BUCINABLE [END]

Galing kay tamarabiliskii

16.1M 1.6M 588K

Galak, posesif, dominan tapi bucin? SEQUEL MY CHILDISH GIRL (Bisa dibaca terpisah) Urutan baca kisah Gala Ri... Higit pa

PROLOG
1. Kolor Spongebob
2. Seragam Lama
3. Hadiah Untuk Gala
4. Lagu Favorit
5. Gara-Gara Kopi
6. Bertemu Bunda
7. Kesayangan Riri
8. Gala VS Dewa
9. Mirip Ilham
10. Pelampiasan
11. Kabar Buruk
12. Kelemahan
13. Panti Asuhan
14. Tawaran Menarik
15. Syarat Dari Riri
16. Tersinggung
17. Foto Keluarga
Daily Chat 1- Kangen
18. Peraturan Baru
19. Tanpa Riri
20. Gagal
21. Amora VS Riri
22. Singa dan Kura-Kura
23. Diculik?
24. Kisah di Masa Lalu
Daily Chat 2 - Ngambek
25. Jalan-Jalan
Daily Chat 3 - Cemburu?
26. Ingkar Janji?
Daily Chat 4 - Kecewa
27. Are You Okay, Gal?
28. Bawa Kabur?
29. Campur Aduk
Daily Chat 5 - Caper?
Daily Chat 6 - Lanjutan Sebelumnya
30. Prom Night
Daily Chat 7 - Drama Instastory
31. Menghilang
32. Yummy
33. Sunmori
Daily Chat 8 - Marah
Daily Chat 9 - Tweet Gala
34. Rencana Amora?
Daily Chat 10 - Bayi Gede
36. I Love You!
37. Mama?
38. Permen Kis
39. Mode Bayi!
Daily Chat 11- I Love U
40. Fakta-Fakta
41. Fucking Mine
Daily Chat 12 - Mabuk
42. Bocil Kesayangan
43. Hug Me
Daily Chat 13 - Prank
44. PMS
45. He's Angry
46. Break?
Daily Chat 14 - Break? (Penjelasan Penyakit Gala)
47. Camp
48. Terlalu Toxic
49. Bucin
50. Bukan Tuan Putri
51. Selesai?
52. Ending (Baru)
PO MASSAL BUCINABLE
Special Chapter
BUCINABLE SEASON 2?!
GALA & RIRI [Bucinable Universe]
BUCINABLE 2 UPDATE!!!

35. Pengorbanan?

167K 20.4K 7.4K
Galing kay tamarabiliskii

Hai guys, kalian bisa baca special chapter GalaRiri yg blm pernah aku publish di Wattpad di aplikasi KARYAKARSA yaa.

Cuma bayar 3.500 aja kok.

Cara bayar, cara baca, penjelasan, dan linknya ada di highlight Instagram aku. Silakan cek kalo kalian bingung.

*****

Vote dan komen yang banyak😡

Amora

Kak Gala ada di apartemen, kan? Tadi aku habis belanja di minimarket deket apartemen Kak Gala. Terus kepikiran buat mampir ngasih minuman kesukaan Kak Gala sebagai permintaan maaf soal sikap aku kemarin.

Ichitan brown sugar milk, Kak Gala suka banget sama minuman itu, kan? Waktu sunmori kemarin, aku lihat Kak Gala minum minuman itu sampai berkali-kali.

Aku sekarang ada di depan pintu unit apartemen Kak Gala hehe.

Brak!

Dengan perasaan kesal, Gala melempar ponselnya. "Anjing! Ganggu banget."

Gala kembali menyibukkan diri dengan berkas-berkas di hadapannya sebelum kembali merasa terganggu oleh suara deringan dari ponselnya yang tergeletak di lantai.

"Arrghh!" Gala mengacak rambutnya kesal lalu mengambil ponselnya. "Ck! Nih cewek kenapa sih?! Gak ada kapok-kapoknya apa gue bentak, gue katain?! Masih aja ganggu!"

"Kayanya gue harus kasih tau Dio lagi, biar Amora gak makin ngelunjak," gumam Gala.

Beberapa waktu yang lalu Gala juga sudah memberitahu Dio agar menasehati sikap Amora yang terlalu agresif padanya. Namun entah belum Dio lakukan atau Amoranya saja yang terlalu batu, gadis itu tetap melakukan kesalahan yang sama berulang-ulang. Tidak ada kapok-kapoknya.

Gala mendudukkan dirinya di sofa panjang yang ada di ruang kerjanya setelah mengirim pesan singkat pada Dio.

"Kalo Amora ngedeketin gue kaya gini, sebenarnya Riri itu cemburu karena cinta sama gue apa cuma kesel aja karena selama ini dia taunya gue cuma deket sama dia?"

Bukan, Gala tidak bermaksud meragukan perasaan Riri. Hanya saja, sebenarnya Gala ingin Riri lah yang menyingkirkan Amora. Sebagai bukti jika gadis itu benar-benar mempunyai perasaan cinta yang sama dengan Gala. Ya, seperti saat Gala menyingkirkan cowok-cowok yang berusaha mendekati Riri.

Gala khawatir jika selama ini hanya dirinya yang terlalu berlebihan dalam mempertahankan hubungan mereka, sementara Riri tidak. Gala takut Riri tidak mencintainya. Gala takut Riri pergi. Gala takut ditinggal oleh Riri. Gala takut sendirian. Gala selalu mengkhawatirkan hal itu sepanjang malam. Terkadang hingga membuat kepalanya berdenyut nyeri.

"Kangen." Senyum Gala mengembang cukup lebar melihat foto cantik Riri yang ia jadikan wallpaper di ponsel. "Tapi kalo gue chat atau telfon, ntar gue makin kangen dan gak tahan buat ketemu."

Menghela napas, cowok itu memejamkan mata untuk meredam perasaan rindunya pada Riri. Belum ada lima menit Gala menutup mata, tiba-tiba ruang kerjanya terbuka lebar dari arah luar.

"Bang?"

Gala membuka matanya dan menatap ke arah Agam, sang pelaku. "Lo ngapain balik lagi?"

"Hai Kak Gala!" sapa Amora girang yang muncul di belakang Agam.

Gala berdiri. Ia cukup terkejut dengan kehadiran gadis yang membuatnya kesal itu. "Lo ngapain ke sini?!" tanya Gala menunjukkan rasa tidak sukanya secara terang-terangan.

Gala beralih menatap Agam dengan tatapan tajam seolah menuntut jawaban. "Lo ngapain bawa dia mas--"

"Sorry gue gak tau apa-apa, Gal." Agam mengangkat kedua tangannya ke atas. "Gue balik ke sini cuma mau ngambil jam tangan gue."

Agam mengambil jam tangan miliknya yang tergelak di sebelah berkas-berkas Gala.

"Pas gue masuk, nih cewek tiba-tiba ngikutin gue masuk. Katanya dia temen lo," jelas Agam melirik Amora sekilas. "Gue balik dulu. Gue buru-buru mau rapa."

"Ck!" decak Gala melihat Agam yang sudah nyelonong pergi. "Bang lo--argghhh!"

"Nih buat Kak Gala." Amora menyerahkan kantong plastik berlogo indomei ke hadapan Gala. Di dalam kantong plastik itu terdapat dua botol minuman kesukaan Gala. Ichitan brown sugar milk.

Bukannya menerima, Gala justru mendorong kantong plastik itu. Gala masih bersikap baik karena tidak langsung melempar kantong plastik itu ke tempat sampah.

"Lo keluar sendiri atau gue panggil keamanan buat usir lo?" tanya Gala tenang namun terdengar sangat menyakitkan bagi Amora.

Amora memudarkan senyumnya. "Aku cuma mau ngasih ini, Kak. Kalo udah Kak Gala terima, aku bakal pulang. Udah gitu doang kok."

"Gue gak butuh. Cepet pergi!" titah Gala mengusir.

"Kak, ak--"

Gala mengambil kantong plastik itu dari tangan Amora. Tanpa basa-basi Gala berjalan ke arah tempat sampah yang ada di ruang kerja. Gala membuang minuman itu di sana tanpa memikirkan perasaan Amora setelah ini.

"Kak, kenapa di buang?!"

"Bacot. Kalo lo cowok, udah gue hajar dari kemarin-kemarin, Mor." Tatapan Gala semakin menajam. "Lo tau gak? Dengan sikap lo kaya gini, bukannya dapet simpati dari gue, lo malah buat gue jijik."

"Gue bakal bersikap baik ke orang yang menurut gue emang pantes buat gue baikin. Tapi sayang itu bukan lo." Gala memasukkan kedua tangannya ke saku celana pendeknya. Kemudian mengarahkan dagunya ke arah pintu. "Cepet pergi. Gue gak mau cewek gue salah paham."

Amora diam. Gadis itu menatap Gala dengan mata berkaca-kaca. "Aku ke sini cuma mau ngasih Kak Gala minuman kesukaan Kak Gala sebagai permintaan maaf aku kalo semisal aku ada salah. Bukan buat menganggu atau semacamnya. Kenapa Kak Gala jahat banget ngomongnya?"

Mendengar penuturan Amora, Gala sama sekali tidak merubah ekspresi wajahnya yang datar. Gala sangat heran, ternyata manusia batu dan tidak tahu diri seperti Amora, benar-benar ada di dunia ini. Diusir bukannya pergi justru pura-pura tersakiti.

"Cepet pergi." Gala mengeluarkan ponselnya. "Kalo gak, gue beneran telfon keamanan buat ngusir lo."

Amora berjalan ke tempat sampah. Ia mengambil minuman yang tadi dibuang oleh Gala. "Gak papa kalo Kak Gala gak mau nerima ini. Aku pulang," ucapnya dengan senyum terpaksa.

Gala sempat menghela napas lega melihat kepergian Amora. Namun siapa sangka, di langkah ke empat gadis itu kembali berbalik badan.

"Huekkk!" Amora memegang perutnya yang terasa mual. "Aku sakit perut, Kak. Boleh numpang kamar mandinya, gak?"

Kedua alis Gala menukik tajam, Gala sadar ini pasti hanya akal-akalan Amora saja. "Gak peduli. Lo mending cepet kel--"

"Maaf, Kak! Aku udah gak bisa nahan lagi! Huekk!" Amora memuntahkan isi perutnya di lantai. Tepat di hadapan Gala.

Gala yang melihat hal itupun rasanya ingin menendang gadis itu hingga tenggelam di laut. Jika gadis yang melakukan itu adalah Riri, sudah pasti Gala akan gercep untuk menolong. Tapi karena ini Amora, Gala justru merasa sebaliknya. Jijik. Sangat jijik.

"Kak, maaf. Aku emang lagi gak enak badan dari tadi pagi. Aku masuk angin gara-gara sunmori kemarin," jelas Amora. "Aku pasti bersihin, kok. Kamar mandi Kak Gala di mana? Biar aku pel lantainya."

Karena tidak mau membersihkan muntahan Amora di ruang kerjanya dengan tangannya sendiri, Gala terpaksa memberitahu Amora jika di dalam kamar mandi ruangan kerjanya ada alat pel.

Gala mendudukkan dirinya di sofa, matanya menyorot Amora yang kini tengah mengepel lantai ruang kerjanya. Jika saja itu Riri, sudah pasti Gala akan merebut alat pel itu dan mengambil alih pekerjaan tersebut.

"Ck! Jangan dilama-lamain! Setelah itu cepet pergi!" peringat Gala tidak suka. "Muak gue liat cewek hobi drama kaya lo!"

Amora hanya mengangguk sedih sebagai jawaban. Setelah selesai, Amora pergi ke kamar mandi untuk untuk mengembalikan alat pel. Namun baru beberapa detik di dalam kamar mandi, Amora berteriak meminta tolong hingga membuat Gala bangkit dari duduknya.

"Fuck! Itu cewek kenapa sih bangsat?!"

"Kenap--"

"Tolong, Kak. Aku gak bisa berdiri. Kaki aku sakit...sshhh," rintih Amora dalam posisi setengah berbaring.

"Bodo! Bangun sendiri!"

Gala yang hendak keluar dari kamar mandi menghentikan langkahnya mendengar ucapan Amora.

"Kalau Kak Gala gak bantu aku, aku bakal tetep di sini terus karena kaki aku sakit. Kak Gala gak mau aku pulang, ya?"

"Ck!"

Gala berbalik badan. Menghampiri Amora lalu menarik kasar Amora agar berdiri. Namun bukannya berhasil Gala justru terjatuh tepat di atas Amora. Entah apa penyebabnya. Sepertinya Amora memang sengaja menyusun rencana.

"Anjing!" umpat Gala lalu segera bangun. Jika yang ada dalam keadaan seperti ini adalah dirinya dan Riri, sudah dipastikan itu adalah keberuntungan bagi Gala. Namun karena ini Amora, Gala merasa menjadi orang tersial di dunia.

"Lo sengaja narik gue?" tuduh Gala tepat sasaran.

Amora menggeleng dengan wajah polos. "Enggak, Kak. Ak--"

"Cepet bangun dan pergi!" Gala menarik tangan Amora kasar. Tidak ada lembut-lembutnya sama sekali. Untungnya kali ini langsung berhasil hingga membuat gadis itu berdiri.

"Maka--"

Amora melunturkan senyumnya saat Gala pergi meninggalkan dirinya begitu saja.

Mata Amora langsung menatap ke ponsel yang ia letakkan di wastafel. Senyum miring gadis itupun terpampang jelas. "Berhasil."

*****

"Hoooamm ngantuk..."

Berkali-kali Riri mencoba membuka matanya lebar-lebar, namun berkali-kali juga ia gagal. Kedua matanya terasa begitu berat. Seolah hanya ingin terpejam dan pergi ke alam mimpi.

Riri menatap ke depan tanpa minat. "Ish, bicara apa sih? Riri gak paham. Masa dari tadi disuruh bilang hidup mahasiswa, hidup mahasiswa terus? Emang selama ini mahasiswa gak hidup?" celoteh Riri tak karuan mendengar salah satu panitia ospek melakukan pidatonya di atas podium.

Sementara itu, Nenda, gadis cantik berwajah kalem yang selama ini didamba-dambakan oleh Ilham dan Dewa itu menoleh ke samping setelah samar-samar mendengar ocehan Riri.

Benar saja dugaan Nenda. Sekarang Riri sudah memejamkan kedua matanya dengan tangan di atas meja yang ia jadikan bantal. Tidurnya terlihat begitu nyenyak dan tidak tahu diri.

Tentu saja tidak tahu diri. Tidak masalah jika Riri tidur di waktu dan tempat yang tepat, sayangnya gadis itu benar-benar keterlaluan. Tidur di saat mereka tengah mengikuti salah satu kegiatan ospek Fakultas di kampus baru mereka.

Nenda dan Riri memang mengambil jurusan yang sama, yaitu sastra Indonesia dan kebetulan mereka juga satu kelompok ospek. Sementara Choline, seperti ucapannya saat hari pengumuman kelulusan, Choline mengambil kuliah di luar negeri. Tepatnya di Swiss.

"Rii," panggil Nenda berbisik. Namun tak ada respon apapun yang Riri berikan. Selain suara dengkuran pelan.

Nenda mendengus pelan. Kemarin, kemarin nya lagi, bahkan setiap hari sejak hari pertama mereka mengikuti ospek, Riri selalu tidur di sesi kegiatan ini.

Untungnya Riri selalu beruntung, karena saat tertidur, Riri tidak pernah ketahuan oleh komisi disiplin atau yang biasa disebut komdis. Mereka adalah salah satu panitia ospek yang bertugas untuk mengawasi seluruh mahasiswa dan mahasiswi baru agar mengikuti semua kegiatan ospek dengan tertib dan taat peraturan. Kalau tidak, sudah pasti pelanggaran sekecil apapun yang maba lakukan akan mendapat hukuman.

Sialnya, hal yang Riri tengah lakukan saat ini bisa masuk kategori pelanggan berat. Kalau sampai ketahuan, hukumannya pasti tidak main-main. Maka dari itu Nenda khawatir. Selain itu, Nenda juga sudah dimintai tolong oleh Gala dan Dewa untuk menjaga Riri. Jika Riri dihukum, selain kasihan, Nenda juga akan merasa tidak enak pada Gala dan Dewa.

Jantung Nenda berdebar kian kencang saat melihat salah satu komdis berjalan ke arah mereka. Dengan sisa keberanian, Nenda sedikit mengguncang pundak Riri. Membuat gadis itu melenguh pelan karena merasa tidurnya terganggu.

"Emm, apa sih? Riri ngantuk Gala..." racau Riri dengan mata yang masih terpejam sempurna.

"Kenapa, Nen?"

Cowok yang duduk di belakang Nenda itu bertanya penasaran setelah menyadari gelagat Nenda yang tampaknya sedang gelisah.

"Itu, Raf. Riri...tidur." Nenda menjawab dengan suara sepelan mungkin karena takut mendapat teguran dari teman-teman di sebelahnya.

"Ya Tuhan, tuh bocah tidur lagi?" heran Rafa.

Persis seperti kekhawatiran Gala beberapa waktu yang lalu, Rafa--sabahat kecil Riri yang waktu itu menjadi murid baru di kelas Riri--sekarang memang kuliah di jurusan yang sama dengan Riri dan Nenda. Entah hanya sebuah kebetulan lagi atau bagaimana, Rafa juga satu kelompok ospek dengan Riri dan Nenda.

Gala sudah mengetahui hal itu dari Riri beberapa hari yang lalu. Pertama kali tahu Gala memang tidak marah. Namun cowok itu sempat mendiamkan Riri dan malas membicarakan apapun yang bersangkutan dengan kuliah. Karena otomatis Gala akan teringat Rafa yang satu jurusan dengan Riri dan berpotensi merebut Riri darinya jika membahas soal kuliah.

Sampai akhirnya Gala kembali luluh setelah mendengar beribu janji yang Riri ikrar kan untuk membuatnya tenang.

Janji-janji Riri seperti, Riri tidak akan mengobrol dengan Rafa, Riri tidak akan duduk berdekatan dengan Rafa, Riri tidak akan menanggapi ketika Rafa berusaha mendekat dan masih banyak lagi janji yang harus Riri ikrar kan atas permintaan Gala waktu itu.

"Jangan dibangunin. Biarin aja."

"Loh? Tapi itu ada Kakak komdis yang mau jalan ke sini, Raf. Kalo mereka tahu Riri tidur, bisa habis Riri. Bakal kena marah plus dapet hukuman."

"Udah tenang aja. Aman kok. Biar gue yang awasin. Kasihan kalo dibangunin. Mungkin Riri emang lagi ngantuk banget."

Nenda memilih mengikuti kata Rafa. Semoga saja apa yang ia takutkan tidak akan terjadi. Ya semog--

"Enak ya tidur. Padahal bukan waktunya istirahat."

Glek!

Nenda menelan ludahnya kasar. Itu adalah suara cowok anggota komdis yang tiba-tiba berdiri tepat di belakang Rafa.

"Bangunin temennya," katanya menyuruh Nenda. "Temennya tidur bukannya dibangunin malah dibiarin. Mau saya hukum satu kelompok?"

"Jangan Nen!"

Pergerakan Nenda terhenti saat mendapat interupsi dari Rafa yang melarangnya membangunkan Riri.

"Kenapa? Kamu mau saya hukum sebagai gantinya?"

"Kalo emang bisa gak papa, hukum saya saja, Kak. Dia emang lagi gak enak badan. Makanya tidur," ucap Rafa santai.

"Kalo gak enak badan kenapa ikut ospek? Bukannya tadi pagi dan saat jam istirahat sudah diberi tahu, kalau merasa tidak enak badan bisa langsung ke ruang kesehatan?"

"Sakitnya mendadak, Kak," balas Rafa. Jelas saja Rafa berbohong hanya untuk melindungi Riri dari hukuman. "Barusan kepala dia gak sengaja kena pukul stick drum saya."

Rafa mengeluarkan stick drum dari dalam tasnya untuk membuat komdis di hadapannya semakin percaya dengan cerita yang ia karang. Rafa memang kebetulan membawa stick drum karena setelah ospek, ia berencana untuk latihan band bersama teman-temannya. Rafa tidak pernah meninggalkan stick drum kesayangannya itu di studio musik bandnya, karena tidak rela jika stick drum kesayangannya itu disentuh oleh orang lain. Maka dari itu Rafa sering membawanya kemana-mana.

"Kamu ospek kenapa bawa-bawa barang yang bukan perlengkapan ospek?! Ikut saya! Kamu melakukan dua pelanggaran. Pertama karena sudah membahayakan salah satu teman kelompok kamu dan kedua membawa barang yang seharusnya tidak boleh dibawa saat kegiatan ospek berlangsung!"

Nenda menatap Rafa tak percaya. Namun karena tidak mau ikut campur dengan kebohongan Rafa, Nenda memilih diam. Selain itu, ada untungnya juga untuk sahabatnya. Karena cerita karangan Rafa itu, Riri tidak akan mendapat hukuman.

"Bawa stick drum kamu juga!" tambah komdis itu menatap Rafa tajam.

"Iya, Kak," angguk Rafa pasrah.

Rafa menghela napas pelan. Ia sangat yakin, pasti stick drum kesayangannya itu akan disita oleh panitia. Bisa jadi langsung dirusak juga seperti barang milik anggota kelompok sebelah. Kemarin ada satu perempuan dari kelompok sebelah yang menangis karena parfum mahalnya dibanting hingga tumpah oleh komdis. Karena dalam peraturan ospek, memang tidak boleh membawa barang-barang selain perlengkapan ospek. Kalau ketahuan, ya seperti itu resikonya.

"Kamu," Komdis itu beralih menatap Nenda. "Ajak temen kamu ke ruang kesehatan. Biar dia istirahat di sana."

Nenda mengangguk patuh. "Iya."

Nenda menghela napas lega melihat komdis itu pergi diikuti oleh Rafa yang siap menerima hukuman. Namun baru beberapa menit setelahnya tepat saat Riri membuka matanya, Rafa kembali.

"Kenapa, Raf?"

"Gue gak bawa--em, Ri, gue boleh pinjem pulpen punya lo, gak?"

Riri mengucek-kucek matanya. Dalam keadaan setengah sadar dan tidak mengingat janji-janjinya pada Gala, Riri langsung menyerahkan bolpoin miliknya pada Rafa.

"Oke, thanks. Gue pinjem dulu, ya."

Riri yang melihat Rafa tersenyum lebar hanya menatapnya sekilas lalu kembali menguap. Tidak tahu saja, bahwa cowok itu yang telah berkorban demi dirinya.

"Jangan tidur lagi. Lo tau gak, kalo bukan karena Rafa, lo udah dihukum sekarang."

"Hah? Maksudnya apa sih? Riri gak paham. Hoaaamm..."

Nenda mendengus dan mulai menceritakan semua pada Riri. Tentu saja dengan suara pelan agar tidak ketahuan dan diomeli oleh komdis yang lain.

*****

Tiga hari setelah Agam memberikan amplop itu, sampai detik ini Gala belum berani membukanya. Gala memang penasaran dengan isi surat yang ibu kandungnya tulis sebelum pergi meninggalkan dirinya begitu saja. Namun Gala takut. Takut isi surat itu akan membuat dirinya semakin kecewa dan sedih. Gala belum siap mengetahui alasan ibu kandungnya pergi, bahkan saat umurnya masih satu bulan.

Gala menarik napasnya dalam-dalam dan berniat memasukkan amplop itu ke dalam tasnya. Namun sebelum hal itu terjadi, suara teriakan melengking dari seorang gadis membuat pergerakan Gala terhenti.

"Galaaaa!!!"

"Ck! Bocil gue hobi banget ngagetin!" decak Gala. "Untung sayang, kalo enggak udah gue ceburin ke got bareng Joko sama Kolor Ijo."

"Itu apaan?" tanya Riri penasaran setelah berteriak dan berlari menghampiri Gala yang kini bersandar di sisi gedung fakultas bahasa dan seni.

"Gak apa-apa," jawab Gala cuek sambil memasukkan amplop coklat itu ke dalam tasnya.

"Gimana ospeknya?" Gala mengusap dahi Riri yang sedikit mengeluarkan keringat tanpa rasa jijik. "Kena omel gak tadi?"

Bukan hanya untuk sekedar basa-basi, Gala bertanya seperti itu karena benar-benar ingin mengetahui hal apa saja yang terjadi saat gadis itu mengikuti ospek di Fakultasnya. Karena mereka berbeda jurusan dan fakultas, Gala jadi tidak bisa mengawasi Riri seintens dulu seperti saat mereka masih duduk di bangku SMA.

Gala di fakultas ekonomi dan bisnis dengan jurusan manajemen bisnis, sementara Riri ada di fakultas bahasa dan seni dengan jurusan sastra Indonesia. Letak gedung fakultas mereka berjarak cukup jauh. Tapi hal itu sama sekali tidak membuat Gala malas untuk menghampiri Riri setiap ospeknya selesai.

Riri nyengir. "Gak kena omel kok. Cuma bosen aja dengerin pidato dari Kakak-Kakak panitia yang gak Riri ngerti lagi bahas apa."

"Lo ngertinya jajan doang," cibir Gala. "Gak ketiduran lagi kaya kemarin?"

"Enggak kok hehe..." bohong Riri menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dalam hati Riri berdoa semoga Gala tidak tahu kalau dirinya tengah berbohong.

Gala tersenyum. Cowok itu mengusap pipi Riri beberapa kali. "Capek gak, sayang?"

"Dikit."

Gala beralih mengacak puncak kepala Riri hingga poni depan gadis itu menjadi berantakan. "Ya lo mah kerjaannya rebahan mulu kaya orang habis lahiran, makanya gerak dikit capek."

"Tapi Riri beneran capek tau meksipun banyakan duduknya dari pada kegiatannya."


Terkekeh, Gala merangkul pundak Riri lalu berucap lembut. "Karena hari ini lo gak bandel, hari minggu gue traktir lo es krim. Mau gak?"

"Ish! Lama! Kenapa harus hari minggu sih? Kenapa gak sekarang aja? Atau besok?"

"Habis nganter lo pulang gue harus selesaiin kerjaan kantor gue. Besok juga. Kan liburnya cuma hari sabtu sama minggu. Tapi takutnya hari sabtu gue gak bisa, jadi hari minggu aja. Biar gak PHP-in lo."

"Gimana? Kalo gak mau ya udah. Biar gue traktir cewek la--"

Riri mendengus pelan. "Iya mau!"

"Pipi Gala merah. Gala habis dipukul siapa?"

Gala segera menutupi pipinya dengan telapak tangan. "Gak. Ini bukan dipukul. Ini gatel aja. Mungkin gue alergi makanan."

Sebenarnya itu hanya alibi Gala. Gala berbohong. Itu bukan alergi. Melainkan luka bekas pukulan. Saat mengikuti ospek di fakultasnya tadi, Gala sempat kepergok oleh komdis tengah memandangi foto Riri.

Alhasil Gala harus mendapat hukuman. Namun di tengah-tengah menjalankan hukumannya, sayup-sayup Gala mendengar ada beberapa komdis yang tengah membicarakan foto gadis yang ada di ponselnya, yang tak lain adalah foto Riri.

Mereka bilang Gala terlalu bucin padahal gadis yang ada di ponsel Gala menurut mereka tidak terlalu cantik. Biasa saja. Bahkan terkesan seperti anak culun. Gala yang tidak terima pun langsung menghampiri komdis cowok bermulut cewek itu.

Karena tidak terima melihat Gala yang seolah sok jagoan dan tidak sopan, sang komdis langsung mendaratkan pukulan di pipi Gala dan terjadilah adu jotos di antara mereka yang disaksikan semua maba fakultas ekonomi dan bisnis.

Demi Riri, Gala rela mempermalukan diri. Gala sama sekali tidak memikirkan dirinya sendiri di mata orang lain. Yang terpenting tidak boleh ada orang yang menjelekkan Riri. Sampai kapanpun Gala tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Tidak akan.

"Sejak kapan Gala punya alergi?"

"Banyak nanya lo!" semprot Gala. "Udah ayo pulang atau lo mau di sini aja sampe malem biar digondol genderuo?"

"Kalo genderuonya ganteng kaya Alan gak papa," canda Riri membuat Gala berdecak sebal.

"Alan mulu. Gue tinggal beneran mampus lo!"

"Gak mau!" tolak Riri sambil mencebik kesal. "Masa cantik-cantik mau ditinggal?!"

"Heleh cantik apaan," sangkal Gala untuk menjahili Riri balik. "Lo tau muka Joko?"

Riri mengangguk polos. Namun gadis itu bisa menebak apa yang akan Gala katakan selanjutnya. Pasti Gala akan menghina dirinya. Yang namanya Gala, kalau tidak ngegas ya hobinya menghina.

"Tau, kenapa?! Gala mau bilang muka Riri mirip Joko, kan?!"

"Gak sih," geleng Gala dengan wajah menyebalkan. "Lo lebih mirip Kolor Ijo. Udah jelek, bau got lagi."

Gala mengendus punggung Riri lalu pura-pura menutup hidung. "Tuh kan, bau got. Ayo pulang cepet!"

Riri semakin kesal karena kini Gala menarik bagian belakang kerah bajunya seolah cowok itu sedang menenteng anak tikus.

"Nyebelin!"

Gala terkekeh puas. Di tengah pikirannya yang sedang kacau, menjahili Riri seperti ini bisa membuatnya sedikit lupa akan semua masalah yang sedang ia pikul.

"Gala Riri gak bau got!"

Satu alis Gala terangkat. "Masa sih? Coba ntar gue cium ketek lo di mobil, bau got apa enggak."

"Gala nyebelin!"

"Iya, i love you too baby," balas Gala. Tawanya terdengar semakin puas melihat Riri merajuk. "Sini peluk dulu dong. Biar gue bisa cium bau got apa enggak."

Riri mendekat. Namun gadis itu tidak langsung memeluk Gala karena gengsi. Gadis itu ingin Gala yang memeluknya terlebih dulu.

"Ri--eh sorry...ganggu."

Gala mengurungkan niatnya yang siap memeluk Riri lalu mengalihkan atensinya pada cowok di hadapannya yang berekspresi begitu santai.

"Ri, ini pulpen lo, tadi mau gue balikin pas gue selesai dihukum, tapi ternyata lo masih istirahat di ruang kesehatan. Terus pas udah selesai ospek, lo nya nyelonong keluar gitu aja. Jadi gue gak sempat balikin."

Berbeda dengan Riri yang bergeming di tempatnya dan tidak berani menatap Gala karena takut dengan amukan cowok itu. Gala, cowok itu justru menatap Riri penuh penekanan.

"Lo bohongin gue?!"

*****

Chapter selanjutnya Gala marah karena cemburu, kalian pasti suka🥵

Kesel sama Amora? Aku sih enggak🥰

Pesan buat Gala?

Pesan buat Riri?

Buat Amora hihi?

Pesan buat author :

Pesan buat siapa aja :

Spam disini!!! Semakin banyak yg komen dan vote semakin cpt juga up nya.

Spam komen pake emoji ❤ :

See yoouu 🤎🤎

Sayang bgt sii kalo gak baca inii, soalnya sgt asjksjkhkhk, cara baca di Karyakarsa udah aku jelasin di highlight Instagram aku yaa💖

Ipagpatuloy ang Pagbabasa

Magugustuhan mo rin

976 158 48
Nama nya Arka Dirgantara, laki-laki yang memiliki tatapan seperti elang dan jarang berbicara. Ia juga seorang ketua geng motor yang cukup terkenal. A...
5.9M 309K 58
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
8K 168 20
WARNING ⚠️ BANYAK KATA KATA KASAR Alexandra Eustacia leana Mahasiswi rumit, susah diatur ,dan tidak lepas dari ketoxic-an Dan Dosen Gila yang sanga...
1.6M 76.7K 53
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...