Gavin untuk Givea (Tahap revi...

By Loudstarr

252K 16.4K 2.4K

"Pilihan lo cuman dua pergi atau mundur?" "Sampai kapanpun pilihan aku cuman satu kak, tetep mencintai kamu s... More

Part 1 : Bekal (Sudah revisi)
Part 2 : Tak menyerah (Sudah revisi)
Part 3 : Nebeng (Sudah revisi)
Part 4 : Keluarga kepo (Sudah revisi)
Part 5 : Rizal Chandra Mahardika (Sudah revisi)
Part 6 : Merasa bersalah (Sudah revisi)
Part 7 : Sorry (Sudah revisi)
Part 8 : Chatting (Sudah revisi)
Part 9 : Sebuah pilihan (Sudah revisi)
Part 10 : Salahkah mencintai? (Sudah revisi)
Part 11 : Gosip netizen (Sudah revisi)
Part 12 : Givea marah? (Sudah revisi)
Part 13 : Berhenti? (Sudah revisi)
Part 14 : Rasa sakit (Sudah revisi)
Part 15 : Serpihan masalalu (Sudah revisi)
Part 16 : Tentang rasa (Sudah revisi)
Part 17 : Siska Audreylia (Sudah revisi)
Part 18 : Cemburu (Sudah revisi)
Part 19 : Pasar malam (Sudah revisi)
Part 20 : Titik terendah (Sudah revisi)
Part 21 : Ada apa dengan hati? (Sudah revisi)
Part 22 : Jatuh (Sudah revisi)
Part 23 : Menjauh (Sudah revisi)
Part 24 : Jangan pergi! (Sudah revisi)
Part 25 : Kehadiran Lina (Sudah revisi)
Part 26 : Tawaran
Part 27 : Gombalan Givea
Part 28 : Sebuah keputusan
Part 29 : Rumah sakit
Part 30 : Rumah sakit (2)
Cast🖤
Part 31 : Mulai membaik
Part 32 : Kejadian di kantin
Part 33 : Ungkapan Rizal
Part 34 : Gavin pergi jauh
Part 35 : Pelukan
Part 36 : Siska berulah lagi
Part 37 : Gagal move on
Part 38 : Kebohongan
Part 39 : Gavin emosi
Part 40 : Menghilang
Part 41 : Disekap?
Part 42 : Kembali bertemu
Part 43 : Ancaman
Part 44 : Kobaran dendam
Part 46 : Ujian sekolah
Part 47 : Rahasia Dinda
Part 48 : Teror
Part 49 : Teror kedua
Pengumuman

Part 45 : Pamit

2.5K 121 28
By Loudstarr

Happy Reading😊

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

Gavin mengendarai mobilnya memasuki sebuah restoran terkenal yang jaraknya tidak jauh dari sekolah. Ia buru-buru parkir dan turun dari mobil sebelum Givea kelaparan.

"Yuk masuk," ajak Gavin menoleh sekilas ke arah Givea lalu tersenyum manis. Gavin kembali menggandeng tangan Givea dan menuntun masuk ke dalam restoran tersebut.

Pusat perhatian seluruh pengunjung resto langsung terfokus pada dua insan yang baru datang itu. Banyak kaum hawa yang terang-terangan menatap Gavin kagum, membuat Givea berdecak sebal.

Berbeda dengan Gavin yang berjalan acuh tanpa menghiraukan sekelilingnya, yang masih tetap menatapnya. Mungkin Gavin sangat tampan, apalagi dengan balutan seragam sekolah yang masih melekat di tubuhnya, seakan menambah kesan cool baginya.

"Gausah terlalu dipikirin, udah biasa kayak gini," ucap Gavin sembari mengeratkan genggaman tangannya, mencoba menenangkan Givea yang bergerak gelisah.

"Ini baru di resto, belum nanti kalo di resepsi!" lanjut Gavin terkekeh kecil, mencoba mencairkan suasana.

Givea yang mendengar itu sontak melebarkan matanya.

WTF? Gavin ngomong apa tadi?

Tetap stay calm, Giv!

Givea mencoba tak menggubris ucapan Gavin barusan, meskipun jantungnya berdisko, ia tetap melanjutkan langkahnya. Akhirnya mereka pun duduk di salah satu meja yang kosong berdekatan dengan jendela.

"Mau pesen apa?" tanya Gavin mendongak menatap wajah cantik Givea.

"Apa aja kak, terserah," jawabnya pasrah.

Gavin mengangguk paham "Mas," panggil Gavin pada waiters yang kebetulan lewat di sampingnya.

"Baik mas, mau pesan apa?" tanya waiters itu ramah menghampiri meja mereka.

"Saya mau pesan Chicken steak 2, Baked salmon 2, Pancake martabak 2, sama minumnya orange juice 2," ujar Gavin sembari membaca daftar menu yang ia pegang.

Waiters laki-laki itu mengangguk lalu mencatat pesanan Gavin dengan telaten "Baik saya ulangi sekali lagi pesanannya, Chicken steak 2, Baked salmon 2, Pancake martabak 2 dan orange juice 2, apakah benar? "

Gavin hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Kalo begitu saya permisi mas, mbak, silahkan ditunggu pesanannya," ujar waiters itu membungkuk sopan dan berlalu pergi dari hadapan mereka.

"Kak, kok banyak banget pesanannya, " ujar Givea memprotes.

"Gapapa, gue tau lo laper. "

Givea menggaruk tengkuknya dengan kikuk "Maaf ya kak, jadi ngerepotin," ucapnya tak enak hati.

Gavin menggeleng kuat "Nggak Giv, nggak ada kata repot selagi buat lo."

Givea mematung. Entah mmengapa Givea mendadak merasa speechless.

Jika dulu, Gavin pasti akan berkata 'Iya lah, kan kerjaan lo tuh nyusahin gue' tapi sekarang kata-kata menyakitkan itu sudah tak lagi terlontar dari bibir Gavin.

Givea benar-benar bahagia, bahkan ia sempat merapal puji syukur atas perubahan sikap Gavin yang cukup drastis padanya.

"Abis ini kak Gavin mau langsung pulang?" tanya Givea memecah keheningan.

Gavin yang dihadiahi pertanyaan seperti itu pun terlihat berpikir sebentar, kemudian mengangguk "Iya kayaknya, emang kenapa?"

"Nggak mau mampir ke rumah aku dulu kak? kemarin katanya kak Gavin kalo nganterin aku pulang, mau sekalian mampir," ujar Givea mengingatkan, karena Gavin pernah berkata seperti itu di hari lalu.

"Oh iya, sorry gue lupa." Gavin terkekeh sembari menepuk jidatnya pelan "Yaudah kalo gitu ntar gue mampir dulu deh ke rumah lo, sekalian silaturahmi," lanjutnya membuat Givea memelototkan matanya.

"HAH?" teriak Givea refleks.

Givea meringis menepuk mulutnya saat menyadari kagetnya tak santai membuat orang-orang di sekitarnya menatap ia aneh.

"Kenapa Giv?" tanya Gavin yang ikut kaget. Sedangkan Givea memalingkan wajahnya menahan malu.

Sial! Niatnya hanya ingin bercanda malah ia sendiri kena imbasnya.

Givea mengulum bibirnya menahan ringisannya "Eh enggak kak, gapapa kok," balasnya gugup.

Tak selang beberapa menit pesanan mereka berdua pun datang dan mereka menikmatinya dalam hening.

Gavin terkekeh geli saat melihat kedua pipi Givea mengembung akibat banyaknya makanan yang gadis itu masukan ke dalam mulutnya jadi satu.

Tanpa pikir lama Gavin langsung mengambil tissue yang berada di atas meja, mengulurkan tangannya untuk mengusap sudut bibir Givea yang belepotan saos.

Givea mematung di tempat.

"Lain kali kalo makan pelan-pelan, biar nggak belepotan kayak anak TK," ujar Gavin terkekeh tanpa menghentikan aktivitasnya.

Astaga, apalagi ini? Mengapa Gavin kerap sekali membuat jantungnya berpindah tempat.

*****

"Kak Gavin nggak jadi mampir kan?" tanya Givea memastikan, ketika mereka berdua sudah berada di depan rumah Givea.

"Tentu jadi dong!" balas Gavin terdengar antusias, membuat Givea menelan susah payah salivanya.

"Sialan! Gue harus gimana nih?" batin Givea menggigiti ujung kukunya bingung. Sebenarnya Givea tidak keberatan hanya saja apa yang akan ia katakan kepada kedua orangtuanya nanti, ketika tiba-tiba ia membawa seorang cowok yang bukan siapa-siapanya.

Keluarga kepo itu pastinya nanti akan heboh.

Gavin yang melihat reaksi kelabakan Givea pun tersenyum smirk "Turun yuk!" ajaknya dan langsung membuka pintu mobil bagian kemudi. Gavin mendahului turun, meninggalkan Givea yang masih kebingungan di dalam mobil.

Tuk Tuk Tuk.

"Mau turun nggak?" tanya Gavin dari luar sembari mengetuk-ngetuk kaca mobil di samping kiri Givea.

Givea menghela napas sebentar, lalu memaksakan kakinya untuk bergerak turun.

"Kenapa hm? lo takut?" bisik Gavin tepat di telinga Givea, membuat bulu kuduknya meremang akibat hembusan napas Gavin yang menerpa ujung telinganya.

Aishh, mengapa kakak kelasnya itu sangat menyebalkan sekali.

"Nggak! Biasa aja," balas Givea ketus.

Tentunya ia takut, berbagai macam pikiran menghantui otaknya. Ia berpikir bagaimana jika maminya berkomentar buruk terhadap Gavin? Atau menelusuri lebih dalam biodata Gavin? Argghh mati Giv, tamat sudah riwayatmu.

Kedua pasang kaki itu berjalan pelan memasuki gerbang rumah Givea yang tidak di kunci. Givea memejamkan mata. Berharap Gilang sang adik tidak ada di rumah sore ini. Tangan Givea terulur untuk membuka pintu utama istananya. Ketika pintu sudah terbuka lebar, empat mata langsung terfokus menyorot mereka berdua.

"Assalamu'alaikum," ucap mereka dengan serempak.

"Wa'alaikumsalam," jawab Mira tersenyum hangat ke arah sang putri.

Mira langsung bangkit dari sofa dan berjalan mendekati Givea. Namun seketika kening Mira berkerut kala pandangannya menyapu pada satu objek yang berdiri di samping Givea.

"Dia siapa?" tanya Mira terheran-heran.

Givea menampakkan deretan gigi pputihny, meski sedikit gugup ia berusaha menutupinya "Dia temen Vea, Mi."

"Wah ganteng banget," puji Mira seketika, masih menatap wajah Gavin tak berkedip.

Givea sontak melongo.

"Ayo sini-sini duduk dulu," ajak Mira ramah.

Mira berjalan ke arah sofa sembari membereskan beberapa koran yang berserakan di meja, menatanya kembali, lalu memimpin duduk di salah satu sofa.

Gavin mengikuti langkah kaki Mira dan ikut duduk, sedangkan Givea masih tak bergeming.

"Tuan rumah, mari duduk sini," sindir Mira menyorot tajam anaknya sembari menepuk-nepuk sofa sebelahnya, seakan menyuruh Givea ikut duduk "Nggak sopan berdiri di situ!" lanjutnya menegur.

Givea berdecak sebal, lalu ikut mendaratkan pantat di samping sang Mami.

"Kamu temennya Vea sekelas apa gimana?" tanya Mira membuka obrolan.

"Oh enggak tante, saya kakak kelasnya Givea, " jawab Gavin sopan.

Mira tersenyum hangat dan mengangguk paham.

"Gilangg! tolong kamu bikinin minuman untuk tamu spesial kita," teriak Mira menyuruh anak sulungnya.

"Tapi kan Gil--"

"Nggak ada bantahan! Atau uang jajan kamu Mami potong!" ancam Mira membuat Gilang yang sedang asyik bermain game membulatkan mata.

"Eh nggak usah Tan, nggak usah repot-repot saya cuman mampir sebentar," sahut Gavin yang merasa tak enak hati.

"Ah enggak kok nggak ngrepotin," balas Mira sembari terkekeh kecil. "Ngomong-ngomong kamu deket banget ya sama Vea?"

Gavin menatap Givea, pandangan mereka bertemu selama beberapa detik, lalu Givea memutuskan kontak matanya dan menatap kaget sang Mami.

"Iya Mi, kebetulan kak Gavin yang sering ngajarin Vea materi ulangan di sekolah," jawab Givea menyahut berbohong. Mana mungkin ia mengaku kalo Gavin adalah gebetannya.

"Wah bagus dong. Kalo Vea ngeyel gausah tanggung-tanggung kasih hukuman, jewer aja kupingnya gapapa biar kapok," ujar Mira pada Gavin sengaja meledek.

Givea yang mendengar itupun melotot.

"Mii," rengeknya menatap Mira dengan memelas.

Sedangkan Gavin tertawa renyah.

Tak lama Gilang pun datang membawa nampan berisi gelas minuman "Ini minumannya kak, silahkan dinikmati," ujarnya dibuat sesopan mungkin.

"Nah gini kan nurut anak Mami," sahut Givea tersenyum remeh ke arah sang adik. Tak lupa menjulurkan lidahnya sebagai tanda ledekan.

Dalam hati, Gilang mengumpat kesal.

"Ayo nak Gavin, silahkan diminum dulu jusnya," suruh Mira pada Gavin.

Gavin mengangguk kecil "Jadi ngerepotin Tan."

"Ah enggak, nggak ada kata repot untuk calon mantu."

Uhuk uhuk.

Sontak Gavin dan Givea yang sedang menenggak minumannya refleks tersedak.

"Mam! Apaansih! " tegur Givea menatap tak suka ke arah sang Mami.

"Hehe enggak Mami cuman becanda." Mira terkekeh sengaja menggoda anaknya.

Givea mengurut dadanya menahan sabar sekaligus menenangkan debaran jantungnya. Sialan memang! Maminya asal ceplas-ceplos.

Diam-diam Mira tersenyum tipis melihat Gavin yang salting.

Perbincangan mereka pun terus berlanjut hingga berjam-jam. Membahas hal-hal ringan. Mira orangnya memang asyik, ia tak pernah kehabisan ttopi ketika mengajak seseorang mengobrol. Hal itu membuat Gavin merasa nyaman.

Hingga tak terasa hari sudah ssemakin mmenggela, Gavin pun memutuskan untuk pulang.

"Hati-hati ya kak di jalan," pesan Givea sembari berdiri di samping mobil Gavin. Ia mengantar kakak kelasnya untuk pulang sampai di depan gerbang.

Gavin tersenyum kecil menatap Givea "Iya, kalo gitu gue pulang dulu ya," pamitnya.

Givea mengangguk kecil, senyumnya masih mengembang seakan enggan luntur.

"Jangan lupa bilangin ke Mama lo, makasih udah ngeluangin waktunya buat ngobrol sama calon mantu," ujar Gavin membuat Givea lagi-lagi diam mematung.

"Gue pamit pulang," pungkasnya lalu kembali memakai sealbelt-nya dan melajukan mobilnya.

Sebelum pergi Gavin sempat mengklakson dan tersenyum kecil ke arah Givea. Hal itu cukup membuat jantung Givea semakin berdebar kencang.

Gadis itu tersenyum tipis, netranya masih setia memandangi mobil Gavin yang perlahan mulai menjauh. Setelah dilihat mobil Gavin menghilang dari ujung tikungan, Givea kembali masuk ke dalam rumahnya.

Gavin mampir ke rumahnya? Ah Givea mimpi ya. Karena itu adalah hal mustahil yang selama ini hanya menjadi angan-angannya saja.

Namun sekarang? Semuanya kian terasa nyata. Seiring berjalannya waktu.

*****

Gavin baru saja keluar dari kamar mandinya. Ia habis mandi. Cowok itu menyugar rambutnya yang sedikit basah ke belakang, tak lupa mengacak-acaknya pelan menggunakan handuk kecil agar cepat mengering.

Segar. Sensasi itulah yang Gavin rasakan di badannya ketika ia mandi pada malam-malam seperti ini. Apalagi ditambah ia yang melakukan ritual keramas tadi.

Gavin membuka lemarinya dan mengambil sebuah kaos oblong berwarna putih juga celana pendek lalu memakainya, kemudian ia mengambil sisir untuk menyisir rambutnya yang masih sedikit basah.

Setelah selesai, Gavin duduk di tepi ranjang bersamaan dengan tangan yang terulur menggapai ponselnya yang tergeletak di atas kasur. Baru saja ia membuka room chat-nya gedoran pintu di kkamarny seketika mengalihkan perhatiannya.

"Siapa?" tanya Gavin penasaran.

"Gue Kiya, bukain pintunya woyy!"

Gavin berdecak sebal. Ia melemparkan ponselnya asal lalu dengan malas ia bangkit untuk membukakan kakaknya pintu.

"Ngapain?"

Kiya yang dihadiahi pertanyaan ketus dari sang adik pun mengerucutkan bibirnya, tak bisakah adiknya itu sedikit sopan ketika berbicara padanya.

"Dipanggil Papa sama Mama, disuruh ke bawah katanya suruh makan malam."

"Nanti aja, gue belom laper," balas Gavin cuek.

"Vin,"

"Ntar aja kak," ulangnya dengan nada malas.

Kiya menghela napas pasrah.

Brakk.

Gavin berbalik dan menutup pintu kamarnya sedikit kencang membuat Kiya yang masih berdiri disana pun terlonjak. Kiya mengelus dada sabar sembari geleng-geleng melihat tingkah adik kandungnya itu.

Di dalam kamarnya, Gavin kembali rebahan sambil memainkan ponselnya. Tanpa sadar cowok itu tersenyum saat memandang foto Givea yang terpampang jelas di lock screen-nya. Disana terlihat Givea yang sedang duduk di kantin dengan ekspresi tertawa lepas.

Jika kalian bertanya, kapan Gavin memotretnya? Jawabannya sejak saat Gavin mulai menunjukkan sikap gilanya!

Sambil menepuk-nepuk jidat pelan, Gavin beralih membuka aplikasi berwarna hijau. Disana banyak chat masuk yang hanya berasal dari grup membuat Gavin malas memutar bola mata malas. Hingga akhirnya pandangan Gavin tertuju pada kontak seseorang dengan foto profil kucing, seseorang yang mampu mengalihkan pikiran Gavin seketika. Siapa lagi kalo bukan Givea.

Gavin tersenyum tipis, entah mendapat dorongan darimana, tangan Gavin sudah menari dengan sendirinya di atas keyboard untuk mengetikkan sebuah pesan singkat dan mengirimkannya.

*****

"Gimana nasib mobil gue anjir?" tanya Givea mencak-mencak pada Gilang. Adiknya itu sekarang sedang duduk di balkon kamar sembari menyeruput kopinya.

"Ya lo tunggu aja kabar dari Mas Ardi," balas Gilang santai tanpa berniat menoleh ke arah sang kakak.

Givea yang hanya direspon seperti itu pun berkacak pinggang "Enak aja, gabisa gitu dong! Gimanapun juga itu tuh mobil kesayangan gue, lo tau? Gue bahkan rela nggak makan waktu itu demi beli bensin buat makanin tuh mobil, kalo sampe mobil gue kenapa-napa gimana nasib gue?" cerocosnya sembari merengek-rengek mengingat akan kondisi mobilnya yang kini masih berada di bengkel terdekat.

Gilang mengusap-usap jidatnya pelan, ia yang tidak tau harus berbuat apa pun hanya mampu terdiam sambil mendengarkan ocehan kakaknya yang tiada habis sebelum merasa lelah sendiri.

Dan benar saja, Givea membuang wajah marah sekaligus lelah karena terlalu lama mengoceh tidak jelas, gadis itu berbaring asal di kasur Gilang sambil memandang langit-langit kamar cowok itu yang berdesain bintang.

"Pokoknya awas aja kalo mobil gue sampai rusak parah, gue nggak akan maafin lo!" pungkasnya sembari beranjak lalu pergi meninggalkan adiknya dengan perasaan yang masih dongkol.

Brakk!

Gilang berjingkat kaget saat pintu kamarnya ditutup amat keras oleh kakaknya. Ia hanya mampu mengelus dada.

"Sabar, sabar. Kakak lo emang setan, Gil!" monolognya.

Givea kini sudah berada di kamarnya. Gadis itu duduk di tepi ranjang sambil menggerutu. Sebenarnya ia sudah berencana untuk keluar malam ini bersama sahabatnya, meskipun hanya sekedar nongkrong di cafe bersama mereka. Tapi harus urung karena tidak ada kendaraan yang ia pakai nantinya.

Ting.

Givea melirik tajam ponselnya yang berada di samping bantal, ia memilih tidak menggubrisnya. Moodnya sedang tidak baik jadi ia memutuskan untuk tidak merespon siapapun malm ini.

Ting.

Ting.

"Siapa sih anjir, ganggu aja heran gue," gerutu Givea saat mendengar notifikasi pesan yang berbunyi berturut-turut. Mau tak mau menyahut ponselnya dengan raut wajah sebal.

5 chat masuk. 13 panggilan tak terjawab.

"Gila anjir siapa yang nelfon gue sebanyak ini? Sok penting banget sih."

Gavin Nathaniel☺️
Giv? Lagi ngapain?

Gavin Nathaniel☺️
Maaf ya gue ngerepotin Mama lo tadi. Btw titip salam buat adik lo ya kapan2 mau gue ajak main😁

Gavin Nathaniel☺
Oh iya, kapan2 jalan ke timezone yuk🥰

Givea melebarkan matanya ketika menatap chat terakhir. Bukan karena Gavin yang mengajak dirinya jalan-jalan yang membuat ia kaget melainkan emot yang tertera disana.

"HAH OMGG? INI SERIUS?" teriaknya namun tertahan dalam hati.

Givea mengerjap tak percaya. Jangan lupakan jantungnya yang sudah menggila. Givea baper? Baper dengan emot? Tidaklah aneh kan?

Tanpa basa-basi Givea langsung membalas pesan itu dengan cepat. Moodnya yang beberapa menit lalu memburuk, kini sudah meningkat drastis. Berkat sebuah chat. Ingat bestie hanya sebuah ketikan!

*****

Esok paginya Givea berangkat sekolah dengan hati berbunga-bunga, di sepanjang koridor ia menyapa anak-anak lain dengan menampakkan senyum cerahnya.

"Hai Ola, Hai Diva."

Cewek yang baru saja berpapasan dan disebut namanya oleh Givea seketika menoleh kaget.

"H-hai juga Givea," balas mereka dengan kikuk.

Givea tertawa tanpa suara dan kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti, sedangkn mereka masih menatap kepergian Givea dengan terbengong-bengong. Pasalnya mereka tidak pernah bertukar sapa meskipun seangkatan dan kini Givea malah menyapanya duluan, wajar saja kalau respon mereka mendadak kikuk.

Tanpa Givea sadari Farah dan Dinda mengamati tingkah Givea dari kejauhan dengan ggeleng-gelen, tentu saja mereka heran melihat tingkah Givea yang tidak biasa-biasanya.

"Sahabat lo tuh kenapa lagi?" ujar Farah menyenggol lengan Dinda.

"Biasa kumat," jawab Dinda malas membuat Farah menahan tawa.

"OIYY GIV!" teriak Farah menggema membuatnya menjadi pusat perhatian. Dinda menepuk jidat pasrah.

Sedangkan yang dipanggil langsung berlari ke arah mereka "Hallo guiss," sapa Givea menghampiri Farah dan Dinda dengan senyum merekah.

"Kenapa lo senyam senyum sendiri?" kini Dinda bertanya penasaran.

Givea membekap mulutnya dengan tawa yang menghiasi wajahnya "Hehe enggak kok biasa aja nih," jawabnya beralibi.

Farah dan Dinda saling pandang, hingga Givea menarik tangan mereka berdua membuat mereka tersadar.

"Yuk ke kelas, gausah mikirin gue! Gue tau kok senyuman gue terlalu manis, makanya susah buat dilupain," ucap Givea dengan pd-nya membuat Farah melotot dan Dinda berlagak seperti ingin muntah.

"Stress!"

*****

"Givea ada?"

Farah yang dihadiahi pertanyaan seperti itu oleh Vando pun menautkan alisnya.

"Ngapain lo nyari temen gue?" tanyanya agak ketus.

"Gapapa, cuman pengen ketemu aja bentar," jawab Vando enteng.

Gadis itu menatap Vando dengan memicingkan mata curiga "Kalo nggak ada urusan penting lebih baik lo pergi aja, Givea lagi sibuk gabisa diganggu!"

"Tapi kan gue--"

"Farah!" ucapan Vando seketika terpotong oleh teriakan Givea yang memanggil nama Farah.

"Buku paket matematika gue lo pinjem ya? --loh Vando? Lo ngapain berdiri di situ?" tanya Givea heran ketika melihat Vando berdiri berhadapan dengan Farah.

"Enggak gapapa, lo ada waktu bentaran nggak? gue mau ngobrol!" ujar Vando menatap Givea dengan serius.

Givea menyipitkan matanya heran, tidak biasanya Vando datang ke kelasnya dan menganggu jam pelajarannya seperti ini.

"Kebetulan ini lagi jam kosong, sekarang aja kalo mau ngobrol!" balas Givea santai.

Sebenarnya ia ingin menolak karena mager namun melihat wajah Vando yang seserius itu membuat Givea penasaran dengan apa yang ingin cowok itu bicarakan padanya.

"Tapi nggak disini," cicit Vando pelan. Farah yang masih mendengar alias menguping pun langsung masuk kelas meninggalkan mereka tanpa sepatah katapun. Vando tau itu kode untuknya.

"Dimana?" tanya Givea malas.

"Taman belakang aja."

Mereka kini sudah berada di taman belakang yang sepi di jam-jam seperti sekarang ini, wajar saja karena memang bukan jamnya istirahat.

"Mau ngomongin apa? Sok penting amat sih lo!" ujar Givea sinis, berniat untuk menghilangkan kecanggungan.

"Belum juga mulai udah sinis aja neng," balas Vando tertawa membuat Givea memutar bola matanya.

"Langsung to the point aja Van, abis ini gue masih mau lanjut tugas!"

Vando mengangguk mengerti.

"Gue mau pamit Giv."

"Maksud lo?" Givea mengubah raut wajahnya menjadi lebih serius.

Vando menghembuskan nafas kasar kemudian berkata "Gue mau pindah sekolah Giv."

"Hah? Lo serius?" tanya Givea dengan raut tak percaya.

Vando mengangguk sebagai jawaban.

"Kok dadakan banget sih," protes Givea.

"Enggak sih Giv, sebenernya gue udah urus surat perpindahan gue dari jauh-jauh hari."

"Tega lo Van nggak ngasih tau gue."

"Maaf," cicit Vando pelan.

Givea membuang muka kesal sembari melipat kedua tangannya di depan dada "Atas dasar apa lo mau pindah? Emm maksud gue alesan lo pindah karena apa? Bukannya bentar lagi ujian dan tinggal setahun lagi kita lulus, emang gak nanggung gitu?"

"Sebenernya nanggung sih, cuman gue rasa keputusan gue ini udah bulat, lebih baik gue pindah aja daripada nambah beban orang-orang disini," ujar Vando membuat Givea tak mengerti dengan maksud cowok itu.

"Maksudnya?"

"Bukan apa-apa Giv, intinya besok gue udah ga ada disini mungkin bisa disebut ini hari terakhir gue ketemu lo, karena setelah ini gue juga gatau kapan kita bakal ketemu lagi." Vando tersenyum penuh arti.

"Lo kayak mau pergi jauh aja Van," Givea tertawa sembari menepuk-nepuk pundak Vando "Btw lo mau pindah kemana emangnya?" tanyanya sedikit mencairkan suasana.

"Jauh Giv, gue mau merantau dan ngelanjutin sekolah gue disana. Yang pasti sih bukan disini!"

Givea menganggukkan kepalanya mengerti "Yahh gue pisah dong sama lo," ujar Givea dengan raut sedih.

Meskipun Vando terkenal menyebalkan dimatanya namun ia tau cowok itu sangatlah baik kepadanya. Munafik jika tak terselip rasa tak rela di hati Givea, apalagi kata Vando jauh.

"Lo yakin mau pindah Van? Nggak mau lo pikir-pikir dulu nih niat lo? Berarti lo mau ninggalin gue?"

Vando terdiam.

"Emangnya lo udah sepakat sama orang tua lo?" tanya Givea beruntun, ia berharap jika Vando hanya bercanda dan tidak akan meninggalkannya. Ia bahkan sudah menganggap Vando seperti sahabat dekat.

"Keputusan gue udah bulat Giv, gue tetep mau pindah."

"Terus gimana sama StarOne?"

Lagi-lagi Vando terdiam.

"Soal itu? Tenang aja kemarin gue udah ngomong sama guru eskulnya, gue minta Rizal buat gantiin posisi gue!"

"APAA?"

Vando tertawa "Lo nggak usah khawatir soal itu, tanpa lo sadari Rizal punya bakat voka terpendam yang sangat bagus."

Givea menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Bukannya tidak percaya, namun ia hanya sedikit ragu jika Rizal mampu menggantikan Vando sebagai vokalis StarOne, apalagi suara Vando yang bagus sudah tidak dapat diragukan lagi oleh anak-anak lain.

Givea menghela nafas berat "Yaudah kalo itu semua udah jadi keputusan lo. Gue gabisa apa-apa Van. Gue cuman bisa do'ain aja yang terbaik buat lo."

Vando tersenyum lega, seenggaknya ia sudah pamit dengan Givea, seseorang yang ia anggap istimewa. Meski ia tau Givea tidak akan mungkin membalas perasaannya sampai kapanpun itu.

"Satu lagi Giv, soal kepindahan gue yang menurut lo dadakan ini, gausah kasih tau siapa-siapa ya, cukup lo aja yang tau," pinta Vando membuat Givea sedikit heran. Namun Givea hanya mengangguk saja tanpa berniat ingin tau lebih jauh alasannya.

"Makasih Giv, gue sayang sama lo!"

Deg.

Givea terdiam.

"Emm maksud gue, gue sayang sama lo karena lo udah jadi satu-satunya teman baik gue disini. Lo udah mau ngeladenin sikap gue yang gajelas ini setiap harinya. Makasih karena lo mau jadi temen gue Giv, gue janji gue nggak akan lupain lo dimanapun gue berada." Karena gue cinta sama lo Giv.

Givea terharu mendengar penuturan Vando, kemudian memeluk cowok itu dengan sangat erat "Gue juga janji, gue nggak akan lupain lo meski lo jauh, Van."

Setelah ini tidak akan ada lagi manusia jahil yang mengganggunya, Vandonya akan pergi dan Givea mungkin sedikit kesepian nantinya. Berpisah jauh dengan seseorang yang pernah dekat dengannya memanglah tidak mudah.

Vando membalas pelukan Givea tak kalah erat "Makasih Giv, makasih buat semuanya. Gue harap kita bisa jumpa lagi lain waktu."

"Tentu Van, kapan-kapan kita bisa ketemu lagi nanti kalo lo pulang!"

Vando mengangguk meskipun dalam hati ia tersenyum miris "Iya princess. Kalo gue pulang nanti yahh... "

****
Huaaa Guiiss aku comebackk☺

Gimana kabar kalian bestiehh? Sehat" kan? Amin selalu🥰

Aku hiatusnya lama banget ya?

Sebenernya aku sempet mikir buat udahan sama cerita ini guys karena udah lama banget nggak aku sentuh, alurnya aja aku sempet lupa😟 tapi setelah aku pikir" lagi sayang banget kalo ceritanya aku putus di tengah jalan. Akhirnya aku milih lanjut aja deh meski gaje. Maap curhat😭

Udah ya, males bertele-tele wkwk
pokoknya buat yang masih stay, semoga suka.

Jangan lupa Voment💛

#Rahayu

Continue Reading

You'll Also Like

3.5M 180K 27
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
1.3M 147K 48
‼️FOLLOW SEBELUM MEMBACA Belum direvisi. HIGH RANK: • 2 #persahabatan [21/03/2022] • 1 #mostwanted [03/04/2022] • 2 #fiksiremaja [03/04/2022] • 3 #ta...
4.8M 196K 37
Namanya Kenzo Arsenio, seorang cicit dari yayasan pemilik sekolah, cucu dan anak dari seorang pemilik perusahaan besar, serta wajahnya yang memukau y...
589K 27.9K 74
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...