Second Chance: Last Mission (...

By nAllegraa_

61.4K 10.2K 9.6K

(Ada part yang diacak, jadi harap diperhatikan!) Dia hanyalah murid baru di Sma Garda Putih, tapi kepindahann... More

Prakata
Prolog
LM - Bagian 1
LM - Bagian 2
LM - Bagian 3
LM - Bagian 4
LM - Bagian 5
LM - Bagian 6
LM - Bagian 7
LM - Bagian 8
LM - Bagian 9
LM - Bagian 10
LM - Bagian 11
LM - Bagian 12
LM - Bagian 13
LM - Bagian 14
LM - Bagian 15
LM - Bagian 16
LM - Bagian 17
LM - Bagian 18
LM - Bagian 19
LM - Bagian 20
LM - Bagian 21
LM - Bagian 22
LM - Bagian 23
LM - Bagian 24
LM - Bagian 25
LM - Bagian 26
LM - Bagian 27
LM - Bagian 28
LM - Bagian 29
LM - Bagian 30
LM - Bagian 31
LM - Bagian 32
LM - Bagian 33
LM - Bagian 34
LM - Bagian 35
LM - Bagian 36
LM - Bagian 37
LM - Bagian 38
LM - Bagian 40
LM - Bagian 41
LM - Bagian 42
LM - Bagian 43
LM - Bagian 44
LM - Bagian 45
LM - Bagian 46
LM - Bagian 47
LM - Bagian 48
LM - Bagian 49
LM - Bagian 50
LM - Bagian 51
LM - Bagian 52
LM - Bagian 53
LM - Bagian 54
LM - Bagian 55
LM - Bagian 56
LM - Bagian 57
LM - Bagian 58
LM - Bagian 59
LM - Bagian 60
LM - Bagian 61
LM - Bagian 62
LM - Bagian 63
LM - Bagian 64
LM - Bagian 65
LM - Bagian 66
LM - Bagian 67
LM - Bagian 68
LM - Bagian 69
LM - Bagian 70
LM - Bagian 71
LM - Bagian 72 (End)
Epilog

LM - Bagian 39

648 108 42
By nAllegraa_



"Terbukalah pada sekitar, karena ada beberapa orang yang bisa dipercaya."

---Last Mission---
______________________________

"Mari bermain ... Agnes."

Tubuh Agnes menegang. Aliran darahnya seakan berhenti seketika. Oksigen di sekitarnya pun seakan hilang dibawa angin.

"To-tolong," lirihnya kala melihat dua orang berjalan mendekat ke arah mereka.

Vene melepaskan cengkraman tangannya. Ia dan Nathan langsung menyingkir, memberi jalan bagi kedua orang itu.

Bukannya lega, Agnes malah semakin ketakutan. Dua orang itu adalah Fina dan Daniel. Setahunya, mereka berempat adalah teman, dan tentunya saling mendukung satu sama lain.

"A-apa mau kalian?!" Agnes mencoba memberanikan diri walau kakinya sudah bergetar hebat. Apalagi berada di jarak sedekat ini dengan laki-laki.

Daniel bersedekap dada. "Justru kita yang tanya begitu! Lo maunya apasih?!" Alis gadis itu saling menaut. Tentunya dia bingung.

Kini Fina yang bersedekap dada. "Belakangan lo selalu ngikutin salah satu dari kita. Ngaku lo!" Jari Fina sudah bergerak menunjuk lawan bicaranya.

Dapat dilihat jika Agnes semakin ketakutan. Vena yang melihat itu segera menurunkan tangan Fina. Setidaknya biarkan gadis penakut itu bernapas, walau satu detik.

"Kenapa lo ngikutin kita?" Kali ini Vena yang bertanya, dan sialnya gadis itu malah semakin ketakutan. Dengan senang hati Vena mundur dan memberikan akses untuk Nathan.

Nathan membungkukkann tubuhnya, karena tinggi badan Agnes hanyalah sedadanya. Bahkan tinggi Agnes cukup jauh di bawah Vena.

"Kasih tahu kita alasan lo." Agnes tampak menautkan jari-jarinya. Tak lama ia mendongak. "Untuk apa aku kasih tahu kalau kalian mau bunuh aku?"

Daniel, Nathan dan Fina mengeryitkan alis, lalu tertawa. Ternyata rencana mereka berhasil. "Ya ampun. Kita gak bakal bunuh lo kok," ucap Fina masih dengan tawanya.

"Ja-jadi? Kenapa Nathan sama Ve-vena gayanya seperti pembunuh?" Daniel yang mendengar itu terkikik geli.

"Jadi ...."

"Cepat! Gua gak ada waktu buat lo!"

"Sebenarnya, belakangan ini kayak ada yang ngikutin kita. Lo tahu itu gak?" Vena mengangguk singkat.

"Gua, Nathan dan Fina berencana nakutin dia." Alis Vena menyatu. Nakutin seperti apa dulu? Lagipun kenapa harus memberi tahunya.

"Jadi, gua harap lo ikut. Karna, ya lo yang paling nyeremin." Raut wajah Vena berubah menjadi datar. Sepertinya jika Daniel tak menghujatnya, separuh nyawanya hilang dan organ-organ tubuhnya akan terbakar.

"Nakutin kayak gimana?"

Daniel tersenyum. "Kita bakal pura-pura jadi pembunuh itu. Buat dia tertekan."

Vena terdiam, memikirkan penawaran aneh ini. Tak lama ia mengangguk. "Oke."

Ia yakin ini akan seru. Mengingat orang yang suka membuntuti mereka adalah seorang penakut.

"Begitu ceritanya." Daniel mengakhiri ceritanya dengan tepuk tangan. Tak lupa senyum mengembang sekembang balon udara.

"Jadi apa mau lo?" Vena langsung mengembalikan topik pembicaraan kala mereka ingin menggubris ucapan Daniel.

"Se-sebenarnya aku mau ngomong sesuatu, ta-pi gak berani." Nathan menghela napas kala mendengar alasannya. "Kita gak makan orang, Nes."

Gadis itu menggeleng. "Aku takut laki-laki. Aku gak berani ke gedung Ipa, dan ... aku gak berani ngomong sama Vena."

Suara decakan Daniel mulai terdengar. "Semua aja lo gak berani. Entar disuruh ke warung sebelah rumah juga gak berani."

Mereka semua tak menggubris ucapan laki-laki itu. Nathan kembali memfokuskan perhatian pada Agnes yang bergetar hebat. "Sekarang lo bisa nyampein segala isi pikiran lo. Kita semua mendengar dengan seksama."

"Aku cuma mau kasih tahu info. Aku gak tahu ini benar atau enggak, tapi ini nyata dari pendengaranku sendiri." Mereka semua mengangguk dengan pendengaran yang dipertajam. Soalnya, Agnes mengeluarkan suara yang kecil.

"A-aku sering mendengar teriakan di dekat lab Ipa. Dan ... setelah teriakan itu, besoknya dikabarkan ada yang hilang." Nathan langsung tersentak kaget. Memang sih. Jarak antara asrama perempuan dan gedung Ipa memang cukup dekat.

Terlebih Agnes tinggal di lantai 6 yang bisa dibilang dekat dengan lantai 5 gedung Ipa.

"Lo yakin nih?" Kini Fina yang bertanya dan dibalas anggukan oleh Agnes.

"Ada info lain yang sekiranya membantu?" Vena bertanya sambil menatap lekat gadis itu. Agnes mengangguk kaku, lalu menggeleng. Tampaknya ia pun ragu dengan pernyataannya ini.

Gadis itu memilih ujung bajunya. "Satu kelasku tingkahnya aneh. Ma-matanya sering merah gitu." Penuturan Agnes membuat Daniel berdecak kesal.

"Ck, itu biasa aja kali. Pasti dia kurang tidur." Agnes menggeleng tak setuju. "Ini sedikit lain. Dia kayak-"

"Udahlah, lupain masalah itu. Kami bakal urus soal teriakan yang lo bilang." Nathan langsung memotong ucapan Agnes, sebelum pembicaraannya berakar ke mana-mana.

"Dan satu lagi ... lo tutup mulut!" Gadis itu mengangguk kaku. Fina langsung maju dan mengajukan diri mengantar gadis itu bersama Vena.

Lagipun hari sudah mulai gelap. Tidak baik buat Agnes berjalan sendirian di tengah kesepian sekolah ini.

"Kumpul markas," bisik Nathan dan langsung diangguki Fina dan Vena.

•••••

Hari sudah malam, tapi hal itu tak menyurutkan semangat mereka berempat. Keempatnya sibuk membicarakan informasi yang baru mereka dapat dari Agnes.

"Apa kita perlu ke sana dan cek langsung?" usul Nathan. Ia menatap wajah ketiga temannya. Daniel dan Fina tampak ragu, sementara Vena tengah berpikir sambil mengetuk jarinya ke atas meja.

Dari keempatnya, hanya Venalah yang duduk dengan laptop menyala di hadapannya.

Vena mendongakkan kepalanya. "Kita ... cek hari ini?" Pertanyaan Vena dijawab dengan anggukan. Vena kembali berpikir. Ada baiknya dan ada juga ruginya.

"Apa gak terlalu berbahaya, Nath?" tanya Vena lagi. Pertanyaan Vena masih tidak mendapat jawaban. Nathan sepertinya ragu sama seperti Daniel dan Fina.

"Gimana kalau hari ini dia lagi punya mangsa. Nanti ... kita yang kena." Ada benarnya juga. Banyak yang harus mereka pertimbangkan. Salah satu langkah langkah saja bisa membuat mereka celaka.

"Ven, coba cek. Ada yang ulang tahun hari ini atau semalam." Vena mengangguk singkat. Kini ia menyalurkan seluruh fokusnya pada benda di hadapannya.

"Ulang tahun? Kenapa emangnya, Nath?" tanya Daniel. Alis laki-laki itu saling menaut, meminta penjelasan dari kebingungan yang bersemayam di otak kecilnya.

Nathan menghel napas. "Dari hasil analisis, semua orang yang menghilang adalah orang yang baru saja berulang tahun. Mereka hilang sehari setelah ulang tahun. Bisa aja 'kan ada hubungannya sama teriakan itu. Apalagi kata Agnes, setelah mendengar teriakan itu ada yang hilang," jelas Nathan.

"Dapat." Penuturan Vena membuat mereka langsung menatapnya. "Gua memperluaskan jangka waktunya, dan dalam seminggu ini ... gak ada yang ulang tahun."

"Jadi ... kita aman-aman aja kalau ke sana sekarang?" tanya Fina dengan raut ragunya. Pertanyaannya dibalas Nathan dengan anggukan.

"Oke kita ke sana malam ini," ucap Vena. Ia berdiri, lalu melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Tengah malam."

"Hah? Jam 12 malam maksud lo?" Nathan dan Vena mengangguk bersamaan.

Pergerakan Vena terhenti kala mengingat sesuatu. Mereka yang melihat itupun turut berhenti. Vena menatap mereka, lalu berucap. "Bawa barang-barang yang bisa digunakan untuk perlawanan. Kita gak tahu apa yang akan terjadi di sana."

Nathan langsung mengangguk, kemudian disusul oleh Daniel dan Fina. "Firasat gua gak enak," gumam Vena pelan.

Next chap bakal ada kejutan haha

Di part ini Daniel jadi anak penurut, walau nyebelin sih:v

Jangan lupa vote & komennya

🎬Makasih🎬

-25 Juli 2021-

Continue Reading

You'll Also Like

154K 5.3K 32
Elvano yang terbangun dari koma tiba-tiba di jodohkan dengan seorang gadis yang memiliki wajah yang cacat, tak cukup sampai di situ. Ternyata gadis i...
2.5K 74 5
BELUM DIREVISI!! Sebuah sekolah di ibukota menyimpan banyak misteri yang belum terpecahkan oleh pihak berwenang. Sekelompok remaja dari sekolah terse...
1.4M 81.9K 43
Lupa ingatan membuat Vanya Alessia Lewis kembali mengalami Trauma. Semakin ia mencari pundi-pundi bayangan itu semakin Vanya tahu fakta yang menggunc...
28.5K 1.9K 46
Organisasi Scorpion harus beralih tugas mencari dalang dibalik kematian seorang siswi Scorpius High School dan berlanjut pada pembunuhan berantai. "T...