1825 [ON HOLD]

By Tanialsyifa

813 114 15

Blurb : Kyra Willa Bachtiar mendapatkan julukan sebagai Putri Pengganti setelah menjadi bagian dari Keluarga... More

Prolog + Prakata
Urgent!
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 33

Chapter 32

7 2 0
By Tanialsyifa

KESEMBUHAN Nadira berangsur-angsur membaik. Diikuti dengan perkembangan tubuhnya yang mulai mampu berkomunikasi dengan peralatan khusus, hingga dia mampu mengubah kembali rutinitas hidup barunya.

Nadira mulai mempelajari kembali semuanya dari awal. Dia mulai belajar mengeja untuk membaca, bersosialisasi dan membuat keputusan untuk dirinya sendiri. Dibantu dengan adanya Marina, Andrean dan Louis sebagai mentornya, Nadira perlahan-lahan mengubah tatanan baru kehidupannya yang sempat tertinggal selama lima tahun.

“Hari ini Tuan Akalanka yang akan berkunjung kemari, Nona,” kata Marina yang membacakan jadwalnya. “Lalu ada waktu untuk makan malam bersama Tuan Zahair.” Marina menyampaikan kegiatan awal hingga akhir yang harus dilakukan Nadira.

Meski disebutkan seperti itu, kadang-kadang--ups! harus Nadira akui--kalau dia sering lupa, sehingga baik Marina maupun Andrean memiliki pekerjaan tambahan berupa alarm berjalan bagi kegiatan Nadira.

“Baiklah.” Nadira baru saja mengakhiri sesi belajarnya bersama Louis sejam lalu. Kini dirinya sedang duduk-duduk di kursi malas. Kakinya bergoyang-goyang, tidak bisa diam. Dia pun menyesap teh hijau yang disiapkan Marina.

Indra perasa yang sudah kian membaik, membantu Nadira dalam mencecap rasa makanan dan minuman dengan benar. Sebelum-sebelumnya, hanya ada dua rasa yang dia bedakan. Kalau tidak pahit, maka makanan atau pun minuman tersebut akan terasa hambar di mulutnya. Lidahnya seakan kaku dalam mengenali rasa.

Saking kesalnya dengan tumpulnya indra perasa tesebut, pernah suatu hari Nadira sudah bertekad untuk memesan makanan dari luar--karena dirinya sudah dipindahkan ke ruang perawatan yang tidak seketat di ICU--tetapi akal bulusnya digagalkan oleh Marina, karena dia mengetahui jika diam-diam Nadira memesan makanan pedas.

Meski berdalih kalau itu membantunya meningkatkan nafsu makan, membohongi Marina bukanlah perkara mudah.

“Ingat, Nona. Dokter bilang, Anda harus makan yang sehat-sehat selama sebulan ini,” tegas Marina dan menyimpan makanan itu supaya tidak terjangkau oleh tangan jail Nadira yang bisa saja sewaktu-waktu, mencicipi makanan itu tanpa sepengetahuannya.

Nadira melenguh panjang. Dia melirik malang nasib makanan yang baru saja berhasil dia beli. Aroma yang dihasilkan dari masakan itu juga yang membikin Nadira jadi tergelitik untuk mencobanya. “Ayolah, Bi. Satu suapan besar saja,” pinta Nadira dengan mimik memelas.

Marina teguh pada pendiriannya. Itu salah satu yang patut disyukuri, sekaligus disesalinya. “Tidak bisa, Nona.”

Nadira membuang muka. Akhirnya memilih mengalah. Bicara terlalu banyak masih membuat Nadira terasa lemah. Dia rasa-rasanya ingin sekali Nadira berpuasa bicara saking capeknya. Namun, apa di kata. Banyak sekali hal yang mesti dia urus dalam keadaan sadar. Tidak mungkin juga jika dia berinteraksi dengan hanya mengandalkan indra lainnya, sementara mulutnya malah membisu. Kan nggak lucu!

Oya, ngomong-ngomong di mana, Kyra?” tanya Nadira tiba-tiba.

Memang sudah lama sejak Kyra 'asli' membesuknya. Tentu saja segurat perasaan yang tertanam pada hati Nadira masih membekas. Hanya saja, ketidakhadiran gadis itu, lebih mengganggunya.

Reaksi yang Marina tunjukkan sering memiliki kesamaan dengan reaksi yang Zahair, Akalanka dan Alister lakukan ketika pembahasan tentang Kyra, mencuat kepermukaan.

“Nona, sebentar lagi Tuan Akalanka akan kemari, saya izin undur diri untuk menyiapkan kebutuhan, Nona.” Marina lantas membungkukkan badannya sedikit dengan tangan berada di atas dada kiri atas.

Setelah pamit, Marina melangkah lebar-lebar menuju keluar pintu. Dalam ruangan itu, menyisakan Andrean yang berdiri bersama beberapa petugas yang di sewa ayahnya untuk mengamankan Nadira katanya. “Menurutmu, bagaimana, Andrean?”

Pria yang ditanyai oleh Nadira pun melafalkan kata minta maaf, kemudian berkata, “Saya hanyalah bawahan yang tidak berhak mengungkapkan kebenaran yang seharusnya.”

Gotcha! Begitulah. Reaksi mereka akan terlihat sama dengan orang-orang yang menyembunyikan sesuatu yang penting.

Apa dia marah padaku? Pikir Nadira sambil merenung. Dia menunjukkan siku di meja, kemudian menompang dagu sambil menatap ke arah cakrawala Jakarta yang sudah memasuki waktu siang.  “Padahal seharusnya aku yang marah karena dia nggak datang-datang ke sini!” gerutu Nadira.

Bosan, karena lagi-lagi pertanyaannya seperti mengambang di udara, tanpa ada kepastian, Nadira jadi kesal sendiri. Jauh-jauh hari--sebelum setitik rasa iri tertanam dalam lubuk hatinya--Nadira mengira-ngira kalau hidupnya dapat beriringan dengan Kyra. Bahkan, dia pun memikirkan jika dia mempunyai adik, bukan, kah, rasanya akan berlipat-lipat lebih menyenangkan?

Nadira lantas menggelengkan kepala. Dia menyingkirkan pemikiran konyol yang satu itu. Kini, rasanya dia dapat memahami mengapa sedikit-tidaknya banyak yang menolak kehadiran sang adik. Sebab, banyak kasih sayang yang harus terbagi. Dan, tidak semua manusia itu bersikap adil jika bersangkutan dengan kasih sayang.

Huftt  ... sudahlah lupakan.” Nadira menepuk-nepuk pipinya agar menyadarkan kesadaran yang terkubur dalam-dalam.

Namun, tangannya mendadak dicekal oleh Marina yang memandanginya dengan panik. “Nona jangan menyakiti diri sendiri.”

“Huh?”

Air muka Marina yang sendu itu membuat Nadira kebingungan. Namun, Marina tidak membiarkannya larut dalam pikirannya. Dia menangkup kedua tangan Nadira dan memandangnya dengan penuh harap. “Saya harap, Nona tidak menyakiti diri Nona seperti tadi.”

Kening Nadira berkerut. “Seperti yang mana  ...?” Kemudian sekejap kemudian, Nadira jadi paham kenapa Marina bersikap demikian. Tak ayal, tawanya pun pecah.

Lagi-lagi tindakan Marina yang terlihat tidak sopan, kembali membuat Nadira tercengang. Wanita paruh baya yang kehilangan suaminya sebelum Nadira bisa berjalan dengan lancar, menutup mulutnya dan memperingati Nadira dengan mata yang membeliak.

“Nona, kata Dokter, dimohon jangan tertawa dulu. Apalagi tertawa yang sampai terbahak-bahak,” peringat Marina dengan gaya suara yang menuruti perkataan Dokter Albert.

Nadira jadi kicep. Dia memandangi Marina sambil menahan tawanya. Sama halnya dengan Nadira, Andrean yang berdiri tak jauh darinya pun, dapat Nadira lihat, kalau laki-laki itu berusaha menyembunyikan suara tawanya dengan pura-pura batuk.

Perhatian Marina pun teralihkan. Dia memalingkan muka pada Andrean dengan memberikan tatapan sinis. “Sebaiknya Anda juga diam,” desisnya tajam.

Sang tersangka hanya berdeham sok keren. Dia kembali bersikap tegap, tanpa menoleh ataupun menanggapi perkataan Marina. Sorot matanya juga menunjukkan keseriusan. Namun, yang berhasil membuat Nadira jadi tak tahan untuk tertawa kecil adalah sudut-sudut bibir Andrean yang bergetar.

Rupanya pria itu sama seperti dirinya yang merasa geli dengan kelakuan Marina.

“Aduuh, Nona ....”

Maka saat sikap panik Marina kambuh kembali, baik Andrean maupun Nadira yang sedari diperingatkan untuk tidak tertawa pun, mau tak mau mengeluarkan suara tawa mereka.

Suara-suara yang penuh keharmonisan itu mampu menyulap kecanggungan yang sempat terjadi--karena Nadira yang menyinggung topik kehadiran Kyra--menjadi lebih bersahabat lagi.

Dalam hati, Nadira menegaskan kalau dirinya akan mencaritahu sendiri terkait keabsenan kunjungan dari Kyra.

•oOo•

Jika berkaca ke waktu lampau, usai kejadian di mana Zahair menunjukkan wajah cemas di depan Nadira yang baru saja sadar setelah komanya selama beberapa tahun, tingkah Zahair saat menemuinya jadi berbeda. Seolah-olah beban pikiran ayahnya terbagi-bagi, hingga konsentrasinya pun jadi turun.

Awalnya, Nadira merasa sedih karena diduakan oleh pemikiran--yang entah apa--karena Zahair selalu tutup mulut ketika dia menanyakan kebenarannya.

Hal serupa juga terjadi pada Akalanka yang sepenuhnya hampir menuruni gen dari Zahair Bachtiar. “Ah, sori, Nad-nad. Kakak kepikiran soal lomba, jadinya nggak terlalu fokus.”

Akalanka memang tidak sepenuhnya berbohong pada Nadira, karena sewaktu itu, Akalanka pernah memberitahukan surat permohonan atas keikutsertaan Akalanka dalam Olimpiade Sains Nasional 2018 yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat ini.

Namun, dia sudah mengenal Akalanka bukan hanya setahun-dua tahun saja, hampir seluruh usianya digunakan untuk memahami kelakukan kakaknya. Untuk itu, Nadira paham betul ketika Akalanka berbohong ataupun tidak.

Sikap Akalanka yang selalu jujur padanya, membuat Nadira kian mempercayai sang kakak dibandingkan kedua orang tuanya. Maka, ketika Akalanka bertingkah berlebihan--karena kakaknya itu tergolong orang yang kalem--saat dia berbohong, tingkahnya akan Nadira ketahui jika Akalanka bertingkah ceroboh seperti sekarang.

Sebelum mengungkapkan permintaan maaf barusan, Akalankan bahkan tidak sadar jika dia hampir saja menyuapkan sesendok es krim yang dibawanya ke hidung. Nadira hampir saja menyemburkan tawa ketika mendapati pandangan kosong Akalanka.

Seolah-olah antara hati dan raganya tidak berada di tempat yang sama. Mungkin bagi orang lain, tubuh Akalanka ada di hadapan Nadira, tetapi pikiran sulung Bachtiar itu tidak sedang bersamanya. Meski terbesit rasa kecewa, tangan Nadira pun tetap saja menghentikan gerakan Akalanka yang bisa membuat laki-laki itu merasa malu ketika tingkahnya ketahuan orang.

Pada akhirnya Nadira tersenyum mafhum atas kelakuan kakaknya. “Nggak perlu minta maaf segala, Kak. Kalau emang Kakak lagi sibuk banget, Kakak bisa pulang, kok.”

Akalanka tidak dapat menyembunyikan keterkejutan dari ucapan Nadira. “Kamu  ... ngusir, Kakak?” tanyanya dengan suara tercekat. Tidak biasanya Nadira bersikap seperti itu kepadanya.

“Bukan kayak gitu.” Nadira menggelengkan kepalanya pelan. “Kayaknya Kakak banyak pikiran, ya?”

“Yah, lumayan, sih. Mungkin karena gugup.”

Nadira tertawa remeh, bukan gaya Akalanka, jika dihadapkan dengan perlombaan akan mengalami kegugupan, justru kakaknya itu akan tampil secara percaya diri dengan kemampuan yang dimilikinya.

Ketahuan, 'kan! Nadira pura-pura tak mengerti perihal kerisauan--memang tidak sepenuhnya paham--tetapi dia tahu, jika Akalanka bukan gelisah karena olimpiade di depan mata, melainkan risau tentang sesuatu yang tidak ingin dia bagi dengan adiknya.

“Kakak boleh cerita ke Nadira kalau emang ada yang Kakak mau bagi. Nadira bisa jadi pendengar baik, kok.”

“Ah, nggak usah, Nad. Bukan masalah besar, kok. Lagian, kamu juga baru sembuh. Kakak nggak mai membebani pikiran kamu.”

Nadira hanya membalas ucapan Akalanka dengan senyuman dan anggukan kepala. Jika sudah begitu, Akalanka pasti tidak akan membuka mulutnya. Dia pasti akan menutupinya rapat-rapat kenyataan yang mungkin saja menurut kakaknya itu dapat menyakiti perasaannya.

Sama halnya mengenai keberadaan sang Ibu. Baik Zahair maupun Akalanka, bahkan hingga Alister sekali pun, mereka masih bungkam dan tak mengungkapkan sepatah kata pun tentang kebenaran yang sebenarnya sudah lama ini Nadira ketahui. Padahal, dia berharap kalau mereka mau bersikap terbuka kepadanya. Karena bagaimana pun juga, Nadira memang berhak tahu kebenarannya, 'kan?

Yah, kita lihat saja nanti. Kebenaran yang terkuak, atau mereka yang mulai bercakap.

Continue Reading

You'll Also Like

246K 1.1K 13
Warning ⚠️ 18+ gak suka gak usah baca jangan salpak gxg! Mature! Masturbasi! Gak usah report! Awas buat basah dan ketagihan.
562K 40.8K 39
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...
2.4M 23.5K 27
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
280K 13.8K 25
Mature Content ❗❗❗ Lima tahun seorang Kaia habiskan hidupnya sebagai pekerja malam di Las Vegas. Bukan tanpa alasan, ayahnya sendiri menjualnya kepad...