Beberapa saat kemudian setelah hening karena terpana wajah tampan yang muncul entah darimana, wartawan memulai pertanyaan. Namun kali ini keadaan lebih kondusif daripada sebelumnya.
"Apakah Lord Evgene mengenal Nona Queen?" Jelas saja para wartawan tau siapa pria yang lebih tampan dari dewa yunani dihadapan mereka, sebulan yang lalu wajahnya tersebar diseluruh dunia karena pelantikannya menjadi penerus Evgene Group sekaligus menjadi kepala keluarga bangsawan Evgene menggantikan sang ayah.
"Ya" jawabnya singkat.
"Apa selama ini anda juga menyembunyikan keberadaan nona Queen?"
"Ya." Pria itu masih merangkul pinggang ramping Agnia posesif, Agnia masih berusaha melepaskan lengan kekar yang membuatnya tidak nyaman.
"Apakah kalian memiliki hubungan?"
"Ya, Queen kekasih saya dan kami akan bertunangan dalam waktu dekat."
Satu kalimat itu sukses membuat Agnia membeku. Gadis itu menatap wajah pria yang menunduk ke arahnya dengan senyum yang sulit diartikan.
Cup
Ciuman mendarat di dahi Agnia, membuat mata hijaunya makin meredup menyimpan amarah yang berkobar.
"I Love you." Bisikan yang membuat Agnia meremang.
Tetapi tetap saja bisikan itu masih bisa di dengar banyak orang disana. Banyak yang tersenyum kagum dan ada yang melihatnya iri. Sedangkan Agnia hanya menampilkan ekspresi datarnya.
Banyak pertanyaan yang ditujukan ke Agnia tapi seolah telinganya berdengung karena kalimat Pria bangsawan yang masih menggema dipikirannya.
"My Queen masih belum terbiasa menghadapi media, aku harap kalian bisa mengerti. Kami permisi."
Pria bangsawan itu menggiring Agnia menjauhi kerumunan, menuntunnya masuk ke kursi penumpang dalam mobil sport merah dengan lambang kuda jingkrak di kap depannya. Pria itu berjalan cepat menuju kursi pengemudi.
Mobil sport melaju dengan dua mobil pengawal mengikuti nya. Agnia masih mematung menatap bangunan di luar jendela penumpang tak berniat melihat pria asing disebelahnya.
Tunggu, apakah Agnia diculik?
"Apakah kau berubah menjadi wanita pendiam huh? Sangat berbeda dengan Queen pemilik sekaligus pendiri lima perusahaan yang tersebar di dunia, tak kenal takut melawan para musuhnya."
"Apa maksudmu mengakuiku sebagai pacarmu Ares?"
Bertepatan dengan lampu lalu lintas yang berwarna merah, Ares menginjak rem mobilnya. Melihat wanita yang menatapnya dengan tajam.
"Kau tau nama panggilanku? dari mana?"
"Aku tau semua tentang musuhku, rahasia terbesarnya sekalipun." Agnia menyungginggkan senyum kemenangannya.
"Musuh? Setelah yang ku lakukan untuk menyelamatkanmu tadi kau menganggapku musuh?"
"Ya. Kau memang musuhku, dari pertama kau menuduhku jalang."
Ares berdecih, menahan senyumnya.
"Memang pantas aku menyebutmu jalang, dengan pakaian minim ke kantor dan masuk toilet pria hingga melihat aset berhargaku, dengan santainya kau bilang sudah biasa melihatnya. Hanya jalang yang biasa melihat benda pusaka pria."
"Pertama, pakaianku mau seperti apa bukan urusanmu. Kedua aku tidak tau itu toilet pria. Ketiga aku tidak sengaja, lagipula punyamu kecil aku tidak berselera" Agnia menatap Ares meremehkan. "Dan terakhir, katanya kau kekasihku, sejak kapan kekasih tidak tau profesi kekasihnya sendiri. Betapa sialnya aku punya kekasih cuek sepertimu."
Skak mat. Agnia merasa menang telak.
Lampu lalu lintas berubah menjadi hijau. Ares melajukan mobilnya menahan Amarah karena ucapang Agnia.
Hell.. Lord Evgene diremehkan?
Beberapa saat terdiam Ares memulai pembicaraan lagi.
"Sebenarnya apa profesimu?"
"Tak ada urusannya denganmu Tuan Bangsawan." Seluruh katanya penuh penekanan.
"Aku kekasihmu seluruh New York tau itu dan sebentar lagi seluruh dunia akan tau."
Kini Ares merasa skor mereka sama.
Seluruh dunia tau? Itu artinya Kenzo? Oh tidak, Agnia benci dibilang berselingkuh. Dia tidak pernah berselingkuh. Dan Kenzo masih tetap menjadi pria yang berarti baginya karena memutuskan hubungan mereka hanya untuk melindungi Kenzo dari ancaman musuh Agnia yang tersebar di seluruh dunia. Dalam sepuluh tahun dia membangun lima perusahaan sekaligus tidak mungkin dengan bersih dia juga ikut dalam bisnis dunia bawah tanah dalam kata lain dunia gelap. Sumber dana terbesar berasal dari bisnis gelapnya. Dengan bermodalkan otak cerdasnya menjadi hacker dan menjual rahasia perusahaan lain, serta menjual senjata ilegal rancangnnya yang bernai fantastis.
Sepertinya pria bangsawan ini mencari mati dengannya. Berita sudah tersebar tidak mungkin menghapus semua jejak jika hanya sebatas jakarta saja mungkin Agnia mampu, tapi ini New York bahkan seluruh Amerika dan dunia. Oh tuhan tamat sudah nama baik Agnia di hadapan Kenzo.
Agnia terlalu lama melamun hingga tersadar mobil sport Ares berhenti.
"Kau membawaku ke penthouse siapa ini?"
"Punya kita. Cepat turun."
"Shit pria tidak tau malu. Cih punya kita katanya."
"Aku masih bisa mendengarmu Queen."
"Oh tapi aku sengaja."
"Ya terserah. Kita harus bicara disini jika ditempat lain akan mengundang paparazi dan aku yakin kau tidak suka. Tunggu di ruang tamu aku akan segera menyusulmu."
Agnia menurut tanpa protes, menjatuhkan pantatnya di sofa panjang, tubuhnya lelah belum sempat istirahat setelah mendarat di New York tadi pagi. Agnia memijat ujung pelipisnya, bingung memulai dari mana menyelesaikan semua masalah yang ditimbulkan pria bangsawan sialan itu.
Agnia membuka blezer hitamnya, mengambil ponselnya, dia lupa saat meeting tadi masih mode silent ponselnya, ada puluhan panggilan tidak terjawab dari Leo.
Agnia menghubungi Leo pasti pria itu khawatir dia menghilang.
"Kau kemana saja Queen?"
"Aku baik baik saja, kau jangan cemas."
"Bagaimana aku bisa tenang kalau si bangsawan itu mengaku menjadi kekasihmu didepan media, kau tau ini masalah besar."
"Ya aku tau. Aku pun bingung harus apa."
"Kenapa kau tidak menyanggah pengakuannya tadi?"
"Aku syok, tidak tau harus berbuat apa."
Terdengar kekehan diseberang sana "Astaga Queen yang ku kenal menjatuhkan semua musuhnya dan membangun lima perusahaan besar hanya dibalik layar tidak bisa menyanggah omongan si bangsawan di depan media."
"Kau tau auranya begitu mengintimidasi ku, aku hanya bisa terdiam."
"Tunggu, jangan bilang kau menyukai nya?"
"Tidak! Jelas tidak. Kau tau aku tak ada waktu menyukai pria untuk saat ini."
"Ya, semoga saja kau tidak membohongiku."
"Leo jaga ucapanmu."
Leo terkekeh, "Mau aku jemput sekarang? Kami sudah mendapat lokasimu."
"Tidak perlu. Nanti saja aku hubungi lagi."
Agnia memutuskan sambungan telfnnya.
"Sangat lancar bicara bahasa Slavia hm?"
Suara bariton serak itu terdengar berbisik di telingan kanan Agnia.
Astaga Agnia lupa bangsawan ini berasal dari Rusia wajar saja dia mengerti bahasa Slavia.
Agnia menoleh ke sumber suara, wajah mereka sangat dekat hanya berjarak dua senti. Posisi tubuh Ares yang tangannya menopang pada sandaran sofa sedikit menunduk.
Hasrat yang membara membuat lensa matanya menggelap, melihat wanita cantik bak dewi Rusia dihadapannya hanya mengenakan tank top tali spageti dengan belahan dada rendah apalagi dengan posisi dari atas sini membuat bukit kembar itu terlihat sebagian.
Shitt!! Tak memakai apapun di dalamnya. Ares mengumpat melihat bongkahan benda kenyal itu terlihat ujungnya runcing mengeras tercetak jelas pada kain tipis itu. Bukan tanpa alasan Agnia tidak memakai bra karena tidak sempat membeli dan lupa membawa bra ganti. Tas yang dibawanya harus ditinggalnya saat melompat dari balkon kamar. Keburu melihat Jared sang anjing bodoh itu terbangun. Baju yang dipakainya hanyalah yang disiapkan Leo dan Agnia gengsi meminta belikan dalaman.
"Kau menginginkanku hm?"
Ares mengalihkan pandangannya di mata hijau yang mulai redup.
"Jangan terlalu percaya diri Tuan bangsawan."
"Kau tidak memakai bra dan aku melihat jelas bagian ujungnya mengeras." Ares melirik dada Agnia mengisyaratkan.
Mata Agnia mengikuti arah pandang Ares, malu sungguh dia lupa melepas blezernya tadi. Saat Agnia ingin menutupi dadanya, tangannya lebih dulu di cekal oleh Ares.
"Jangan ditutupi, aku suka melihatnya."
"Tapi aku tidak suka kau melihatnya."
Entah dari kapan Ares duduk disebelah Agnia dengan map merah ditangannya.
Tangan sebelah kirinya menelusup dibalik punggung Agnia sambil menahan kedua tangan wanita itu dan tangan kirinya membuka map merah dipangkuannya.
Mata Agnia terbelalak melihat foto dirinya dengan memakai jas dokter di lembaran pertama.
"Queen Agnie Grizelle alias Agnia Gayatri Purwoko, atau aku bisa memanggilmu dokter Agnia." Ares menyegerai.
"Shit, dari mana kau dapat semua itu."
"Kita sama berkuasa Agnia oh bukan, aku lebih berkuasa kau lupa perusahanku masih menjadi nomor satu di dunia"
"Jangan panggil aku Agnia."
"Kau masih saja mengaku sebagai Queen huh?"
"Bukan mengaku, tapi memang aku Queen."
"Ya nama samaranmu. Tapi aku suka memanggilmu Sayang seperti Kenzo, kekasihmu itu memanggilmu bukan?"
"Kau! Jangan mencari tau tentangnya. Dia tidak tau siapa aku sebenarnya."
"Aku jadi kasihan pada kekasihmu yang empat tahun setia tapi kau campakkan begitu saja hanya untuk menunjukkan wanita bisa bersaing dengan pria dalam bisnis."
"Bukan urusanmu."
Ares membuang map itu sembarangan. Dia sudah membaca semuanya saat berada di dekat asistennya Steave tadi.
Ares memiringkan tubuhnya menghadap Agnia, memeluk pinggang rampingnya. Meletakkan dagunya di bahu telanjang Agnia.
Tangan nakal Ares bergerak menelusuri paha mulus yang menggodanya sejak berada di toilet tadi. Mengingat, mati-matian Ares menahan diri selama rapat menatap wajah cantik wanita di hadapannya.
Ares mengecup pundak Agnia dengan lembut.
"Jaga sikapmu Ares. Bukankah tidak pantas bangsawan melecehkan wanita."
Agnia masih berusaha melepas pelukan Ares.
"Salahkan dirimu yang menggodaku."
Jari Ares menelusup di balik rok mini ketat Agnia. Melihat wajah cantik Agnia menahan nafasnya dengan bulir keringat di dahinya. Ares tersenyum mengecup pipinya.
Mata Ares membulat alisnya terangkat sebelah.
"Aku bisa memaklumi kau bilang sering melihat benda pusaka pria, karena kau seorang dokter. Tapi apakah dokter juga terbiasa tidak memakai underwear hm?"
Deg
,,