SHERLOCK

By Mynoteday

2.5M 286K 49.6K

[HARAP FOLLOW DULU, SEBELUM MEMBACA!] || END ... "Bangun, bisu!" "Bego, kena bola sedikit aja pake segala... More

Prolog
Sherlock-1
Sherlock-2
Sherlock-3
Sherlock-4
Sherlock-5
Sherlock-6
Sherlock-7
Sherlock-8
Sherlock-9
Sherlock-10
Sherlock-11
Sherlock-12
Sherlock-13
Sherlock-14
Sherlock-15
Sherlock-16
Sherlock-17
Sherlock-18
Sherlock-19
Sherlock-20
Sherlock-21
Sherlock- 22
Sherlock-23
Sherlock-25
Sherlock-26
Sherlock-27
Sherlock-28
Sherlock- 29
Sherlock - 30
Sherlock-31
Sherlock-32
Sherlock-33
Sherlock-34
Sherlock-35
Sherlock-36
Sherlock-37
Sherlock-38
Sherlock-39
Sherlock-40
Sherlock-41
Sherlock-42
Sherlock-43
Sherlock-44
Sherlock-45
End?
Sherlock-46
Sherlock-47
Sherlock-48
Sherlock-49
Sherlock-50
Sherlock-51
Sherlock-52
Sherlock-53
Sherlock-54
Sherlock-55
Sherlock -56
Sherlock-57
Sherlock-58
Sherlock -59
Sherlock -60
Sherlock-61
Sherlock -62
Sherlock -63
Sherlock -64
Sherlock -65
Sherlock -66
Sherlock -67
Sherlock -68
Sherlock -69
Sherlock -70
Sherlock -End
Spoiler?
Coming Soon
Starla'

Sherlock-24

40.9K 4.5K 267
By Mynoteday

Happy Reading.
.
.
.

Leon yang baru saja kembali dari Cafe mengernyit bingung mendapati markas yang begitu sepi. Ia pulang terlambat karena mengikuti ulangan susulan. Siapa sangka temannya meninggalkan dirinya dan pulang lebih dulu. Namun, ia tak menemukan mereka di sini.

"Apa mereka di warung Mbah Sugem?" monolog Leon.

Sayup ia mendengar suara tawa Resume yang menggema di ruang pojok. Tepatnya di ujung lorong markas. Leon menghela napas. Ternyata mereka ada di sana. Tapi, ia juga sedikit penasaran. Kenapa mereka berkumpul di tempat yang jarang sekali mereka datangi? Ruangan di ujung lorong markas itu terbilang sepi, para anggota Ovior lebih sering bersantai di ruang kedua yang letaknya ada di depan.

Leon lantas segera bergegas ke sana. Suara tawa Resume masih terdengar nyaring. Namun, semakin mendekat entah kenapa yang Leon dengar hanya ada suara tawa Resume saja. Seperti pria itu sedang dalam keadaan seorang diri.

Lantas, dengan siapa ia tertawa?

Kaki Leon berhenti melangkah, ia menyadari sesuatu. Bulu kuduknya merinding, entah kenapa tiba-tiba suasana berubah terasa mencekam. Ini gawat. Ia harus cepat pergi, tidak ingin menjadi tumbal lagi.

Baru saja hendak berbalik. Suara Resume terdengar begitu jelas memanggil namanya. Pria itu menyadari lebih dulu kehadiran Leon.

"Eh, Bang?" Pria itu menyembul di balik pintu. Karena mendengar suara hentakan kaki dari luar.

Leon cengengesan. "Lo lagi ngapain? Gue denger ketawa lo kenceng banget dari luar."

"Ah, ini gue lagi main game. Yang kalah harus di dandanin, eh gue menang. Ya lo tahulah gue dandanin dia karena kalah." Resume menunjuk ke dalam ruangan.

Leon yang masih berada di luar dan tak tahu seperti apa suasana di dalam hanya bisa menelan salivanya seraya nyengir seperti orang bodoh. Jujur ia mulai merasakan hawa tidak enak. Bermain game katanya? Sampai dandanin segala?

Kenapa tingkah Resume semakin lama semakin menakutkan? Apalagi sekarang ia dan teman tak kasat matanya itu sudah sampai tahap bermain game? Apa dia tidak gila?!

Leon berdehem. "Seneng lo main sama mereka?"

Dahi Resume mengernyit. "Mereka? Gue main cume berdua. Bang Sherlock sama yang lain lagi di halaman belakang, bantu benerin motor Bang Biru yang katanya bermasalah."

Waduh, apa si hantu pendatang baru bernama Juminah yang sedang Resume ajak main?

"Ah oke deh, kalo gitu gue mau lihat mereka. Lo hati-hati di dalem, jangan banyak ngelamun. Entar temen yang lo ajak main itu grepe-grepe lo lagi." Leon menepuk bahu Resume dan segera ngacir pergi berlari terbirit-birit. Ia tahu Juminah adalah hantu centil sebangsa dengan Katlyn.

Resume semakin mengernyit. Tingkah Leon sungguh aneh.

Tak mau berpikir terlalu serius, ia lebih memilih kembali masuk ke dalam. Lalu menatap sosok yang duduk di kursi dengan tatapan menelisik.

"Kenapa?"

"Lo gak akan grepe-grepe gue'kan, Bang?" selidik Resume. Sosok di hadapannya malah menatapnya datar dan kembali fokus bermain game.

"Bang Leon yang bilang, katanya gue harus hati-hati. Nanti di grepe sama lo." Resume kembali duduk di sampingnya dan mengambil stik PS.

Belum sempat menjawab, nada dering ponsel berbunyi dengan terus-menerus. Sang empu tak merespon sama sekali membuat panggilan itu terus berdering.

"Winter Wonderland!" tegur Resume jengah. Menatap ke arah Winter yang sibuk bermain game. "Angkat dulu teleponnya. Berisik itu."

Winter melirik sejenak ponsel di meja. "Gak penting," ujarnya kembali berfokus pada layar di depan.

Resume semakin jengah. Ia lantas mengambil ponsel milik pria di sampingnya. Tertera nama Tiger di sana.

"Bang Tiger yang nelpon, bisa-bisanya lo bilang gak penting." Resume lantas menerima panggilan.

"Halo? Kenapa Bang?"

Tak ada balasan.

Resume mengernyitkan dahinya. Melihat ke layar ponsel. Panggilan masih terhubung.

"Bang? Bang Tiger? Halo?"

"Kok lo yang jawab? Winter gak mati'kan?"

Resume menatap ke arah Winter yang juga meliriknya sekilas. Merasa tak minat.

"Hah? Maksud lo?"

Terdengar helaan napas di seberang sana. "Dia ke mana?"

"Ada di samping gue, lagi main game."

"Oh."

"Oh?" ulang Resume dengan nada kebingungan.

Tut.

Sambungan terputus.

"Apaan sih anjing?" gumamnya menatap layar ponsel dengan kesal. Tingkah Tiger benar-benar aneh dan menguras emosi.

"Ini yang lo maksud gak penting, Bang?" tanya Resume menatap Winter dengan alis terangkat. Winter terlihat mengangguk singkat.

"Dia sering nelpon lo kayak gini?" tanya Resume dan Winter mengangguk lagi.

Mata pria itu kini memicing. Menangkup wajah Winter untuk melihat ke arahnya.

"Lo berdua gak homo'kan?" tanyanya curiga. Winter lantas menepis tangan itu. Pertanyaan gila.

"Atau Tiger suka sama lo?!"

"Shut up!"

"Lagian aneh banget." Resume menyandarkan tubuhnya pada sofa. Pandangannya menerawang pada atap langit.

Ia tersentak begitu menyadari sesuatu. Kembali menegakkan tubuhnya menatap Winter was-was.

"Jangan bilang, alasan Bang Tiger gonta-ganti handphone karena nomor dia lo block, Bang?"

Winter terlihat kembali mengangguk. "Dia ganggu."

"Gilak!" serunya menggelengkan kepala. Lalu dengan cepat bangkit. "Gue harus tanyain ini. Gak bisa gue biarin. Bahaya ini bahaya!"

"BANG TIGER, DI MANA LO, HAH?!"

Teriakan itu menggema di sepanjang lorong. Winter hanya berdecak. Kembali fokus bermain game.

...

BUG!

"Lebih keras lagi!"

BUG!

"Kurang, tenaga lo masih lemah!"

BUG!

BUG!

"Bagus, sedikit lagi. Keluarin semua tenaga lo!"

Prang!

"Ck." Pria yang tadi berteriak berdecak melihat pemandangan di depannya. Ia menghampirinya dan membantunya berdiri.

"Seka dulu darah lo," ujarnya menyerahkan handuk kecil.

"Lo kurang konsentrasi, fokus lo gak sepenuhnya ke lawan. Kalau kayak gini terus lo bisa kena tipu." Kedua manusia yang berada di ruang tertutup menoleh ke belakang. Ada seorang pria dengan kaos singlet dan kaki yang pincang.

"Gem? Kaki lo kenapa?" tanya Sastra, pria yang sedaritadi terus berteriak.

Gemuruh menatap ke bawah, lalu tersenyum. "Lawan Gamma, gak konsen tadi."

"Tumben?" tanya Sastra lagi. Melempar kaleng minuman yang dengan sigap di tangkap lawan.

"Gue mikirin Sky. Bentar lagi kita bakal tarung, tapi dia gak pernah muncul." Gemuruh beralih menatap Skala. "Lo udah pernah lawan si kembar belum?"

Skala mendongak. "Analogi sama Anatomi?" tanya ia balik mendapatkan anggukan.

"Pernah nyoba lawan Tomi, Logi belum pernah. Dia selalu dia ruang renung terus."

Gemuruh mengangguk mengerti. "Akhir-akhir ini dia sering di marahin pelatih karena skil dia naik turun. Jadi gitu, harus introspeksi diri."

"Wih, lagi ngomongin apa nih sama si manja?" Gamma datang dengan wajah sinis. Melipat tangannya di dada.

"Gam, jangan mulai." Gemuruh menegur.

Gamma berdecak. "Pertarungan nanti gue yang mimpin, sesuai perjanjian."

"Sky yang bakal jadi pemimpin." Sastra bersuara.

Gamma menatap Sastra, lalu tertawa seraya memalingkan wajahnya. "Emang dia bakalan muncul?"

Sastra tak bisa menjawabnya. Sky memang tidak bisa ditebak.

"Gam, lo tetep gak mau gabung team Skala? Buat bantu dia nyerang Dragon?" tanya Gemuruh.

Gamma berdecih. "Untungnya buat gue apa? Males banget tarung dibawah kuasa cewek manja kayak gitu. Belum apa-apa juga pasti udah kalah."

Skala mengepalkan tangannya. Menatap kesal pada Gamma. Entah ada masalah apa pria itu begitu membenci dirinya. Awalnya Skala tak peduli. Tapi makin ke sini, pria itu semakin menyebalkan.

"Kalau lo mau gue masuk team, lawan gue dulu. Kalau lo menang, gue siap gabung. Tapi kalo lo kalah, lo jadi babu gue."

"Gam!" tegur Gemuruh menatapnya memberi kode untuk berhenti.

"Gue gak takut!" balas Skala maju selangkah. Gamma tersenyum lebar. Ia sangat suka gadis yang menantang seperti ini.

"Tunda dulu tarungnya. Tuan memanggil kamu, Skala." Ezz datang.

Skala menoleh, lalu mengangguk. Sebelum pergi ia menatap Gamma sejenak, menatapnya dengan tatapan mengejek.

Langkah Skala berhenti di tempat begitu ia sampai di ruangan yang ternyata tidak hanya ada Starga seorang diri. Ada satu pria lagi, yang wajahnya lebih dewasa namun hampir sama persis seperti Starga bentuk fisiknya.

"Sini duduk," ajak Starga menarik Skala duduk berhadapan dengan pria paruh baya yang sedaritadi memperhatikan dirinya.

"Kalung itu?" ujar pria paruh baya tersebut menunjuk benda yang melingkar di leher Skala. Skala menunduk, memegang kalung itu.

"Starga yang ngasih," jawab Starga.

"Dia sudah tahu maknanya?" tanya pria itu dan Starga menggeleng.

"Sepertinya belum."

Pria paruh baya itu tersenyum kecil. Menatap Skala begitu lamat. Tatapan yang Skala rasakan begitu hangat.

"Bagaimana kabar kamu?" tanya pria dewasa itu.

"B-baik," balas Skala merasa kikuk.

"Saya tidak akan mengganggu kalian. Silakan berbincang." Pria paruh baya itu bangkit dan berpindah duduk sedikit menjauh dari keduanya.

"Dia?" tanya Skala pelan pada Starga.

"Ayah saya."

Mata Skala membulat. "Serius? Aduh maaf, maaf tadi aku gak sopan banget, ya? Aku gak tahu, aduh maaf ja-"

"Sst udah, duduk. Santai aja." Starga mendorong Skala untuk kembali duduk.

"Gimana latihan hari ini?"

"Aman Kak, cuman kadang aku kurang fokus," cengir Skala.

"Saya dengar Gamma selalu ganggu kamu. Kamu tidak apa-apa?"

Skala menggelengkan kepalanya. "Gak papa kok."

Starga mengangguk. "Sebentar lagi akan ada tes pertarungan. Saya harap kamu bisa lolos dalam tes itu."

"Apa pertarungan itu sulit?" tanya Skala was-was.

Starga terkekeh. "Tergantung diri masing-masing. Sky pernah bilang pertarungan ini terlalu mudah, seperti permainan anak kecil makanya ia selalu menjadi pemimpin. Gamma juga mengatakan pertarungannya seperti pelatihan biasa. Tapi Guntur tidak menyukainya karena ia sering terkena jebakan. Terlebih si kembar, yang selalu kalah di tengah perjalanan. Hanya Sastra dan Gemuruh yang bersikap netral.

Skala menggaruk kepalanya seraya tersenyum canggung. Sepertinya pertarungan ini akan terasa sulit.

"Jika kamu berhasil dalam pertarungan ini, saya akan memberikan kamu kesempatan membawa mereka untuk membantu kamu melawan Dragon."

Skala menggigit bibir bawahnya.

"Katakan saja, ada apa?" tany Starga, menyadari ada sesuatu yang ingin gadis itu katakan.

"Em, anu. Sebelum pertarungan di mulai ...." Gadis itu menjeda sebentar. Menautkan dua tangannya seraya menatap Starga dengan ragu.

"B-boleh aku ketemu Gio? Gak tau kenapa aku kepikiran terus sama Gio, adik aku."

Saat itu juga Starga tak bisa berkutik, matanya reflek bersitatap dengan pria dewasa yang juga ternyata mendengarkan ucapan Skala.

Bagaimana ini?

...

Vote & komen.

byeee

#IstriSolomon

Continue Reading

You'll Also Like

951K 50.6K 40
Bagaimana jika kalian sudah dijodohkan dengan seorang mafia? Tidak tidak, bukan cowonya yang seorang mafia, tapi cewenya. Tidak selesai sampai di si...
659K 38.8K 36
Pelita Dzafina gadis cupu yang berhasil membuat seorang Ketua geng sekaligus Most Wanted di SMA Cendana jatuh pada nya. Alex Vernon Xavier, Ketua Gen...
3M 234K 62
[SEGERA TERBIT] [PART MASIH LENGKAP] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Rencana Valletta untuk hidup damai di sekolah barunya hancur berantakan. Semua bermula...
148K 7.8K 45
SUDAH LENGKAP, SEDANG TAHAP REVISI ♥ BEBERAPA PART DI PRIVATE ACAK! Bagas Reka, siapa yang tidak tau lelaki ini di STM Bung Tomo. Lelaki dingin yang...