PENDAMPING PILIHAN (SELESAI)

By VenyAgustina0

20.4K 1.9K 213

Naura tidak tau jika kedekatannya dengan Azam mampu menumbuhkan benih cinta dihati pria itu. Selama mengenal... More

1. Yang tak diinginkan
2. Bimbang
3. Makan Malam
5. Harus bagaimana?
6.
7.
8. Double Date
9. Double Date 2
10. Menyebalkan!
11. Merasa bodoh
12. Kalah
13. Azam
14. Pilihan
15. Kabar
16. Jangan Pergi
17. Yang Tak Terduga
18. Pendamping Pilihan
19. Ketahuan
20. Pengakuan
21. I love you
22.
23. Berdebar
24. Perpisahan
25. Khawatir
26.
27. Pulang
28. Kangen
29. Penentuan
30. Penentuan 2 (akhirnya)
e-book (Pendamping Pilihan)

4. Makan Malam 2

698 76 12
By VenyAgustina0

Caera duduk termenung di meja makan, dengan mata memperhatikan Azam beserta orang tua mereka menikmati makan malam.

Seperti yang Azam katakan, acara makan malam itu akan berlanjut sebab pembahasan kemarin malam masih belum terselesaikan. Dan saat ini dua keluarga itu sudah duduk bergabung di ruang tamu, kembali membahas perjodohan Naura dan Azam.

"Jadi bagaimana?" tanya Hanum menatap Naura serta Azam bergantian. "Mama ingin mendengar keputusan dari kalian berdua."

Naura berkerut kening. Menatap Azam dengan mulut yang masih terkunci. Mengingat kembali permintaan Azam yang terdengar tulus bahkan semakin menyentuh hati saat perkataan itu kembali terulang.

"Tapi aku juga serius dengan lamaran itu ... jika boleh meminta, aku ingin kamu memikirkannya dan memberikan aku sedikit kesempatan untuk lebih dekat."

Naura berdebar, merasa berharga sebab permintaan Azam. Ingin Naura mengutarakan perasaannya Namun suara Azam menghentikan niat itu.

"Azam, minta maaf, Bunda ... sepertinya kali ini, Azam harus membuat kalian kecewa," ucap Azam penuh penyesalan. Sekilas ia menatap Naura, tersenyum kecil pada gadis itu.

Naura pasti berpikir jika Azam pria yang tidak berkomitmen. Ia meminta agar Naura yang menolak, namun pada akhirnya Azam jugalah yang membuat keputusan. Keheningan Naura membuat Azam harus berpikir beberapa kali. Takut jika keputusannya akan merugikan gadis yang dicintainya itu.

"Kenapa?" tanya Hanum. Penolakan Azam membuat orang tuanya serta orang tua Naura bertanya-tanya.

Sejak kemarin malam Azam tampak menghindari dan ingin mengakhiri pembicaraan itu. Azam terus saja menolak setiap kali orang tuanya serta orang tua Naura menanyakan pendapat, padahal sejak awal pria itulah yang menginginkan Naura dan datang sendiri melamar gadis itu pada orang tuanya. Meski sebenarnya dua keluarga itu mengharapkan hal demikian. Namun karena keberanian Azam, tentu mereka tak perlu bersusah payah untuk menjodohkan.

"Azam, mau melanjutkan kuliah, Bunda." Azam mengulang kembali alasannya -- masih dengan alasan yang sama.

"Kalian bisa bertunangan lebih dulu." Safna angkat bicara. "Bukan berarti bertunangan akan menghambat semua keinginan kamu."

"Azam, nggak mau mengikat, Naura, Mah," jawab Azam. "Pertunangan itu hanya akan menghambat pergaulan Naura." Tentu saja yang Azam maksud itu pergaulan dengan pria lain. "Bisa saja disaat Azam pergi, Naura menemukan pria lain yang bisa membuat dirinya nyaman ... begitu pula Azam. Bisa saja disaat penantian Naura, Azam malah bersama gadis lain dan mulai melupakan Naura. Dan disaat itu siapa yang akan terluka? Kami juga.

"Azam, nggak mau egois, Mah." Azam menggeleng. "Azam terlalu menyayangi kalian semua dan melukai perasaan kalian ... aku takut melakukan itu. Jadi biarkan kami yang menentukan jalan mana yang akan kami tempuh." Azam lantas menatap Hanum dan Fatih. "Azam minta maaf, Bunda, Pah ... seharusnya Azam, nggak datang dan melamar, Naura pada kalian. Sekali lagi, kalian harus merasakan kecewa karna sikap, Azam."

Mendengar penutur Azam, Fatih tersenyum seraya mengangguk kecil. Cukup kagum dengan keberanian pria itu. Mengingatkan Fatih pada Danu saat mereka masih muda dulu. Ternyata Azam memiliki sifat yang sama seperti Ayahnya. Terlebih lagi dari sikap jujur dan keberaniannya.

"Papa salut sama kamu." Fatih tersenyum menatap Azam. "Disaat kamu menginginkan Naura, kamu masih mau memikirkan dia ... memikirkan perasaannya."

Azam tersenyum. "Atau lebih tepatnya memikirkan perasaan sendiri?" Azam menyuarakan pertanyaan pada Fatih membuat pria itu tertawa karenanya.

Bukan hanya Fatih, Hanum, serta orang tua Azam juga tersenyum mendengar perkataan pria itu. Diantara gelak tawa itu perhatian Danu tertuju pada Naura. Gadis itu tampak melamun, entah apa yang tengah ia pikirkan.

"Tapi dari tadi kita hanya mendengarkan Azam," potong Danu menghentikan suara tawa itu. "Kita sama sekali belum mendengarkan pendapat, Naura." Perkataan Danu sontak membuat semua orang menatap kearah Naura. Hingga perasaan gugup menggerayanginya.

"Bagaimana pendapat kamu, sayang?" tanya Safna, menatap Naura dengan lembut.

Naura semakin merasa gugup karena pertanyaan itu. Meski sebelumnya ia ingin menyuarakan pendapat. Tapi setelah mendapat sebuah pertanyaan tentu rasanya akan berbeda. Naura mengalihkan pandangan hingga tak sengaja matanya bertemu dengan mata Azam. Dengan lekat pria itu menatapnya, tampak sangat menanti jawaban apa yang akan Naura berikan.

Kembali Naura mengalihkan pandangan. Menghela nafas lalu menatap keempat orang tua itu bergantian.

"Naura setuju dengan keputusan, Mas Azam," jawab Naura.

Azam menghela nafas pelan namun panjang. Tanpa sadar ia menahan nafas hanya karena menanti jawaban yang akan Naura berikan. Sejenak Azam merasa jika Naura akan menerima lamaran itu. Namun perasaan itu harus terhempas oleh rasa kecewa sebab Naura tetap pada pendiriannya, menolak. Bahkan menerima tawaran Azam untuk mengatakan 'ya' saja tidak.

"Lagi pula, Naura tengah sibuk-sibuknya menyusun skripsi. Acara pertunangan mungkin akan sangat mengganggu." Naura melanjutkan.

Helaan nafas Azam kembali terdengar, namun suara itu tidak sampai tertangkap oleh Naura juga orang tuanya. Hanya Safna yang sejak tadi duduk di samping Azam yang mendengarnya. Menatap pria itu yang juga membalas tatapannya, tersenyum melihat Safna berkerut kening menatapnya.

Azam mencoba sebisa mungkin untuk bersikap tenang. Reaksi yang Azam berikan tentu membuat sang Mama bertanya-tanya. Dengan sangat yakin ia menolak pembicaraan pernikahannya dengan Naura. Namun disaat gadis itu menyetujui pendapatnya, reaksi Azam malah sebaliknya. Rasa kecewa karena jawaban naura tidak mampu ia sembunyikan.

"Sepertinya kami harus pulang, Mbak, Mas." Perkataan Safna menghentikan percakapan Danu dan Fatih.

"Cepat sekali." Hanum menatap Safna. Jam baru menunjukkan pukul sembilan malam lebih beberapa menit. Tapi wanita itu sudah ingin beranjak saja.

"Ada yang harus aku kerjakan, Mbak," ucap Safna, tersenyum. "Lagipula, Azam ada meeting besok pagi dan harus mempersiapkan semuanya." Safna menatap Azam. "Iyakan, Nak?"

Azam merasa bingung dengan perkataan sang Mama. Sama sekali tidak ada meeting besok pagi. Bahkan Azam berencana jalan-jalan keluar karena merasa tidak ada pertemuan penting yang harus ia lakukan esok hari. Jika pun ada, tidak mungkin sekretarisnya diam saja. Dan Safna, tentu Azam lebih tau daripada wanita itu.

Meskipun begitu Azam tetap mengangguki perkataan sang Mama. Ia tidak ingin wanita itu menanggung malu karena kejujurannya. Lagipula Azam butuh waktu berpikir sekarang. Penolakan Naura membuat pikirannya terasa buntu. Padahal dari awal ia sudah bersiap-siap untuk tidak goyah. Tapi begitu mendengar sendiri, Azam tidak bisa menahan untuk tidak terluka.

Sedangkan sang ayah - Danu berkerut kening. Ia tau segala apa yang terjadi dan apa yang akan dilakukan sebab Azam selalu memberikan informasi tentang perusahaan setiap harinya. Tapi melihat raut wajah Safna yang tiba-tiba saja berubah serta Azam yang mengangguki perkataan Mamanya. Pasti ada sesuatu yang menganggu istrinya itu. Hingga mau tak mau, Danu juga mengatakan hal yang sama.

"Iya, sepertinya kami memang harus pulang. Azam ada meeting penting besok pagi." Danu bangkit dari duduknya.

"Astaga, kenapa nggak bilang dari awal. Mungkin kita bisa bicarakan hal ini lain waktu," ucap Fatih merasa tidak enak hati.

"Nggak apa-apa, lah ... lebih cepat dibicarakan, lebih baik," balas Azam lalu menatap Safna yang sudah berdiri disampingnya. Tidak ada basa-basi dari wanitanya itu, membuat Danu ingin cepat mengakhiri pertemuan dan menanyakan ada apa pada sang istri.

"Kalau begitu kami permisi dulu." Danu menatap Naura kemudian. "Semoga sukses dengan skripsinya." Danu memberi semangat.

Naura tersenyum. "Makasih, Om," jawabnya.

"Kami pamit dulu, Mbak, Mas." Safna berpamitan. Memaksakan senyum tersungging diwajahnya.

Azam lantas ikut bangkit. Mengulurkan tangan pada Fatih dan Hanum, mencium tangan keduanya begitu uluran tangannya disambut.

"Azam pamit pulang, Bunda, Pah," ucap Azam lalu menatap Naura. Tidak menyapa, hanya tersenyum kecil pada gadis itu.

Azam menghela nafas begitu kakinya sudah melangkah menjauh dari rumah Naura -- menuju mobil. Langkah cepat sang Mama membuat perasaan Azam tidak tenang. Mungkinkah wanita itu merasakan apa yang Azam rasakan?

___________

Gak nyangka bisa selesai juga ngetiknya walaupun jadinya entah seperti apa hehe...

Sampai bertemu di part berikutnya. Selamat malam🤗🤗





Continue Reading

You'll Also Like

1.8M 8K 17
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...
3.3M 48.5K 31
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
1.9M 90.7K 55
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
3.4M 35.9K 31
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...