[šŸ”›] Semanis Madu dan Sesemer...

By vocedeelion

400K 42.4K 10.5K

"SEMANIS MADU DAN SESEMERBAK BUNGA-BUNGA LIAR" Terjemahan Indonesia dari cerita MarkHyuck terbaik: "Honeymout... More

Disclaimers
Honeymouthed and Full of Wildflowers Playlist
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
X
XI
XII
XIII
XIV
XV
XVI
XVII
XVIII
XIX
XX
XXI
XXII
XXIII
XXIV
XXV
XXVI
XXVII
XXVIII
XXIX
XXX
XXXI
XXXII
XXXIII
XXXIV
XXXV
XXXVI
XXXVII
XXXVIII
XXXIX
XL
XLI
XLII
XLIII
XLIV
XLV
XLVI
XLVII
XLVIII
šŸŽ‰ BIRTHDAY GIVE AWAY šŸŽ‰
XLIX
XLIX (Deleted Scene)
šŸŽ‰ 3K FOLLOWERS GIVE AWAY šŸŽ‰
L
LI
LIII
LIV
LV
LVI
LVII
LVIII
LIX

LII

3K 283 46
By vocedeelion

Ahh~ Akhirnya Honeymouthed bisa update lagi setelah sekian lama :D Anyway, Pududoll gak ada maksud ngilang gitu aja, kok. Tapi, karena emang bab intermeso yang menggambarkan isi pikiran Donghyuck sulit banget bikinnya, termasuk bab yang ini. Terus juga beliau lagi sibuk irl. So, kita tunggu aja kapan pun beliau update, ya. Aku juga bakal berusaha nerjemahin secepat mungkin, hehe. So, please enjoy this chap~ ❤️

.

.

.

= (INTERMESO) KAU BOLEH BERSIKAP BAIK PADA DUNIA YANG MEMBERIMU LUKA DAN RASA SEPI =

.

.

.

Playlist: To Be Loved - Askjell & AURORA; Stuck in Gravity - Of Monsters and Men; Tomorrow (4AD Session) - Daughter; Fear of the Water (Recorded at St. Mark's Cathedral) - SYML

.

.

.

Donghyuck belajar berjalan sebelum ia sanggup belajar berdansa, dan ia belajar berdansa sebelum ia sanggup belajar bertarung. Sang ahli pedang Caroline memelintir dan membengkokkan tulangnya untuk waktu yang tak terhingga, memahat ulang tubuh Donghyuck untuk dapat menyesuaikan gerakan pedang bahkan sebelum ia diperbolehkan memegangnya. Donghyuck masih mengingat gerak tarian-tarian itu seolah terajah di kulitnya. Rumput putih dan keemasan bergetar tersapu angin seperti bulu-bulu burung, sementara laut berdebur di kejauhan, dengan pola mozaik di bawah kaki-kakinya, serta dada yang memekar sebelum lompatan terakhir; segalanya tertata seakan seluruh dunia adalah lagu yang harus Donghyuck tarikan.

Bertarung, kata sang ahli pedang, berarti mengendalikan.

Faktanya, tidak selalu seperti itu, Donghyuck tahu. Pertarungan bisa berarti ledakan, pergerakan tak terkendali, kekacauan, kehancuran; pertarungan bisa berarti tipuan, cepat dan memperdaya; pertarungan bisa berarti pukulan telak, tak terhindarkan, serta kejatuhan bagi musuh. Bertarung bisa berarti banyak hal, tetapi dalam kasus Donghyuck, pertarungan harus soal mengendalikan.

Itu adalah hal yang ia sadari ketika tumbuh besar. Donghyuck bukanlah bocah laki-laki bertubuh besar. Ia kalah dalam hal serangan, kekuatan, bahkan kecepatan. Hal-hal ini dapat dilatih, hingga pada tahap tertentu, tetapi ia tetap akan kalah apabila berhadapan dengan musuh yang lebih tinggi, besar, dan berat.

Meski begitu, pengendalian sulit untuk dipelajari dan mudah untuk tidak dilupakan. Kendali diciptakan untuk setiap orang, tetapi juga tidak untuk semua orang. Kendali adalah saat di mana Donghyuck tahu kapan, di mana, dan bagaimana harus menyerangㅡintinya, menciptakan kerusakan maksimal dengan usaha minimal. Kendali adalah cara seorang Omegaㅡmeski belum dinobatkan, ia tetaplah seorang Omega, telah dan selalu menjadi Omega, sebab hal-hal ini telah terajah di balik kulit seseorang, dibawa bertahun-tahun sebelum akhirnya menemukan celah untuk keluar, bagai hikmah maupun kutukan, bagai peringatan takdirㅡmenjadi salah satu ahli pedang terbaik di wilayah lautan, yang bisa mengalahkan Alpha demi Alpha, yang namanya menjelajah jauh hingga ke seberang lautan.

Anggun, nyaris tanpa usaha, dan cantik. Begitulah cara Donghyuck dilatih untuk bertarung. Setiap waktu, bahkan sesingkat apa pun, harus dinikmati, diekspresikan secara penuh, hingga akhir. Setiap langkah, bahkan yang paling acak sekalipun, harus tetap seimbang, bertujuan, berfokus pada ruang, jarak, dan berat. Sebagaimana seorang penari yang berputar dengan kedua lengan menopang pergerakannya, menstabilkan poros tubuh agar tidak tersandung dan jatuhㅡDonghyuck belajar menari sebelum ia belajar bertarung, dan ia belajar bertarung sebagaimana ia belajar menari. Terkait kedua hal tersebut, ia selalu berada dalam kendali.

Itu adalah hal yang ada pada dirinya, di setiap waktu, di setiap kedutan jemarinya, di setiap gerakan malas kepalanya. Donghyuck tidak lagi bertarungㅡatau mungkin masih, hanya saja di pertempuran yang berbeda. Pertempuran yang dipenuhi senyuman, lekuk gemulai, serta gerak lembut membetulkan bros di dadanya, untuk memperingatkan orang-orang bahwa ia masihlah Putra Mahkota Pulau Selatan, bukan bocah gampangan yang bisa dipermainkan. Namun, petarung tetaplah petarung, entah di tengah ladang pertempuran maupun dalam ruang Dewan yang gelap dan dingin, berusaha menghentikan sengketa antara para kapten kapal tua atau mengusahakan kesepakatan yang mendukung kepentingan anggota keluarga kerajaan dari para bangsawan bermuka dua. Dasar dari dunia Donghyuck masihlah sama. Kendali.

Lalu, heat pertamanya datang dan, untuk kali pertama sejak ia belajar memegang senjata, Donghyuck kehilangan kendalinya.

*

Donghyuck tidak memegang banyak kendali selama di Dawyd. Hal itu dipengaruhi oleh kontrak pernikahan yang ia tandatangani. Jangan memegang senjata, jangan bertarung, jangan berbicara dengan sembarang orang, jangan berdebat, jangan sombong atau bersikap tidak sopan, atau berisik, atau serakah, atau mengantuk, marah, hidup. Jangan memegang kendali.

Terkadang, ayah mertuanya seakan ingin mencoreng wajahnya dengan semua itu. Betapa mudah bagi pria tua itu untuk menghina Donghyuck. Betapa ia bisa dengan mudah memanggil Donghyuck untuk acara minum teh di siang hari, supaya lelaki itu bisa dipamerkan di hadapan para majelis; boneka cantik yang adalah putra menantunya, mantan pewaris negara kecil yang gagal ia taklukkan, terbungkus di balik pita-pita emas dan jalinan rapuh perhiasan, yang hanya bisa mengangguk pelan ketika pria sungguhan di ruangan itu berbicara. Namun, di saat bersamaan, akan mudah pula bagi sang raja untuk tidak memanggilnya sama sekali, hanya untuk mengurung Donghyuck di dalam kamarㅡsebuah sangkar indah dengan tirai beludru, lukisan-lukisan di dinding, serta bunga di mana-manaㅡdan membiarkannya melihat melalui jendela bagaimana dunia berjalan tanpanya. Sang raja bahkan tidak butuh alasan untuk melakukan itu. Tempat yang tepat bagi seorang Omega hanyalah di dalam kamar sambil mengurus anak-anak mereka.

Namun, Mark tidak menginginkan hal itu. Mark ingin Donghyuck bersamanya, sepanjang waktu, berbagi ranjang sebagaimana yang umum dilakukan para pasanganㅡbukan sepasang suami, melainkan sepasang kekasih. Semula, Donghyuck pikir Mark melakukan ini untuk menghukumnya. Kemudian, ia pikir Mark berusaha untuk menenangkan dan merayunya, hanya untuk menyetubuhi dan menghamilinya, sebagaimana yang diharapkan dari seorang calon raja. Donghyuck tidak butuh banyak bukti, sebab itulah kewajibannya. Itulah alasan ia meninggalkan rumah dan datang ke negara tanpa belas kasih ini, untuk melahirkan keturunan bagi Lembah dan menghindari peperangan. Namun, Mark bilang ia tidak menginginkan anak.

Di tengah gelap malam, Donghyuck bertanya pada diri sendiri. Apa itu masuk akal?

Terkadang, iya. Terkadang pula, Donghyuck merasa takut. Takut akan heat-nya, akan apa yang bisa Mark lakukan ketika ia tidak mampu menghentikan pemuda itu. Tentang betapa Donghyuck akan memohon demi hal-hal tersebut.

Kendali meninggalkannya seiring tubuh yang berubah lemah, menjadi semakin jinak, seakan kulit kerasnya sebagai pejuang meleleh di sepanjang hari yang ia lewati di dalam kamarㅡdan Donghyuck berduka. Ia berduka manakala tubuhnya berubah menjadi sesuatu yang asing dan tidak familier. Sesuatu yang aneh tengah terjadi di balik kulit-kulitnya. Itu adalah kondisi hilang kendali. Itu adalah dampak dari sesuatu yang terenggut darinya.

Ketika Mark pergi mengunjungi berbagai provinsi yang selalu sang ayah awasi, sebuah kewajiban yang semula tidak sanggup sang raja bagi dengan sang putra akibat kurangnya rasa percaya, Donghyuck sadar bahwa itu adalah pesan untuknya.

Apabila hal itu penting, apabila ini lebih dari sekadar permainan remeh dan kekanakan, Donghyuck akan mendatangi ruang singgasana dan memberi tahu sang raja bahwa ia tidak peduli Mark berada di istana atau tidak. Satu-satunya kenangan yang Donghyuck miliki tentang heat adalah heat yang ia lalui tanpa Mark, dan ia tidak mungkin akan merindukan sesuatu yang tidak pernah ia miliki.

Donghyuck tidak melakukan hal itu karena ini, juga, adalah tentang kendali. Apabila sang raja ingin mengancamnya dengan ketidakhadiran Mark, hal terbaik yang bisa Donghyuck lakukan adalah mengabaikan umpan yang jelas-jelas disodorkan kepadanya, yang berkilau di bawah sinar matahari November. Ia mengabaikan sang raja dan kata-kata penuh perhitungannya. Ia mengabaikan Jaehyun dan kewaspadaan dinginnya. Ia mengabaikan bisik-bisik yang terdengar sepanjang jalan menuju taman milik ratu, yang mana selalu terbuka untuknya sebagaimana perintah sang ratu.

Tampaknya, semua orang tahu tentang heat Donghyuck yang akan segera tiba, membuat mereka lantas tidak suka ketika Donghyuck menampilkan diri di tempat terbuka.

"Seorang Omega yang berada di ambang heat tidak pantas berada di luar seperti ini." Jaehyun memberitahunya.

"Aku tidak tanya," balas Donghyuck.

"Yang Mulia, saya harus memaksa. Anda harus kembali ke kamar. Anda bisa jatuh sakit dalam waktu dekat."

"Heat bukan penyakit," ujar Donghyuck, nyaris menyalak kata-kata itu keluar darinya. Di hari yang lain, ia memang menganggap heat adalah penyakit, tetapi hari ini, ia ingin membuat Jaehyun tutup mulut. "Dan heat-ku tidak akan dimulai sampai Mark kembali. Aku yakin."

"Itu bukan sesuatu yang bisa Anda tentukan, Yang Mulia."

"Ini heat-ku, memang siapa lagi yang bisa tentukan?"

Aroma Donghyuck berkibar seiring dengan kata-kata itu dan tatapan Jaehyun mengeras. Tangan Jeno di bahunya seakan mengingatkan di mana posisinya, di mana ia kini berada. Apa pun yang Donghyuck katakan atau lakukan, akan Jaehyun laporkan kepada raja.

Donghyuck mengingat kali pertamanya bertemu Jaehyun, di saat ia terdampar di pesisir pantai Lembah Raksasa ketika masih kecil. Adalah taruhan antara ia, Jeno, dan Yangyang yang mengantarnya menuju lautan malam sebelumnya, berusaha membuktikan kesanggupannya membawa perahu itu pulang-pergi dari Rahang, tempat sekumpulan karang menyembul di permukaan air bagai gigi-gigi hiu raksasa. Namun, Donghyuck meremehkan kekuatan pusaran air yang mengelilingi Pulau malam itu, pusaran yang juga menenggelamkan kapal-kapal Lembah tiap kali mereka berusaha membawa peperangan ke dermaga-dermaga Kepulauan. Adalah sebuah keajaiban bahwa Donghyuck bisa selamat, juga keajaiban yang lebih besar lagi bahwa ia mendapati diri berada di pesisir pantai Lembah dalam keadaan utuh beberapa hari kemudian alih-alih di tengah lautan. Dan keajaiban yang paling besar mewujud sebagai bocah laki-laki yang menemukannya di pantai dan membawanya pulang. Donghyuck dulu terlalu muda untuk paham mengenai rasa suka, tetapi kini, ia kemungkinan akan jatuh cinta kepada Jaehyun secara liar dan tanpa kompromi.

Namun tampaknya, setelah sekian waktu, bocah laki-laki yang baik dan tampan itu telah tiada. Donghyuck tidak tahu apa yang terjadi padanya. Yang ia tahu, ia tidak bisa memercayai Jaehyun, untuk alasan apa pun, sehingga ia pun tidak menaruh kepercayaan pada pemuda itu.

"Ini taman milik ratu," ucapnya. Lembut, tetapi tegas. "Bahkan seorang pahlawan sepertimu tidak boleh menciptakan keributan di taman pribadi sang ratu hanya untuk membawaku pergi, tanpa terbebas dari konsekuensi."

"Sang raja ingin Anda kembali ke istana."

"Sang raja tidak ingin bertengkar dengan sang ratu hanya karena aku. Aku tidak sedang heat. Aku akan menunggu di sini."

Jaehyun tampak seakan ingin membantah, tetapi Donghyuck kembali duduk. Tangan Jeno merapikan kerutan di kerah bajunya, meremas lembut pundak Donghyuck dalam gerak menenangkan sebelum melayangkan tatapan tajam ke arah Jaehyun. Jeno mungkin tidak sebaik Jaehyun maupun Mark, tetapi ia siap melawan siapa pun yang berani menindas Donghyuck.

Jaehyun hanya bisa mendelik dan menghela napas.

"Terserah Anda, Yang Mulia."

Apa yang telah terjadi padamu? pikir Donghyuck, tetapi ia tidak mengatakannya. Itu tidak penting. Tidak ada yang penting selain rasa sakit di tungkai-tungkainya, seakan daging mengerut di balik kulitnya, terlampau jauh dari kehangatan yang bisa Mark berikan. Apabila Donghyuck memejamkan mata, apabila ia memikirkan sang pasangan, ia nyaris mampu merasakan Mark, bagai gema sebuah kutukan, bagai rasa sakit yang halus. Bayang sentuhan jemari Mark melingkari pergelangan tangan Donghyuck, sementara bayang kecupannya mengalungi leher Donghyuck.

Donghyuck ingin menghambur keluar dan mengejar aroma Mark di tengah ladang tandus, di bawah jalanan yang gelap setelah hujan terakhir. Melewati hutan, melewati bukit, menuju kaki pegunungan. Ia ingin mengikuti jejak Mark seperti anjing pemburu mengendus pegunungan demi menangkap seekor singa dalam perburuan, dan ketika ia menemukannya, ketika ia menemukannyaㅡia akan menindih pemuda itu, ia akan mengambil apa yang menjadi miliknya. Donghyuck akan mengendarai Mark di atas rumput musim dingin yang membeku, di bawah salju pertama. Ia akan klimaks ketika menunggangi kejantanan Mark sebagaimana di dalam mimpi-mimpinya, dan ia akanㅡ

"Donghyuck!"

Mata Donghyuck seketika terbuka, wajahnya terlalu panas di balik angin musim gugur yang dingin. Jeno mengguncang tubuhnya pelan. Suara terompet di menara pengawas bagian Utara memelan sebelum tertelan oleh senja, diikuti suara lonceng yang menyambut dari tengah kota.

Sang pangeran telah kembali.

*

Sang pangeran pulang dengan kedua tangan yang dingin, yang serakah, dan menemukan naungan di pinggul Donghyuck ketika ia menarik lelaki itu mendekat. Kabut menebal, sebagaimana kenangan Donghyuck akan rumah ketika badai mendidih di jantung lautan dan pulau tertutup oleh kabut tebal. Kini, kepala Donghyuck pun tertutup oleh kabut tebal. Badai terasa di perutnya, gemuruh guntur menggelegar di sepanjang pembuluh darah tiap kali Mark menyentuhnya.

Donghyuck memejamkan mata. Seperti heat pertamanya, heat kali ini terasa seperti bencana, sesuatu yang tak terhindarkan. Apa yang bisa sesosok manusia lakukan untuk menentang amukan langit? Tak peduli seberapa kuat keinginan mereka, manusia tidak mampu mengontrol lautan, atau badai, atau ketipak-ketipuk hujan yang mengenai ombak. Mereka hanya bisa tersiksa di tengah amukan itu, atau tenggelam.

Seiring dengan rasa malu dan nafsu yang mengisi paru-paru, seakan memandang Mark pun membuat Donghyuck tidak sanggup bertahan dari ombak nafsu yang menggulung kewarasannya, ia pun memilih untuk menenggelamkan diri.

Untuk kali ini, ia akan memercayai Mark. Donghyuck tidak punya kendali akan ini, dari segala hal ini, tetapi sejatinya ia juga tidak ingin menjadi dirinya sendiri. Donghyuck tidak ingin menyaksikan heat yang mengubahnya menjadi sosok berbeda di hadapan Mark.

Hingga kini, mudah rasanya untuk berpura-pura, baik untuknya maupun Mark, bahwa Donghyuck yang menjadi seorang Omega tidak akan mengubah apa pun. Bahwa mereka tetap akan menjadi Donghyuck dan Minhyung. Menikah atau tidak, pasangan atau bukan, bersetubuh atau tidak, mereka tetaplah sosok yang pernah diri mereka kenal. Donghyuck tahu, ia tahu, tak ada lagi yang akan tetap sama setelah malam ini, setelah Mark melihatnya memohon, setelah pemuda itu melihatnya menangis, setelah ia menyadari kekuatan macam apa yang ia miliki atas Donghyuck. Malam ini dan selamanya, hingga akhir hayat mereka, tidak mungkin tidak akan ada yang berubah. Donghyuck tidak ingin berada di sana untuk menyaksikan perubahan itu.

Manusia adalah makhluk yang serakah, bahkan pria baik-baik seperti Mark sekalipun. Donghyuck akan menyerahkan hatinya ke tangan Mark malam ini, tanpa tahu apakah Mark cukup baik dalam menjaganya dan tidak akan menghancurkannya.

(Dan fakta bahwa ini bukan pilihannya lantas membunuhnya. Donghyuck tidak bisa mengendalikan hal paling berharga yang ia miliki: martabat, kehormatan, bahkan kebebasan, mungkin juga seluruh hatinya. Sebab, siapa yang tahu hal macam apa yang akan ia ungkap di tengah heat? Bagaimana apabila segalanya termuntahkan begitu saja, segala hal yang berusaha tetap ia sembunyikan? Bagaimana apabila ia mengungkap semuanya seperti orang bodoh? Setelah segalanya, Mark akan bisa menerima, tetapi Donghyuck tidak akan sanggup memberikan hal itu kepadanya. Apabila Mark memutuskan untuk menghancurkan hal rentan yang Donghyuck pendam sepanjang hidup, jantung yang, bahkan hingga kini, di tengah situasi luar biasa ini, tetap memilih berdetak untuk Mark, maka Donghyuck tidak ingin menyaksikannya.)

Namun, Mark tidak ingin ia tenggelam. Mark ingin Donghyuck tetap di sana, sadar, bersamanya. Rasanya mudah untuk tergelincir memasuki perasaan-perasaan itu. Segala hal tergelincir, keluar dan masuk. Segala hal tergelincir kecuali pegangan Mark di pinggulnya, di pergelangan tangan, di paha, jari jemari, pinggang, leher, tengkuk, dagu, dan penisnya; menjadi sebuah jangkar, sebuah ladung. Sedang penis Mark menahan Donghyuck di sana, tepat di bawahnya, tempat di mana Donghyuck seharusnya berada, tempat di mana Donghyuck ingin berada.

"Aku tidak akan membiarkanmu jatuh." Mark terus mengatakan hal itu, terengah di pundak Donghyuck, seiring gerakannya mendorong, mendorong, dan mendorongseiring ia yang menerima segala yang sanggup Donghyuck berikan. "Aku tidak akan membiarkanmu jatuh. Aku janji. Aku tidak akan membiarkanmu jatuh."

Donghyuck memejamkan mata dan berharap ia juga mampu menutup telinga, berharap ia mampu menutup hatinya dari kata-kata itu. Berharap bahwa akan ada ruang yang cukup di dalam kepalanya untuk berpikir jernih. Namun, Mark telah mengambil segala ruang itu dan mengisinya dengan kehangatan. Ia telah meraih tangan Donghyuck dan mengecup pergelangan tangannya; sebuah jangkar yang menahannya terseret arus badai.

"Aku tidak akan membiarkanmu jatuh, Donghyuck."

Dasar laki-laki bodoh. Laki-laki yang pemberani, tampan, dan baik hati. Penuh hormat, rasa peduli, dan cinta, yang ingin mencegah Donghyuck dari kejatuhan. Segala kata yang Mark ucap malah membawa Donghyuck jatuh semakin dalam.

*

Donghyuck terbangun di atas ranjang yang dingin. Ia melompat bangkit, nyaris kembali jatuh, dengan kepala berputar, berputar, dan semakin berputar. Hari demi hari telah berlalu. Berapa banyak, ia tidak tahu.

Ia menendang selimut kain dan bulu dari tubuhnya, mendesis ketika merasakan sakit dan juga cairan yang membasahi selangkangannya. Segalanya terasa kaku. Donghyuck merasa lemah.

Tidak ada seorang pun di kamar itu. Mark pasti mengusir orang-orang yang berusaha masuk. Donghyuck berdiri goyah di dekat pintu, takut mendapatinya terkunci, tetapi knop berputar di balik telapak tangannya dengan suara decit mengerikan.

Pada sofa di sebelah jendela, dengan kedua tangan menyatu gugup, duduklah seorang pria. Donghyuck mengenalinya sebagai Dongyoung, salah satu teman kecil Mark. Ia bekerja untuk seorang dewan, mungkin dewan Luar Negeri, Donghyuck tidak cukup ingat. Hal itu tidak penting, sebab pria itu telah melompat berdiri, mendapati Donghyuck dengan kedua mata melebar.

"Yang Mulia, maafkan saya karena masuk tanpa izin, tetapi sesuatu telah terjadi."

"Mark." Donghyuck berbisik. Tangannya berusaha meraih pedang yang tidak berada di sisinya. "Sesuatu terjadi pada Mark?"

"Tidak, Yang Mulia." Gigi Dongyoung mengapit bibir bawahnya. Ia tampak seolah ingin menahan informasi, tetapi sesuatu pada ekspresi Donghyuck pastilah mendorongnya untuk bicara. "Ini tentang pelayan Anda, Jeno. Kemarin, para pengawal kerajaan diperintah untuk menggeledah kamarnya ... Mereka menemukan sesuatu. Saya tidak tahu apa ... Tapi, dia dikurung di kamarnya sampai dewan mengambil keputusan."

Donghyuck berkedip. Ia tidak mengerti. Pasti ini bagian dari suatu rencana fitnah, sebuah persekongkolan licik. Jeno tidak memiliki apa pun yang bisa membuatnya menjadi ancaman bagi Lembah.

"Mark? Di mana Mark?"

"Sekarang Beliau sedang berbicara dengan sang raja."

"Aku harus bicara dengannya."

"Tidak boleh, Yang Mulia. Anda hanya akan membuat masalah menjadi semakin rumit."

Dongyoung tengah bicara, tetapi Donghyuck tidak mampu mendengarnya. Heat-nya telah usai, tetapi segala hal masih tergelincir dari benaknya. Donghyuck bahkan tidak sanggup berpakaian, sedang Dongyoung menjulang di hadapannya, berusaha menjelaskan. Donghyuck tidak bisa. Ia tidak sanggup.

Tidak seorang pun ingin Donghyuck meninggalkan kamar sambil bertelanjang kaki dan berpakaian minim. Tidak seorang pun siap untuk menghentikannya. Donghyuck mampu merasakan langkah kaki para penjaga yang berusaha mengejarnya, tetapi ia berlari seperti orang gila di tengah koridor batu istana yang dingin, keliman gaun dalam mengekor di belakangnya. Donghyuck berlari hingga mencapai pintu kamar Jeno, dan begitu para penjaga melihat wajahnya, mereka tidak sanggup menghentikannya. Ia pun mengunci pintu di balik punggung begitu berhasil masuk.

Kendali adalah hal yang indah. Kendali bisa menjaga hidup seseorang tetap mulus, tetapi begitu satu hal berjalan dengan salah, segala hal seketika tampak sama salahnya; sebuah domino tragedi.

"Surat-surat Jaemin." Hanya itu yang Jeno ucapkan, dan hal itu cukup membuat segala hal di sekitar Donghyuck runtuh.

*

Mark adalah ... sosok yang tak tertebak dalam kondisi terbaik, dan tertebak dalam kondisi terburuk.

Mark adalah sosok yang sopan, baik, penyabar, dan pekerja keras. Ia romantis dan pendamba tradisi-tradisi lama, sosok yang hanya bisa kau temukan dalam balada tua, dalam sajak epik yang menceritakan tentang kesatria Alpha dan Omega yang cantikㅡyang mengisahkan ciuman setelah pernikahan, bersih dan anggun, penuh kata-kata berbunga, serta sentuhan-sentuhan terlarang yang dicuri di balik bayang atap lengkung, sebab malu akan pandangan semua orang.

Mark adalah sosok yang bersemangat, berhasrat dan jujur terkait cinta, dan ia andal, sangat andal dalam hal itu, sangat natural seakan ia memang diciptakan untuk melengkapi tubuh Donghyuck bagai potongan teka-teki. Kerekatan tubuh mereka terasa lebih alami dari segala kata yang pernah ada di antara mereka.

Mark ... Mark kini tengah marah; emosi yang ia sembunyikan amat dalam dan baik hingga ia sendiri tidak sadar memilikinya, lebih-lebih tahu bagaimana cara mengeluarkannya. Bagaikan seekor singa dalam kandang, ia berputar dan berputar, terjebak dalam pikiran yang terus memelintir.

Tak banyak orang tahuㅡwajah Mark amat sangat andal dalam menyembunyikan emosi, hasil dari pendisiplinan yang ayahnya terapkan selama bertahun-tahun dengan menghilangkan afeksi maupun validasiㅡdan mungkin Mark sendiri pun tidak sadar akan itu. Meski begitu, Donghyuck telah melihat bagian terburuk dari diri Mark. Ia tahu seberapa dalam pemuda itu menyimpan dendam, bagai pembuluh es yang mengalir menuju jantung gunung, dengan jeram yang liar, dalam, dan berbahayaㅡapabila kau jatuh ke dalamnya, mereka akan menenggelamkanmu dan menyeretmu menuju inti bumi.

Donghyuck tahu. Benar bahwa di awal ia telah mencoba, dan gagal, untuk membuat Mark jengkel dan meledakkan amarahㅡsebuah ledakan terencana, sehingga Donghyuck bisa menerima hal paling buruk di saat ia telah siap, dan tidak ketika ia lemah dan rentan. Tidak ketika ia baru saja keluar dari heat yang menguras tenaga, dengan kedua kaki yang masih gemetar, kepala berputar, serta sahabatnya yang dituduh melakukan pengkhianatan, dan Donghyuck sendiri yang juga dituduh melakukan perzinahan. Yang jelas, tidak sekarang.

Namun, Mark meledak sekarang, dan tidak seorang pun, bahkan Mark sendiri maupun Donghyuck, mampu menghentikan hal itu. Donghyuck berusaha menapakkan kaki, untuk berbicara dengan suaminya sebelum segala hal menjadi semakin runyam, tetapi Mark dengan mudah menyeretnya melintasi koridor bagai boneka berisi bunga-bunga kering. Tangan Mark terlalu erat di pergelangan tangan Donghyuck. Maniknya menggelap ketika ia mendapati kedua kaki Donghyuck yang telanjang, juga pergelangan kaki yang tampak ketika gaun tidurnya berkibar. Mulut Mark mengerut dalam geraman ketika Donghyuck memohon padanya untuk berhenti.

Mark tidak berhenti hingga mereka mencapai kamar, hanya berdua, dan Donghyuck memperhatikan pintu yang menutup bagai hukuman mati. Genggaman Mark mengencang dan melonggar, menjebaknya di sana.

"Apa kau sudah gila?" tanya Donghyuck.

Ia tidak seharusnya melontarkan pertanyaan itu.

Hanya satu langkah salah, dan Donghyuck tenggelam dalam kemurkaan Mark yang terasa begitu tebal hingga nyaris teraba. Feromon yang Mark pancarkan beraroma asam dan tajam, membuat mata Donghyuck berair. Kata-katanya pun cukup tajam untuk menodai kulit Donghyuck tanpa menyentuhnya.

Donghyuck berkedip untuk mengusir air mata dan menahan ringikan, sebab ia tidak ingin dirinya tertindas, ia tidak ingin membiarkan Mark menyudutkannya. Apabila Mark begitu kacau hingga tidak sanggup berpikir jernih, maka Donghyuck setidaknya harus tetap tenang untuk menjelaskan, bukan begitu?

Namun, kemurkaan Mark begitu dalam dan liarㅡapabila kau jatuh di dalamnya, ia akan menenggelamkanmu dan menyeretmu menuju inti bumi, dan Donghyuck merasa persis seperti itu; tertarik menghantam bebatuan, seiring Mark yang bertanya, bertanya, dan bertanya. Seiring Mark yang berasumsi ... Seiring Mark yang meminta penjelasan yang tidak bisa Donghyuck berikan, yang tidak ingin ia berikan.

Kenapa kau tidak memercayaiku? batin Donghyuck liar. Harga diri menahan kata-kata itu keluar dari balik gigi-giginya yang merapat.

Itu adalah pertanyaan bodoh. Donghyuck mengenal Mark. Ia juga tahu harga dari janji-janjinya. Ia tahu apa yang bisa diharapkan dari pemuda itu. Ia tahu, ia selalu tahu, sejak awal, sejak ia memilih menaiki kapal di bawah cahaya emas matahari terbenam dan pergi untuk menikahi laki-laki yang membencinya seumur hidup. Dituntun oleh harapan kecil bahwa memiliki Mark dengan cara seperti ini, membiarkan Mark memilikinya dengan cara seperti ini, akan cukup untuk mereka berdua, bahwa apabila Donghyuck cukup hati-hati, ia tidak akan membiarkan Mark menghancurkan hatinya. Mark tidak tertebak di saat terbaik dan tertebak di saat terburuk sebab Donghyuck sadar untuk hanya berharap hal buruk darinya. Ia tahu sejak awal bahwa rasa cinta Mark terhadapnya jatuh begitu saja dan kuat, seperti buah yang jatuh sebelum terasa manis dan matang, bahkan mungkin beracun. Namun, tetap saja Donghyuck memakannya, tetap saja ia memasuki sarang dingin pemuda itu. Ia berjalan melewati setapak bunga dalam balutan sutra dan emas, pun menyerahkan hatinya kepada Mark di atas piring emas, meski sudah tahu bahwa suatu hari nanti, Mark akan menghancurkannya berkeping-keping.

Dan Mark sangat jarang merasa kecewa.

"Kau tidak pantas mendapatkan perhatianku," ucap Donghyuck. "Persetan denganmu." Ia mengumpat.

Kenapa kau tidak memercayaiku? Kenapa kau membohongiku? Kenapa kau memberiku harapan hanya untuk merenggutnya dengan cara seperti ini?

"Aku tidak takut padamu," ucapnya. "Kau tidak pantas mendapat kebenaran. Aku juga tidak memercayaimu dengan rahasia-rahasiaku."

Kata-kata meluncur jatuh bagaikan panah, kata-kata juga terjebak di tenggorokannya. Tak peduli apa yang ia katakan, tak peduli apa yang tidak ia katakan, malam ini Donghyuck telah terlanjur tersesat dalam momen ketika bertemu mata dengan Mark dan menemukan pengkhianatan di sana, keinginan untuk menyakiti, bagai hewan terluka yang berusaha menciptakan jalan keluar dari kungkungan jebakan.

Ia memejamkan mata dan berharap Mark akan pergi. Malam ini, Donghyuck telah kalah. Ia kehilangan Jeno. Ia juga mungkin kehilangan Mark, apabila ia tidak kehilangan dirinya sendiri akibat Mark. Berapa banyak kekalahan yang harus ia terima sebelum matahari terbit?

*

Nyatanya, Donghyuck masih bisa kehilangan sesuatu yang tanpa sadar ia miliki. Hal-hal yang telah lepas darinya. Hal-hal yang tidak ia prediksi.

Mark putus asa, Donghyuck mampu merasakannya melalui Ikatan mereka, tanpa dasar dan pekat, mengalir memenuhi paru-paru tempat di mana udara seharusnya berada. Mark putus asa dan Donghyuck khawatir, tidak, ia ketakutan, sebagaimana yang tidak pernah ia rasakan sepanjang hidupnya, seiring tangan Mark yang menekan tubuhnya, seiring suara Mark menekan tubuhnya; putus asa dan serta-merta, tak berdaya dan terkalahkan. Ia menangis dan memberontak. Ia menggigit lidah cukup kuat untuk menciptakan luka, dan ia memohon (Donghyuck dari Pulau Selatan yang tidak pernah memohon untuk apa pun), ia memohon agar Mark melepaskannya, melepaskannya, melepaskan hal ini darinya.

Beberapa rahasia tidak seharusnya diungkapkan. Beberapa perasaan terlalu rapuh dan rentan akibat terlalu sering retak, bahkan satu sentuhan lembut akan sanggup membuatnya hancur menjadi serbuk berlian. Perasaan ini, perasaan yang Donghyuck tahan dalam diri, ketika dulu ia berpikir bahwa ini adalah hal tepat yang harus dilakukan, kini ia berpijak di atasnya dengan segenap kekuatan, hanya berhenti di saat-saat terakhir, dan kemudian ia menghabiskan begitu banyak waktu untuk menyesali segala retakan, celah, sela dan patahan yang ia ciptakan, sadar bahwa sudah terlambat untuk menyelamatkannya. Sadar bahwa perasaannya akan hancur hanya dengan satu tekanan kecil. Apabila Mark memaksa, apabila Mark memaksa sekarang, maka tidak akan ada yang tersisa untuk Donghyuck simpan setelah segalanya usai.

Sehingga, Donghyuck memohon, dan Mark, juga, memohon. Namun, hanya satu dari mereka yang memegang kendali di sini. Hanya satu dari mereka yang memiliki kekuatan. Kali ini, kekuatan itu berada di tangan orang yang salah.

Rahasia itu adalah perasaan yang Donghyuck labuhkan untuk laki-laki berwajah manis, Minhyung dari Lembah Raksasa. Cinta yang ia pikir telah tersingkir bertahun-tahun lalu, nyatanya kini hancur. Apa perasaan itu masih di sana? Atau apakah itu cinta yang baru, yang berakar di tengah batu-batu dingin Lembah, dengan pucuk berdaun lembut, berkuncup merah muda, yang tidak sesuai dengan musim dingin di daratan itu? Donghyuck tidak lagi tahu. Ia tidak tahu perasaan itu masih di sanaㅡatau, apabila ia telah menduga, ia menolak untuk mengakuinya. Yang Donghyuck tahu hanyalah bahwa di saat perasaan itu tersampaikanㅡketika Mark menarik keluar kata-kata itu dengan sebelah tangan di tengkuknya, seakan berusaha mengikis Ikatan mereka apabila ia menekan cukup dalamㅡketika tangisan Donghyuck berubah menjadi suara dan kata-kata meninggalkan mulutnya, tepat di saat itu, cinta itu rusak. Hilang untuk selamanya.

Sebagaimana yang lainnya.

*

"Apa maksudmu dia bilang aku boleh kembali ke Kepulauan?"

Jaehyun tampak seakan berharap untuk berada di mana pun kecuali di sini, memberi tahu Donghyuck bahwa jika ia ingin, ia bisa ikut dengan Jeno sebelum kapal terakhir berangkat. Donghyuck juga berharap Jaehyun berada di mana pun selain di sini.

"Di mana Mark?" tanyanya, tetapi tidak ada jawaban untuk itu. Ia berpikir untuk membanting vas porselen di ujung ruangan ke kepala Jaehyun. Ia bahkan tidak yakin akan sanggup mengangkatnya. Ia gemetar. Di balik lengan panjang gaun, tangan-tangannya masih gemetar. Donghyuck belum berhenti gemetar sejak Mark pergi.

Dia bahkan tidak meminta maaf. Ia bahkan tidak ... dan sekarang ....

"Apa itu yang Mark inginkan? Melayarkanku di atas kapal menuju rumah dan melepas kewajibannya dariku?'

"Saya tidak ...."

"Jangan menjawabku, Jung Yoonoh, atau aku bersumpah demi para Dewi, kau akan menyesal karena tidak menenggelamkanku di jumpa pertama kita. Pergi."

"Saya tidak mungkin ...."

"Kalau begitu, diam di sini. Aku yang pergi."

Aku akan pergi, Mark. Aku akan pergi tanpa salam perpisahan. Aku akan pergi tanpa memberimu kesempatan untuk meminta maaf dan kau tidak akan pernah, kau tidak akan pernah ... Kau tidak akan pernah melihatku lagi. Dan kau pantas mendapatkannya.

Namun, tidakkah itu langkah yang mudah? Mengapa Donghyuck yang harus melarikan diri sementara Mark-lah yang bersalah? Mark-lah yang bodoh di sini, Mark yang bersikap seperti binatang. Mark-lah yang seharusnya berlutut di lantai, meminta maaf, tetapi ia malah mengirim Donghyuck pergi dengan kehormatan yang berantakan, dan bagaimana bisa ini disebut adil? Mark pikir ia siapa? Ia menganggap Donghyuck apa?

Rasa sakit adalah guru terbaik.

Namun, Donghyuck adalah murid yang buruk.

Ketika ia jatuh cinta kepada Mark di pandangan pertama, di kala masih bocah dan tidak tahu arti cinta, Donghyuck hanya merasakan kebahagiaan. Ketika Mark menolaknya dengan kasar, bahkan belum ada beberapa tahun setelahnya, rasanya menyakitkan. Luka pun tercipta, dan di balik segalanya, Donghyuck tidak terlalu muda untuk menyadari bahwa itu adalah perasaan terkhianati.

Setelah itu, muncullah kebingungan, rasa penasaran.

"Kenapa rasanya menyakitkan?" Ia bertanya pada sang ayah.

"Itu berarti peringatan. Rasanya sakit sekarang supaya di kemudian hari, kau bisa menghindarinya."

Rasa sakit jelas adalah guru yang terbaik, tetapi Donghyuck, setelah tahun-tahun yang berlalu, tetaplah murid yang buruk. Rasanya tetap menyakitkan, selama bertahun-tahun, harga dirinya babak belur dan memar sebab penolakan terus-menerus yang Mark berikan. Satu-satunya hal yang menahan Donghyuck pecah berkeping-keping hanyalah keyakinan bahwa ia menyakiti Mark sebagaimana Mark menyakitinya.

Donghyuck tidak mengerti mengapa ia tetap kembali. Mengapa ia tetap berusaha. Mungkin rasanya tidak cukup sakit untuk sampai menghentikannya. Mungkin ia hanya tidak sanggup melepas harga dirinya.

Meski begitu, kini ia tidak lagi punya harga diri yang tersisa. Dan rasa sakitnya cukup. Sudah cukup.

Pedang Mark terasa aneh di tangan Donghyuck. Terasa lebih ringan dari miliknya; halus, indah, tetapi nyaris terlalu berat untuk tubuh yang tidak lagi pernah mengayun pedang selama berbulan-bulan. Namun, kabut heat telah terangkat, kabut kekuatan Mark juga telah terangkat, dan Donghyuck kembali merasa bahwa tubuhnya sepenuhnya miliknya.

Apa yang telah Mark lakukan tidak meninggalkan bekas luka, setidaknya yang terlihat. Sedang Ikatannya, Ikatan mereka, mengepak compang-camping di sekitar tungkai Donghyuck.

Dia yang melakukan ini, Donghyuck memberi tahu diri sendiri. Dia yang melakukan ini. Dia merenggut hal yang paling berharga dariku dan menghancurkannya, hanya karena dia takut hal itu tidak cukup berarti bagiku. Dia mengukungku, dia melihat isi kepalaku, dan dia tidak berhenti, dia tidak berhenti, dia tidak berhenti.

Pikiran-pikiran itu saling mengejar dengan liar, tetapi Donghyuck tidak lari. Ia menyembunyikan pedang di balik mantel dan berjalan perlahan melintasi koridor, seolah tidak ada ketergesaan di dunia ini, seolah ia adalah sesuatu yang mematikan dan tak tergoyahkan. Donghyuck melangkah melewati para penjaga, dengan wajah tanpa ekspresi, leher terbuka, serta sisi Ikatannya yang menoreh garis berkabung di benak Mark. Donghyuck mampu merasakan penyesalan Mark, terlepas dari kondisi Ikatan mereka yang memprihatinkan, setanpa dasar dan setebal kemarahannya beberapa jam lalu.

Bagus, pikir Donghyuck. Ia berharap rasa itu akan menghantui Mark. Ia berharap rasa itu akan menghantui Mark selamanya. Anggap saja dia selamat hari ini.

Mark tengah berada di galeri, sendirian. Langit tampak putih, dan benak Donghyuck berwarna keemasan. Rumput putih dan keemasan bergetar tersapu angin seperti bulu-bulu burung, sementara laut berdebur di kejauhan, dengan pola mozaik di bawah kaki-kakinya. Dada Donghyuck memekar seiring Mark yang mengembuskan napas. Mata pemuda itu melebar ketika menyadari kemarahan yang bergemuruh di balik kulit Donghyuck; indah, terkendali, sebagaimana seharusnya, dan segalanya tertata seakan seluruh dunia menyanyikan lagu yang harus Donghyuck tarikan.

Donghyuck menyerang untuk melukai, bukan menakuti, dan tak peduli apabila Mark sedang tidak memegang pedangㅡsebab kemarin Mark memilikinya sedang Donghyuck tidak, dan Mark tidak berhenti, ia sungguh tidak berhentiㅡdan jika benar utang harga diri harus dibayar, maka luka harga diri harus dibayar sepuluh kali lipat.

Segalanya jatuh bergelimpangan di sekitar mereka, dan Donghyuck merasa, alih-alih menyatukan kembali bagian-bagian yang hancur, ia lantas mengarahkan bagian tajam pecahan ke leher Mark. Namun, ia tidak peduli. Mengapa ia harus peduli? Mengapa selalu ia yang berusaha memperbaiki semuanya? Mengapa Mark tidak bisa ... menjadi dewasa? Mengapa Mark tidak bisa, sekali saja, menjadi pribadi yang lebih baik?

Bahkan sekarang, ketika martabat mengucur seiring tarikan napasnya, dengan jejak jemari Mark di pergelangan tangannya, suara yang masih bergema, bukan di telinga, melainkan dadanya, tempat yang paling terasa sakit, mengapa Mark tidak memberi sedikit saja rasa nyaman? Ini salahnya, dan Donghyuck membencinya, sangat membencinya. Namun, Ikatan mereka meyakinkan Donghyuck bahwa hanya Mark yang kini sanggup menenangkannya, dan Mark tetap tidak melakukan apa-apa.

Tidak banyak alasan bagi Donghyuck untuk membunuh orang, tetapi hari ini ia pikir ia bisa membunuh Mark, di sini, di tengah galeri. Semoga potret para leluhur sanggup melihat keturunan mereka yang terlampau bodoh. Ia bisa membunuh Mark sebab ia tidak membutuhkan Alpha seperti pemuda itu. Donghyuck memang seorang Omega, dan ia mungkin saja tidak sempurna, tetapi ia telah berusaha sebisa mungkin untuk menjadi Omega terbaik. Apabila Mark tidak mau menjadi Alpha yang baik untuknya, apabila ia tidak mau berusaha sebisa mungkin, maka ia tidak pantas mendapatkan Donghyuck. Apabila Mark hanya memilih untuk menjadi beban bagi hidupnya, maka Donghyuck akan menyingkirkannya, seperti memotong tungkai yang busuk untuk menyelamatkan bagian tubuh yang sehat. Perasaan yang terkutuk.

*

"Kalau begitu, kenapa kau melepaskanku?" tanya Donghyuck dan Mark mengeluarkan tawa lelah.

"Aku tidak melepasmu, aku memberimu pilihan." Mark menunduk, ke arah tangan mereka yang menyatu. Ia berusaha tidak menunjukkan rasa gugupnya, tetapi ia tahu Donghyuck akan mampu merasakannya melalui Ikatan mereka. Sungguh lucu. Apa yang ia lakukan, alih-alih memisahkan Ikatan mereka, malah membuatnya menjadi lebih sensitif, nyaris selaras dengan perasaan satu sama lain. "Aku bukan orang yang baik dalam membuat keputusan, tampaknya, terlebih di bawah tekanan. Aku tidak bisa memercayai diriku untuk melakukan hal yang benar dan kau tidak pantas mendapatkan keputusan yang salah."

"Apa itu berarti kau memercayaiku untuk mengambil keputusan yang tepat?"

Mark berusaha untuk tersenyum dan menarik tangan Donghyuck ke mulutnya, mendaratkan ciuman di jemarinya.

"Kuharap begitu," ucapnya. Mata tak meninggalkan manik Donghyuck.

"Jadi, bagaimana kalau aku pergi?"

"Aku akan kembali padamu di awal musim semi. Lalu, kalau kau masih ingin bersamaku, aku akan membawamu pulang."

Mata Donghyuck menyipit.

"Dan bagaimana kalau aku memutuskan untuk tinggal?"

"Mendekatlah dan aku akan memberitahumu."

Mark mendekat hingga mulutnya berada tepat di samping telinga Donghyuck, membisikkan jawabannya seolah berusaha melindungi rahasia ini dari telinga semua lukisan di galeri.

"Kalau kau memilih tinggal, aku akan membawamu pergi. Jauh ke Utara, menuju Clairs, hanya kau dan aku. Jauh dari istana, jauh dari ... semua ini. Aku tidak bisa melindungimu di sini. Aku memperlakukanmu dengan sangat buruk, Donghyuck, dan aku minta maaf, aku sungguh minta maaf. Tapi, apabila kau memberiku kesempatan kedua, aku akan membawamu pergi dari tempat ini, dan aku akan melindungimu dari siapa pun. Bahkan dari ayahku. Bahkan dari diriku sendiri. Aku memilihmu, apabila kau mau memilihku."

Ketika ia selesai, ia menunduk, mengistirahatkan kepalanya di bahu Donghyuck.

"Aku tahu kau akan butuh waktu untuk memaafkanku. Aku tahu kau mungkin tidak akan memaafkanku sama sekali. Aku tahu bahwa aku mencintaimu,"ㅡdan di sinilah, lagi, perasaan hangat yang bersinar melalui Ikatan mereka bagaikan permata emas yang hilang di dasar telaga, tak tergapai, tetapi tetap indahㅡ"tapi aku juga tahu kalau mencintaimu saja tidak cukup. Aku tidak merasa pantas untukmu sekarang, jadi aku akan berhenti mengucapkan kata-kata kosong padamu mulai sekarang. Aku akan mengatakannya lagi di saat aku benar-benar melakukannya. Namun, akan kutunjukkan padamu, apabila kau mengizinkan. Aku akan menjadi seseorang yang akan membuatmu bahagia. Jadi tolong, entah kau pergi atau tidak, berikan aku satu kesempatan lagi."

Donghyuck memejamkan mata, mengusapkan ujung hidungnya pada hidung Mark. Esok ia bisa jadi pergi, seperti burung musim dingin, terbang menuju Selatan untuk menghindari musim dingin yang malang. Atau ia bisa saja tetap di sini, terkurung di antara tembok dingin ini sebab harga diri dan janji yang tidak bisa ia penuhi, membenci hidupnya, membenci pasangannya, tak dapat pergi. Namun, esok diselimuti oleh warna putih dan emas bertabur di hari ini, jadi meski ini adalah akhirㅡsebab ini adalah akhirㅡdalam waktu yang sangat, amat lama, Mark mencium Donghyuck kembali.

"Jadi, apa yang kau pilih?"

Di luar, di mana langit berwarna pucat melebihi putih, untaian es bergelantungan, menari di udara. Salju pertama jatuh bagaikan selubung seiring dengan keluarnya jawaban dari mulut Donghyuck.[]

.

.

.

Terima kasih sudah membaca. Jangan lupa tinggalkan vote dan komennya, ya. See you on the next chap! ❤️

Continue Reading

You'll Also Like

764K 45.8K 19
"Hidup ini melelahkan"- Zian Sebastian. "Kini aku benar-benar menyerah pada kalian, Aku benar-benar lelah dan semoga kalian cepat sadar akan keberada...
42.2K 2.4K 23
Jarang tersenyum, sedikit berbicara. seakan Ia hanya menggunakan tatapan matanya sebagai sarana untuk menyampaikan semuanya. namun terkadang melempar...
36.5K 3.4K 22
Ā° WELLCOME TO OUR NEW STORYBOOK! Ā° ā€¢ Brothership ā€¢ Friendship ā€¢ Family Life ā€¢ Warning! Sorry for typo & H...
38.6K 4.4K 36
Sebuah rahasia yang tidak akan pernah meninggalkanmu...