Absen umur kalian dong :
Kalian baca sambil ngapain???
Yang rajin vote dan komen semoga kalian sehat selalu dan diberikan kemudahan dalam segala hal, Aamiin💖💖💖
Budayakan vote sebelum membaca, biar nanti ngga lupa karena keasyikan baca <3
Selesai melaksanakan upacara bendera di hari Senin. Gala segera mencari keberadaan Riri di barisan kelasnya, 12 IPA 3, yang mulai membubarkan diri.
Awalnya Gala berjalan sambil bersiul santai. Namun rahangnya tiba-tiba mengeras dan ekspresinya berubah datar begitu melihat Riri tertawa. Bukan, Gala tidak marah karena Riri tertawa bahagia seperti sekarang. Gala marah, karena tahu siapa orang yang tertawa bersama Riri saat ini.
Cowok itu, ingin rasanya Gala menghajarnya habis-habisan. Kalau bisa hingga tewas sekalipun.
"Gak usah ketawa!" Larang Gala menyeret Riri mendekat ke arahnya.
"G-Gala?" Cicit Riri bagitu pelan. Hingga suaranya hampir tidak terdengar.
"Ngapain lo ketawa-ketawa sama cewek gue?" Tanya Gala baik-baik. Meskipun nadanya begitu ngegas. Gala masih cukup waras untuk tidak menghajar Rafa di tengah lapangan seperti ini. Bisa-bisa dirinya masuk BK dan diskors berhari-hari.
Rafa tampak santai. Sama sekali tidak menunjukkan kepanikan. "Gue cuma ngobrol sama Riri dan kebetulan emang ada yang lucu. Jadi kita ketawa. Salah?"
Gala terkekeh sinis lalu berdecih pelan. Ternyata masih tidak sadar juga cowok yang satu itu.
"Ri, gue sama Choline ke kelas duluan, ya?" Pamit Nenda menyeret Choline. Sebenarnya Riri ingin ikut dengan mereka kalau saja tangan Gala tidak menahannya sekarang.
"Di sini aja!" Desis Gala pelan. Membuat Riri diam menurut. Riri sadar, saat ini Gala sedang ada dalam mode iblis nya. Jadi Riri tidak boleh melakukan kesalahan yang semakin membuat Gala murka.
"Lo masih gak sadar apa kesalahan lo?" Tanya Gala pada Rafa.
Rafa menggeleng pelan. "Gue gak ada salah sama lo."
Detik berikutnya Rafa melangkahkan kakinya, berniat meninggalkan lapangan. Namun tiba-tiba Gala menahan tubuhnya dengan menabrak pundak cowok itu.
"Temui gue di gudang belakang setelah bel pulang," bisik Gala pelan. Sengaja pelan, karena Gala tidak mau Riri mendengarnya.
Rafa hanya mengedikkan bahu tanpa melontarkan sepatah katapun untuk menjawab ucapan Gala.
"Gala, sakiittt..." Cicit Riri setelah kepergian Rafa.
Mata elang Gala mengikuti arah pandang Riri. Saat sadar tangannya mencengkram tangan Riri terlalu kuat, hingga membuat gadis itu kesakitan. Gala segera mengendurkan cengkeraman tangannya. Tatapan Gala juga langsung melembut.
"Sakit banget?" Tanya Gala sambil meneliti pergelangan tangan Riri yang agak memerah karena ulahnya.
Riri menggeleng pelan. "Dikit."
Gala membawa tangan Riri ke depan bibirnya. Ia kecup pergelangan tangan Riri berkali-kali hingga menimbulkan bunyi kecupan.
Cup
Cup
Cup
Cup
"Maaf," ucap Gala tulus. Ia merasa bersalah karena telah membuat Riri kesakitan. "Makanya jangan bandel."
Sebenarnya, mau semarah apapun Gala. Pada akhirnya cowok itu akan tetap luluh jika sudah melihat Riri kesakitan. Riri itu ibarat kelemahan bagi Gala. Rasanya ia lebih rela tubuhnya sendiri babak belur daripada melihat Riri kesakitan meski hanya seujung kuku. Ya, sebucin itu seorang Gala Arsenio Abraham pada Riri.
Riri menunduk, sedikit merasa bersalah karena pagi-pagi sudah mencari pekara dan menyulut emosi Gala. "Gala, maaf. Tadi Rafa cuma ngajakin Riri ngobrol. Gak enak kalo Riri diem aja. Kata Bunda sama mama, itu gak sopan."
Gala mengusap wajahnya kasar. "Tapi gue gak suka kalo liat lo ngobrol sama cowok lain, Ri!"
"Kan cuma ngob..."
"Gue bilang gak boleh! Ya gak boleh!" Potong Gala kembali tersulut emosi. Riri ini benar-benar tidak bisa dinasehati dengan baik-baik. Sudah berapa kali Gala peringatkan, ia tidak boleh mengobrol dengan cowok lain tanpa seizinnya. Kecuali dengan sahabat Gala dan keluarga. Tapi kenapa, Riri selalu saja membantah?
"Kenapa sih gak boleh?!" Riri menatap Gala menuntut jawaban. Riri hanya ingin berteman biasa, normal layaknya teman-temannya yang lain. Lagipula Riri sama sekali tidak ada niatan untuk menduakan Gala. Bagi Riri, satu cowok seperti Gala itu udah lebih dari cukup. Gala saja yang terlalu posesif dan pengekang.
"Lagian Rafa itu baik banget! Riri juga udah kenal Rafa dari dulu! Sebelum Gala kenal Riri!"
Gala menghempaskan tangan Riri kasar. Cowok itu terkekeh sinis. Seolah merasa tersinggung oleh ucapan Riri barusan.
"Oh, lo belain dia? Bagus!"
"Riri gak belain dia! Riri cuma ngomong sesuai kenyataan!" Riri mulai kesal. Kedua matanya juga mulai terasa panas. Sebentar lagi, air mata yang Riri tahan itu pasti akan tumpah.
Gala mengangguk-anggukan kepala seolah paham akan sesuatu. "Oke! Kalo ada apa-apa lo cari dia aja! Jangan cari gue!"
"Gak gitu ih!" Riri menghentakkan kakinya semakin kesal. Tidak peduli jika beberapa siswa dan siswi yang masih hilir mudik di tengah lapangan menyaksikan pertengkaran mereka. Lagipula, sejak kapan seorang Riri punya malu? Yang ada selalu malu-maluin, kan?
"Terus gimana?!" Balas Gala dengan wajah nyolot dan tak bersahabat. Gala memang tidak pernah mau kalah jika berdebat dengan Riri saat dalam keadaan keras kepala begini. "Lo sendiri yang bilang kalo lo kenal dia sebelum gue kenal lo! Jadi mulai sekarang kalo ada apa-apa, lo cari dia aja! Jangan cari gue! Dia pasti lebih tau tentang lo daripada gue!"
"Gala!" Riri semakin kesal dengan ucapan Gala. Bukan seperti itu maksud Riri tadi. Tapi sekarang Riri bingung harus menjelaskan bagaimana agar Gala tidak salah paham dan mengerti maksudnya.
"Dah lah gue mau ke kelas!" Final Gala meninggalkan Riri begitu saja. Cowok itu seolah menulikan pendengarannya saat Riri berteriak memanggil-manggil namanya.
"Huaaaa....Riri salah apa?" Tangis Riri pecah seketika. Membuat beberapa orang langsung menatapnya terkejut. Namun tak ada satupun dari mereka yang berani mendekati Riri. Mereka masih bisa berpikir waras untuk tidak mencari masalah dengan tunangan sang leader Drax itu. Bisa-bisa mereka kena amuk Gala.
"Gala jahat! Hiks!"
"Jangan nangis."
Riri menoleh dan mulai membuka matanya yang sempat terpejam saat merasa ada tepukan di pundaknya dari belakang.
"Nih, buat lo."
Tangan Riri bergerak untuk mengusap air matanya cepat. Gadis dengan wajah sembab penuh bekas air mata itu menatap kehadiran Alan terkejut.
"M-makasih," ucap Riri menerima uluran permen lolipop pemberian Alan. Meski sedang kesal, namun rejeki permen lolipop tidak boleh ditolak kan?
"Mau gue anter ke kelas?" Tawar cowok dingin nan irit bicara itu. Alan bicara dengan nada yang begitu tenang. Jauh berbeda dengan Gala yang hampir selalu ngegas.
Riri menggeleng tanda menolak. "Riri kesel sama Gala hiks!" Gadis itu kembali menangis di hadapan Alan tanpa merasa malu.
"Jangan nangis," tenang Alan.
"Tapi Gala jahat!"
Alan tersenyum tipis lalu menepuk puncak kepala Riri pelan. "Makanya lo nurut sama dia. Kalo lo nurut, Gala gak bakal kaya tadi."
*****
"Riri!" Teriak Gala di depan kelas Riri.
"Ck! Sekali budek tetep aja budek!"
"SRI KELUAR LO!"
Gadis dengan permen lolipop di tangannya itu berlari keluar. "Gala, kenapa sih teriak-teriak?! Riri malu!" Protes Riri dengan mata berkaca-kaca. Sebenarnya, tadi Riri tidak mau keluar. Karena masih dalam mode ngambeknya. Tapi karena bujukan dari Nenda dan Choline, akhirnya Riri mau keluar untuk menemui Gala yang sedang mencak-mencak di depan kelas.
"Siniin permen lo!" Gala merebut paksa permen lolipop dari tangan Riri. "Dapet dari mana lo, hah?!"
Riri melotot tidak percaya saat Gala menjatuhkan permen itu ke lantai. Lalu menginjaknya dengan tidak berperasaan.
"Gue nanya, siapa yang ngasih lo permen ini?! Udah berapa kali gue bilang, lo itu gak boleh kebanyakan makan permen! Masih aja gak nurut!"
"Mau lo apa sih?! Tiap dibilangin ngeyel mulu!"
Riri menatap permen lolipop nya sedih. "Tapi Riri suka!"
"Tipi Riri siki!" Nyinyir Gala. "Kalo gigi lo sakit, nanti nangesss!"
"Siapa yang ngasih lo permen, hah?!"
"Alan," jawab Riri menunduk.
Gala mengusap wajahnya kasar. Ternyata sahabatnya sendiri yang memberi Riri permen lolipop sialan itu.
"Kenapa lo terima? Lo udah gak mau dengerin gue lagi? Lo udah ngerasa gak butuh gue?"
Riri menggeleng cepat. "Gala jangan marah-marah ih! Riri takut!"
Tangan Riri sibuk mengelap air matanya agar tidak ada orang yang melihatnya menangis. Pasalnya mereka ini sedang ada di depan kelas dan ada beberapa orang berseliweran di sekitar mereka.
"Ikut gue!"
"Kem..."
"Nurut atau besok kita nikah?!"
Riri diam mendengar ancaman Gala yang terdengar tidak main-main. Gadis dengan poni depan dan wajah sembab karena kebanyakan menangis itu, mengikuti langkah lebar Gala.
Ternyata Gala membawanya ke WBS, warung belakang sekolah.
"Mbok, air putih satu gelas."
"Iya, den."
"Duduk."
Gala menarikan Riri satu kursi untuk duduk. Setelah gadis itu dan dirinya sudah duduk di kursi masing-masing. Gala mulai menatap Riri begitu intens.
Sementara Riri, gadis itu sama sekali tidak berani mengangkat kepala. Apalagi menatap Gala yang duduk di seberangnya.
"Ini, den. Ada yang mau dipesen lagi?" Tanya Mbok ramah.
"Gak ada, Mbok. Nanti kalo ada, Gala bilang."
"Oh, siap, den."
"Minum dulu." Gala menyodorkan satu gelas air putih ke hadapan Riri. Tapi bukannya menuruti ucapan Gala, gadis itu justru tampak asyik dalam keterdiamannya.
"Minum pake mulut lo sendiri apa minum lewat mulut gue?!"
Riri segera meraih gelas di hadapannya dan meminum air itu hingga habis tak tersisa. Hal itu tentu saja membuat senyum puas Gala perlahan merekah.
"Udah, sekarang waktunya gue sidang lo." Gala tak mengalihkan sedikitpun tatapannya dari Riri yang tampak ketakutan. "Pertama, kenapa lo masih ngobrol sama Rafa, padahal gue udah ngelarang lo?"
Riri mengangkat kepalanya hendak menyela. Tapi gagal, saat Gala memelototinya bak emak-emak galak yang memarahi anaknya.
"Jangan disela!"
Gala mendengus kasar. "Kedua, lo udah buat gue tersinggung dengan bilang kalo lo dan Rafa udah saling mengenal jauh sebelum gue kenal lo. Oke, gak papa kalo itu emang kenyataannya. Tapi gue gak suka kalo lo bahas itu di depan gue. Apalagi waktu gue marah."
"Harusnya lo tau, gue paling gak suka kalo ada orang yang sok-sok an mengenal lo lebih dari gue. Jangankan Rafa, kalopun itu abang lo, gue tetep gak suka."
"Ketiga, kenapa lo terima permen lolipop pemberian Alan? Bukannya gue udah sering ingetin lo. Lo gak boleh keseringan makan makanan manis. Apalagi permen. Lo itu bisa sakit gigi, paham gak sih?"
"Minggu kemarin lo udah makan dua permen, jadi minggu ini harusnya gak ada jatah permen buat lo."
"Tap..." Baru saja Riri ingin membuka suara untuk membela diri. Namun lagi-lagi tatapan Gala membuat nyali Riri menciut.
"Keempat, kenapa waktu gue panggil di depan kelas, lo gak keluar? Lo lebih suka kalo gue teriak-teriak kaya tadi?"
Gala tersenyum miring. "Oke, kalo itu mau lo. Gue bakal terus manggil lo kaya tadi. Biarin aja lo malu. Gue gak peduli."
"Sekarang lo boleh jawab."
Bukannya menjawab, Riri hanya diam saja. Ia bingung harus menjawab mulai dari mana. Apapun jawabannya untuk membela diri, sudah pasti akan salah di mata Gala. Lagipula, saat ini Riri merasa sangat kesal dengan Gala. Cowok itu seolah tidak mau mengerti dengan perasaannya. Egois.
"Jawab!"
Melihat Riri hanya diam menunduk. Rasanya emosi Gala kembali tersulut. Perlu diketahui, Gala ini tipe orang yang gampang meledak dan tersulut emosi kapanpun dan di manapun. Meskipun bucin, kadang Gala tetap tidak bisa mengontrol dirinya untuk tidak bersikap kasar pada Riri. Ya, seolah-olah kadang dia tidak bisa membedakan, mana tunangannya yang harus ia lembuti, mana musuhnya yang boleh ia kasari.
Karena jika cowok itu sudah tenggelam dalam emosinya sendiri, Gala jadi sulit membedakan dan memposisikan dirinya dengan benar. Seakan-akan detik itu juga ia menjadi gelap mata.
"Telinga lo utuh? Harusnya lo denger apa yang gue bilang kan?" Tanya Gala penuh penekanan.
PYARR!!!
Gala membanting gelas di sampingnya saat Riri tak kunjung membuka suara. Justru sekarang gadis itu terisak ketakutan. Untuk pertama kalinya, setelah waktu yang cukup lama. Sikap kasar Gala mulai muncul lagi.
"JANGAN NANGIS!" Bentak Gala. Hingga membuat beberapa anak Drax yang ada di sana menoleh. Namun tak ada satupun dari mereka yang berani menghentikan amarah Gala.
Hanya Alan, Ilham dan Akbar lah, yang biasanya berperan penting dalam keadaan seperti ini. Namun sayang, salah satu dari mereka tak ada yang di sini.
"Riri minta maaf hiks..." Tangis Riri semakin menjadi-jadi melihat kemarahan Gala meledak-ledak tak terkontrol.
Mbok, wanita paruh baya yang sejak tadi memerhatikan mereka itu juga tidak berani mendatangi Gala.
"GUE CAPEK KALO LO BANDEL KAYA GINI, RI!"
"GUE UDAH BIL..."
BUGH
BUGH
Tubuh Gala jatuh tersungkur ke tanah begitu dua bogeman mendarat di pipi kanan dan kirinya.
"Bangsat lo!"
*****
Siapeeee tuuuuuchhh??? 😫😤🥵😠😏😒😞🤨😣😖😫😩🤬😡😵😱🥶🙄😬🥴🤢🤕🤒🤒😡😞😏😒😠🥵😫😩🤬😡🤨🤨😩😫😖🙄🥶😱😱😱😱😒😏😩😞😡😵😡😩😫
Tenang fren, aku gak bakal ngasih konflik yang berat kok karena aku gak mau pusing mikirin teori. Mending mikirin kamu eaaaaa😵😩😫
Lanjut gak nih?
Pesan buat Gala?
Pesan buat Riri?
Pesan buat Rafa?
Pesan buat Alan?
Atau buat siapa aja, buat author juga boleh :
Mau up kapan? Spam disini!!! Semakin banyak yg komen dan vote semakin cpt juga up nya.
Spam komen pake emoji ❤ :
Jangan lupa follow instagram :
@tamarabiliskii
@drax_offc
@draxfanbase
@draxfanbase2
@galaarsenio
@serinakalila
@alan.aileen
@ilhamgumilar1
@akbar_azzaidan
@rayhandewaa
@danisardhan
@nenda.makaila
@cholineangelica_
See yoouu 🤎🤎
Gala
Riri
Alan