AZKARINO✔️[TAMAT]

By andarrr

108K 5.2K 326

Tentang Azkarino Aldevaro, manusia biasa yang tidak sempurna. More

B L U R B
Prolog
01: 12 IPS 1
02: Benalu!
03: Di Follback?
04: Ketahuan Kerja!
05: Bukan Aku!
06: Sahabat
08: Mulai Sekarang, Kita Temenan
09: Ultahnya Azka
10: Penyakit Ini Menyiksa
11: Adek Laknat!
12: Sakit
13: Drop
14: Bullying
15: Sakit Hati
16: Pengakuan
17: Terbongkar Sudah
18: Feel So High
19: Harus Mandiri
20: Di Pecat?
21: Kangen
22: Perdebatan
23: Damai
24: Sama Gue Mau Nggak?
25: Membuat Curiga
26: Milik Gue
27: Dicabut?
28: Mendadak Ngeblank
29: Azka Cemburu
30: Insiden
31: Berkunjung Neraka Duniawi
32: Tas Sekolah
33: Club
34: Minta Izin
35: Rumit
36: Semakin Rumit
37: Keputusan
38: Tersakiti
39: Menerima
40: Undangan
41: Hari-H
42: Duka
43: Penyesalan (End)
andarrr note
Cast
Naughty
Extra Chapter 1: Waktu

07: Ini Semua Tidak Adil

1.8K 113 0
By andarrr

Happy Reading...
Azka merasa tertekan dengan semua permintaan dan tuntutan Laras kepadanya. Dia harus ini. Dia harus itu. Kalau tidak diturutin dia diancam akan dibongkar rahasianya.

"Jadi kalau gue nolak..." Azka bercerita.

"Rahasia gue, soal gue yang kerja jadi pelayan Cafe disebarin satu sekolah."

Kansa ternganga, "Itu doang?"

Azka menatap Kansa dengan alis berkerut, "Itu doang lo bilang? Berat buat gue Sa."

"Lo takut kehilangan Fans lo ya?" Tanya Kansa. Tapi memang bener sih, 90% ketakutan Azka memang itu.

"Ka gue bilangin ya.." Kansa menepuk pundak Azka.

"Lo nggak perlu takut sama Laras. Loss aja kalau dia sebarin ini semua sama satu sekolah. Dari sini lo bakal tau, siapa yang bertahan. Dan siapa yang pergi." Kansa tersenyum manis meyakinkan Azka.

"Emang kepopuleran sepenting itukah buat lo? Sampai lo harus capek-capek nurutin kemauan Laras demi nutupin hal yang sama sekali bukan aib ini?"

"Lo hebat Ka. Lo mandiri. Lo tegar. Lalu apa yang buat lo malu jadi pelayan Cafe? Toh pelayan Cafe nggak rendahan kok. Tanpa pelayan kita nggak bisa makan steak, pizza, dan minuman enak di Cafe sana karena nggak ada yang nganter makanannya."

"So. Lo masa bodoh aja sama bacotan orang. Nggak usah diambil hati. Mau orang lain ngefans sama lo ya monggo. Mau kabur juga monggo. Gue cuma kasih masukan biar lo nggak ngerasa tertekan Ka."

Azka tak melepaskan perhatiannya dari wajah Kansa. Motivasi Kansa membuat hati Azka tergerak, membuat dia tergerak untuk melawan Laras.

"Lo bener." Azka memandang Kansa, senyuman kecil terbit dari bibirnya.

"Nah kan. Bagus kalau lo sependapat dengan gue. Sekarang lo harus berani sama devil satu itu."

"Thanks ya." Azka mengelus punggung tangan Kansa yang berada di atas meja.

Kansa melotot tidak percaya, ini semua seperti mimpi. Dia bisa duduk sebelahan sama Azka, dan sekarang tangannya dipegang Azka.

Gusti! Paringono sabar.

"Sss-sama. Sama." Jawab Kansa gugup.

Mendadak pandangan Azka menjadi berbayang. Menatap Kansa didepannya seolah terbagi menjadi dua.

Azka mengerjapkan matanya berkali-kali.

Kansa menyadari perubahan raut wajah Azka seperti menahan sakit.

"Ka?" Kansa memegang pundak Azka.

Azka menggelengkan kepalanya jengah, menarik napas nya dalam-dalam.

"Kalau sakit ke uks ya? Biar dianter Andra."

"Gue nggak sakit. pusing dikit." Jawab Azka sambil memukul pelan kepala belakangnya.

"Selamat siang..." Guru mapel telah memasuki ruangan. Mereka semua langsung menyudahi obrolan mereka dan bersiap mengikuti jam pelajaran.

"Gue izinin ya?" Tawar Kansa.

Azka menggeleng, "Jangan. Gue nggak apa-apa."

"Bandel."

Disela Guru menjelaskan materi. Azka sama sekali tidak paham dengan apa yang guru itu ucapkan, pendengaran dia mendadak tidak berfungsi dengan baik. Mata dia pun demikian, semua yang dia lihat tiba-tiba menjadi kabur.

Kepala Azka terhuyung ke samping kiri dan hampir saja terjungkal. Untung dia segera sadar dan kembali menegakkan punggungnya. Berusaha agar tidak menyender.

Tes!

Setetes darah mengotori buku lks Azka.

Kansa yang melihatnya lantas terkejut bukan main.

"Azka lo mimisan!" Tanya Kansa dengan suara yang tidak bisa dikontrol lagi.

Satya yang berada dibelakang meja Azka sontak langsung berdiri dari tempat duduknya dan menghampiri meja Azka.

"Ka." Satya mendongakkan wajah Azka, ingin menatap dia lebih jelas.

"Pucet banget lo nying." Cicitnya tanpa sadar, masih ada guru lho disitu.

Satya membawa Azka ke uks setelah mendapat izin dari Ibu guru mapel yang sedang mengisi jam pelajaran kali ini.

"Lo kecapean pasti." Oceh Satya memberikan Azka segelas air putih.

"Hm." Jawab Azka setelah meneguk airnya.

"Apa yang lo rasain sekarang?"

"Pening." Azka memijat kepalanya.

Hening melanda keduanya. Satya sengaja tidak mengajak Azka berinteraksi supaya dia bisa istirahat.

"Lo kalau mau balik ke kelas balik aja. Nggak papa." Ucap Azka sambil memejamkan matanya.

"Nggak. Gue nemenin lo aja. Males gue dikelas."

Azka terkekeh, "Udah sana balik. Lo nanti ketinggalan materi."

"Maszeeh tidur wae. Aku tak dolanan hp." Satya membenarkan selimut Azka.

"Sambil menyelam meminum air." Satya mulai fokus dengan hp nya.

"Dasar. Mkdk lo."

"Mkdk? Apa tu?" Satya yang sedang login mengalihkan perhatiannya.

"Mencari kesempatan dalam kesempitan."

---

Terakhir Azka memeriksakan dirinya ke dokter ialah sepuluh bulan yang lalu. Waktu itu, pulang sekolah Azka memberanikan dirinya mendatangi rumah sakit seorang diri. Berbekal uang lembar ratusan ribu. Azka meminta dokter mengecek kondisi tubuhnya.

Stadium satu.

Awalnya Azka tidak percaya. Dia meninggalkan ruangan dokter itu tanpa permisi. Bagaimana mungkin dia mengidap penyakit itu padahal keturunan keluarga Muson dan Melan tidak ada yang mengidap penyakit seganas ini.

Seiring berjalannya waktu, Azka mulai melupakan diagnosis dokter yang dia anggap tidak becus. Dia mulai menghiraukan rasa sakit dikepalanya yang semakin hari kian menyiksa dirinya.

Azka selalu mencoba positive thingking.

Toh seandainya benar yang didiagnosis dokter itu, Azka pasrah. Lagian siapa yang mau membiayai dirinya nanti? Dia pasrah seandainya tuhan ingin mencabut nyawanya lewat penyakit ini.

Memandang hasil scan dari dokter itu hanya membuat dia menyuruh otaknya berpikir keras dan berakhir sakit.

"Woi Ka." Mira menyadarkan lamunan Azka.

"Ayo balik, udah tutup ni." Ucapnya.

"Liatin apa sih serius banget?" Mira menjulurkan lehernya kepo dengan gambar digenggaman tangan Azka.

Azka buru-buru memasukkan gambar itu kedalam tas. "Kepo."

"Dih!" Mira menyengit bingung, gadis yang berumur dua tahun lebih tua dari Azka itu berjalan menuju ambang pintu Cafe.

"Mir." Azka memanggil Mira. Gadis itu tengah mengenakan helm dikepalanya.

"Hati-hati. Didepan ada wedon." Usil Azka menakuti Mira.

Mira teringat cerita Bimo lusa lalu.

Mira langsung menoyor kepala Azka lumayan kuat.

Hanya toyoran seorang Mira membuat Azka terhuyung kebelakang beberapa langkah.

"Duh." Azka berpegangan pohon beringin disampingnya. Dia rasa penglihatan dia menjadi berputar hanya karena toyoran.

"Sok kesakitan lo!" Mira berdecih.

"Bye!" Sarkas Mira pada Azka.

Motor Mira telah meninggalkan area parkiran tempat Azka bekerja.

Azka melupakan rasa pening itu. Mulai menaiki motornya disaat pandangan dia belum sempurna jelas.

Pukul sepuluh malam Azka baru sampai dirumahnya. Jujur saja dia berani pulang jam berapapun asal tidak hari Sabtu. Karena di hari Sabtu Muson pulang lebih sore. Seandainya Muson tau Azka pulang pagi, dia akan menghajar anak tirinya itu tanpa ampun. Seperti waktu itu.

Azka hanyalah remaja biasa berusia tujuh belas tahun.

Membaringkan tubuhnya dikasur. Pandangannya yang berputar semakin terasa jelas. Melihat plafon rumahnya terlihat bergerak memutar dimata Azka.

Rasanya dia seperti akan jatuh dari atas ranjang kamarnya.

Azka memingarkan posisi kepalanya kesamping. Dengan cara ini, pandangan dia tidak terlalu berputar seperti tadi.

"AZKA!" Muson memanggil namanya dari ruang tengah.

"AZKA!" Suara Muson semakin terdengar jelas.

"Iya Pa!" Sahut Azka serak.

"Azka!" Muson membanting pintu kamar

"BISU!" Umpat dia.

Azka memaksa tubuhnya supaya duduk.

"Aku udah nyaut Pa." Tubuh Azka ditarik Muson menjadi berdiri.

"Lusa kamu maling duit saya dan saya masih diam!. Sekarang!" Muson mencengkeram baju Azka penuh marah.

"Kamu berani ngambil uang saya lagi ha? Mau kamu apa!" Muson mencengkeram pergelangan tangan Azka hingga ototnya nampak.

"Mau kamu apa!" Sentak Muson.

Azka lelah. Harus dengan cara apa dia membela diri sementara semua perkataan yang keluar dari mulut dia sama sekali tidak digubris oleh Papanya.

"Aku nggak pernah maling uang Papa. Sumpah." Jawab Azka.

"Ikut saya!" Muson menarik tangan Azka paksa.

"Pa. Bukan aku Pa." Azka mengikuti langkah Muson dari belakang. Dia tahu habis ini Muson akan menguncinya dari luar.

"Aku baru pulang kerja. Mana mungkin sempat ke kamar Papa!" Azka mendorong tubuh Muson. Andai saja dia tega, dia bisa saja melawan Papanya ini.

Muson menoleh kebelakang, nafas pria itu memburu. "Kerja? Nggak mungkin anak bodoh kaya kamu bisa kerja!"

Azka mendengus, "Papa nggak tau kalau aku kerja kan? Ya iya lah. Karna Papa nggak pernah peduli sama aku. Papa nggak pernah perhatiin aku! Selalu saja Gaza! Gaza terus!" Sakit hati yang sudah lama Azka pendam pecah juga malam ini.

Plak! Muson menampar pipi kanan Azka.

Azka tertoleh kesamping, pipinya mendadak kebas.

"KARNA GAZA ANAK SAYA!" Teriak Muson menggema ruangan ini.

"Apa Azka bukan anak Papa? Karena kejadian itu Papa nggak mau ngakuim aku sebagai anak? Kalau waktu bisa diputar, Azka saja yang tertabrak mobil. Bukan Mama!" Azka kehilangan rasa takutnya pada Muson. Dada Muson naik turun mendengar sahutan dari Azka. Kamu memang bukan anak saya Azka!.

"Kenapa Pa..." Satu kedipan, air mata sudah mengalir dari mata Azka.

"Ini semua nggak adil Pa."

"Harusnya kamu tidak perlu hadir dalam kehidupan saya dan Mamanya Gaza." Ucap Muson menatap kosong sofa didepannya.

Azka memejamkan matanya, membiarkan air matanya berjatuhan. Dadanya sakit sekali mendengar kenyataan jika Muson menyesali kehadiran dirinya di bumi ini.

Dugh! Muson memukul keras meja yang menjadi tumpuan tangannya sejak tadi.

Pria itu berjalan menuju pintu keluar, mungkin dia ingin menenangkan diri. Atau ke club malam untuk melampiaskan amarahnya. Anak sama Bapak memang nggak ada bedanya.

Tubuh Azka perlahan merosot ke dinginnya lantai.

"Kenapa gue harus hidup!" Dia membenturkan kepalanya pada dinding.

"Kenapa waktu itu gue harus ngerebut bolanya Gaza....." Azka menangis menyesali semuanya.

"Akh..." Dia merintih memegang kepalanya.

Azka mencoba berdiri dengan sisa tenaga yang dia punya. Bahkan dia tidak tahu letak pintu kamarnya dimana. Dan dia harus berjalan kemana. Semuanya gelap.

Dia menggapai sandaran tangan sofa, dia mendudukkan dirinya disitu. Sungguh tidak ampun sakit kepala ini menyerangnya.

"Argh..." Azka menjambak rambutnya.

Bibi sudah pulang sore tadi, dan sekarang hanya dirinya sendiri yang berada disini.

"Ini semua nggak adil tuhan...." Azka menatap nanar langit-langit rumahnya.

To be continue...

AZKARINO


KANSA

Continue Reading

You'll Also Like

446K 33.9K 42
"Seru juga. Udah selesai dramanya, sayang?" "You look so scared, baby. What's going on?" "Hai, Lui. Finally, we meet, yeah." "Calm down, L. Mereka cu...
3.9K 637 26
[ SELESAI ] "Lekas menghilang dan hanya bertahan dalam waktu singkat." Galeon yang merasa kehilangan karena perginya sang Ibu. Anak itu menjadi hampa...
49.2K 3.3K 35
terlahir dari keluarga yang kaya membuat ia menjadi anak yang manja, songong dan susah diatur lantaran ia adalah cucu satu-satunya, sekaligus cucu pe...
2.9K 217 33
Tentang Galen Kalendra, cowok berusia enam belas tahun mantan anak jalanan yang nasibnya berubah 180° setelah menjadi anak angkat tunggal dari keluar...