Second Chance: Last Mission (...

By nAllegraa_

61.4K 10.2K 9.6K

(Ada part yang diacak, jadi harap diperhatikan!) Dia hanyalah murid baru di Sma Garda Putih, tapi kepindahann... More

Prakata
Prolog
LM - Bagian 1
LM - Bagian 2
LM - Bagian 3
LM - Bagian 4
LM - Bagian 5
LM - Bagian 6
LM - Bagian 7
LM - Bagian 8
LM - Bagian 9
LM - Bagian 10
LM - Bagian 11
LM - Bagian 12
LM - Bagian 13
LM - Bagian 14
LM - Bagian 15
LM - Bagian 16
LM - Bagian 17
LM - Bagian 18
LM - Bagian 19
LM - Bagian 20
LM - Bagian 21
LM - Bagian 22
LM - Bagian 23
LM - Bagian 24
LM - Bagian 25
LM - Bagian 26
LM - Bagian 27
LM - Bagian 28
LM - Bagian 29
LM - Bagian 30
LM - Bagian 31
LM - Bagian 32
LM - Bagian 33
LM - Bagian 34
LM - Bagian 35
LM - Bagian 36
LM - Bagian 37
LM - Bagian 38
LM - Bagian 39
LM - Bagian 40
LM - Bagian 41
LM - Bagian 42
LM - Bagian 43
LM - Bagian 44
LM - Bagian 45
LM - Bagian 46
LM - Bagian 47
LM - Bagian 48
LM - Bagian 49
LM - Bagian 50
LM - Bagian 51
LM - Bagian 52
LM - Bagian 53
LM - Bagian 54
LM - Bagian 56
LM - Bagian 57
LM - Bagian 58
LM - Bagian 59
LM - Bagian 60
LM - Bagian 61
LM - Bagian 62
LM - Bagian 63
LM - Bagian 64
LM - Bagian 65
LM - Bagian 66
LM - Bagian 67
LM - Bagian 68
LM - Bagian 69
LM - Bagian 70
LM - Bagian 71
LM - Bagian 72 (End)
Epilog

LM - Bagian 55

628 106 3
By nAllegraa_



"Menyiksa dan mendengar teriakan kesakitannya membuatku merasakan ketenangan tak terhingga." -Unknow

---Last Mission---
____________________________________

Sebuah kursi yang sudah usang dibiarkan menjadi pijakan seorang gadis yang tubuhnya digantung di langit-langit ruangan.

Sebuah tali mengikat lehernya dengan kuat, membuat ia harus mendongak sambil mempertahankan tubuh agar tetap menapak pada kursi usang tersebut. Jika kursi tersebut ambruk, maka tamatlah riwayatnya.

"Mau sampai kapan seperti itu? Toh, lo bakal mati!" Sosok berjubah hitam dengan masker yang menututupi wajahnya datang sambil membawa sebuah nampan.

Nampan itu berisi berbagai jenis benda tajam. Mulai dari silet hingga alat pemotong daging. Mulai dari yang paling kecil, hingga yang paling besar. Ugh, ini menyeramkan.

"Ka-kamu mau apa?!" Gadis itu terlihat ketakutan. Ia bergerak gelisah hingga kursi usang yang ia duduki bergerak ke sana ke mari.

"Wow, tenang-tenang. Gua cuma mau ngambil jari-jari lo dan ambil bola mata lo aja kok. Jangan takut ya." Penuturan sosok berjubah itu membuat ia semakin gemetaran. Tubuhnya terasa lemas hingga tak sanggup untuk berdiri.

Sosok tersebut mengambil sebuah pisau yang biasa digunakan untuk memotong daging, lalu mendekat pada gadis itu.

Ia tersenyum miring di balik maskernya kala melihat wajah panik gadis itu. Cukup menyenangkan.

Tangannya mulai bergerak ke atas jari-jari kaki mangsanya dan dengan gerakan perlahan, pisau itu bergesekan dengan daging gadis tersebut, membuat teriakan kesakitan menggema jelas di ruangan tersebut.

Teriakan menyakitkan itu berhasil membuat sosok berjubah tadi semakin bersemangat. Ia semakin memperlambat gerakan memotongnya agar sang mangsa bisa merasakan sensasi menyenangkan yang keluar dari sana.

Darah mengucur deras bersamaan dengan suara teriakan yang semakin menggema. Pisau tajam itu sudah berhasil meremukkan satu jari, membuat pertahanan gadis itu semakin melemah.

Ia kembali menggoreskan luka di jari selanjutnya dengan gerakan lambat seakan memotong daging. "Sa-sakit," lirih gadis itu kala darahnya keluar semakin deras bersamaan dengan rasa sakit yang tak terhingga.

Kaki kirinya sudah tak mampu menapak pada kursi tersebut, membuat kaki kanannya bertahan mati-matiian menjaga keseimbangan dan berat tubuhnya.

"Kita hancurkan satu lagi." Sosok berjubah itu kembali maju, menggoreskan banyak luka di setiap jari gadis itu, hingga remuk atau setidaknya patah.

Kini ke sepuluh jari kakinya sudah mengeluarkan banyak darah. Sungguh pemandangan yang indah bagi sosok berjubah tersebut.

Tanpa disangka, ia menendang kursi usang tersebut, membuat gadis yang digantung kehilangan pijakannya dan alhasil tercekik, karena lehernya diikat dengan tali di langit-langit ruangan.

Wajah gadis itu memerah, ia mencoba melepas ikatan pada lehernya sembari merintih kesakitan. Hal seperti ini membuat sosok berjubah itu tertawa senang. Ia suka pertunjukkan bertahan hidup seperti ini.

Tak lama gadis itu mulai melemah. Tangannya yang sedari tadi mencoba lepas mulai terkulai. Wajahnya yang memerah sudah mulai memucat, menandakan kalau sudah tidak ada nyawa di sana.

Sosok tersebut hanya tersenyum miring dan meninggalkan mayat gadis itu di sana tanpa mau menurunkannya.

Ia menghampiri rekannya yang tengah sibuk dengan koleksi kepala manusianya. "Leo." Sosok tersebut memanggil rekannya sembari duduk di kursi kebesarannya.

Yang bernama Leo berbalik. Wajah laki-laki itu ditutupi oleh sebuah masker hitam. "Lo bisa suruh kanibal lo makan tuh cewek."

Laki-laki itu mengangguk dan menyuruh beberapa anak buahnya untuk memakan mayat gadis tadi. Leo mengikuti mereka dari belakang sambil melihat bagaimana mereka mengonyak daging tak bernyawa itu.

"Leo ... jangan lupa membersihkan lantainya."

Ia mengangguk. Masalah lantai ... itu mudah.

•••••

Entah ini kebiasaan baik atau buruk. Belakangan ini, Vena suka keluar dari asrama pukul 11 malam dan akan kembali pukul 12. Sungguh kebiasaan yang baru dan buruk.

Dan tempat yang biasa ia datangi adalah rooftop. Di sini, ia bisa puas melihat bintang ditemani udara dingin yang menurutnya cukup menyenangkan.

"Gua pikir lo pembunuh itu. Gua sampai bawa balok besar loh." Ia menoleh pada sumber suara yang tengah menggenggam balok besar dengan raut wajah kesal.

"Kalau lo mau pukul ... yah silahkan." Vena membalikkam bedan, mengintruksi Daniel untuk memukul tengkuknya dan membuatnya pingsan.

Bukannya memukulnya dengan balok, Daniel malah mengelus tengkuk Vena, membuat bulu kuduk gadis itu meremang karena geli dan ... entahlah. Ia bingung menjabarkannya.

Ia langsung berbalik lalu menatap sinis laki-laki yang ada di depannya. "Kenapa? Ketagihan?" tanyanya sambil menaik turunkan alis, menggoda.

Tanpa memperdulikan keberadaan Daniel, Vena kembali fokus menatap ke depan sambil menerawang tentang bagaimana ia di kehidupan berikutnya.

Lamunannya mendadak buyar kala tangan besar Daniel mengelus surainya dengan lembut. "Gak usah mikirin sesuatu yang buat lo pusing." Tangannya masih setia mengelus surai Vena. "Lebih baik mikirin gua 'kan?"

Vena mendengkus kesal, lalu kembali fokus ke depan, membiarkan Daniel mengelus surai panjangnya.

"Lo ... gimana sama rencana lo?" tanya Vena setelah lama tak membuka suara. Pertanyaannya membuat Daniel mengeryit tak paham.

"Rencana?" Vena mengangguk. "Rencana buat ngeluarin gua dari sekolah ini. Lo ... udah bersumpah." Daniel terdiam. Ia menurunkan tangannya dari kepala Vena sambil menatap lurus ke depan.

Jujur, ia sudah lupa akan rencana itu dan sudah tidak ada niatan untuk melakukannya lagi. Lagipun Vena gadis yang baik seperti ucapan Nathan. Ia berguna dalam kasus ini dan juga dalam ... hatinya? Mungkin.

"Udah gua lupain," ucapnya santai. Vena yang mendengar itu hanya bisa mengangguk. Ia tersenyum tipis, lalu bergumam begitu pelan. "Apa dia pikir sumpah bisa dibatalkan begitu saja?"

"Lo kenapa keluar asrama jam segini?" tanya Daniel sambil menatap Vena dari samping. Yang dilakukan Vena adalah menggedikkan bahunya.

Hal ini sudah jadi kebiasaannya. Jadi ... ia tak punya alasan pasti.

"Gua mau balik." Vena menatap Daniel sekilas. "Lo masih mau di sini?"

"Ya." Vena mengangguk paham. Ia meninggalkan Daniel yang masih berdiam diri di dekat pembatas rooftop tanpa mau menoleh padanya.

Langkah kaki Vena tidak membawanya menuju asrama, melainkan lab Ipa. Entah kenapa ia berniat ke sini, setelah kejadian mengerikan itu. Apalagi jam sudah menunjukkan pukul 12 malam.

Cukup berani.

Dari arah depannya ada sekitar 5 orang berdiri berjajar. Vena tersenyum miring. "Mana bos kalian?!"

Tak ada satupun yang menjawab pertanyaannya. Suara geraman dan erangan penuh nafsulah yang mengisi kekosongan ruangan tersebut.

Kelima orang tersebut berlari ke arahnya sambil menggeram layaknya orang kelaparan, sementara Vena tak menghindar atau pergi dari tempat itu.

Ia seakan menunggu hari kematiannya. Ia seakan mengantarkan nyawanya pada maut yang sudah siap mendekap tubuhnya. Entah apa yang ada di pikirannya yang penting ini semua gila.

"Datanglah."

Saat jarak salah satu di antara mereka dan Vena sudah dekat, ada yang menarik tangannya. Membuatnya kembali pada kesadaran yang sebenarnya.

Tangannya dicengkram erat sambil dipaksa untuk berlari menjauh dari 5 orang yang terus mengejar.

Dilihatnya seseorang yang menarik tangannya dan ternyata seorang wanita. Berambut sebahu, memakai jaket hitam. Vena ... seakan mengenal postur tubuh ini.

Setelah mereka berhasil lolos, Vena langsung melepas genggaman tangan itu dan menatap orang yang baru saja membawanya pada kesadaran sesungguhnya.

Bola matanya melebar setelah melihat wajah gadis itu. "Lo?!"

Kira-kira siapa yang nyelamatin Vena?

Kenepa Vena bego banget datang ke tempat itu?

<<<<<__________>>>>>

Jangan lupa vote & komen

🎲Makasih🎲

-4 Agustus 2021-

Continue Reading

You'll Also Like

905K 33K 30
[MAAF, BEBERAPA PART SUDAH DIHAPUS] [SEGERA OPEN PO KE-2] Amara Felicia Alexandria. Perempuan. Kelas XII. Sebenarnya Amara sama seperti perempuan seu...
33.4K 4.3K 43
CERITA INI HASIL PEMIKIRAN AKU SENDIRI. Jadi, kalau nanti ada kesamaan tokoh, panggilan tokoh, karakter, atau alur. Itu tidak sengaja. Jangan Lupa V...
11.5K 3.3K 55
"Lo tau gak gara gara lo gue gak bisa hidup tenang dengan nilai"kata lelaki itu "maaf, aku gak maksud begitu kalian tau kan aku hanya orang biasa"bal...
1.1K 214 175
Author: Warm Color Su, 苏暖色 Genre: Comedy, Josei, Drama, Romance, Action, Fantasy, Supernatural, Reincarnation, Adult Bab: 1-200 Dia awalnya boneka...