Anagapesis

By AnnisaMandasari7

8M 874K 84.6K

"Di dunia ini gak dijual obat untuk sembuhin penyesalan. Jadi rasa itu akan terus ngebayangin lo sampai mati." More

Prolog
1
2
3
4
5
6
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48(End)
Spoiler
Info
Info 2
Spoiler+Info
PO 2
🥀
🥀
Spoiler
Promosi

7

177K 20.2K 1.4K
By AnnisaMandasari7

Hola👋

Sebelum membaca alangkah baiknya tekan tombol vote terlebih dahulu😊

Setelah itu?

Selamat membaca😍

¤¤¤

Azura bertemu Jiana di toilet. Gadis berambut pendek itu nampaknya terkejut melihat kehadiran si ratu es. Sedangkan Azura sendiri nampak santai memasuki salah satu bilik dalam toilet tanpa menghiraukan keberadaan Jiana.

Beberapa menit terlewati, selesai dengan urusannya, ternyata Jiana masih disana sambil memandanginya seperti ingin berbicara namun takut. Azura hanya melirik sekilas dan mengabaikannya dengan fokus mencuci tangan di wastafel. Jiana menunduk dan sesekali melirik Azura diam-diam hingga Azura hendak pergi barulah dia memberanikan diri membuka suaranya.

"T-tunggu... Azura.." Cegah Jiana saat langkah Azura hampir mencapai pintu keluar.

Azura balik badan dengan gaya elegan. Dia melemparkan pandangan dingin bahkan lebih-lebih dari yang biasa dia tunjukan. Azura melipat kedua tangannya di depan dada. "Berani banget lo nyebut nama gue pake mulut sampah lo!"

Jiana langsung menunduk takut. Keberanian untuk mengajak Azura berbicara meluap begitu saja. Jiana lupa, Azura tetaplah Azura meskipun sudah sangat lama dia tidak membully dirinya lagi atau mengejar Lioner lagi, sikap dingin dan galak Azura tidak pernah berubah. "Maaf, a-aku salah. Aku gak bermaksud, seharusnya aku gak manggil nama kamu. Aku gak akan lakuin itu lagi."

Nada bicara yang bergetar seperti menahan tangis, wajahnya dia sembunyikan dalam rambut serta kepanikan saat mengatakan kalimat itu, Azura benar-benar muak dengan gadis di hadapannya itu. Gadis yang entah benar-benar naif atau dia sengaja membuat-buat. Jiana selalu sukses membuat Azura berada di posisi orang jahat yang tengah merundungnya.

Lihat saja sekarang, jika orang lain tak sengaja melihat, mereka akan berpikir Azura tengah membully Jiana karena tampilan gadis itu persis seperti orang yang disakiti. Padahal dia tidak berbuat apa-apa sejak tadi.

Azura membuang napasnya secara kasar. "Mau apa lo?"

Jiana memberanikan diri mengangkat wajahnya sedikit. "A-aku gak pernah punya waktu untuk ngobrol berdua sama kamu setelah malam itu, aku cuma mau minta maaf secara resmi,"

Kali ini Jiana sepenuhnya mengangkat wajah dan menatap Azura. Masih terlihat raut dingin yang ditampilkan Azura, namun Jiana sudah bertekad untuk menyampaikan maafnya jika ada kesempatan bertemu berdua, dan saat ini lah waktunya. "Maafin aku karena harus ada diantara kamu dan Lioner. Maaf banget. Aku tau aku salah, tapi perasaan aku gak bisa dikendalikan. Aku sayang Lio dan Lio pun sama. Kami saling mencintai, maaf karena kami nyakitin kamu. Maaf."

Azura terkekeh sinis. Dia maju mendekati Jiana membuat gadis itu mundur hingga punggungnya menyentuh tembok, Jiana menunduk takut. Jiana memejamkan matanya bersiap menerima apapun yang dilakukan Azura seperti biasanya, namun hingga beberapa detik dia tak kunjung merasakan rasa sakit apapun. Jiana membuka matanya dan tertegun melihat Azura diam sambil menatapnya dengan mata memerah yang sudah mulai berkaca-kaca.

Azura mendorong kasar bahu Jiana hingga membentur tembok. Namun, dia tetap diam karena merasa pantas mendapatkannya.

"Maaf?" Azura terkekeh hambar tetapi air matanya jatuh ke pipi dan Jiana melihat itu.

"Awalnya gue gak mau bahas lagi tentang lo yang rebut mantan tunangan gue. Tapi, berhubung lo ngomongin ini sekarang terpaksa deh gue bilang,"

"Jiana, lo itu perebut, penghancur, perusak kebahagiaan dan kehidupan damai orang lain." Satu tetes lagi air mata Azura jatuh melewati pipinya.

"Maaf." Hanya itu yang dikatakan Jiana. Berharap kata 'maaf' bisa mewakili segala rasa bersalah yang Jiana rasakan selama ini.

"Apa gunanya maaf punya lo itu?" Azura bertanya dengan nada dingin. Sejenak Azura mengambil napas untuk meredakan rasa sesak di dadanya. "Jiana, lo pinter, cantik dan disukai banyak orang. Gue mau tanya, apa kurangnya diri lo?"

Azura menunduk. Terjadi keheningan sebentar diantara mereka berdua sampai suara isakan terdengar di telinga Jiana.

Azura menangis?

"Dari sekian banyak cowok yang deketin lo, kenapa harus Lio? Cowok yang udah punya tunangan." Dengan suara parau Azura bertanya. Matanya memancarkan kesedihan yang amat mendalam. Sungguh saat ini Jiana merasa menjadi orang paling jahat sedunia karena membuat Azura seperti ini.

"A-aku.."

"Cinta? Oke. Tapi, lo harusnya sadar! Perasaan yang lo banggain itu udah hancurin kehidupan orang lain." Azura berkali-kali memukul dadanya dengan brutal. Dia sudah gagal menahan tangis sejak Jiana membahas tentang Lio dan dirinya, sekarang Azura tidak mau gagal juga dalam mengendalikan tubuhnya yang sudah mulai bergetar. Jantung Azura terasa dihimpit kencang hingga sesak dan membuatnya sulit bernapas. Jiana yang melihat gelagat tak baik dari Azura lantas khawatir.

"Az-kamu gapapa?" Jiana menyentuh tangan Azura tapi segera ditepis kasar oleh pemiliknya.

Napas Azura terengah-engah sambil menatap tajam Jiana. "Sumbernya ada di lo. Andaikan lo tau diri sedikit aja, andai lo gak egois mau pertahanin perasaan lo itu, gue gak akan kayak gini!"

"Semua rasa sakit gue gak akan terjadi dan kehidupan gue masih baik-baik aja."

"Dari sekian banyak orang yang gue benci, lo adalah yang paling gue benci melebihi apapun."

"Lo itu sumber dari segala masalah yang menimpa gue. Karena lo. Hidup gue jungkir balik karena lo. Jangan minta maaf! Terus aja ngerasa bersalah selamanya! Karena gue gak akan pernah maafin lo sampai kapanpun."

Azura segera meninggalkan Jiana yang masih terdiam disana sebab dilanda rasa bersalah yang begitu besar.

Karena aku.

***

Keadaan kelas begitu hening saat ini. Hanya ada tiga orang termasuk Azura yang memilih untuk memakan bekalnya di dalam kelas. Sisanya sibuk menyalin catatan di papan tulis dengan tenang. Hingga kedamaian itu harus berakhir karena suara tendangan di pintu oleh Lioner.

Lelaki itu datang dengan berapi-api. Rahangnya mengeras, kedua tangannya mengepal kencang, dan matanya menyorot tajam ke arah Azura. Tapi, Azura hanya meliriknya sekilas karena merasa Lioner tidak penting, dia melanjutkan makannya.

Brakk

Lioner menggebrak kencang meja Azura. Beruntungnya Azura belum sempat menyendokan nasi ke mulut, jika tidak mungkin saat ini dia sedang berjuang untuk meredakan batuk akibat tersedak.

Azura menaikan satu alisnya sebagai tanda dirinya menginginkan penjelasan atas kelakuan Lioner yang amat tidak sopan itu.

"Kenapa lo bikin Jiana nangis?" Agaknya Lioner mencoba menekan emosinya agar tidak terlalu membentak Azura, namun tetap saja nada suaranya tidak santai.

Sekarang Azura bersedekap. Dia menatap Lioner yang lebih tinggi darinya. "Dia ngadu sama lo?" Tanya Azura santai.

"Kean liat Jiana nangis setelah lo keluar dari toilet. Pasti lo ngomong sesuatu yang nyakitin dia, kan?"

"Gue gak merasa ada salah sama Kean. Tapi, kenapa dia kayaknya benci banget sama gue?"

Lioner berdesis. "Jawab aja pertanyaan gue!" Lioner kembali menggebrak meja Azura. Bertepatan dengan hal itu, teman-teman Lioner datang. Aziel, Jendar, Kean dan Dio.

Azura tersenyum kecil. Dia mengabaikan Lioner dan hendak kembali menyendokan makanan ke mulutnya, namun..

Srekk brakk

Kotak bekal Azura jatuh ke lantai. Semua isinya berceceran. Azura tak bergerak, dia terdiam sambil menatap nanar nasi goreng yang sudah tidak bisa dia makan lagi itu.

"Gue pikir lo udah keterlaluan." Biru baru saja datang dan langsung menegur Lioner. Dia maju dan duduk di kursinya, sebelum itu dia sempat melirik kotak bekal dan nasi goreng Azura yang Lioner lempar tadi.

"Lo gausah ikut campur!" Bentak Lioner pada Biru yang dibalas tatapan datar oleh Biru. Dia tidak mengubah mimik wajahnya sama sekali tetap datar dan dingin.

"Jawab! Kenapa lo cari masalah terus sama Jia?" Lioner kembali melihat ke arah Azura.

Tidak ada jawaban.

Azura sibuk menatap isi bekalnya yang baru dua suap dia makan. "Lo selalu kayak gini." Ucap Azura datar. Dia tidak melirik ke arah Lioner sama sekali.

"Selalu nuduh gue yang enggak-enggak, selalu liat gue sebagai si pembuat masalah, dan selalu nyakitin gue dengan alasan Jiana." Azura terkekeh. Dia letakan sendok di atas mejanya lalu menatap Lioner tepat di bola matanya.

"Gue gak ada gangguin dia sama sekali. Adapun, yang gangguin itu Jiana. Dia yang ngajak gue ngomong duluan, dia yang cari masalah duluan dan berakhir nangis karena diri dia sendiri. Bukan gue."

"Alesan! Lo pikir gue gak tau cara pikir lo! Gue gak akan pernah percaya sama kebohongan lo."

"Karena lo emang gak pernah anggap ucapan gue benar. Bagi lo yang benar cuma Jiana. Gue antagonis dan Jiana protagonis."

"Tapi, itu emang kenyataan. Lo jahat dan Jia baik." Ucapan Kean tiba-tiba menyerobot. Dio di sebelahnya berinisiatif memukul kepala bagian belakang Kean. Memberinya peringatan agar tidak ikut campur.

"Kean saksinya! Dia ngeliat lo keluar dari toilet setelahnya Jiana keluar sambil nangis." Lioner masih tidak percaya bahwa bukan Azura yang membuat Jiana menangis.

"Terus alesannya gue? Harusnya gue yang nangis dan alesannya dia!" Azura berdiri. Dia mulai kehabisan kesabaran. Ingin rasanya menggaruk wajah Lioner hingga kulitnya mengelupas semua lalu dia buang kulit itu ke kandang harimau. Mati saja kau, Lio!

"Gue cuma mau tau alesannya! Kemarin orang tua gue nyalahin gue gara-gara lo, sekarang lo nyari masalah dengan bikin Jia nangis. Mau lo apa sih? Bisa jangan ganggu hidup gue?"

"Padahal yang dateng kesini terus nyari ribut sama gue itu lo." Azura memutar bola matanya malas. Dari pada membuang waktu untuk menanggapi ucapan Lioner yang melantur, Azura lebih baik pergi ke kantin untuk mengisi perut karena bekalnya sudah tidak mungkin bisa dikonsumsi. Saat hendak pergi, Lioner mencengkram tangan kirinya. "Mau kemana lo? Pergi setelah nyakitin Jiana? Lo harus minta maaf dulu ke Jia."

Azura mencoba menepis tangan Lioner tapi tidak bisa. Dia memberontak keras sekuat tenaga namun cengkraman Lioner tidak juga terlepas.

"Gak berubah ya lo! Terus aja bully Jia!"

"Terus apa maksudnya lo batalin pertunangan kita kalo masih gak terima Jia deket sama gue?"

"Jawab!"

Azura sibuk mencoba melepaskan diri dari Lioner. Tidak ada satupun ucapan Lioner yang Azura balas membuat Lioner mengeram marah. Kini dia mencengkram kedua bahu Azura, membawanya untuk menghadap dirinya.

"LEPAS!"

"Minta maaf dulu sama Jiana!"

"LEPASINNNN!" Azura meronta-ronta kesetanan. Dia mencakar-cakar tangan Lioner yang menempel di bahunya.

"Ck, brisik banget lo, tinggal minta maaf doang gengsi banget." Aziel tidak mempedulikan raut tidak nyaman Adiknya. Dia malah menyuruh Azura untuk meminta maaf pada Jiana.

"Lio, gue pikir Azura gak nyaman digituin." Cicit Jendar pelan. Dia sedikit takut dengan Lioner tetapi tak bisa mengabaikan raut kesakitan milik Azura juga.

"Biarin! Biasanya juga dia ngelakuin yang lebih-lebih dari itu ke jia. Segini doang gak ada apa-apanya." Saut Kean. Matanya menatap sinis ke arah Azura.

"BANGSAT! LEPASIN GUE! NAJISSS JANGAN SENTUH GUE, SIALAN!" Azura tak ada hentinya memberontak, dia mengabaikan ucapan teman-teman Lioner. Tujuannya hanya satu, lepas dari setan di hadapannya ini.

Dio maju dan memaksa Lioner untuk melepaskan Azura. "Lo gausah ikut campur!" Lioner menyorot tajam Dio.

"Lo nyakitin dia, goblok!" Balas Dio tak kalah kencang.

Lioner langsung tersadar dan mulai mengendurkan cengkramannya. Tidak di sia-siakan, Azura langsung mundur menjauh. Wajahnya merah tak karuan, matanya yang berkaca-kaca menatap Lioner tajam.

"GUE SALAH APA SAMA LO? KENAPA LO SELALU PERLAKUIN GUE KAYAK GINI?" Azura mulai menggosok-gosok tangan dan bahunya secara cepat dan brutal.

"Lo masih gak sadar juga salah lo apa?" Aziel menatap Azura dengan pandangan tak percaya. Menurutnya Azura adalah spesies manusia paling tidak tahu diri yang pernah dia temui.

"AAAKKKHHHHHH... GUE BENCI KALIAN!" Azura berlari keluar kelas diikuti tatapan khawatir Lioner.

"Lebay banget tuh cewek." Celetuk Kean. Dia duduk di samping Biru yang sibuk memainkan game di ponselnya.

"Lo percaya apa yang di omongin Kean tanpa denger penjelasan Zura dulu." Dio menggelengkan kepalanya kemudian dia duduk di kursinya dengan kaki yang dia naikan ke atas meja.

Kean langsung melotot ke arah Dio. "Maksud lo gue bohong gitu?"

"Gue gak bilang lo bohong. Lo cuma liat Jia keluar toilet sambil nangis setelah sebelumnya Zura juga keluar dari tempat yang sama. Terus lo simpulin Zura nyakitin Jia? Gak masuk akal." Dio mengelipkan nada cibiran di ucapannya.

"Siapa lagi yang nyakitin Jia kalo bukan Azura?" Aziel menyaut. Dio langsung tercengang. "Lo kakaknya tapi lebih percaya orang lain daripada adik sendiri."

"Adiknya kayak Zura sih gak bisa dipercaya." Balas Aziel tidak santai.

"Emang lo udah tanya Jia tadi di toilet diapain Azura?" Tiba-tiba Jendar mengatakan pertanyaan yang membuat semua orang terdiam.

"Goblok emang!" Cibir Dio pada Lioner.

Disisi lain, keadaan Azura kacau. Dia berlari ke ruang osis dan ruangan itu terkunci. Dia juga tidak dapat menemukan Kaysen di kelasnya. Tangannya tidak berhenti menggosok bahu serta tubuh bagian atasnya. Orang-orang yang melihat Azura sekarang menatapnya dengan raut aneh. Di tengah kekalutan Azura mencari Kaysen, dia menabrak tubuh Jiana.

"Azura? Kamu kenapa?" Tanya Jiana setelah melihat kondisi Azura yang jauh dari kata baik-baik saja. Rambut sedikit awut-awutan, matanya berkaca-kaca hampir menjatuhkan air mata, dan tangannya yang tidak berhenti menggosok bahu. Azura seperti orang linglung tak tahu arah, dia tak menjawab pertanyaan Jiana dan malah berlari ke arah luar gedung. Jiana menatap kepergian Azura dengan bingung.

Azura menarik dan mendorong gerbang sekolah yang terkunci secara brutal. Membuat satpam keluar dari posnya dan memarahi Azura.

"Dek, mau ngapain kamu? Belum waktunya pulang sekolah, balik sana ke kelas!"

Azura tidak mendengarkan, seolah tuli dia terus saja menarik dan mendorong gerbang sekolah dengan harapan bisa terbuka. "BUKA! BUKA GERBANGNYA, BUKA!"

"Dek, kamu kenapa toh? Macam orang sinting aja teriak-teriak!"

"BUKAAAAA! BUKA GERBANGNYA ZURA MAU PULANG! BUKAAAAAA..."

"Dek-"

"Buka gerbangnya, pak!" Satpam itu menoleh, mendapati anak pemilik sekolah yang tadi memerintahnya berdiri tak jauh dari tempatnya.

"Tapi, ini belum bel pulang, mas. Menurut peraturannya gerbang sekolah kan gak boleh dibuka sebelum bel pulang." Satpam itu memelas, wajahnya tak berdaya antara takut dengan peraturan sekolah dan takut tak mengikuti perintah anak pemilik sekolah.

"Buka aja, saya yang bertanggung jawab."

"Mas Biru janji?"

Biru mengangguk. Kemudian si satpam itu membuka gembok agar pintu gerbang bisa di geser. Setelah terbuka lebar, Azura langsung berlari keluar, tak repot untuk berterimakasih pada Biru terlebih dahulu.

Di luar sana jalanan sepi karena kawasan sekolah Azura memang bukan di pinggir jalan raya. Harus belok untuk masuk ke dalam sebuah jalan kecil barulah sekolah elit ini dapat di temukan. Jadi tak heran bahwa tidak ada kendaraan yang berlalu-lalang jika bukan pagi hari sebelum masuk atau sore hari setelah pulang sekolah.

Azura menatap kosong jalanan sepi di depannya. Dia mulai menjambak rambutnya kencang, sambil memejamkan mata dia berjongkok. Biru yang tadi diam-diam mengikutinya pun merasa bingung.

Azura kenapa?

Biru menghampiri Azura pelan. Dia ikut berjongkok di sebelah Azura dan secara lembut tangannya menyentuh bahu Azura. "Zura?"

Azura mendongak, menatap Biru dengan sendu, kemudian air matanya jatuh. Mata Biru membelalak saat tubuh Azura tiba-tiba mulai tergulai lemas dan dengan sigap Biru menahannya.

"Azura?" Biru menepuk pelan pipi Azura namun tak ada tanggapan.

"Zura?"

"Azura?" Biru langsung membopong tubuh Azura dan membawanya pergi.

¤¤¤


Holaaa👋

Aku mau nanya, menurut kalian, Jiana itu baik atau jahat?

Btw kalian pendukung siapa nih?

Azura-Lioner?

Azura-Kaysen?

Azura-Orion?

Azura-Biru?

Azura-Dio?

Azura-Jendar?

Azura-Kean?

Azura-Aziel gak bisa karena mereka saudaraan😂

Jangan lupa vote dan komen aku tunggu, udah dikasih double update nih😉

See you👋

Continue Reading

You'll Also Like

440K 34.5K 24
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

421K 20.4K 47
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
493K 25.9K 36
SEBELUM BACA JANGAN LUPA FOLLOW AUTHOR NYA DULU YA GUYSS.. ~bagaimana ketika seorang perempuan bertransmigrasi ke tubuh seorang perempuan yang memili...
ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

2.1M 110K 59
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...