Second Chance: Last Mission (...

By nAllegraa_

61.4K 10.2K 9.6K

(Ada part yang diacak, jadi harap diperhatikan!) Dia hanyalah murid baru di Sma Garda Putih, tapi kepindahann... More

Prakata
Prolog
LM - Bagian 1
LM - Bagian 2
LM - Bagian 3
LM - Bagian 5
LM - Bagian 6
LM - Bagian 7
LM - Bagian 8
LM - Bagian 9
LM - Bagian 10
LM - Bagian 11
LM - Bagian 12
LM - Bagian 13
LM - Bagian 14
LM - Bagian 15
LM - Bagian 16
LM - Bagian 17
LM - Bagian 18
LM - Bagian 19
LM - Bagian 20
LM - Bagian 21
LM - Bagian 22
LM - Bagian 23
LM - Bagian 24
LM - Bagian 25
LM - Bagian 26
LM - Bagian 27
LM - Bagian 28
LM - Bagian 29
LM - Bagian 30
LM - Bagian 31
LM - Bagian 32
LM - Bagian 33
LM - Bagian 34
LM - Bagian 35
LM - Bagian 36
LM - Bagian 37
LM - Bagian 38
LM - Bagian 39
LM - Bagian 40
LM - Bagian 41
LM - Bagian 42
LM - Bagian 43
LM - Bagian 44
LM - Bagian 45
LM - Bagian 46
LM - Bagian 47
LM - Bagian 48
LM - Bagian 49
LM - Bagian 50
LM - Bagian 51
LM - Bagian 52
LM - Bagian 53
LM - Bagian 54
LM - Bagian 55
LM - Bagian 56
LM - Bagian 57
LM - Bagian 58
LM - Bagian 59
LM - Bagian 60
LM - Bagian 61
LM - Bagian 62
LM - Bagian 63
LM - Bagian 64
LM - Bagian 65
LM - Bagian 66
LM - Bagian 67
LM - Bagian 68
LM - Bagian 69
LM - Bagian 70
LM - Bagian 71
LM - Bagian 72 (End)
Epilog

LM - Bagian 4

1K 173 279
By nAllegraa_



"Ketika logika dikalahkan oleh ambisi, maka bersiaplah menanti kehancuran dirimu sendiri."

-Last Mission-
________________________
______________________________

Tangan kekar itu tengah menggenggam sebuah HT dengan sangat erat. Ia menekan tombol PPT, lalu mulai berbicara pada lawannya.

"Daniel di sini."

Beberapa menit tak ada jawaban, lalu sebuah suara mulai terdengar. "Iya. Ada apa?"

Daniel mengarahkan HT-nya ke mulut, lalu berucap. "Target sudah bergerak. Kabarin kalau lo udah liat keberadaan target."

Samar-samar ia mendengar Nathan menggumamkan kata 'ya' lalu sambungan terputus.

Saat ini mereka tengah menjalankan rencana yang Daniel usulkan dua hari yang lalu. Daniel berharap rencana kali ini berhasil dengan sempurna.

HT milik Daniel kembali bersuara. "Target udah di tempat. Lo boleh ke sini, tapi jangan sampai ketahuan."

"Baiklah." Setelah itu sambungan mati. Daniel bergegas pergi sambil sesekali menatap sekeliling. Mewaspadai agar dirinya tak diikuti.

Tanpa ia sadari, daritadi ia diperhatikan. Di gedung Ipa ada seorang gadis tengah berdiri sambil menyunggingkan smirk-nya.

Ya, posisi Daniel berada di gedung Ips, sementara gadis itu di gedung sebrangnya, gedung Ipa.

Dengan langkah santai ia mengikuti Daniel sampai gudang tua yang terletak di belakang asrama.

•••••

"Ada tanda-tanda mecurigakan?" tanya Daniel saat ia sudah tiba di gudang tua tersebut. Nathan menggeleng pelan.

Di depan sana ada Leo-anak kelas sebelas Ips dua-yang tengah linglung mencari keberadaan pacarnya. Tadi ia mendapat pesan dari pacarnya kalau perempuan itu ingin menemuinya di gudang tua belakang asrama.

Tentunya dengan semangat '45 ia langsung datang, namun ia tak mendapati keberadaan sang pacar.

Arrggh!

Sebuah teriakan kesakitan terdengar dari luar gudang. Baik Daniel, Nathan ataupun Leo, ketiganya langsung terlonjak kaget.

Dengan tergesa-gesa Daniel dan Nathan berlari keluar. Mereka meninggalkan Leo sendirian tanpa penjagaannya.

Di sana mereka tak melihat apapun. Tatapan Daniel teralih pada ponsel yang tergantung di sebuah pohon. Dengan tergesa-gesa ia menghampiri ponsel tersebut lalu melihat isinya.

Matanya terbelalak kaget diikuti dengan gebrakan pintu gudang.

Brak!

Pintu gudang ditutup dengan keras. Mereka berdua langsung berlari cepat, dan mencoba membuka pintu gudang tersebut.

Arrgh!

Teriakan kesakitan terdengar dari dalam gudang. Mereka semakin gencar membuka pintu tersebut, dan setelah sekian lama, akhirnya pintu berhasil dibuka.

Mata mereka membesar dengan sempurna. Mereka terlambat. Di sana mayat Leo sudah tergeletak tak berdaya dengan lumuran darah.

Daniel terjatuh ke lantai. Rencana mereka kembali gagal, dan memakan korban.

"Nath, kita mau gimana? Mayatnya kita apa'in?" Nathan menggeleng lemah. Matanya menatap Daniel yang tengah menggenggam sebuah ponsel. "Itu ponsel siapa?"

Tatapan Daniel beralih pada tangannya. "Kita ditipu. Ternyata suara teriakan yang tadi tuh dari rekaman suara yang diputar di ponsel ini." Nathan menunduk lemas ketika mendengar penuturan Daniel.

Gagal lagi! Gagal lagi!

"Jadi ... nih mayat mau kita apa'in?"

Daniel menggeleng. "Gak mungkin kita ngelapor. Yang ada kita dicurigai. Dibiarin di sini pun ... juga gak boleh. Kita yang bawa dia menuju maut."

Keduanya sama-sama tertunduk lemas. Rasa bersalah, kesal, dan amarah menyatu dalam diri mereka.

"Mau gua bantu?" Mereka terlonjak kaget. Kepala mereka menoleh ke belakang, dan kekagetan mereke bertambah pesat.

Nathan dan Daniel tak menyangka jika di sini ada Vena. Emosi Daniel tiba-tiba memuncak. Ia menghampiri Vena, lalu menarik kerah gadis itu.

"Lo mau apa hah?! Lo 'kan yang bunuh si Leo? Lo 'kan pembunuh itu!! Ngaku brengsek!" Vena tak gentar sama sekali. Ia hanya memasang raut tenang andalannya.

"Jawab gua sialan! Lo pembunuh itu, 'kan?!" Nathan segera menghampiri Daniel, lalu menenangkannya.

"Gimana lo bisa tahu kalau kita di sini?" tanya Nathan dengan tatapan tenang. Hanya Nathan yang bisa mengontrol emosinya di sini.

Vena menyilangkah kedua tangannya. "Gua ... ngikutin kalian. Tampak mencurigakan, eh ternyata ini yang dilakukan." Tatapannya beralih pada Daniel. Laki-laki itu tengah mencoba menahan emosi.

"Gua bisa bantu kalian keluar dari masalah ini. Mau ngasih kepercayaan ke gua?" tanya Vena sambil menatap keduanya bergantian. Nathan tampak berpikir, sementara Daniel langsung menggeleng.

"Gak usah sok baik lo!!" bentaknya dengan tangan yang setia menunjuk wajah Vena.

Nathan tampak maju selangkah. "Lo gak punya niat aneh, 'kan?" tanyanya. Wajar Nathan bertanya seperti itu. Dia juga tak boleh gegabah dalam mempercayai seseorang.

"Big no! Gua cuma mau bantu. Boleh?" Nathan menatap Daniel yang memalingkan wajahnya. "Oke."

Mata Daniel membesar. "Lo apa'an, Nath? Gi-"

Nathan menepuk pundak Daniel berkali-kali. Mencoba meyakinkan temannya kalau semua akan baik-baik saja.

Vena mengeluarkan laptopnya. Entah darimana dapatnya, tapi Nathan dan Daniel tak peduli.

"Lo mau ngapain?" tanya Nathan. Ia menatap layar benda tersebut dengan alis yang menyatu. Di sana ada gambar Pak Etan yang tengah berjalan santai. Entah kemana tujuannya.

Vena tiba-tiba bersuara. "Datang ke gudang tua di belakang asrama. Secepatnya!" Tampak di layar Pak Etan tengah berjalan cepat menuju asrama atau lebih tepatnya gedung tua yang mereka tempati.

"Saat sampai langsung masuk ke dalam gedung. Jangan lupa bawa teman!" Setelah itu ia menatap Nathan dan Daniel.

"Itu lo ngomong sama Pak Etan?" Vena mengangguk. "Tuhkan! Gua udah bilang. Dia mau ngejebak kita, Nath!"

Nathan menggeleng mendengar ucapan temannya. "Ini maksudnya gimana?" tanya Nathan.

Vena menatap layar laptopnya sambil berucap. "Pak Etan sedang dalam kondisi tak sadar, dengan kata lain alam bawah sadarnya tengah menguasai tubuhnya." Ia menjeda ucapannya lalu menatap Daniel yang tampak tak percaya.

"Sekarang kita pergi dari sini sebelum ketahuan!" Vena langsung membereskan laptopnya.

"Apa lo pikir gua percaya?" tanya Daniel sarkas. Vena hanya menggedikkan bahunya. "Terserah lo mau percaya atau enggak percaya sama gua." Setelah mengucapkan itu ia langsung pergi.

"Dan, kita pergi dulu. Nanti aja kita bicarain." Daniel mengangguk pasrah. Ia mengikuti langkah Nathan dengan wajah tertekuk kesal.

•••••

Tangis Emely-pacar Leo-terdengar memilukan. Siapa yang tidak sedih jika ditinggal oleh orang tersayang? Kalau ditinggal sebentar tentu tak masalah, namun kali ini ia ditinggal selamanya.

Di hadapan Emely sudah ada mayat Leo dalam bentuk yang mengerikan. Hampir seluruh wajahnya hancur, darahpun turut mewarnai hancurnya wajah tersebut.

Daniel dan Nathan hanya memandangi dari kejauhan. Mereka merasa sangat bersalah. Bisa-bisanya mereka melakukan semua ini tanpa pikir panjang.

Vena menghampiri mereka dengan santai. Tangannya menyilang di depan dada dengan tatapan yang mengarah pada Emely. "Ketika logika dikalahkan oleh ambisi." Daniel dan Nathan langsung meneloh pada Vena.

Tak ada sahutan. Sepertinya Daniel sedang tak ingin bertengkar. "Ambisi kalian membuat diri kalian sendiri hancur. Jadikan semuanya pelajaran. Kalau hidup bukan hanya tentang keinginan, tapi juga tentang pengertian."

Setelah mengucapkan kata-kata itu, ia menghilang entah kemana. "Dia siapa? Suka-sukanya nasehatin gua. Kesel gua lihat tuh cewek."

Nathan hanya bisa geleng-geleng kepala. Ia sudah maklum dengan sifat Daniel.

"ARRGHH! BANGUN LEO!!" Teriakan Emily membuat mereka berdua terlonjak kaget. Kerasnya gak main-main teman.

"Kita harus gimana?" tanya Daniel dengan tatapan yang tertuju pada mayat Leo. "Kita ngakuin diri aja?" lanjutnya.

Dengan cepat Nathan menggeleng. "Gila lo?"

Helaan napas terdengar dari keduanya. Mereka sama-sama meminta maaf dari hati yang terdalam.

Rencana mereka gagal. Kasihan ya.

Jangan lupa vomentnya donk!

📓Makasih📓

-20 Juni 2021-

Continue Reading

You'll Also Like

1.1K 214 175
Author: Warm Color Su, 苏暖色 Genre: Comedy, Josei, Drama, Romance, Action, Fantasy, Supernatural, Reincarnation, Adult Bab: 1-200 Dia awalnya boneka...
3.3K 176 57
All about Camila Cabello's songs
1.4M 81.9K 43
Lupa ingatan membuat Vanya Alessia Lewis kembali mengalami Trauma. Semakin ia mencari pundi-pundi bayangan itu semakin Vanya tahu fakta yang menggunc...
We Don't Know By Ace

Teen Fiction

12.8K 2.3K 23
"Apa yang lo lakuin...." ucap Arleza dengan suara pelan. Ia... hanya... tidak menyangka. Sebuah pemandangan yang tidak pernah ingin ia lihat dalam ba...