TRAP | Jung Jaehyun

lunarbooksid

1.8K 184 4

Jeff, seorang pengusaha properti yang memiliki profesi sampingan sebagai otak pembunuh mempekerjakan Taeyong... Еще

New Assistant
Ada yang Mengawasimu
Siapa
Kabar Bagus yang Buruk
New Toy
Follow the Game
Secret
Obey the Rules or You Will Die
Gift
The First Day of Work
Bantu Aku Sembuh
Wait and See
The Show
Make A Deal
Behind the Story
Sign the Contract
Siaga
Movement
Catch Me If You Can
Tricky
Terima Kasih Untuk Hari Ini
Twins
From the Past
The Unknown Number
New Hint
About Her
Secret Agent
About Him
Test
Loyalty
Action
Action (2)

Terror

33 3 0
lunarbooksid

"Boleh juga kau, Braile. Bagaimana jika kau keluar dari misimu dan bekerja denganku?"

"Bolehkah?"

Jeff yang mendengar pertanyaan dari Braile lantas menggelegarkan sebuah tawa yang memenuhi ruangan.

"Aku tidak akan tertipu," balasnya. Braile yang mendengar itu justru tersenyum. Membuat Jeff menautkan kedua alisnya. Seakan bingung akan reaksi yang diberikan Braile.

"Aku juga tidak akan pernah sudi untuk bekerja denganmu," tutupnya kemudian beralih fokus pada komputer di hadapannya.

"Silakan kembali ke tempat kerja Anda, Pak Jeff. Tidak baik menggangu karyawan yang sedang bekerja." Saran yang lebih tepat jika disebut sebagai sindiran lembut itu membuat Jeff menyeringai sekilas. Sisi baru dari Braile yang seperti itu justru membuat Jeff tertarik.

Jeff berjalan meninggalkan Braile dan menuju ke ruangannya. Baru saja dia mendudukkan diri, namun ponsel yang terdapat pada jas bagian dalamnya itu bergetar. Panggilan dari nomor yang tidak dikenal. Jeff mengangkat telepon itu dengan berhati-hati.

Ternyata, klien yang sedang membutuhkan jasanya. Hal itu lantas membuat Jeff tersenyum. Dia harus kembali bergegas untuk keluar karena klien ingin bertemu sekarang juga. Bahkan, kliennya kali ini berjanji akan membayar lebih jika Jeff berhasil menuntaskan misi yang akan diterimanya.

Braile menatap Jeff dengan pandangan penuh selidik tatkala pria itu berjalan sembari terus mengembangkan senyum di wajah rupawannya. Netra Jeff memandang ke arah Braile. Tangan kanannya ia gunakan untuk mengusap rambut sembari berjalan. Seolah sedang mengejek Braile yang saat ini menatapnya dengan begitu tajam.

Yang digoda tidak peduli. Lagi pula Braile sudah tahu bahwa Jeff akan bertemu dengan klien. Bukan sesuatu hal yang perlu untuk dibesarkan. Namun, puan itu tetaplah waspada. Pasti setelah ini akan ada berita buruk yang tersiar di berbagai media massa. Braile harus segera memikirkan cara untuk mencegah tindakan keji yang dilakukan oleh Jeff dan Taeyong.

o0o

Jeff sudah sampai pada restoran yang dijanjikan oleh klien sebagai tempat pertemuan mereka. Pria itu datang lebih awal. Netranya berkelana menelaah sekeliling restoran sekilas hingga pada akhirnya fokusnya teralihkan oleh suara sepatu berhak tinggi yang mengetuk lantai. Jeff mengarahkan pandangannya. Menyambut siapa yang datang.

Netranya sedikit memicing ketika wanita dengan dress berwarna hitam serta make-up bold itu menarik kursi yang ada di depannya. Bukankah yang berbicara denganku dalam sambungan telepon tadi adalah seorang pria? pikirnya. Namun, kekacauan dalam pikirannya harus segera disudahi. Wanita yang kini berada di depannya menyapa dengan sebuah senyuman. Jeff membalasnya dengan senyum singkat.

"Sepertinya Anda sedikit terkejut?" buka wanita itu. Lagi-lagi, Jeff hanya bisa tersenyum tanpa mengeluarkan satu patah kata. Jujur saja, Jeff belum pernah menerima klien wanita. Dan juga ... situasi saat ini membuatnya sedikit tidak nyaman karena beberapa pengunjung restoran memperhatikan mereka.

"Saya tidak tahu jika klien saya kali ini adalah seorang wanita," jelasnya.

Yang diajak bicara justru terkekeh, namun dengan cara yang begitu anggun.

"Begitu? Apakah saya adalah klien pertama Anda?" tebaknya.

"Yah, bisa dikatakan begitu." Jeff menjeda kalimatnya. "Baik, apa yang Anda butuhkan?" sambungnya kemudian.

Wanita itu mengangkat tangan kanannya. "Ah, sebentar. Saya perlu meluruskan sesuatu," ucapnya yang membuat Jeff menautkan kedua alisnya.

"Apa yang harus diluruskan?"

"Pertama, saya bukan klien Anda." Satu kalimat yang dilontarkan oleh wanita itu sukses membuat kedua netra Jeff membola. "Kedua ... "—Wanita itu beranjak dari duduknya. Mendekatkan wajahnya pada Jeff—"saya adalah bayarannya," jelasnya sembari mengembangkan senyuman penuh goda. Namun, Jeff tidak tergoda sama sekali. Saat ini, netranya justru menatap tepat pada kedua manik coklat milik wanita itu.

"Rupanya kalian sedang bermain-main," tukas Jeff.

"Sekarang, giliran saya untuk berbicara," ucap Jeff. "Pertama, saya tidak tertarik dengan wanita seperti Anda. Kedua, saya tidak akan mengambil kesepakatan yang hendak Anda tawarkan," tegasnya seraya beranjak dari duduknya.

Di luar dugaannya, wanita itu tidak berkutik sama sekali. Padahal Jeff sudah membayangkan jika wanita itu akan menahan dan memohon kepadanya. Ternyata, dugaannya salah besar. Beruntung, dia tidak berurusan dengan wanita merepotkan yang malah dengan senang hati merendahkan diri di hadapannya.

Suasana hatinya menjadi begitu buruk. Jeff putuskan untuk tidak kembali lagi ke kantor. Pria itu memilih untuk langsung pulang ke rumah untuk menjernihkan pikiran. Sebab, wanita yang baru saja bertemu dengannya itu tampak tidak begitu asing baginya. Jeff juga masih menduga siapa orang yang bermain-main dengannya dan membuatnya membuang waktu berharga karena pertemuan sampah tadi.

"Bajingan mana yang tidak punya uang untuk membayar jasaku dan malah mengirimkan wanita murahan seperti tadi? Awas saja kalau ketemu, akan kuhabisi," gerutunya selama dalam perjalanan pulang.

Pengusaha berusia awal tiga puluh tahun itu akhirnya tiba di rumah. Dilirknya sebuah jam tangan yang melingkar di tangan kirinya. Jarum jam menunjuk angka lima. Langit pun sudah mulai gelap. Matahari juga kian meredup. Tiba-tiba saja pikirannya terarah pada Braile. Mungkin puan itu tengah bersiap-siap untuk pulang.

Jeff turun dari mobil. Berjalan masuk dengan menenteng beberapa dokumen yang tadi diberikan oleh Dokter Kim. Langkahnya terhenti tepat di depan pintu tatkala pria itu mendapati sebuah kotak hadiah berwarna hitam yang tergeletak di sana. Jeff meraih kotak tersebut sembari melihat sekeliling. Barang kali si pengirim masih berada di sekitar.

Namun, sesuatu terasa aneh dan mengganjal pikirannya. Siapa yang mengirim kotak tersebut? Bagaimana bisa orang itu masuk ke dalam rumah Jeff padahal pagar rumahnya menggunakan sistem keamanan yang begitu ketat.

Matanya memicing. Jantungnya berdetak semakin kencang. Penasaran sekaligus khawatir dengan isi kotak tersebut. Dibukanya kotak hitam berukuran 15x15 cm itu dengan penuh hati-hati. Kedua netranya membulat sempurna tatkala melihat isi dibalik kotak tersebut. Sebuah handcuff yang berlumuran dengan darah lengkap dengan secarik kertas yang diselipkan di bawahnya.

"You have opened the box. So, enjoy the torture!"

Jeff meremas kertas tersebut hingga buku-buku jarinya memutih. Menyalurkan segala amarah yang kian membuncah. Hari ini merupakan hari yang paling sial baginya. Sedari tadi, orang-orang seakan mempermainkannya. Dimulai dari wanita yang ditemuinya barusan, hingga kiriman teror yang sekarang ia terima.

Belum selesai menyalurkan amarah, kini ponselnya bergetar. Lagi-lagi, telepon dari nomor tidak dikenal. Jeff segera menganggkat telepon tersebut.

"Bagaimana dengan hadiah yang kukirim?" tanya seseorang di seberang sana. Jeff langsung mengenali siapa pemilik suara tersebut. Tangannya kembali mengepal kuat. Sudah bersiap untuk menghantam pintu yang ada di depannya.

Netranya kembali berpendar menelaah sekeliling rumahnya. Siapa tahu si pengirim kotak tersebut sedang melihatnya. Namun, Jeff tetap tidak menemukan siapa pun. Hal itu membuatnya sedikit frustasi.

"Hadiah darimu tidak membuatku takut," balas Jeff dengan nada yang begitu serius.

"Benarkah? Sepertinya kau terkejut."

Jeff menarik sudut kiri bibirnya. Menunjukkan seringai yang begitu menakutkan. "Yah, aku tidak menyangka jika hadiah darimu terlalu biasa."

"Tidak usah berlagak kau, bocah! Yah, memang hadiah dariku itu tidak menakutkan. Lebih menakutkan apa yang sudah aku alami selama hampir dua puluh tahun. Hidup dalam kurungan penjara, sementara kau hidup bergelimang harta."

Seringai yang tadi menghiasi wajahnya kini perlahan memudar. Emosi Jeff sudah benar-benar berada di puncak. "Itu semua salahmu. Aku bahkan tidak melaporkan perbuatan kejimu. Kau yang tidak berhati-hati dan malah menggali kuburan sendiri.

"Lagi pula ... kurungan penjara itu tidak ada apa-apanya. Hidupku jauh lebih mengerikan darimu. Selama hampir dua puluh tahun juga aku seperti hidup di dalam neraka. Kau mengirimku ke luar negeri lalu berhenti membiayaiku. Bukankah kau terlalu tidak tahu diri berkata seperti itu setelah merebut perusahaan yang diwariskan ayah kepadaku? Kau bahkan tidak bisa menjaganya. Aku membangun semua usahaku dari nol, dasar bajingan!"

"Keparat! Tunggu pembalasanku!"

"Dengan senang hati kutunggu pembalasanmu."

Sambungan telepon tertutup. Nafas Jeff sedikit naik turun. Tak menyangka jika dia pada akhirnya mengeluarkan semua perasaan mengganjal yang sudah lama bersarang dalam benaknya. Jeff memijat pelipisnya sejenak sebelum akhirnya ia melangkahkan tungkainya untuk masuk ke dalam rumah.

"Lacak nomor ini," perintah Jeff kepada Doyoung.

Tak perlu menunggu lama. Doyoung mengiriminya alamat IP sang penelepon tadi. Jeff segera berjalan menuju kamar. Berjalan semakin jauh lagi menuju ruang tersembunyi miliknya yang digunakan sebagai ruang penyimpanan senjata. Jeff mengambil salah satu senjata api Dessert Eagle Mark XIX yang dapat membunuh seseorang dalam satu kali tembak.

Tanpa berganti pakaian terlebih dahulu, Jeff berjalan menuju garasi. Kali ini, dia tidak mengendarai mobil. Jeff memilih untuk mengendarai motor keluaran BMW berjenis HP4 Race Standard yang sudah dimodifikasi warnanya menjadi full hitam tersebut untuk menuju ke alamat yang berhasil dilacak oleh Doyoung.

Jeff melaju dengan begitu kencang. Hanya membutuhkan waktu sebanyak sepuluh menit untuk sampai di tempat tujuan. Seperti yang sudah diberitahukan Doyoung, lokasi tersebut memang tidak bisa dijangkau dengan mobil. Pengirim berada di sebuah gedung yang bisa dijangkau setelah melewati beberapa gang kecil.

Gedung itu tampak begitu sepi. Tidak menandakan adanya seseorang sama sekali. Namun, Jeff tetap melangkah dengan penuh hati-hati.

"Keluar kau! Jangan bersembunyi seperti pengecut!" gertak Jeff. Suaranya menggema memenuhi gedung yang sudah tidak terpakai tersebut.

Jeff berhenti sejenak. Telinganya menangkap samar-samar suara langkah kaki yang berjalan mengendap-endap di belakangnya.

Bugh!

Jeff berhasil menghindar dari pukulan seseorang tak dikenal yang dilayangkan dari arah belakang. Jeff melayangkan tinjunya mengenai perut pria berbadan besar tersebut. Namun, pukulannya seakan tidak berpengaruh apa-apa. Pria itu justru memanggil komplotannya untuk menyerang Jeff. Semua yang terjadi saat ini benar-benar di luar dugaan Jeff. Dia pikir, hanya pamannyalah yang berada di sini. Dia lupa bahwa pamannya begitu pengecut. Jeff bisa saja menghabisi mereka semua dengan senjata api yang dibawanya. Akan tetapi, suara tembakan yang terdengar hingga berkali-kali akan mengundang perhatian warga sekitar.

Jeff terpaksa harus menggunakan tenaganya untuk membuat mereka bertekuk lutut. Dalam waktu dua menit, Jeff berhasil melumpuhkan lima orang yang menyerangnya. Kini, napasnya terengah-engah. Tenaganya keluar begitu banyak hari ini.

Sret!

Sial. Waktu yang digunakan Jeff untuk memulihkan tenaganya justru digunakan oleh salah satu komplotan tersebut untuk menggores perut Jeff sebelah kanan.

"Brengsek!" teriak Jeff sembari menekan perutnya yang mengeluarkan darah segar tersebut. Diinjaknya tangan yang masih memegang pisau lipat tersebut. Membuat orang itu berteriak kesakitan. Diambilnya pisau tersebut dari tangan orang yang sudah melukainya. Dengan sekuat tenaga, Jeff menancapkan pisau tersebut tepat di dada pria kurus yang menggores perutnya. Bertepatan dengan itu, darah keluar dari mulut pria di hadapan Jeff. Membuat Jeff menunjukkan seringainya.

Telinganya kembali menangkap suara langkah kaki yang terdengar seperti sedang diseret. Jeff menoleh ke arah sumber suara. Benar saja, pamannya yang sedari tadi ditunggu berada di sana. Bersiap untuk kabur, namun tetap berusaha untuk tidak ter. Jeff dengan masih terus memegang perutnya yang terluka pun berjalan mendekat. Pamannya itu tampak gelagapan dibuatnya.

"Kenapa? Takut berakhir seperti anak buahmu?" tanya Jeff dengan begitu puas.

Sang paman menghentikan langkah. Menatap Jeff sejenak. "Oh, aku takut sekali. Hahaha," balasnya dengan tawa yang dibuat-buat.

Jeff menyunggingkan senyumnya. "Ya, ketakuanmu itu tampak begitu jelas." Pamannya yang mendengar itu pun langsung terdiam. Membuat Jeff tertawa sembari terus memegang perutnya yang terus mengeluarkan darah.

Sang paman mendekat. Menekan tangan Jeff yang sedang memegang perutnya yang tergores pisau. Membuat Jeff berteriak penuh kesakitan.

"Aku akan melaporkan tindakanmu karena sudah membunuh anak buahku dan kemudian karir bisnis yang sudah kau bangun dari nol itu akan hancur begitu saja," ancamnya.

"Laporkan saja! Memang sedari dulu kau hanya bisa mencuri kebahagiaan dan kekayaan orang lain," jawab Jeff dengan bersusah payah.

Kalimat yang dilontarkan Jeff itu membuat sang paman semakin murka. Ditekannya luka pada perut Jeff itu semakin kencang. Hingga membuat Jeff berteriak tanpa mengeluarkan suara.

"Hentikan atau kutembak!" ancam seseorang yang datang dengan sebuah pistol di tangan kanannya.

Netra Jeff membola begitu mendapati siapa yang datang sekarang.

"Braile?" tanyanya tidak percaya.

Продолжить чтение

Вам также понравится

50.8K 6.6K 42
Cerita tentang perjodohan konyol antara christian dan chika. mereka saling mengenal tapi tidak akrab, bahkan mereka tidak saling sapa, jangankan sali...
54.8K 8.5K 52
Rahasia dibalik semuanya
490K 5.2K 87
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...
334K 27.8K 39
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...