Ayana โˆš

By queenqurrotaayun

5.8K 409 6

{ End } Baca sampe ending. Jangan di loncat bacanya. Karena yang greget asa di tengah-tengah. Jangan lupa vot... More

Telephone dari seberang Provinsi
Cirebon, Ayana On the Way!
Bertemu
Salah Paham
Penjelasan
Pendekatan
Makam Sunan Gunung Jati
Outbound Siwalk
Keraton Kanoman
Wanawisata Ciwaringin
Bukit Gronggong
Calon Menantu
Meneduh
Kost Sementara
Couple Batik
Buah Tangan
Kota Santri, Ayana Kembali!
Boy dan Putra
Keputusan
Khitbah
Harun
Wedding Ayana Putra
Ending
Epilog

Berkunjung ke Rumah Mama'

73 8 0
By queenqurrotaayun

Suasana ruang makan terasa hidup. Pembicaraan hangat antara keluarga tersebut membuat ruang makan menjadi lebih berwarna. Terlebih lagi jika menggoda Ayana dan Harun, maka semua orang yang di sana akan serta merta ikut menimpali.

Tak ada yang lebih membahagiakan dari hal ini. Di terima hangat oleh calon keluarga membuat Ayana menjadi sangat bahagia, tak terkecuali dengan Harun.

Harun sempat pesimis tentang bagaimana keluarganya menyambut kedatangan Ayana. Bersyukurlah hatinya, karena Harun merasa semua orang bahagia dengan keberadaan Ayana di tengah-tengah mereka. Apalagi sang keponakan yang selalu mengajak Ayana bercerita tentang kehidupannya saat di sekolah.

Baru sehari atau bahkan beberapa jam Ayana berkumpul dengan keluarga Harun, namun semua sudah bersikap sangat baik dengan Ayana. Sikap Ayana yang mudah bergaul dengan orang yang lebih tua dan anak kecil membuat Ayana menjadi bisa dekat dengan keluarga Harun.

Usai makan bersama dengan Harun dan juga keluarganya, Ayana menelvon Dila untuk mengetahui apakah Dila sudah berada di rumahnya. Namun apa yang dia harapkan belum terpenuhi, Dila dan juga keluarganya masih di rumah keluarga besarnya. Ayana sungguh bingung sendiri di buatnya.

“Kak,” panggil Ayana saat mereka berdua berada di halaman rumah, menikmati semilir pagi yang sungguh menyejukkan tubuh mereka.

“Iya?”

“Dila belum pulang, dia nggak tau mau pulang kapan,” eluh Ayana.

“Ya udah di tunggu aja Dila-nya sampai pulang ke rumahnya,” jawab Harun enteng.

“Gimana aku pulangnya? Segala perlengkapan serta barang-barang yang aku bawa ada di rumahnya Dila.” Ayana frustasi dalam diamnya. Berbanding dengan Harun yang justru tengah berbunga-bunga karena kemungkinan Ayana akan kembali ke Jombang dengan terlambat.

“Sabar aja. Tunggu kabar selanjutnya dari Dila. Kalau emang dia pulangnya nggak bisa sekarang, kamu mau gimana lagi kan?”

“Do’ain biar Dila cepet selesai sama urusannya dan cepet pulang ke rumahnya ya,” pinta Ayana. Sedangkan Harun justru tersenyum dan berdo’a terbalik dari apa yang diinginkan oleh Ayana.

Semilir angin menemani mereka berdua. Tak ada lagi obrolan di antara keduanya. Mereka saling diam merenungkan apa yang akan selanjutnya akan terjadi di kehidupan mereka selanjutnya. Hanya sebuah do’a serta harapan mereka bisa bersama untuk selamanya. Sehidup semati. Dunia surga mereka.

“Dek,” panggil Harun memecah keheningan. Ayana menoleh ke samping, arah di mana Harun tengah duduk memandangnya.

“Kalau seumpama Ibuk masih nggak ngerestuin kita gimana?” lanjutnya.

“Kita belum pernah coba lagi setelah empat tahun lalu. Bagaimanapun akhirnya, aku harap itu yang terbaik untuk kita.”

“Waktu itu Ibuk bilang kalau beliau nggak setuju karena kita masih sama-sama sekolah. Semoga kali ini nggak ada lagi halangan di dalam hubungan kita,” harap Ayana.

“Semoga. Aamiin,” ujar Harun menimpali.

“Tunggu sebentar!” Harun melangkahkan kakinya menuju ke dalam rumah, meninggalkan Ayana yang duduk sendiri di halaman rumahnya. Hingga seseorang menghampiri Ayana.

“Nak,” panggil orang tersebut.

“Eh, iya Mi?”

“Mimi titip Harun sama kamu ya. Dia kelihatannya sayang dan cinta banget sama kamu.”

Sunarti memegang tangan Ayana. “Dia nggak pernah bawa perempuan ke rumah. Kalau kamu di bawa pulang ke rumah, berarti kamu istimewa di hatinya, di kehidupannya.”

“Tari usahain Mi,” jawab Ayana yang kini berganti memegang tangan Sunarti sembari tersenyum hangat ke wanita baya tersebut.

“Hidup itu harus memilih. Jika kamu lelah kamu boleh menyerah. Namun jika masih ada harapan, jangan sampai kamu putus asa untuk meraih apa yang kamu inginkan,” tutur Sunarti memberi sebuah petuah.

“Wanita itu bagai air dalam kehidupan. Jika air hilang, kehidupan akan kering. Jika air habis perahu tak akan pernah bisa berlayar. Hiduplah menjadi air, dimana jika pasangan kita sedang menjadi api, kita mampu menjadi airnya. Air yang mampu menghilangkan panasnya api.” tambah Sunarti.

“Insyaallah Mi, Tari akan usahain menjadi air apapun kondisi yang terjadi.”

“Eh, kenapa Mi. Ada yang Mimi butuhin?” tanya Harun saat melihat Sunarti duduk berdua dengan Ayana dengan tangan mereka yang masih saling menggenggam satu sama lain.

“Enggak kok, Mimi cuma ngobrol ringan aja sama calon menantu Mimi. Kamu mau keluar kok bawa jaket sama kunci motor segala?”

“Mau ajak Tari ketemu sama Mama’ Mi,” jawab Harun sembari memberikan jaket kepada Ayana. Ayana yang tau kode dari Harun langsung memakai jaket tersebut.

“Ya udah, Mimi masuk aja ya sekarang. Istirahat. Harun sama Ayana izin pamit ketemu sama Mama’ dulu.”

“Iya, kamu hati-hati bawa calon menantu Mimi.” Ayana tersenyum kepada Sunarti, begitupun Sunarti yang juga tengah tersenyum ke arahnya.

“Iya Mi, kita pamit ya assalamualaikum,” pamit Harun.

“Tari pamit bentar ya Mi, assalamualaikum.” Setelah melakukan sungkem dengan Sunarti, Ayana dan Harun meninggalkan pekarangan rumah menuju pasar terlebih dahulu untuk membeli bunga untuk di bawa ke pemakaman umum tempat almarhum ayah Harun disemayamkan.

Bunga mawar merah, kenanga, serta daun pandan menjadi gabungan bunga untuk berta’ziah ke makam ayah Harun kali ini. Jaket berwarna merah masih tetap setia merangkul tubuh Ayana membawa kehangatan saat dingin mulai menyerang.

“Assalamualaikum Ma’, kenalin ini Lestari. D’ay-nya Harun. Cewek yang selama ini Harun ceritain ke Mama’. Aku mau minta izin untuk meminang Ayana Ma’, semoga Mama’ setuju atas keputusan Harun kali ini,” papar Harun sembari memandang batu nisan yang sudah tidak lagi terpampang jelas nama pemiliknya.
Angin berhembus kencang menembus kulit, seakan menjawab izin dari Harun.

Ayana memandang bergantian antara Harun dengan makam di depannya, seolah meminta izin untuk berbicara pada ayahnya Harun. Harun mengangguk menyetujuinya. Ayana tersenyum manis ke arah Harun, begitu juga dengan Harun yang membalas senyum manis milik Ayana.

“Assalamualaikum Ma’, saya Lestari. Atau biasa di panggil Karun D’ay. Saya nggak tau apa yang di ceritain tentang saya ke Mama’. Semoga saja cerita yang baik ya, hehehe. Saya mau minta restu dari Mama’ untuk menjadi menantu Mama’. Saya berharap semoga Mama’ memberi saya restu.” Ayana tersenyum ke samping, arah di mana Harun tengah memandangnya tanpa berkedip. Tatapan yang mendambakan sebuah kerinduan yang mendalam. Angin yang berhembus kencang membangunkan mereka berdua dari tatapan yang saling mendamba.

“Mama’ setuju Dek sama hubungan kita.”

“Semoga Kak.”

Usai meminta izin, Ayana dan Harun membacakan surah Yasin dan juga tahlil untuk mendiang ayah Harun. Suasana khusyuk menghinggapi mereka. Harun menjadi imam untuk membaca Yasin serta tahlil untuk almarhum ayahnya. Khitmat serta tenang mereka berdua rasakan.

“Mau ngobrol sama Mama’ dulu?” tawar Ayana setelah mereka berdua selesai mendo’akan almarhum ayah Harun. Harun mengangguk untuk menjawabnya. Perlahan Ayana pamit ke arah nisan ayah Harun.

Sembari menunggu Harun yang tengah bercerita dengan almarhum ayahnya, Ayana memainkan ponsel miliknya, sekedar menghindari kesendiriannya.

“Assalamualaikum Tar,” sapa orang di seberang telephone miliknya.

“Wa’alaikumussalam Dil, kenapa? Kamu udah pulang?” tanya Ayana bahagia.

“Yah, maaf Tar, aku belum pulang.” Senyum Ayana menghilang seketika.

“Oh iya nggak papa kok. Kenapa Dil, perlu bantuan?”

“Enggak kok. Mau bilang aja. Kamu nggak usah khawatir sama barang bawaan kamu, soalnya kemarin sebelum aku ada kepentingan aku udah siapin semua kok. Jadi nanti kamu sama Harun langsung berangkat ke stasiun aja. Barang kamu biar aku yang bawain.”

“Eh, seriusan kamu? Alhamdulillah. Makasih banget deh. Sekali lagi maaf ya udah ngerepotin, hehehe.”

“Iya nggak papa. Sans aja Tar. Ya udah ya, aku mau sarapan dulu.”

“Iya, Assalamualaikum.”

“Wa’alaikumussalam.”

-----o0o-----

Permata itu indah. Lebih indah lagi jikalau kita mau menerima apa yang kita miliki dengan ikhlas dan lapang hati. Wajah tak bisa menentukan segalanya. Hanya tulusnya hati yang mampu menjadi penyejuk diri

-----o0o-----

Continue Reading

You'll Also Like

PUNISHER By Kak Ay

Teen Fiction

1.3M 115K 44
"Kenapa lo nolongin gue, hm? Kenapa nggak lo biarin gue mati aja? Lo benci 'kan sama gue?" - Irene Meredhita "Karena lo mati pun nggak ada gunanya. G...
486K 53.1K 23
( On Going + Revisi ) ________________ Louise Wang -- Bocah manja nan polos berusia 13 tahun. Si bungsu pecinta susu strawberry, dan akan mengaum lay...
GEOGRA By Ice

Teen Fiction

2.4M 101K 57
Pertemuan yang tidak disengaja karena berniat menolong seorang pemuda yang terjatuh dari motor malah membuat hidup Zeyra menjadi semakin rumit. Berha...
2.6M 140K 62
"Walaupun ูˆูŽุงูŽุฎู’ุจูŽุฑููˆุง ุจูุงุณู’ู†ูŽูŠู’ู†ู ุงูŽูˆู’ุจูุงูŽูƒู’ุซูŽุฑูŽ ุนูŽู†ู’ ูˆูŽุงุญูุฏู Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...