Second Chance: Last Mission (...

By nAllegraa_

61.3K 10.2K 9.6K

(Ada part yang diacak, jadi harap diperhatikan!) Dia hanyalah murid baru di Sma Garda Putih, tapi kepindahann... More

Prakata
Prolog
LM - Bagian 1
LM - Bagian 2
LM - Bagian 3
LM - Bagian 4
LM - Bagian 5
LM - Bagian 6
LM - Bagian 7
LM - Bagian 8
LM - Bagian 9
LM - Bagian 10
LM - Bagian 11
LM - Bagian 12
LM - Bagian 13
LM - Bagian 14
LM - Bagian 15
LM - Bagian 16
LM - Bagian 17
LM - Bagian 18
LM - Bagian 19
LM - Bagian 21
LM - Bagian 22
LM - Bagian 23
LM - Bagian 24
LM - Bagian 25
LM - Bagian 26
LM - Bagian 27
LM - Bagian 28
LM - Bagian 29
LM - Bagian 30
LM - Bagian 31
LM - Bagian 32
LM - Bagian 33
LM - Bagian 34
LM - Bagian 35
LM - Bagian 36
LM - Bagian 37
LM - Bagian 38
LM - Bagian 39
LM - Bagian 40
LM - Bagian 41
LM - Bagian 42
LM - Bagian 43
LM - Bagian 44
LM - Bagian 45
LM - Bagian 46
LM - Bagian 47
LM - Bagian 48
LM - Bagian 49
LM - Bagian 50
LM - Bagian 51
LM - Bagian 52
LM - Bagian 53
LM - Bagian 54
LM - Bagian 55
LM - Bagian 56
LM - Bagian 57
LM - Bagian 58
LM - Bagian 59
LM - Bagian 60
LM - Bagian 61
LM - Bagian 62
LM - Bagian 63
LM - Bagian 64
LM - Bagian 65
LM - Bagian 66
LM - Bagian 67
LM - Bagian 68
LM - Bagian 69
LM - Bagian 70
LM - Bagian 71
LM - Bagian 72 (End)
Epilog

LM - Bagian 20

768 150 341
By nAllegraa_



"Jangan membencinya. Aku takut rasa itu malah berubah ke hal yang tak kamu inginkan."

-Last Mission-
_________________________
______________________________

Kalian kalau ditatap cowok bakalan gimana?

Baper atau justru risih?

Mungkin jika cowok itu tampan, kalian baper. Tapi, berbeda dengan Vena. Ia justru risih. Masalahnya, ini bukan tatapan penuh cinta, tapi tatapan penuh dendam.

Tentu kalian tahu siapa itu? Ya, jawabannya adalah Daniel. Tatapan laki-laki itu tak lepas dari Vena yang sibuk dengan laptopnya.

Tatapan datar itu seakan menjelaskan seberapa bencinya ia pada Vena. Semua ini karena masalah jus jeruk dan cuka di kantin siang tadi.

Nathan yang sudah mendengar ceritanya, hanya bisa diam dan memaklumi. Ia akui yang salah adalah Daniel. Jika laki-laki itu tidak memulai, maka semuanya takkan berakhir seperti ini. Daniel jelas tahu kalau Vena punya insting yang kuat, tapi tetap saja dipermainkan.

Jadi, biarkan dia menanggungnya sendiri.

"Udahlah, Dan. Entar malah suka." Decakan kesal langsung terlontar begitu saja. Tatapan tajam yang awalnya mengarah ke Vena langsung berpindah ke Nathan.

Glek.

Oke, tatapan itu mengerikan. "Y-ya lo sih. Ngapain natap sampe segitunya? Gak jelas banget."

Daniel memperbaiki poisis duduknya. Ia kembali memfokuskan matanya pada Vena yang sedari tadi merasa tak terusik. Ia harap gadis itu lenyap dari muka bumi ini. Sekarang juga!

"Dan, lo-"

"Diam! Gua mau nyabik-nyabik dia dengan tatapan gua ini." Seketika Nathan terdiam, kemudian tertawa keras. Ada-ada saja! Mana ada tatapan yang bisa mencabik tubuh seseorang. Dasar bodoh!

"Kalian bisa ke sini?" Mata Daniel langsung mengerjap beberapa kali saat netra Vena menatapnya. Ini bukan perasaan deg-degan karena saling bertatapan, tapi perasaan takut luar biasa yang membuat tubuhnya seakan mati rasa.

"Dan, ayo ke sana." Ia kembali ke kesadarannya saat Nathan menepuk bahunya. Oh, ayolah. Apa itu tadi? Ia seakan melihat sesuatu yang aneh dari tatapan itu. Tak bisa dijelaskan dengan kata.

Dengan pasrah ia ikutan mendekat dan membuang perasaan takut dalam dirinya. Saat tatapan Vena sudah terfokus pada laptopnya kembali, ia berhasil bernapas lega.

Mereka duduk berhadapan. Dengan Daniel dan Nathan di sofa yang sama dan Vena di sofa satunya lagi.

"Ada apa, Ven?" Vena mendongakkan kepalanya, menatap Nathan dan Daniel secara bergantian. Tatapan menusuk Daniel masih saja terlihat jelas. Oh, ayolah. Itu sedikit mengganggu konsentrasinya.

"Dari informasi yang gua dapat. Tujuh orang yang meninggal tanpa sepengetahuan orang lain itu adalah teman akrab sejak SMP. Dikabarkan, mereka itu tukang bully dan selalu menindas siswa ataupun siswi kutubuku. Mereka menyebut diri mereka Beauty Devil. Sesuai dengan kelakuan mereka."

Vena menjeda ucapannya. Ia melirik dua rekannya. Siapa tahu ada yang ingin mengeluarkan pendapat. Namun tak ada yang berbicara sedikit pun, jadi Vena melanjutkan ucapannya.

"Ketujuh orang ini meninggal dalam jangka waktu berdekatan? Right?" Nathan langsung mengangguk. Pasalnya hanya mereka yang tahu tentang kematian tujuh siswi tersebut.

"Mungkinkah, yang melenyapkan mereka adalah salah satu korban bully ketujuh orang ini?"

Dengan cepat Nathan mengangguk. "Bisa jadi. Seperti bentuk balas dendam bukan." Ya, itu bisa saja. Mengingat dendam bisa timbul dari perlakuan buruk orang-orang sekitarnya.

Tapi, mereka pun tak yakin. Ini hanya sekedar spekulasi. "Bisa lo cari info soal semua korban bully mereka?" Tentu saja. Vena langsung mengangguk. Baginya itu sangatlah mudah.

Gadis dengan kacamata bulat itu kembali fokus pada layar benda canggih di hadapannya. Tangannya sangat lihai bermain di atas papan keyboard.

Selagi menunggu, Nathan membaca hasil penyelidikan Vena. Sepertinya gadis itu masih menyelidiki tentang tujuh siswi tukang bully itu. Mungkin, karena itu yang lebih mencurigakan dari yang lainnya.

"Korban mereka banyak, tapi yang paling sering mendapat perlakuan kasar sekitar delapan orang." Suara Vena membuat kedua laki-laki itu kembali fokus. Ah, kecuali Daniel yang tampak ogah-ogahan.

"Pertama, ada Ulfaniah Frediosiltnah-"

"Itu nama atau rumus matematika. Susah amat nyebutnya," celetuk Daniel tanpa sadar. Tatapan kesal langsung terlontar padanya, sehingga ia meminta maaf.

"Dia seorang kutubuku dan mendapati bully sejak SMP, dan sekarang ia bersekolah di SMAN Pelita Bangsa." Setelah itu Vena melanjutkan ke nama yang berikutnya, dan ada satu nama yang membuat mereka terkejut.

"Ketujuh, Serlia Rasya. Kita tentu tahu nama ini." Ya, mereka memang mengetahuinya. Nama ini tertulis di selembar kertas yang ditemui Vena di depan asramanya.

"Dia juga korban bullying? Wah, gak nyangka." Tentu. Itu memang di luar dugaan mereka. Ternyata Serlia turut menjadi korban penindasan tujuh siswi ini.

Nathan langsung menegakkan posisi duduknya. "Sekarang si Serlia ada di mana?" Jawaban atas pertanyaannya adalah gelengan. "Gak ada info tentang dia. Tentang di mana dia, siapa dia dan di mana keluarganya. Data tentang dia seakan dihapus ... oleh seseorang."

"Bisa jadi gak sih, kalau pembunuhnya adiknya si Serlia ini?" Kini Daniel turut campur dalam pembahasan mereka. Laki-laki itu juga penasaran. Siapa manusia kurang ajar yang sudah membuat ketidaknyamanan di sekolah mereka.

Vena menggeleng. "Dari data yang gua dapat. Dia anak tunggal." Pernyataan Vena membuat Daniel mendesah kecewa. Ah, padahal mereka hampir menemukan titik terang yang baru.

"Bisa jadi data itu juga dipalsukan 'kan?" Atensi Daniel dan Vena langsung jatuh pada Nathan. "Sesuai yang lo bilang, Ven. Gak ada info terperinci tentang si Serlia. Seakan datanya dihapus. Bisa jadi ini cuma data rekayasa."

Daniel langsung tersenyum senang. Ia menjentikkan jari. "Setuju!"

"Masa lo gak bisa cek kalau itu data nyata atau rekayasa." Suara meremehkan itu terdengar dengan jelas di pendengaran Vena. Ia menatap Daniel yang menatapnya penuh dendam. Ya, sebenarnya ia bisa melakukannya, namun berbeda dengan ini.

Setiap dia akan mengecek, tulisan error akan selalu muncul di layar laptopnya. Ini menandakan kalau datanya memang sangat dilindungi oleh si pembuat.

"Gak bisa! Data kali ini sedikit berbeda dari data lainnya. Bahkan, gua gak bisa tahu ini sumbernya darimana."

Nathan mendesah kecewa, sementara Daniel mencibir tak suka. Daniel ini benar-benar cari masalah dengannya. Menyebalkan!

"Lanjut nama yang kedelapan aja deh," ucap Nathan dan dibalas anggukan oleh Vena.

Mata hitam pekat yang ditutupi kacamata itu kembali menatap pada layar laptop. "Delapan, Anfina Gersayla. Anak kedua dari empat bersaudara. Sudah menjadi korban bully sejak sekolah dasar, hingga SMA. Pertama karena tubuhnya yang besar, lalu karena dia kutubuku. Semenjak hilangnya Beauty Devil ia tak pernah mendapati penindasan apapun."

Pernyataan Vena selesai. Ia membuka kacamatanya, lalu menatap kedua rekannya. "Dia sekolah di sini 'kan?" Vena mengangguk singkat. Anfina atau mungkin Fina. Gadis itu memang menuntut ilmu di sini. Ia merupakan gadis dengan segudang prestasi.

"Kita datangin langsung aja. Siapa tahu dia kenal sama Serlia Rasya." Nathan langsung memberikan usulnya. Ya, sepertinya itu lebih baik daripada mereka tak bergerak sama sekali.

Vena membereskan laptop, kacamata, ponsel dan barang-barang miliknya yang lain. "Langsung pergi atau ... mandi dulu nih." Daniel langsung menyebut mandi dulu. Oh, apakah itu perlu? Mereka bukan bertemu dengan pejabat tinggi negara atau pengusaha kaya raya. Hanya seorang siswi mantan korban bully.

Tanpa basa-basi Vena langsung melenggang pergi. Ia tak perlu bertanya di mana tempat mereka berkumpul, karena Nathan pasti akan mengabarinya.

Daniel berdecak kesal. "Cewek gila! Sombong!"

Setelah kepergian Vena, ruangan itu mendadak sunyi. Baik Nathan dan Daniel sama-sama dilanda kebingungan. Ingin berkata apa? Atau melakukan apa?

"Baiklah, ayo kita balik. Badan gua gerah banget." Akhirnya Daniel membuka suara. Ia membereskan beberapa barang, namun pergerakannya terhenti saat Nathan menahan pundaknya.

"Kita perlu bicara."

•••••

Dua lelaki itu sama-sama terdiam. Mereka masih berada di dalam markas, duduk saling berhadapan dengan pikiran masing-masing. Nathan yang memikirkan apa yang ingin dia katakan, dan Daniel yang memikirkan apa yang kira-kira dikatakan Nathan. Intinya mereka berpikir.

"Jadi ... lo mau ngomong apa?" Daniel tak tahan dengan suasana canggung ini. Mereka yang biasanya santai-santai jadi canggung hanya karena hal tak pasti.

Nathan menatap Daniel yang menunggu ia berbicara. "Lo janji bakal ngomong jujur?" Dengan yakin Daniel mengangguk. Ia akan ceritakan apapun pada Nathan selagi ia mampu, karena segala hal tak mampu dipendam sendiri.

Helaan napas terdengar. "Apa alasan lo benci banget sama Vena?" Laki-laki berbaju putih itu langsung berbicara to the point. Tidak bisa apa basa-basi dulu? Kalau begini 'kan Daniel jadi bingung mau jawab apa.

"Plis jujur." Jarang-jarang loh Nathan memohon seperti ini pada Daniel.

Dengan berat hati Daniel menjawab. "Karena ... gua takut." Kedua alis Nathan menyatu. Takut? Kenapa? Karena apa?

"Kenapa takut? Vena bukan hantu atau semacamnya." Ya, Vena memang bukan sejenis hantu dan teman-temannya. Gadis itu manusia sama seperti gadis-gadis lainnya. Walau ada yang membedakannya dengan sekitar. Gadis itu jarang tersenyum, berbicara dan berekspresi. Hanya itulah pembedanya.

Daniel menghela napas. "Iya, gua tahu, Nath. Tapi ... tapi setiap kali lihat wajah dia, rasa takut dalam diri gua itu meningkat. Wajah itu seakan menyimpan sesuatu yang aneh. Setiap gua natap wajahnya, sesuatu yang mengerikan seakan terlihat dari kedua netra pekatnya itu." Yang Daniel ucapkan itu nyata.

Wajah Vena selalu mengingatkannya pada kesedihan, luka dan juga misteri mengerikan. Raut mukanya seakan mengatakan kalau ia tak suka dengan sekitarnya. Seakan mengatakan kalau ia berbeda.

"Rasa takut itu terus menggrogoti gua, Nath. Jadi karena gua gak mau terlihat takut. Gua nyoba buat ngilangin perasaan itu dengan perasaan yang lain, tapi yang terwujud malah rasa benci dan emosi." Ah, Nathan paham sekarang. Daniel takut, namun karena tak ingin menampilkan ketakutannya, ia merubah rasa itu menjadi dendam dan emosi.

Nathan bisa memakluminya. Tatapan mata Vena memang sedikit aneh. Kelam dan penuh misteri. Apalagi wajah itu jarang tersenyum dan berekspresi.

Ia menepuk bahu Daniel. "Jangan terlalu benci. Gua takut rasa itu malah berubah ke hal yang gak lo inginkan."

Paham gak maksud Daniel?

Jangan lupa lho vote, komennya.

🎬Makasih🎬

-12 Juli 2021-

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 81.9K 43
Lupa ingatan membuat Vanya Alessia Lewis kembali mengalami Trauma. Semakin ia mencari pundi-pundi bayangan itu semakin Vanya tahu fakta yang menggunc...
16.2K 1.6K 55
POETRY BOOK. [read at your own risk] ❞ She's using the ink from her veins to write poetry about her feelings. ❞ ⚠️ this poetry is dedicated to those...
3.2K 2.6K 22
[✓FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA✓] [ ‼️MENGANDUNG KATA-KATA KASAR HARAP BIJAK, MEMBACA‼️] "𝘚𝘦𝘵𝘪𝘢𝘱 𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘬𝘦𝘭𝘶𝘢𝘳𝘨𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴...
KENZOLIA By Alpanjii

Mystery / Thriller

37.8K 2.3K 13
Iexglez diketuai oleh Kenzo, anggota inti menyamar menjadi siswa di SMA Rajawali untuk suatu misi. Ditengah misi itu ada Lilia, gadis yang Kenzo suka...