BUCINABLE [END]

Bởi tamarabiliskii

16M 1.6M 588K

Galak, posesif, dominan tapi bucin? SEQUEL MY CHILDISH GIRL (Bisa dibaca terpisah) Urutan baca kisah Gala Ri... Xem Thêm

PROLOG
1. Kolor Spongebob
2. Seragam Lama
3. Hadiah Untuk Gala
4. Lagu Favorit
5. Gara-Gara Kopi
6. Bertemu Bunda
7. Kesayangan Riri
8. Gala VS Dewa
9. Mirip Ilham
10. Pelampiasan
11. Kabar Buruk
12. Kelemahan
13. Panti Asuhan
14. Tawaran Menarik
15. Syarat Dari Riri
16. Tersinggung
17. Foto Keluarga
Daily Chat 1- Kangen
18. Peraturan Baru
19. Tanpa Riri
20. Gagal
21. Amora VS Riri
22. Singa dan Kura-Kura
23. Diculik?
24. Kisah di Masa Lalu
Daily Chat 2 - Ngambek
25. Jalan-Jalan
Daily Chat 3 - Cemburu?
26. Ingkar Janji?
Daily Chat 4 - Kecewa
27. Are You Okay, Gal?
28. Bawa Kabur?
29. Campur Aduk
Daily Chat 5 - Caper?
Daily Chat 6 - Lanjutan Sebelumnya
30. Prom Night
Daily Chat 7 - Drama Instastory
32. Yummy
33. Sunmori
Daily Chat 8 - Marah
Daily Chat 9 - Tweet Gala
34. Rencana Amora?
35. Pengorbanan?
Daily Chat 10 - Bayi Gede
36. I Love You!
37. Mama?
38. Permen Kis
39. Mode Bayi!
Daily Chat 11- I Love U
40. Fakta-Fakta
41. Fucking Mine
Daily Chat 12 - Mabuk
42. Bocil Kesayangan
43. Hug Me
Daily Chat 13 - Prank
44. PMS
45. He's Angry
46. Break?
Daily Chat 14 - Break? (Penjelasan Penyakit Gala)
47. Camp
48. Terlalu Toxic
49. Bucin
50. Bukan Tuan Putri
51. Selesai?
52. Ending (Baru)
PO MASSAL BUCINABLE
Special Chapter
BUCINABLE SEASON 2?!
GALA & RIRI [Bucinable Universe]
BUCINABLE 2 UPDATE!!!

31. Menghilang

200K 23.1K 17.1K
Bởi tamarabiliskii

Hai guys maaf ya akhir-akhir ini aku jarang update karena aku lagi persiapan acara lamaran sama Alan😁

Adegan apa yang paling kalian suka dan kalian pengen ada di cerita ini (selain nikah)? (Jangan adegan anu, ya, ini bukan cerita +++ pren😞)

Aku update nunggu vote dan komen chapter ini melebihi chapter sebelumnya💓 Jadi kalo aku belum update, bantuin biar bisa cepet memenuhi target jangan cuma nyuruh up doang😊

"Itu foto Kakaknya Bunda."

Gala sedikit terkejut karena tiba-tiba Amora muncul di belakangnya. Padahal beberapa menit yang lalu gadis itu pamit ke dapur untuk membuatkan Gala minuman.

Sebelum menyahuti ucapan Amora, Gala terdiam untuk beberapa saat. Gala menatap Amora dengan tatapan penuh tanya. Entah kenapa ia sedikit tertarik untuk mempertanyakan hal ini. "Kakaknya Bunda Asti? Kakak kandung?"

Amora mengangguk pelan. Meletakkan satu gelas teh hangat yang ia buat untuk Gala di atas meja lalu kembali berdiri di hadapan Gala. "Iya, tapi wajahnya emang gak mirip sama Bunda. Beda jauh."

Mendengar penjelasan dari Amora, Gala kembali memerhatikan bingkai foto yang sejak tadi ia pegang. Wajah perempuan yang berdiri di samping Asti memang tidak bisa ia lihat dengan jelas, karena fotonya sudah rusak. Namun dari perawakannya, entah kenapa Gala merasa tidak asing. Seperti pernah bertemu?

"Diminum dulu, Kak, teh hangatnya," suruh Amora pada Gala yang tampak melamun.

"Mana Dio?" jawab Gala seolah tidak menghiraukan permintaan Amora barusan.

Menghela napas, Amora mencoba tersenyum tipis. Gadis enam belas tahun itu berusaha terlihat baik-baik saja meski sebenarnya merasa sangat sedih karena Gala selalu saja acuh tak acuh dengan dirinya.

"Kak Dio masih keluar. Beliin Bunda obat ke apotek. Bunda gak mau minum obat yang dikasih Dokter tadi pa--"

Drttt....drttt...drtt...

Suara getaran ponsel membuat Gala cepat-cepat mengambil ponselnya di dalam saku jaket. Hal itu juga spontan membuat ucapan Amora terpotong begitu saja.

"--gi," lanjut Amora lirih. Sementara Gala sudah fokus dengan ponselnya.

"Tumben nih setan telfon gue malem-malem gini," heran Gala melihat nama Dewa tertera di layar ponselnya. Tumben sekali cowok itu tiba-tiba menghubungi dirinya selarut ini. Perasaan Gala jadi tidak enak.

"Riri sama lo?"

Dahi Gala mengernyit bingung. Jangankan bertemu, sejak tadi pagi ia sama sekali belum menelfon ataupun mengirim pesan pada Riri.

"Enggak. Gue belum ketemu Riri dari pagi."

"Bangsat," umpat Dewa terdengar frustasi. "Riri ngilang."

"Anjing!" umpat Gala. Ternyata benar firasatnya. Pasti ada sesuatu yang tidak beres sampai Dewa mau menghubungi dirinya.

Gala mematikan dan kembali mengantongi ponselnya ke saku jaket tanpa mendengarkan penjelasan dari Dewa lebih lanjut. Tidak ada lagi waktu untuk mendengarkan hal lain. Secepat mungkin ia harus mencari keberadaan Riri. Sebelum terjadi hal buruk pada gadis itu.

"Kak Gala mau ke man--"

"Gue harus balik."

Amora memegang lengan Gala. "Tapi Kak, Bunda kan tadi udah pesen, Kak Gala disuruh di sini dulu. Lagi pula Kak Dio juga belum pulang."

"Kak Gala pulangnya nunggu Kak Dio dulu, ya," bujuk Amora dengan wajah memelas.

Gala menyugar rambutnya ke belakang setelah menyingkirkan tangan Amora dari lengannya. Demi apapun jika urusannya sudah menyangkut mengenai Riri, Gala tidak bisa menunda lagi. Bagi Gala, Riri lebih penting dari segalanya. Bahkan dari dirinya sendiri.

Kalau tadi bukan karena Dio yang meminta bahkan sampai memohon pada dirinya agar mau datang ke panti asuhan untuk menjenguk Asti yang sedang sakit, Gala tidak akan ada di panti asuhan sekarang. Pasalnya kemarin saja ia sengaja tidak memedulikan pesan dari Amora yang memintanya datang ke panti asuhan.

"Gue harus balik. Gue bisa nunda urusan pekerjaan kantor dengan terpaksa demi permintaan Bunda Asti, tapi buat yang satu ini gue gak bisa nunda," jelas Gala berusaha tetap tenang meski sebenarnya ia sudah emosi dengan tingkah Amora yang bisa dibilang tidak tahu malu.

Amora menatap Gala sedih. Gadis dengan dress selutut berwarna krem itu lantas mengambil teh yang tadi ia letakkan di atas meja kemudian menyodorkannya ke hadapan Gala. "Kak Gala minum tehnya dulu. Mubazir kalo gak diminum, Kak. Habis itu pulang gak papa. Nanti biar aku yang jelasin ke Bunda."

Gala berdecak kesal. Amora, gadis itu benar-benar keras kepala. Membuat Gala ingin mengumpat habis-habisan. Akan tetapi sebisa mungkin keinginannya itu ia tahan karena Gala masih menghargai Amora sebagai adik Dio. Adik dari teman satu geng motornya. Kalau tidak, berbagai nama hewan penghuni kebun binatang sudah keluar dari mulutnya sejak tadi.

"Gue gak bisa, Mor! Gue harus balik!" jawab Gala tegas.

Tanpa membuang-buang waktu lebih lama, Gala pergi meninggalkan Amora. Namun siapa sangka, beberapa detik setelahnya, Amora kembali berusaha mencegah Gala. Gadis itu mengejar dan menghalangi langkah Gala yang hampir keluar dari pintu.

"Kak Gala kenapa sih kaya gak suka sama aku? Padahal aku cuma mau temenan sama Kak Gala. Aku gak ada niat jahat apapun ke Kak Gala."

Gala mengusap wajahnya kasar. Cowok itu menyingkirkan tangan Amora. Kali ini gerakan Gala sedikit lebih kasar. Tidak pelan seperti yang tadi sempat ia lakukan.

"Mor, gue--"

"Kak! Kali ini aja, please, dengerin kemauan aku. Aku cuma mau Kak Gala di sini sampe Kak Dio pulang dari apotek. Aku gak berani. Di panti ini, laki-laki dewasanya cuma Kak Dio."

Gala memejamkan mata sesaat untuk menetralkan gemuruh di dalam dadanya yang sebentar lagi akan meledak. Masa bodo dengan alasan Amora barusan, ia sama sekali tidak peduli dan tidak akan pernah mau peduli.

"Gue harus balik! Gue harus nyari cewek gue! Gue dapet kabar dari Abangnya kalo cewek gue ngilang!"

"Nanti bisa--"

"GUE HARUS BALIK SEKARANG! LO PAHAM BAHASA MANUSIA GAK?!" bentak Gala membuat mata Amora langsung berkaca-kaca.

Amora tidak menyangka Gala akan semarah ini padanya. Padahal ia hanya menginginkan Gala stay untuk beberapa menit saja sambil menunggu kedatangan Dio dari apotek.

Simple bukan?

Memijat pangkal hidungnya, Gala mencoba mengendalikan emosinya sebisa mungkin. Ia tidak ingin menambah masalah baru. Masalahnya sendiri sudah terlalu banyak dan menumpuk. Gala tidak mau menambah beban hidup dengan masalah tidak penting seperti ini.

Tangan Gala terulur ke depan. Cowok itu menepuk pundak Amora beberapa kali. "Sorry, gue harus balik. Cewek gue ngilang. Asal lo tau, dia segalanya buat gue. Gue gak bisa nunda hal ini untuk alasan apapun. Apalagi cuma karena lo, Amora."

Gala memasukkan kedua tangannya ke saku jaket. Matanya menyorot Amora sekilas sebelum akhirnya pergi dari hadapan gadis itu. Meninggalkan Amora yang masih diam di tempatnya. Mematung di ambang pintu dengan air mata yang perlahan berjatuhan.

"Sorry, gue harus balik. Cewek gue ngilang. Asal lo tau, dia segalanya buat gue. Gue gak bisa nunda hal ini untuk alasan apapun. Apalagi cuma karena lo, Amora."

"Aku salah apa sih? Sampai Kak Gala segitu gak sukanya sama aku?"

*****

"Ck! Gue harus nyari kemana lagi?!"

"Anjing! Anjing! Anjing!"

"Aaaarrggghhh!!! Gue gak mau lo kenapa-kenapa, Ri!"

"Bajingan!" umpat Gala kemudian menumpukan kepalanya ke atas helm hitam miliknya yang ia letakkan di tangki motor.

Gala bingung harus mencari Riri kemana karena saat ini ia tidak memiliki petunjuk apapun. Sejak satu jam yang lalu ia sudah mengitari sekitar rumah Riri dan juga tempat-tempat yang kemungkinan besar akan Riri kunjungi. Namun hasilnya tetap nihil. Tidak ada tanda-tanda Riri berada di sana.

Setelah Gala tanya pada Dewa lebih detail, Gala juga baru mengetahui jika Riri pergi tanpa membawa ponselnya. Padahal jika Riri membawa ponsel, itu akan memudahkan pencarian Gala. Gala hanya perlu mencari tahu keberadaan Riri melalui sebuah aplikasi di ponsel Riri yang sudah terhubung otomatis ke ponsel milik Gala. Tidak perlu kebingungan dan panik seperti sekarang.

"Fuck! Gue gak bakal maafin diri gue sendiri kalo sampe Riri kenapa-kenapa!" tekad Gala mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat.

Gala memejamkan mata sejenak. Hawa dingin tiba-tiba tubuhnya rasakan. Bahkan kini kedua telapak tangan Gala terasa begitu dingin dan sedikit bergetar. Pelipisnya juga mulai meneteskan keringat dingin.

Ya, begitulah Gala jika sedang mengalami kepanikan berlebih. Tubuhnya akan bergetar, bahkan hingga menggigil seperti orang kedinginan. Juga pikiran-pikiran buruk di dalam kepalanya akan bertambah semakin banyak. Berdengung dan terus berputar hingga membuat Gala merasakan rasa sakit dan nyeri yang luar biasa pada kepalanya.

"Sssshhhhh," desis Gala kesakitan sambil memegang kepala.

Gala turun dari atas motor dengan langkah sempoyongan. Ia memilih duduk di tepi jalan. Satu tangannya yang masih bergetar berusaha mencari-cari sesuatu di saku jaket. Sialnya, sepertinya ia lupa membawa sesuatu itu.

"Bangsat!" umpatnya. "Aaarrrggghhh!"

Drttt...drtt...drtt...

"Il-ham," ucap Gala membaca nama orang yang saat ini tengah menelfon dirinya.

Dengan berat hati dan berusaha bersikap tenang, setenang mungkin, Gala mengangkat telfon dari Ilham. Gala juga telah menarik napas berkali-kali sebelum memulai membuka suara.

"Kenapa? Kalo gak penting gue mat--"

"Gal, sekarang gue lagi sama Riri!"

Gala menegakkan badannya yang semula terasa lemas tak berdaya. Sekarang, entah terlalu ajaib atau bagaimana, Gala tiba-tiba merasa dirinya baik-baik saja saat mendengar nama Riri Ilham sebut.

"Ri-ri? Lo sama Riri? Ada di mana? Gue ke sana sekarang!" cecar Gala tidak sabar.

"Taman deket apart lo. Tadi gue--"

Tut. Gala mematikan sambungan telfon Ilham dan segera mengendarai motornya ke tempat yang Ilham sebutkan.

Setelah sampai, dengan semangat empat lima, Gala berlari memasuki area taman. Gala tersenyum lega ketika mata elangnya berhasil menangkap sosok yang sejak tadi ia cari dan ia khawatirkan.

Riri, gadis itu berdiri tepat di sebelah Ilham.

"Lo gak papa?" tanya Gala menghampiri mereka.

Gala memerhatikan Riri dari ujung atas sampai bawah secara teliti. Gala hanya ingin memastikan jika gadisnya itu tidak kenapa-kenapa. Tidak lecet barang sedikitpun. Memastikan bahwa Riri memang baik-baik saja. Karena jika terjadi hal buruk pada Riri maka itu adalah bencana besar bagi Gala.

Riri, gadis dengan training berwarna hitam dan kaos putih oversize, juga dengan sendal jepit berwarna pink itu menggeleng polos.

Gala menghela napas lega. Ia segera menarik Riri ke dalam pelukannya seolah takut kehilangan. Rasanya seperti ada yang kurang, jika mengkhawatirkan Riri, lalu setelah menemukan gadis itu ia tidak memeluknya. Maka dari itu Gala tidak peduli dengan keberadaan Ilham. Gala akan tetap melakukan apa yang memang seharusnya ia lakukan.

"Ekhem," dehem Ilham merasa tidak dianggap sejak tadi. "Gue orang bukan lampu taman. Pala gue juga gak botak kaya pala bokap gue, jadi gue gak mirip sama lampu taman."

Gala melirik Ilham kesal. "Ganggu!" semprot Gala. Bukannya melepaskan pelukannya, Gala justru sengaja mempererat pelukan mereka.

"Panas banget. Kayanya di sini tercium aroma-aroma penghuni neraka," sindir Ilham mengibaskan kedua tangannya di depan wajah seolah ia sedang kepanasan.

Dengan berat hati, ralat, dengan sangat-sangat berat hati Gala melepaskan pelukannya. Gala menatap Riri penuh selidik. "Lo ngapain tiba-tiba--"

"Dia nyariin lo, Gal," sela Ilham cepat. Melihat gelagat Gala ingin memarahi Riri, sepertinya ia harus cepat ikut andil untuk menjelaskan pada Gala apa yang sebenarnya terjadi.

Ilham tidak tega jika melihat Riri dimarahi oleh Gala. Karena saat bersamanya tadi, Riri tampak lebih banyak diam. Tidak berisik dan banyak bertanya seperti Riri yang biasanya Ilham kenal. Ilham jadi merasa kalau saat ini keadaan Riri memang kurang baik.

Satu alis Gala terangkat karena tidak paham dengan ucapan Ilham.

Ilham mendengus pelan. "Tadinya gue mau ke apart lo buat minjem motor. Motor gue disita bokap karena gue ketahuan ikut balap liar," jelas Ilham. Memang tadi niatnya ke apart Gala hendak menukar mobilnya dengan motor milik Gala untuk sementara waktu. Karena Ilham juga tahu, Gala jarang sekali menggunakan motor jika pergi bersama Riri. Jadi, Ilham pikir, ia bisa menggunakan motor milik Gala sampai ayahnya mengembalikan motornya.

"Eh terus gak sengaja liat Riri duduk di depan pintu apart lo. Karena lo gak angkat-angkat telfon dari gue, gue ngajak Riri ke taman ini. Soalnya Riri gak mau gue anter pulang. Dia mau nunggu lo," lanjutnya.

Gala menatap Riri bingung. "Lo kan tau password pintu apart gue. Kenapa gak langsung masuk?"

Riri balas menatap Gala dengan tatapan sedih sembari kedua tangannya memilin ujung kaos. "Riri lupa," jawabnya lirih.

"Ck," decak Gala tidak habis pikir. Bagaimana bisa lupa padahal password pintu apartemen Gala adalah tanggal lahir Riri dan tinggal dibalik saja urutannya.

Gala beralih menatap Ilham lalu melemparkan kunci motornya pada cowok tengil itu.

"Nih pake. Cepet pergi!" usir nya.

Ilham tersenyum lebar. Salah satu keuntungan berteman dengan Gala adalah, cowok itu tidak pernah pelit dan perhitungan dengan temannya. Selalu dengan cuma-cuma mau membantu atau meminjami selagi hal tersebut bisa dan mampu Gala lakukan.

"Makasih, Bos. Mobil gue udah gue parkir di basement."

"Gue bawa ye motor lo," cengir Ilham senang.

"Kalo lo lecetin, pala lo jaminannya," ancam Gala dengan ekspresi datar.

Ilham mengangguk lalu segera naik ke atas motor Gala. Ilham pergi setelah melambaikan tangannya pada Gala dan Riri.

"Udah!" Gala mengarahkan wajah Riri untuk beralih menatapnya karena merasa Riri terlalu lama menatap kepergian Ilham.

Riri hanya diam saat Gala menarik tangannya. Ternyata Gala mengajaknya untuk duduk di bangku taman.

Suasana taman memang sudah sepi karena sekarang sudah hampir jam dua belas malam. Hanya tersisa beberapa orang yang duduk di kafe sekitar taman.

"Sinian!" suruh Gala melihat Riri duduk dengan menjaga jarak yang cukup jauh darinya. Tentu saja Gala tidak menyukai hal itu. Karena seolah-olah Riri enggan berdekatan dengan dirinya.

"Kenapa?" Gala mengangkat dagu Riri setelah gadis itu mau mendekat. "Kenapa lo ke apart gue tapi gak bilang ke gue dulu? Terus kenapa lo gak bawa hape? Mau jadi bocil bandel, hm?"

Riri diam. Sekarang gadis itu justru semakin takut menatap Gala.

"Jawab!" geram Gala. "Cemberut mulu, lo ngegoda gue, hm?!"

Melihat pergerakan Gala yang sedikit mencurigakan, dengan segera Riri menjawab. "Tadi Riri buru-buru. Jadi hape Riri ketinggalan," jawabnya sembari berusaha memundurkan wajahnya.

Gala melepaskan tangannya dari dagu Riri. Tangan cowok itu pindah ke atas pundak Riri. Gala mengguncang pelan kedua pundak itu. "Lo tau gak?! Gue itu panik setengah mati nyariin lo! Lo seneng liat gue khawatir kaya gitu? Lo sengaja pengen buat gue kam--"

Gala hampir saja keceplosan mengenai keadaannya tadi. Cowok itu langsung berusaha mengalihkan pembicaraannya.

"Kenapa lo ke apart gue?" tanya Gala lebih tenang.

Bukannya menjawab pertanyaan Gala, mata Riri langsung berkaca-kaca. Riri menubruk kan kepalanya ke dada bidang Gala. Kedua tangan mungilnya melingkari pinggang Gala begitu erat. Seolah ketakutan.

Gala tidak bertanya apa-apa. Gala hanya membalas pelukan Riri sambil sibuk berpikir apa yang sebenarnya terjadi pada Riri. Sepertinya gadis itu kesusahan untuk menyampaikan perasaannya.

"Kita masuk aja ke dalem, di sini dingin," ajak Gala. Kedua tangannya masih sibuk mengusap kepala hingga punggung Riri dengan gerakan lembut.

Riri melepaskan pelukannya lalu menggeleng. "Riri mau di sini."

"Kenapa nangis, hm?" tanya Gala lembut. "Maaf ya, gue gak niat bentak lo. Gue cuma panik."

"Riri kangen sama Bunda. Riri mau ke makam Bunda tapi gak dibolehin sama Bang Dewa dan Bang Danis. Padahal Riri juga gak minta anter. Riri bisa sendiri. Tapi mereka tetep gak ngizinin Riri."

"Jadi itu yang buat lo pergi ke apart gue tanpa izin ke mereka?"

"Hm," angguk Riri. "Mereka gak kaya Gala. Setiap Riri kangen sama Bunda, kapanpun Riri mau dan pengen datang ke makam Bunda, Gala pasti siap nganterin."

Gala menghela napas. Gala tahu, dua kakak Riri melarang Riri pasti bukan tanpa alasan. Mereka melarang karena waktunya memang tidak tepat. Hari sudah larut malam, tidak mungkin mereka mengizinkan Riri keluar begitu saja. Apalagi ke area pemakaman yang sepi.

Namun dalam keadaan ini Gala juga tidak mau menyalahkan Riri, karena semua ini memang terjadi karena kesalahan Gala. Dari dulu, setiap Riri ingin pergi ke makam Desi--bunda Riri--Gala selalu mengiyakan. Tidak peduli pagi, siang, sore, malam, atau bahkan subuh sekalipun. Setiap waktu yang Riri inginkan, Gala selalu siap mengantar.

Bahkan pernah waktu itu, Gala membatalkan balapan motornya karena pada pukul dua pagi, Riri tiba-tiba mengabari dirinya ingin pergi ke makam Desi. Alhasil Gala harus merelakan kekalahannya sebelum bertanding dengan lawannya. Juga menjadi bahan olok-olokan semua orang karena mereka menganggap Gala pengecut yang mengundurkan diri sebelum balapan dimulai.

Tidak hanya itu, waktu itu Gala juga sampai dipukuli oleh Dewa karena Dewa mengira Gala laki-laki brengsek yang mengajak Riri keluyuran dini hari tanpa pamit. Padahal kenyataannya bukan seperti itu. Itu semua Gala lakukan karena Gala ingin menepati janjinya pada bunda Riri. Untuk selalu ada di samping Riri dikala gadis itu membutuhkan bantuan.

Gala membawa kedua tangan Riri ke pangkuannya. Menggenggamnya erat. "Kenapa gak telfon gue? Minta anter gue, kan biasanya kaya gitu."

Riri menggeleng. "Sekarang, Gala udah mulai sibuk ngerjain tugas kantor. Riri gak mau ganggu. Gala juga gak ada ngabarin Riri dari pagi, jadi Riri pikir Gala emang lagi sibuk banget."

"Terus kenapa lo tiba-tiba ada di apart gue? Jadi lo kabur dari rumah mau ke makam Bunda atau ke apart gue?"

"Riri mau ke makam Bunda, tapi--" Riri menggantungkan ucapannya lalu nyengir memperlihatkan deretan gigi putihnya. "Tapi Riri lupa jalannya, jadi Riri ke apart Gala hehe."

Riri menghentikan cengirannya melihat ekspresi Gala yang tidak bersahabat. "Gala marah?"

Riri menarik tangannya dari genggaman Gala lalu kepalanya tertunduk sedih. "Bang Dewa marah, Bang Danis marah, Gala marah. Semua marah."

Riri menghela napas. Gadis itu belum berani menatap Gala lagi. "Maaf Riri egois, Riri udah gede, harusnya gak bersikap kaya gitu. Tapi Riri bener-bener kangen sama Bunda. Riri mau meluk Bunda meksipun cuma makamnya. Riri--"

"Ayo," sela Gala. Gala sudah berdiri dan menarik pergelangan tangan Riri.

"Ke mana?" tanya Riri polos dengan kedua mata mengerjap lucu.

"KUA!" Gala berdecak sebal. "Ke Bunda lah."

Riri ikut berdiri. Senyum gadis itu mengembang kian lebar. "Gala gak marah?"

"Enggak," geleng Gala. "Sini peluk gue dulu."

Dengan senang hati Riri masuk ke dalam pelukan Gala. "Tapi ini udah jam dua belas malem."

Satu alis Gala terangkat heran. "Terus?"

"Emang gak papa? Gala gak takut?"

"Gak papa lah. Takut kenapa? Kan muka lo lebih serem dari kunti."

"Ish!"

Gala tertawa pelan. Ia lebih menyukai Riri yang marah-marah dan cerewet seperti ini daripada Riri yang diam dan sedih.

Gala mengeratkan pelukan mereka. "Lain kali kalo ada apa-apa telfon gue dulu, sayang. Sesibuk apapun gue, lo tetep jadi prioritas gue."

"Iya sayang," jawab Riri spontan. Membuat kedua telinga Gala langsung memerah karena salah tingkah dengan panggilan sayang dari Riri.

Menyadari hal itu, Riri semakin gencar menggoda Gala. "Kenapa sayang?" tanya Riri sambil mendongak memerhatikan Gala.

Gala memejamkan mata sejenak. Seluruh wajahnya tiba-tiba terasa begitu panas seperti terbakar. Gila memang. Hanya dipanggil begitu, ia sudah kalang kabut.

"Diem lo, bocil." Gala berusaha menetralkan ekspresinya lalu mengalihkan pembicaraan mereka. "Paham gak apa yang gue bilang tadi? Apapun itu lo harus telfon gue dulu. Ngabarin gue dulu. Biar gue gak panik dan khawatir kaya tadi."

Riri menganggukkan kepala, paham.

"Ngangguk mulu kaya monyet," ejek Gala membuat Riri memukul pinggang cowok itu.

"Paham, ih!" Riri menduselkan kepalanya di dada bidang Gala untuk mencari kenyamanan. "Em, kalo Riri kaya monyet, Gala kaya apa?" tanya Riri random.

"Kutu."

"Kok kutu?"

"Biar bisa nempel di badan lo mulu," kekeh Gala. Merasa geli sendiri dengan ucapannya barusan.

Satu sudut bibir Gala terangkat. "Terus kalo gue monyet lo pisangnya. Tau gak kenapa?"

"Karena pisang selalu dibutuhin monyet. Sama kaya Riri yang selalu dibutuhin Gala. Iya gak?"

"Kebalik bego," toyor Gala pelan. "Lo yang selalu butuhin gue. Lagian gak gitu alasannya."

"Terus?"

"Kalo gue monyet, lo pisangnya. Biar gue bisa makan lo."

Riri tampak kebingungan dengan jawaban Gala. Karena istilah makan yang Gala maksud dan Riri pahami memang sangat berbeda.

"Kok dimak--"

"Udah, gak usah dipusingin. Kalo udah nikah nanti gue jelasin terus gue praktekin sekalian."

Gala melepaskan pelukan mereka. Satu tangannya yang tadi sibuk mengusap-usap pipi Riri kini beralih menggandeng tangan Riri.

"Kita jalan kaki?" tanya Riri sambil mengayunkan tangan Gala. Mereka berdua lebih terlihat seperti kakak dan adik dibandingkan sepasang kekasih. Karena Riri benar-benar terlihat seperti anak kecil dan Gala terlihat sangat dewasa. Padahal umur mereka hanya terpaut satu tahun.

"Hm, kan dekat dari sini. Kalo capek nanti gue gendong."

"Riri capek sekarang," cengirnya.

"Bisa aja lo," dengus Gala. "Bilang aja lo mau gue gendong, biar bisa sekalian modus. Dasar bocil tukang modus."

Dengan mudahnya Gala langsung mengangkat tubuh Riri. Ia mengendong Riri ala bridal style.

"Kenapa?" tanya Riri menyadari kini Gala terus menatapnya tanpa berkedip.

"Gemesin, dari tadi pipi lo gerak-gerak terus, pengen gue gigit," kekeh Gala. "Rawrrrr!"

"Ih jangan digigit!"

Gala tertawa renyah. Ketika akan menggigit pipi Riri lagi, tiba-tiba seseorang meneriakinya dari belakang.

"Kak Gala!"

Gala mengurungkan niatnya lalu memutar tubuhnya dan mengumpat pelan saat tahu siapa yang memanggilnya.

"Bangsat! Dia ngapain ke sini anjing?!"

*****

Kira-kiraaa Amora mau ngapain yagesya????

Gimana ya kalo Gala Riri gak jodoh?😞 Cuma lagi berandai-andai, jangan suudzon sama aku, gak baik🙏🏻

Pesan buat Gala?

Pesan buat Riri?

Buat Amora?😆

Pesan buat author :

Pesan buat siapa aja :

Mau up kapan? Spam disini!!! Semakin banyak yg komen dan vote semakin cpt juga up nya.

Spam komen pake emoji ❤ :

Jangan lupa follow instagram :

@tamarabiliskii
@drax_offc
@draxfanbase
@draxfanbase2

@galaarsenio
@serinakalila
@alan.aileen
@ilhamgumilar1
@akbar_azzaidan
@rayhandewaa
@danisardhan
@nenda.makaila
@cholineangelica_

See yoouu 🤎🤎

Gemessss bangettttt loch sama Gala Riri

Amora

Đọc tiếp

Bạn Cũng Sẽ Thích

5.2M 280K 55
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
4.9K 314 76
"Gerhana Berlian Season 3" Ketika Angkasa Diam-Diam Merindukan Senja-Nya "Lo harus sadar kalo sekarang gue adalah makhluk yang bukan manusia lagi. Se...
628 117 24
"Sebutlah aku April mulai hari ini..." Dia adalah anak SMA pindahan dari Bandung yang di hari pertamanya bersekolah dikejutkan oleh istilah "Kelas Ne...
12.1K 1.4K 19
baca aja, semoga suka sih... Warning! -beberapa kapal yang mungkin tidak disukai -bahasa tidak baku (sangat tidak baku) -kata-kata mutiara dari mbak...