.

"Gala maafin Riri kan? Kita gak jadi berantem kan?" tanya Riri beruntut. Riri semakin cemberut karena Gala tidak kunjung membalas ocehannya. ''Kalo Gala diem terus, nanti Riri gigit nih!"

"Gigit cepet." Gala menoleh cepat dan semakin menyodorkan lengannya ke depan bibir Riri.

"Auhhh! Anjrit!" pekik Gala kaget saat Riri benar-benar mengigit lengannya. "Kok digigit beneran sih?!"

"Katanya suruh gigit? Gimana sih?" balas Riri tanpa rasa bersalah.

"Ck! Ntar kempes tangan gue. Jangan digigitin." Gala mengusap-usap bekas gigitan Riri lalu menatap Riri dengan senyuman jahil. "Mending lo gigit ini daripada gigit tangan gue. Mau gak?" tunjuk Gala ke bibir bawahnya.

Biarpun otak Riri polos dan lemot, namun untuk urusan yang satu ini Riri cukup paham. "Gak mau. Gigit aja sendiri."

"Maunya digigit sama lo aja. Lebih enak dan lebih nag--RI SAKIT ANJIR!"

Gala mengusap-usap dadanya yang dicubit oleh Riri. "Cewek emang gitu, ntar dicubit balik nanges!"

"Dih, sok ngambek lo Sri. Gue belom maafin lo kalo lo lupa."

Riri menggembungkan kedua pipinya. "Tapi Riri udah minta maaf berkali-kali!"

"Tapi gue belom maafin lo!"

"Terus Riri harus apa biar Gala mau maafin Riri?" tanya Riri sedikit kesal.

"Harus nikah sama gue."

"Ish! Riri serius!"

Satu alis Gala terangkat. "Gue juga serius. Kalo gak serius gue gak bakal ngajakin lo nikah."

"Galaaaa!"

Gala terkekeh. "Sini peluk gue yang kenceng. Ntar gue maafin lo."

Senyum Gala merekah karena tanpa bantahan, Riri segera menghamburkan diri ke dalam pelukannya.

"Tapi boong," ucap Gala seolah melanjutkan kalimatnya yang tadi.

"Gal--"

"Gak, sayang. Diem dulu coba, biar enak pelukannya," sela Gala saat Riri berniat melepaskan pelukan mereka setelah mendengar kata-kata menyebalkan Gala barusan.

"Gala nyebelin!"

Gala menahan tangan Riri yang memukul lengannya. "Lo juga bandel. Keras kepala. Dibilang bocil itu gak boleh bohong. Tapi lo malah bohongin gue."

"Namanya kepala pasti keras. Kalo lembek ya permen yupi kata Bang Dewa," bantah Riri.

"Ck! Jangan bahas Abang lo yang mirip tuyul itu. Ini suasananya lagi romantis. Kalo lo bahas dia nanti suasananya jadi mistis."

"Iya-iya," pasrah Riri sambil menggerakkan kepalanya di dada bidang Gala untuk mencari kenyamanan.

Gala, sejak beberapa detik yang lalu cowok itu sudah memejamkan kedua matanya untuk menikmati pelukan mereka sambil menghirup aroma wangi stroberi dari rambut Riri.

Jujur, sebenarnya tadi Gala hampir saja kehilangan kendali dan kembali meluapkan emosinya pada Riri seperti dulu. Namun untungnya Gala teringat dengan ucapan Agam beberapa waktu yang lalu. Bahwa dirinya harus belajar menjadi laki-laki yang lebih dewasa saat marah. Yang bisa mengontrol emosi dalam keadaan sepelik apapun. Kata Agam, lebih baik marah dengan mendiamkan sejenak daripada marah dengan bersuara kata-kata yang tidak pantas dan berujung menyakiti hati dan perasaan orang lain.

Sekarang, Gala berjanji akan bersungguh-sungguh membuktikan pada Agam kalau dirinya bisa berubah menjadi lebih dewasa. Agar nantinya Agam mau membantunya untuk cepat-cepat menikahkan dirinya dengan Riri sesuai dengan janji yang Agam tawarkan dulu.

Lagipula, Gala sadar, saat ini dirinya bukan anak SMA lagi, melainkan sudah menjadi seorang mahasiswa yang artinya secara umur pun ia sudah cukup dewasa.

Ya, Gala bertekad bahwa dirinya harus bisa berubah menjadi lebih dewasa. Baik dari segi umur maupun dari segi sikap.

"AAAAA KOK LO LEPAS PELUKAN KITA SIH?!" protes Gala tidak terima. "KAN GUE MAUNYA DIPELUK BANYAK-BANYAK CIL! AAARRGGHH AYO PELUK LAGI!!!"

"Gak ma--"

"NANTI GUE PINGSAN KALO GAK DIPELUK! AYO PELUK AAAAA!!!"

Riri kembali memeluk Gala dan cowok itu langsung meletakkan kepalanya di ceruk leher Riri.

"Nih udah!" ucap Riri sambil mengusap kepala Gala.

"I love you," gumam Gala pelan sambil menggosokkan hidungnya di leher Riri.

"I love you," ulang Gala lebih keras karena Riri belum merespon.

"I love you!" Kali ini suara Gala lebih keras lagi sembari menyundul kepala Riri menggunakan kepalanya.

"Ck!" Gala mengangkat kepalanya. Menatap Riri penuh protes. "I LOVE YOU!" teriaknya tepat di telinga Riri.

Riri tertawa. Sejak tadi ia memang sengaja tidak menjawab karena asyik melamun. "I love myself too!"

"Tau ah! Sana turun!" usir Gala merajuk.

"Oke, Riri tur--"

"AAARRRRGGHHH KENAPA LO GAK PEKA SIH?!" marah Gala menatap Riri dengan wajah cemberut. "Lo gak tau kan nih muka gue bonyok bukan karena alergi! Tadi gue boong! Ini kena pukul panitia ospek gara-gara lo!"

"Kok gara-gara Riri?"

"Pokoknya gara-gara lo! Makanya peluk kek yang lama atau ci--"

Cup

Riri memberi satu kecupan ringan tepat di sudut bibir Gala yang terluka.

"Udah ya, Riri mau turun. Nanti dimarahin Papa kalo kita kelamaan berduaan di mobil kaya gini. Dikira kita lagi ngapa-ngapain."

Gala menyahut sambil menatap ke arah lain karena salting setelah sudut bibirnya dikecup oleh Riri. "Yakan emang ngapa-ngapain."

"Ish!" Riri mendekatkan dirinya ke Gala lalu kembali membuat Gala kaget karena gadis itu kembali memberinya kecupan ringan. Namun kali ini bukan di sudut bibir melainkan di pipi kiri.

"I love you too!" ucap Riri kemudian turun dari mobil.

Gala yang masih salting dengan perlakuan Riri masih bergeming di tempat sambil senyum-senyum sendiri dan memegangi pipinya yang memanas.

"Gila gue," gumamnya memegang dadanya yang berdebar kian kencang.

Sedetik kemudian wajah Gala berubah datar. "AAAARRHGHH ANJING SI RAFA!"

Brak!

Gala memukul kemudi. Senyum miring ia tampakkan begitu jelas. "Gue harus kasih dia pelajaran."

*****

"Bang Danis lagi telfon sama siapa?" tanya Riri curiga melihat Danis telfon di teras rumah dengan suara berbisik-bisik.

"Oh--em---gak ada, ini temen gue nanya tugas kuliah," jawab Danis buru-buru mengantongi ponselnya sambil menggaruk tengkuk. "Kok lo udah pulang?"

"Karena ospeknya udah selesai."

Danis mengangguk. "Hari ini hari terakhir ospek?"

"Iya hari ini ter--BANG DEWA JOKO MAU DIAPAIN?!" teriak Riri sambil berkacak pinggang.

Dari ambang pintu, Riri bisa melihat Dewa tengah mengangkat akuarium ikan kesayangannya. Entah apa tujuan Dewa, yang jelas Riri curiga Dewa akan berbuat sesuatu yang buruk pada Joko.

Riri tidak bisa diam saja. Ia harus segera bertindak cepat jika hal itu menyangkut soal Joko. Ini demi hidup Joko.

"Bang Dewa mau apain Joko?!"

Dewa yang cukup terkejut melihat kedatangan Riri secara tiba-tiba, segera meletakkan akuarium Joko ke tempat semula. Cowok itu berdehem sebentar sebelum menjelaskan pada Riri apa tujuannya. Kalau tidak, bisa-bisa adiknya itu akan memusuhinya hingga berhari-hari hanya karena salah paham.

"Ck! Gue gak mau apa-apain ikan lo. Gue cuma mau mindahin akuarium ini ke meja sana. Soalnya meja ini mau dibersihin sama Mbak. Mbak minta tolong ke gue karena gak berani mindahin akuarium ini," jelas Dewa jujur.

Jika di keluarga kalian, yang mempunyai tahta tertinggi di dalam rumah adalah anak bungsu atau cucu pertama. Maka hal itu tidak berlaku di keluarga Riri. Di keluarga Riri yang memiliki tahta tertinggi bukan lagi anak bungsu atau cucu pertama, melainkan Joko. Ikan kesayangan Riri yang selalu Riri jaga dan lindungi sepenuh hati.

Fakta itulah yang membuat semua penghuni rumah ini harus berpikir berkali-kali jika ingin melakukan sesuatu hal pada Joko. Kalau tidak, sudah bisa dipastikan gadis yang kini menatap Dewa dengan tatapan tajam sarat akan rasa curiga itu akan mengamuk seperti Reog.

"Emang iya?"

Dewa mengangguk cepat. Ia menoleh pada Mbak yang bekerja di rumah mereka seolah tengah mengharap sebuah bantuan untuk meyakinkan Riri. "Tanya aja kalo gak percaya."

"Iya Mbak?" Riri berganti menatap Mbak yang berdiri di ujung tangga dengan Kolor Ijo di bawahnya.

"I-iya, Non. Saya yang minta bantuan karena mau bersihin mejanya yang udah berdebu."

Riri mendengus pelan. Ia kira tadi nyawa Joko sedang terancam. Bukannya apa, Riri sudah tahu betul bagaimana tabiat Dewa dan Kolor Ijo. Keduanya memang tidak menyukai Joko sedari dulu. Maka dari itu Riri harus selalu waspada. Ia takut jika mereka merencanakan sesuatu hal yang buruk pada Joko.

Mendengar pengakuan dari Mbak, Riri mencoba percaya dan menurunkan tangannya yang sejak tadi berkacak pinggang sok galak.

"Ya udah pindahin ke meja situ dulu gak papa," ucap Riri membuat Dewa dan Mbak menghela napas lega. "Tapi pelan-pelan ya, Bang. Nanti Joko pusing kalo Bang Dewa ngangkatnya brutal," pesan Riri.

Dewa berdecak. Dewa kembali mengangkat akuarium Joko dan memindahkannya ke meja lain yang tak jauh dari tempat semula. "Ck, lebay. Gerakan ngangkat semua orang juga sama aja. Mana ada ngangkat brutal. Emang gue ngangkat akuarium ini sambil kayang? Terus sambil roll depan roll belakang?!"

"Ya kan bisa aja Bang Dewa sengaja brutal biar Joko pusing terus mati. Bang Dewa kan suka jahil ke Joko," balas Riri.

"Kurang kerjaan amat gue jahilin ikan jelek lo ini." Dewa menatap ke arah Kolor Ijo yang sejak tadi anteng menjadi penonton. "Noh Kolor Ijo yang patut lo curigain. Beberapa kali gue sempet lihat dia naik ke atas meja mau nerkam si Joko."

Mendengar tuduhan Dewa, wajah Kolor Ijo yang semula santai kini berubah menjadi sangat panik. Benar-benar kurang ajar Dewa. Berani-beraninya memfitnahnya yang tidak tahu apa-apa.

Riri menatap Kolor Ijo sengit. Pelan tapi pasti gadis itu terus melangkah mendekati Kolor Ijo dengan kedua tangan kembali berkacak pinggang dan wajah sok galak.

"Meong!" seru Kolor Ijo dengan panik saat Riri berdiri di dekatnya.

Sementara itu, dalam hati Dewa sudah berhitung dan tepat pada hitungan Dewa yang ke tiga, yang terjadi adalah....

"KOLOR IJO BURIK JANGAN LARI!" teriak Riri mengejar Kolor Ijo yang berlari ke arah dapur.

"Kenapa?"

Dewa menghentikan tawanya saat bahunya ditepuk pelan oleh Danis.

"Biasa. Adek lo yang kaya reog lagi berantem sama kucing gue."

"Ck! Adek lo juga," decak Danis. "Pasti lo yang adu domba mere--"

"BANG DANIS TOLONGIN RIRI HUA!"

Tawa Dewa meledak mendengar teriakan Riri dari arah dapur. "Kita lihat, playing victim macam apa lagi yang bakal dilakuin sama tuh bocil. Kemarin nuduh Kolor Ijo yang habisin es krim di kulkas. Sekarang apa lagi?"

Benar, dari dulu Riri memang selalu menyalahkan Kolor Ijo untuk semua masalah yang ia sebabkan.

Tidak menanggapi Dewa yang menyebalkan, Danis segera menghampiri Riri.

"Kenapa?" Danis berjongkok di hadapan Riri yang duduk di lantai.

Tak berselang lama, Dewa ikut menyusul mereka dan langsung mengangkat Kolor Ijo ke gendongannya.

"Gara-gara Kolor Ijo Riri kena pisau tau!" tunjuk Riri ke Kolor Ijo. Membuat kucing itu meliriknya takut-takut.

"Coba lihat." Danis menarik ujung jari Riri yang sedikit mengeluarkan darah. "Kok bisa?"

Riri cemberut. "Ya kan gara-gara Kolor Ijo burik! Awas aja, Riri bakal aduin ke Gala!" sengitnya.

"Kenapa gak hati-hati? Gimana ceritanya sampe kena pisau, hm?" tanya Danis sibuk meniup jari Riri agak rasa perihnya menghilang.

"Waktu ngejar Kolor Ijo Riri gak sengaja megang ujung meja, taunya di situ ada pisau yang ngehadep ke Riri. Jadinya jari Riri kena."

"Itu artinya karma," sahut Dewa. "Ya gak Kol?" tanya Dewa ke Kolor Ijo yang langsung manggut-manggut seolah paham apa yang Dewa tanyakan.

"Ish! Bang Dewa nye--" Danis menangkup wajah Riri dengan kedua tangannya saat gadis itu melotot ke arah Dewa dan Kolor Ijo. Kalau Danis biarkan saja, bisa-bisa terjadi perdebatan babak kedua di antara mereka.

"Ayok berdiri biar gue kasih hansaplast," titah Danis pelan namun tegas. "Habis itu mandi, makan, terus istirahat. Lo gak capek apa pulang ospek malah tawuran sama kucing?"

"Dari tadi bukannya ganti baju, bersihin badan, makan, malah ngurusin Dewa sama kucing buriknya," omel Danis sebal.

Riri tertawa kemenangan melihat wajah shock Dewa saat mendengar Danis untuk pertama kali ikut menyebut Kolor Ijo sebagai kucing burik. Biasanya kata-kata itu hanya terlontar dari mulut Riri dan Gala saja dan sekarang, bertambah Danis juga. Sialan.

"Yang burik lo bukan kucing gue!"

"Kita kembar kalo lo lupa. Kalo gue burik artinya lo juga burik," balas Dewa.

"Enak aja! Kita kan gak kembar identik. Muka lo sama muka gue jauh beda!"

"Iya jauh beda. Gue kaya manusia lo kaya setan."

Danis mengiring Riri agar segera naik ke lantai atas menuju kamar gadis itu.

"AWAS AJA LO DANIS! KALO SAMPE TEMPAT TIDUR LO DIBERAKIN KOLOR IJO, GUE GAK BAKAL TANGGUNG JAWAB!"

Danis menoleh ke belakang sambil mengangkat satu sudut bibirnya. "Gak masalah, tinggal gue pindahin kotorannya ke tempat tidur lo."

"Kembaran bangsat!"

"Yes, i'm."

*****

Kesel sama siapa? Lebih kesel ke author gasi awowkwkwk

Kasih masukan buat penulisan aku di cerita ini dari kalian sebagai pembaca dong. Tiap baca ulang tulisanku akutu selalu pgn ubah ini itu karena merasa blm pas. Makanya updatenya lama. (Kasih masukan dari segi penulisannya atau penyampaiannya ya, bukan dari segi alurnya)

Pesan buat Gala?

Pesan buat Riri?

Buat Amora hihi?

Pesan buat author :

Pesan buat siapa aja :

Spam disini!!! Semakin banyak yg komen dan vote semakin cpt juga up nya.

Spam komen pake emoji ❤ :

See yoouu 🤎🤎

Gala cakep banget kalo senyum buset😭

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

3M 186K 55
⚠17+ Mengandung kata-kata kasar. * * * * Ini tentang Senja Calista Angkasa dan segala lukanya, yang ia tutup dengan rapat. Tidak ada orang yang tahu...
JUANDARA √ Par kaaa

Roman pour Adolescents

12.6K 194 19
FIRST STORY Jangan lupa vote! Gimana perasaan kalian saat orang tua kalian menjodohkan dengan orang yang sama sekali kamu belum ketahui sebelumnya? ...
1.2M 59.4K 68
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...
5.9M 309K 58
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...