BUCINABLE [END]

By tamarabiliskii

16.1M 1.6M 588K

Galak, posesif, dominan tapi bucin? SEQUEL MY CHILDISH GIRL (Bisa dibaca terpisah) Urutan baca kisah Gala Ri... More

PROLOG
1. Kolor Spongebob
2. Seragam Lama
3. Hadiah Untuk Gala
4. Lagu Favorit
5. Gara-Gara Kopi
6. Bertemu Bunda
7. Kesayangan Riri
8. Gala VS Dewa
9. Mirip Ilham
10. Pelampiasan
11. Kabar Buruk
12. Kelemahan
13. Panti Asuhan
15. Syarat Dari Riri
16. Tersinggung
17. Foto Keluarga
Daily Chat 1- Kangen
18. Peraturan Baru
19. Tanpa Riri
20. Gagal
21. Amora VS Riri
22. Singa dan Kura-Kura
23. Diculik?
24. Kisah di Masa Lalu
Daily Chat 2 - Ngambek
25. Jalan-Jalan
Daily Chat 3 - Cemburu?
26. Ingkar Janji?
Daily Chat 4 - Kecewa
27. Are You Okay, Gal?
28. Bawa Kabur?
29. Campur Aduk
Daily Chat 5 - Caper?
Daily Chat 6 - Lanjutan Sebelumnya
30. Prom Night
Daily Chat 7 - Drama Instastory
31. Menghilang
32. Yummy
33. Sunmori
Daily Chat 8 - Marah
Daily Chat 9 - Tweet Gala
34. Rencana Amora?
35. Pengorbanan?
Daily Chat 10 - Bayi Gede
36. I Love You!
37. Mama?
38. Permen Kis
39. Mode Bayi!
Daily Chat 11- I Love U
40. Fakta-Fakta
41. Fucking Mine
Daily Chat 12 - Mabuk
42. Bocil Kesayangan
43. Hug Me
Daily Chat 13 - Prank
44. PMS
45. He's Angry
46. Break?
Daily Chat 14 - Break? (Penjelasan Penyakit Gala)
47. Camp
48. Terlalu Toxic
49. Bucin
50. Bukan Tuan Putri
51. Selesai?
52. Ending (Baru)
PO MASSAL BUCINABLE
Special Chapter
BUCINABLE SEASON 2?!
GALA & RIRI [Bucinable Universe]
BUCINABLE 2 UPDATE!!!

14. Tawaran Menarik

258K 26.3K 10.1K
By tamarabiliskii

Hai SriGala lopersss, maapin aku yang udah gak update dua hari☺☺☺☺

Malming lagi apani? Gak lagi ngapa-ngapain ya? Kan kamu jomblo awowkwkwkwk

Aku bakal update cepet kalo vote dan komen udah lebih dari chapter sebelumnya!!!!!!

Budayakan vote sebelum membaca, biar nanti ngga lupa karena keasyikan baca <3

"Soal perusahaan bokap lo, biar gue yang handle. Tapi bukan berarti lo lepas tanggung jawab gitu aja. Nanti kalo lo udah lulus sekolah dan udah siap, perusahaan sepenuhnya akan jadi tanggung jawab lo."

Gala mendengus tidak suka. "Gila lo."

Mendengar jawaban Gala, Agam berdecak pelan. "Lo satu-satunya pewaris perusahaan bokap lo, Gal. Siapa lagi yang bakal ngurusin bisnis bokap lo, kalo bukan lo?"

"Gue masih pengen nikmatin masa muda. Lulus sekolah, gue mau kuliah dulu."

"Lo bisa kuliah sambil ngantor. Tinggal lo sesuaiin aja jadwal kuliah sama jadwal masuk kerja."

Gala melongo mendengar jawaban Agam yang terlampau santai. "Jadi hidup gue cuma buat kuliah sama kerja gitu? Gak ada seneng-senengnya? Gila aja."

"Lo mau seneng-seneng kaya gimana? Nongkrong sama temen-temen geng motor lo itu? Apa faedahnya gue tanya?"

"Ck! Lo gak bakal ngerti!"

"Makanya jelasin ke gue, mau lo apa?" Agam mendengus. Adik sepupunya ini memang benar-benar sulit dimengerti.

"Ya gue gak mau ngabisin masa muda gue cuma buat kuliah sama kerja doang. Gue juga pengen ngerasain seneng-seneng." Gala menatap Agam datar lalu menghembuskan napas kasar. "Yang ada gue bakal mati muda tanpa menikmati warisan dari bokap gue."

"Lo pengen nikah sama Riri kan?" Tanya Agam setelah mereka berdua terdiam untuk beberapa saat.

Kepala Gala mengangguk cepat. Mana mungkin ia tidak mau menikah dengan Riri. Gila saja. "Ya mau lah, aneh pertanyaan lo!" Semprot Gala ketus.

"Setelah lulus sekolah lo bisa kuliah sambil kerja. Lagian gue gak bakal ngelepasin lo gitu aja. Lo bakal jadi karyawan biasa dulu sambil pelan-pelan belajar. Seperti apa yang gue bilang tadi, kalo lo udah siap, baru tanggung jawab perusahaan akan gue pasrahin ke lo sepenuhnya."

"Terus apa hubungannya gue nikah sama Riri?" Gala benar-benar tidak paham dengan arah pembicaraan Agam yang terlalu berbelit-belit.

"Orang tua Riri bakal lebih cepat ngerestuin kalian, kalo lo udah kelihatan bisa mandiri. Dengan kerja, secara gak langsung lo buktiin ke mereka kalo lo bisa tanggung jawab sama Riri nantinya."

"Ck, gak kerja sekalipun, gue tetep banyak uang."

"Lo gak bisa kaya gini terus, Gal." Agam menggeleng heran saat tak mendapat respon apapun dari Gala. Sekarang, cowok itu justru merebahkan tubuhnya di sofa tanpa rasa bersalah sedikitpun. Menganggap seolah pembicaraan Agam tadi tidak terlalu penting untuk didengarkan.

"Gue bisa aja buat lo sama Riri nikah cepet. Tepat setelah lulus SMA. Kalo itu yang lo mau."

Karena tertarik mendengar penawaran Agam, dengan semangat empat lima, Gala mengubah posisi tidurannya menjadi duduk tegap menghadap ke Agam. Wajahnya tampak begitu serius. Gala tidak sabar ingin mendengar apa yang akan Agam katakan selanjutnya.

"Gimana caranya?"

Agam tersenyum penuh arti. Ia yakin cara ini memang akan berhasil membuat Gala berubah pikiran. Dan sekarang hal itu terbukti.

"Gue bakal bantu, asal lo mau nurut apa kata gue. Lo harus janji mau belajar ngurus perusahaan bokap lo." Alis Agam terangkat sebelah. Ia menatap Gala dengan senyum kemenangan. "Gimana? Lo setuju?"

"Hm. Demi nikah cepet sama Riri," jawab Gala tanpa berpikir panjang. Yang terpenting ia dan Riri bisa nikah secepatnya. Kalau perlu besok juga tidak apa-apa.

Agam mengangguk-anggukkan kepalanya. "Kalo lo ingkar janji, gue juga bakal batalin janji gue."

"Y."

*****

"Burung gagak, burung elang. Burung camar, burung cendrawasih."

"Cakep!" Sahut Akbar sembari menyantap mie goreng dan nasi-makanan favoritnya-di WBS.

"Itulah nama burung-burung," lanjut Ilham terpingkal. Merasa senang karena telah berhasil menjebak Akbar.

"Bangsul, gue kira mau pantun."

"Hai abang Alan," sapa Ilham tengil begitu Alan dan Gala datang. Mereka berdua langsung gabung di meja yang Ilham dan Akbar tempati.

"Ck!" Alan menyingkirkan tangan Ilham yang hendak menoel dagunya.

"Galaaa!!!"

Baru saja Gala ingin pergi memesan mie ke Mbok-pemilik WBS-namun teriakan dari Riri itu menggagalkan niatnya.

"Gal, bocil lo noh," tunjuk Akbar memberitahu.

Berdecak, Gala berjalan menghampiri Riri yang berjalan mendekat ke arah mereka.

"Kenapa?" Tanya Gala saat Riri sudah berdiri tepat di hadapannya dengan mata yang tampak berkaca-kaca.

"Ck, lo ngapain nyamperin gue ke sini?!" Tanya Gala mulai kesal. "Gue udah bilang berapa kali, kalo ada apa-apa telfon aja. Jangan main nyamperin."

"Kalem bos!" Teriak Ilham.

Jarak antara Gala dan Riri berdiri dengan tempat duduk Ilham sekarang memang agak jauh. Namun karena intonasi nada bicara Gala cukup tinggi, tidak heran jika Ilham, Alan dan Akbar bisa mendengar suara Gala. Meski samar-samar.

"Kalo ditanya itu jawab."

Riri mendongak dengan tangan saling bertautan karena takut mendengar suara Gala yang penuh penekanan. "Uang Riri ilang. Riri gak bisa jajan di kantin," aku Riri sedih.

Gala menyugar rambutnya ke belakang. Ternyata hanya itu yang ingin Riri sampaikan. Ia pikir ada masalah besar. "Ya Tuhan. Kok bisa? Emang lo naroh uangnya di mana?"

"Gatau ih, Riri lupa! Pokonya uang Riri ilang!"

"Terus?"

Karena kesal melihat Gala tidak peka, Riri menghentakkan kakinya di lantai. "Ih! Riri gak bisa jajan! Riri mau pinjem uang ke Gala. Riri gak enak kalo minjem ke Nen Nen sama Choli."

"Berapa uang lo yang ilang?"

"Dua ribu."

Gala mengusap wajahnya kasar. Ia kira uang Riri yang hilang mencapai nominal lima puluh ribu atau seratus ribu. Ternyata hanya dua ribu saja.

"Gala! Uang Riri ilang dua ribu ih!" Riri menarik-narik dasi Gala yang terpasang asal.

"Ck! Iya ntar gue ganti dua milyar," jawab Gala enteng.

Mata Riri tampak berbinar bahagia. "Beneran? Dua milyar?"

"Hm," angguk Gala dengan wajah serius. Senyum devil di wajah Gala perlahan terbit. Hal itu langsung disadari oleh Riri. "Asal lo mau nikah sama gue tapi," lanjut Gala terkekeh.

"Ihhh!!!"

Gala mencubit hidung dan mengacak poni depan Riri begitu gemas. "Ntar gue kasih uang jajan. Gak usah minjem. Sini peluk gue dulu."

Bibir bawah Riri mencebik kesal. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke Riri. Memastikan ia aman, jika memeluk Gala di sini.

"Gak usah malu, berani ledekin lo, mereka bakal gue pukul sampe palanya gepeng," kata Gala setelah menyadari raut kegelisahan di wajah Riri.

Grep!

Riri memeluk Gala. Membenturkan kepalanya di dada bidang Gala yang masih terbalut seragam sekolah. Hanya saja dua kancing atas seragam Gala memang sengaja dibuka. Jadi Riri bisa merasakan aroma parfum Gala yang menjadi candunya.

"Lo mau gue kasih uang berapa, hm?" Tanya Gala sembari menciumi aroma stroberi di rambut Riri.

Riri berpikir sejenak sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Gala. "Tapi kata mama, papa sama abang, Riri gak boleh minta-minta ke Gala. Apalagi minta uang."

"Gak papa, lo lupa? Semua yang gue punya otomatis bakal jadi punya lo juga."

Mendongak, mata Riri menatap Gala sembari mengerjap beberapa kali. "Emang iya?" Tanyanya polos. Membuat Gala semakin gemas.

"Iya sayang hih!"

Pipi Riri merona merah mendengar jawaban Gala barusan yang memanggilnya dengan embel-embel sayang. Jarang sekali Gala memanggilnya seperti itu.

"Kenapa, hm?" Tanya Gala menaikturunkan alisnya. Sengaja menggoda Riri yang blushing.

Gala hanya terkekeh saat mendapati Riri diam saja. Rupanya gadis itu tak menjawab karena masih salting.

"Ya udah, ayo gue anterin lo ke kelas." Gala melepaskan pelukan mereka saat dirasa cukup. Satu tangannya beralih mengandeng tangan kiri Riri.

"Riri bisa balik sendiri," tolak Riri hati-hati.

Gala menggeleng tegas. "Gak! Gue anter lo! Awas aja lo nyamper-nyamperin gue kaya gini lagi. Habis lo! Bakal gue caci maki. Lo tau kan? Kalo lagi marah, mulut gue pedesnya bisa melebihi lambe turah?!"

"Iya-iya!"

Meski kesal, Riri tetap berjalan membuntuti langkah Gala. "Kenapa sih gak boleh balik sendiri? Riri kan udah gede!" Dumel Riri pelan namun Gala tetap bisa mendengarnya.

"Ck! Ambigu. Gede apanya?! Badan gepeng gitu!"

"Ih! Riri gak gepeng! Riri udah gede!" Balas Riri ngotot. "Riri bisa balik ke kelas sendiri. Gak bakal nyasar. Gak bakal ilang juga."

Langkah Gala terhenti. Cowok berwajah sangar itu berbalik badan. Matanya menatap Riri begitu intens lalu berkata. "Kalo lo ilang atau kenapa-kenapa, gue bisa gila. Lo itu segalanya bagi gue. Jadi gak usah banyak bacot. Paham?!"

*****

"Lo ngapain?"

Pertanyaan dari Alan itu membuat Gala kembali memasukkan kotak kecil yang sempat ia ambil dari saku baju. Tadi ia pikir keadaan kelas aman, karena kelas sudah sepi. Teman-teman sekelasnya juga sudah pulang semua.

"Gak ada."

Alan mendengus. Tadinya ia kembali ke kelas karena ingin mengambil kunci motor yang ketinggalan di laci meja, namun sekarang ia justru memergoki Gala yang gelagatnya mencurigakan.

"Gue gak bego, Gal," ucap Alan duduk di samping Gala.

"Lo minum...obat apa?" Tanya Alan datar namun berhasil membuat Gala merasa terintimidasi.

Menghembuskan napas pasrah, Gala melempar kotak kecil itu pada Alan. Untung saja Alan bisa menangkapnya dengan sigap. Kalau tidak, barang yang Gala lemparkan itu pasti akan jatuh.

"Ck!" Decak Alan.

Butuh waktu beberapa detik, sampai Alan menyadari obat apa yang kini ada di tangannya. "Obat antidepresan? Sejak kapan lo minum obat ini?" Alan menatap Gala bingung sekaligus penasaran.

Sementara Gala, ia mengusap wajahnya kasar lalu memalingkan muka ke arah lain. Sepertinya mau berbohong pun percuma. Jadi Gala lebih memilih untuk menjawab jujur. "Satu bulan yang lalu," jawabnya.

"Lo...ada masalah?"

"Ada."

"Apa?"

"Gue didiagnosa mengidap..." Gala sengaja menggantung ucapannya karena masih ragu untuk berkata jujur.

"Apa?"

"OLD."

"OLD?" Alan tampak terkejut.

Gala mengangguk. "Obsessive love disorder, itu semacam kondisi di mana gue jadi terobsesi sama seseorang yang gue cintai."

Alan berusaha mencerna baik-baik penjelasan Gala. "Maksudnya, lo terobsesi sama...Riri?"

"Bisa dibilang kaya gitu. Karena gue punya trauma masa lalu dan karena gue takut Riri bakal ninggalin gue, gue jadi ngerasain rasa cemas dan panik yang berlebihan setiap kali emosi gue gak stabil."

"Itu alasan kenapa lo posesif dan cemburuan banget sama Riri?"

Gala mengangguk. "Hm, kalo emosi gue lagi gak stabil dan gue panik, kepala gue langsung pusing. Sakit banget. Jadi gue harus minum obat itu buat nenangin diri gue."

"Kenapa lo baru cerita sekarang?"

"Sengaja. Gue gak mau orang-orang tau kelemahan gue. Bahkan sampai meninggal, bokap gue juga gak tau. Cuma tante Anita yang tau masalah ini." Gala menjeda ucapannya lalu menghela napas panjang.

"Dulu tante Anita sempet mergokin gue mukul-mukul kepala di apartemen. Dari situlah, tante Anita mulai ngebujuk gue buat pergi ke Psikolog. Awalnya gue nolak karena gue rasa, gue baik-baik aja. Sampai akhirnya gue iyain dengan syarat cuma dia yang tau. Gue gak mau orang lain tau kondisi gue."

"Tante Anita bawa gue ke temennya yang jadi Psikolog. Di sana gue malah disaranin buat konsul ke Psikiater aja, karena kondisi gue sekarang udah di tahap di mana gue butuh obat buat nenangin diri pas lagi kambuh."

"Obat ini bisa buat lo sembuh?" Alan mengangkat kotak kecil yang ia pegang ke hadapan Gala.

"Obat itu kerjanya cuma sementara. Buat nenangin diri gue sesaat doang. Soal sembuh, itu datangnya dari diri gue dan pikiran gue sendiri."

Alan dan Gala saling terdiam. Alan diam dengan keterkejutannya karena tidak menyangka dengan rahasia yang selama ini Gala tutupi. Sementara Gala diam dengan pikiran khawatir.

"Lan, jangan bilang ke siapa-siapa soal ini. Cukup gue sama lo aja. Apalagi Riri, jangan sampe dia tau," ucap Gala mewanti-wanti. Gala tidak mau ada orang lain yang tahu masalah ini. Cukup Alan saja.

Alan mengangguk pelan sembari menepuk pundak Gala beberapa kali, seolah meyakinkan. "Lo bisa pegang omongan gue. Tapi mulai sekarang, kalo ada apa-apa, lo harus kasih tau gue. Lo gak boleh hadepin semua sendiri. Lo punya temen."

"Hm."

Mata Alan memincing curiga, ia kembali ingat dengan kejadian tadi. "Kenapa barusan lo mau minum obat ini? Lo lagi--"

"Gue tadi ke kelas Riri. Gue liat Riri lagi duduk satu bangku sama Rafa. Temen sekelas Riri yang anak baru itu. Gue pengen marah tapi gak bisa, karena setelah gue cari tau, itu bukan kemauan Riri tapi guru di kelas mereka yang nentuin kelompoknya. Akhirnya gue jadi uring-uringan sendiri. Gue gak mau marah-marah pas ketemu Riri nanti. Jadi gue mau minum obat itu buat nenangin diri gue."

"Cuma karena itu?"

Gala tersenyum masam. "Lo gak tau gimana rasanya jadi gue. Gue punya banyak kenangan buruk di masa lalu. Itu kenapa gue takut banget Riri ninggalin gue. Sekarang, cuma Riri yang gue punya. Lo bisa bayangin gimana hancurnya gue, kalo sampe Riri pergi dari hidup gue? Hancur banget."

"Sorry, Gal."

"Mungkin bagi orang lain, sikap gue ini terlalu berlebihan. Tapi gue gak peduli. Gue cuma mau mempertahankan apa yang gue punya."

"Tapi cara lo salah. Harusnya--"

"Lo bilang gitu karena lo gak pernah ada di posisi gue, Lan. Hidup lo lebih beruntung dari gue. Lo punya keluarga yang baik-baik aja. Bahkan gue kadang merasa iri sama keluarga lo." Gala tertawa pelan. Menertawakan nasibnya yang kurang beruntung. Apalagi dalam urusan keluarga.

"Jadi, gak semua hal yang terlihat biasa aja di mata lo itu juga biasa aja di mata orang lain. Kadang hal itu bisa jadi hal yang buruk bagi sebagian orang yang punya trauma."

"Gue paham," kata Alan merasa tidak enak. "Gue gak maksud buat ngentengin masalah lo. Tap--"

"GALAAAAA!!!!"

"GALA KENAPA LAMA IH?! RIRI CAPEK TAU NUNGGUIN GALA DI KELAS!"

Riri berjalan menghampiri Gala dengan kedua tangan berkacak pinggang. Wajahnya yang imut semakin terlihat imut saat cemberut seperti sekarang.

"Gue balik," pamit Alan kembali memberikan kotak kecil itu pada Gala.

"Itu apa? Permen ya? Riri ma--"

"Ini racun! Kalo lo minum ini bisa mati!" Potong Gala ketus. Gala memasukkan kotak kecil itu ke dalam saku bajunya sebelum Riri semakin banyak bertanya.

"Emang iya?"

"Ck, banyak nanya. Ayo pulang!" Gala menarik tangan Riri keluar kelas. Tidak peduli dengan ekspresi wajah Riri yang semakin muram.

"Riri mau es krim," kata Riri dengan nada merajuk.

"Gak!"

"Riri mau es krim! Gala bilang kalo Gala ada salah, Riri boleh minta es krim!"

"Emang gue ada salah apa sama lo?" Tanya Gala tidak habis pikir.

"Riri nungguin Gala lama di kelas! Sampe semua temen kelas Riri pulang, Gala tetep gak dateng!"

"Gue lagi ngobrol sama Alan. Penting."

"Penting mana sama Riri?"

Gala menghentikan langkahnya tepat di area parkiran. "Jangan mulai. Gue lagi males ribut."

"Riri cuma nanya. Penting mana sama Riri?"

Cowok dengan baju berantakan namun justru terlihat semakin ber-damage itu menyugar rambutnya ke belakang. "Gak ada yang lebih penting dari lo! Puas?!"

Riri menunduk. "Tapi Gala malah ngobrol sama Alan sampe lupa sama Riri."

"Ck! Terus gue salah gitu?"

"Iya! Gala tetep salah!" Kekeuh Riri tak mau kalah. "Jadi Gala harus izinin Riri makan es krim!"

"Gak!"

"Riri mau es kri--"

"Gak, Ri!" Bentak Gala. "Lo kenapa bandel banget sih?!"

Deg!

Nyali Riri langsung menciut mendengar suara bentakan dari Gala. Riri sangat tidak suka dibentak. Apalagi dibentak oleh orang terdekatnya, terutama Gala. "Iya enggak usah. Gak papa. Ayo pulang aja," putus Riri mengalah.

"Marah?" Gala menarik tangan Riri hingga gadis itu kembali berhadapan dengannya.

Riri tersenyum lebar meski sebenarnya air matanya sudah mendesak ingin keluar. Namun karena tidak mau membuat Gala semakin murka dan berujung membentaknya lagi, Riri harus bisa menyembunyikan rasa sesaknya dari Gala.

"Gak, Riri gak marah. Riri ngantuk, pengen bobo siang. Ayo pulang cepet."

*****

"Gak ah, ntar lo dimarahin Gala. Gue lagi yang kena," tolak Dewa terang-terangan. Dewa sedang asyik memandikan Kolor Ijo-kucing kesayangannya-di halaman belakang, tiba-tiba Riri datang minta dibelikan es krim Spongebob.

Riri cemberut mendengar penolakan Dewa. "Ih bang Dewa jahat! Sama aja kaya Gala! Pelit!"

"Gala itu bener, lo kemaren udah makan es krim banyak. Makanya sekarang gak dibolehin. Nanti lo sakit tenggorokan. Nyusahin."

Riri mendengus. Tumben sekali, abangnya ini satu pendapat dengan Gala. Biasanya juga selalu bertentangan.

"Eh! Eh! Lo mau apain dia?!" Panik Dewa melihat Riri merebut Kolor Ijo lalu mencekiknya tanpa rasa bersalah.

"Anjir, lo psikopat?! Kucing gue gak salah apa-apa tiba-tiba lo cekek," ujar Dewa setelah berhasil merebut kucingnya kembali.

"Salah sendiri! Bang Dewa lebih sayang ke Kolor Ijo daripada ke Riri!"

Dewa tidak menanggapi ucapan Riri. Cowok itu lebih memilih mengusap-usap kepala Kolor Ijo yang masih tampak shock dengan perlakuan Riri barusan.

"Udah ya, tenang, ada gue di sini," ucap Dewa lembut pada Kolor Ijo.

"Dasar kucing jelek!" Ledek Riri menjulurkan lidah. Awalnya Kolor Ijo masih terlihat biasa saja sampai akhirnya kucing itu kembali shock saat melihat Riri mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Seperti ingin memukul.

"MEOOOOOONGGGGGGG!!!" Jerit Kolor Ijo begitu panik.

Riri terbahak. "Huh! Cemen! Gitu doang takut wlekkk!!!"

"Udah-udah, sana masuk. Gue belom selesai mandiin dia, lo ganggu aja," usir Dewa. Dewa merasa frustasi dengan tingkah Riri dan Kolor Ijo yang sama-sama menyebalkan.

Dewa kembali mengalihkan pandangannya ke Kolor Ijo. "Lo juga! Diem napa! Lebay banget! Mangap-mangap kaya orang kesurupan aja!"

"Meeeonggggg..."

"Diem atau gue cium?!" Ancam Dewa membuat Kolor Ijo langsung terdiam.

"KOLOR IJO JELEK!!! MUKANYA PENYOT! WLEKKKKK!!!"

Mendengar teriakan itu, Dewa dan Kolor Ijo sama-sama menoleh ke arah Riri yang kembali muncul dari balik pintu.

"Ck! Muncul lagi tuh bocil!"

"Meooonggg...."

Riri menjulurkan lidah ke arah Kolor Ijo dengan wajah songong. "KOLOR IJO KUCING BURIK! MUKANYA PENYOT!"

"MEOOOONGGGGG!!!!"

"Udah, Ri! Ck!"

"DANIS!!! NIH ADEK LO BANDEL!" Teriak Dewa. Tidak ada pilihan lain selain meminta bantuan pada Danis. Kalau tidak, pertengkaran Riri dan Kolor Ijo tidak akan berakhir.

Tidak lama kemudian, Danis muncul dan berdiri tepat di belakang Riri. Cowok dengan earphone di satu telinganya itu mengarahkan dagunya pada Dewa. Seolah bertanya, kenapa?

"Tuh bocil bawa pergi. Gangguin kucing gue mulu," tunjuk Dewa ke Riri.

"Ih! Kolor Ijo yang mulai duluan!" Protes Riri tidak terima. Enak saja hanya dirinya yang disalahkan. Padahal Kolor Ijo juga bersalah. Ini tidak adil!

"Ayo ikut gue jalan-jalan. Ntar gue beliin es krim."

Mata Riri berbinar mendengar ajakan Danis. Seolah ia langsung melupakan rasa kesalnya pada Kolor Ijo hanya dengan mendengar kata es krim yang Danis janjikan.

"Beneran?"

"Hm, ayo."

Danis menghela napas pelan. Untuk saat ini, satu-satunya cara membuat Riri mau ikut pergi dengannya ya dengan menjanjikan es krim. Kalau tidak begini, Riri akan tetap kekeuh tidak mau mengalah dari Kolor Ijo.

Urusan Riri akan sakit tenggorokan karena kebanyakan makan es krim, itu urusan nanti. Yang terpenting, telinga Danis tidak panas lagi karena mendengar pertengkaran unfaedah antara Riri dan Kolor Ijo seperti tadi.

"Tapi bang Danis gak boleh boong!"

"Iya, gue janji."

Sebelum tangannya ditarik pergi oleh Danis, Riri menyempatkan untuk mengacungkan jari tengahnya ke arah Kolor Ijo. Membuat kucing itu mengeong marah.

"MEEEEOOONG!!!"

*****

"Mau apa lagi?"

Danis tersenyum gemas melihat Riri memakan jajanan yang ia belikan di pedagang kaki lima dengan begitu lahap.

Saat ini mereka sedang menikmati sore menjelang malam di taman dekat rumah. Sesuai dengan janji Danis yang katanya akan mengajak Riri jalan-jalan tadi.

Suasana di sini cukup ramai, karena pada jam-jam seperti sekarang banyak orang-orang yang sengaja menghabiskan waktu untuk quality time bersama keluarga di taman ini.

"Es krim."

Danis menghela napas. Ia pikir Riri sudah lupa dengan keinginan yang satu itu setelah ia belikan berbagai macam makanan seperti, cilok, cilor, somay, telur gulung, seblak dan masih banyak lagi. Tapi ternyata Riri masih ingat.

Ya, Riri tetaplah Riri.

"Oke, satu aja. Mau yang rasa apa?"

"Eumm, stroberi boleh?"

"Boleh," angguk Danis. "Tunggu di sini aja. Abang beli yang di sebelah sana."

Danis menunjuk ke arah pedagang es krim yang biasanya keliling menggunakan motor. Namun setiap sore, pedagang es krim itu pasti akan mangkal di taman ini. Danis sudah cukup kenal, karena beberapa kali ia sempat membelikan Riri es krim di sana.

"Jangan lama-lama," pesan Riri langsung diangguki oleh Danis.

Sambil menunggu Danis datang, Riri mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut taman. Menyaksikan lalu lalang orang-orang di sekitarnya. Namun tiba-tiba mata Riri terfokus pada satu objek yang tidak asing baginya.

"I-itu Gala?" Monolog Riri. "Kok sama cewek?"

Entahlah, rasa sesak tiba-tiba memenuhi sudut dada Riri begitu melihat Gala berjalan berdampingan dengan cewek lain. Meski Riri bisa melihat dengan jelas jika saat ini Gala sengaja menjaga jarak yang cukup jauh dari cewek di sampingnya itu, namun tetap saja Riri tidak rela. Sangat tidak rela.

"Kesel! Riri lagi marah bukannya dibujuk tapi malah ditinggal sama cewek lain!"

"Nih."

Riri terlonjak kaget saat Danis menempelkan es krim yang masih terbalut kemasan ke pipinya.

"Bang Danis ngagetin!"

"Lagian lo ngelamun mulu," dengus Danis. "Liat apa sih?"

"Gak ada."

"Ya udah nih makan es krimnya. Abang mau ke toilet bentar."

"Iya," angguk Riri. "Jangan lama."

Selepas kepergian Danis, Riri belum berniat membuka es krim di tangannya. Entahlah selera Riri untuk makan es krim tiba-tiba hilang begitu saja hanya karena melihat pemandangan tidak menyenangkan seperti tadi.

"Ih! Kesel!" Kaki Riri menendang-nendang ke udara. Meluapkan rasa kesalnya pada Gala yang membuat dadanya terasa sesak. "Gala jahat!"

"Awas aja ya!"

"Riri bakal marah!"

"Riri bakal-auhhh!" Riri mengusap-usap kepalanya yang tiba-tiba dijitak seseorang dari belakang.

"Gue yang harusnya marah sama lo! Dibilang jangan makan es krim, masih aja bandel!"

Riri menoleh, ia hafal betul itu suara siapa. "G-Gala?!"

Gala menyeringai tipis. "Bocil bandel enaknya gue apain, hm?"

*****

Gimana fren??? Apa yang kalian rasain pas baca chapter ini????

Gala password nya apaaaaa?????

Btw kira-kita tuh cewek siapa ya???

Lanjut gak nih?

Pesan buat Gala?

Pesan buat Riri?

Atau buat siapa aja, buat author juga boleh :

Mau up kapan? Spam disini!!! Semakin banyak yg komen dan vote semakin cpt juga up nya.

Spam komen pake emoji ❤ :

Jangan lupa follow instagram :

@tamarabiliskii
@drax_offc
@draxfanbase
@draxfanbase2

@galaarsenio
@serinakalila
@alan.aileen
@ilhamgumilar1
@akbar_azzaidan
@rayhandewaa
@danisardhan
@nenda.makaila
@cholineangelica_

See yoouu 🤎🤎

Ini ekspresi Dewa pas Riri sama Kolor Ijo berantem

Ini Kolor Ijo pas mukanya diteken Riri ke makanan biar nyungsep🥰

Ririiii

Gala di depan temennya

Gala di depan Riri

Dewa

Danis

Continue Reading

You'll Also Like

3.3M 178K 38
Siapa yang tak mengenal Gideon Leviero. Pengusaha sukses dengan beribu pencapaiannya. Jangan ditanyakan berapa jumlah kekayaannya. Nyatanya banyak pe...
6.5K 592 8
Arkana Dananvir Atmagra, laki-laki yang berusia 20 tahun. Kesibukannya kini kuliah serta bekerja di perusahaan orangtuanya. Suatu hari dia tidak seng...
1.1M 51.1K 66
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...
69.6K 11.9K 24
Rose yang sedang berbelanja di sebuah minimarket, tidak mengetahui bahwa dirinya menjadi cinta pertama dari seorang CEO muda sekaligus salah satu ora...