Rasya mengatar Asya sampai masuk kedalam UKS. Saat mereka masuk sudah ada beberapa anggota PMR yang sedang berjaga. Mereka mulai membawa Asya menuju ranjang UKS dan memberikannya minum agar gadis itu lebih tenang. Sedangkan pria itu tetap menemani Asya sembari duduk disampingnya.
Namun seseorang telah mendobrak pintu UKS cukup keras. Sontak semua orang yang berada didalam ruangan menatapnya kaget. Ia Kelvin, saat dirinya mendengar jika Asya terluka ia langsung beranjak pergi dan mencari wanita itu. Awalnya ia mencari Asya keseluruh kantin namun para sahabatnya mengatakan jika ia sudah lebih dulu dibawa Rasya menuju UKS. Kelvin mulai mempercepat langkahnya hingga ia berhasil menemui Asya.
Tapi perasaannya berubah ketika dirinya melihat Asya tengah ditemani oleh seorang pria yang tidak Kelvin kenal. Entah perasaan apa yang membuat hatinya sedikit memanas. Karena Asya merasa paham dengan raut wajah pria itu, ia berusaha memberi kode kepada Rasya agar memberinya waktu berdua bersama Kelvin.
Rasya mengangguk paham dan melangkah keluar. Asya tersenyum tipis ketika melihat garis wajah Kelvin yang sedikit kesal, ada apa dengan pria itu? sangat menggemaskan bagi Asya.
"Masih mau berdiri disitu?" ucap Asya. Ia pun tertawa kecil saat Kelvin mulai menghampirinya.
"Siapa?" tanya Kelvin dingin.
"Dia adik sepupu gue Vin"
"Alhamdulillah. Heh nenek gayung! Siapa yang udah ngelakuin ini ke lu? Cerita sama gue" Asya sempat bingung. Haruskah ia menjawabnya dengan jujur? tetapi karena dirinya takut gadis itu mencoba untuk berbohong dihadapan Kelvin, "Ketumpahan air panas Vin"
"Jangan bohong Sya, gue tau ini ulah Andra kan?" serkas Kelvin. Ternyata pria itu sudah tahu. Asya menunduk menatap lengannya yang sangat merah. Ia pun mengangguk jujur. Mau bagaimana lagi? toh Kelvin sudah mengetahui nya.
"Gue bakal kasih dia pelajaran Sya!" Kelvin mengepalkan tangannya. Ia bertekad untuk memberi pelajaran Andra. Namun dengan gerakan cepat Asya menarik sebagian seragamnya dan manahannya sekuat mungkin, "Jangan Vin, gue gak mau hubungan persaudaraan lu hancur karena gue"
"Tapi dia udah kelewatan Sya!"
"Gue mohon jangan..." Asya terus memohon. Karena bagaimanapun mereka tetap bersaudara. Ia tidak mau hubungan mereka hancur hanya karena dirinya saja.
Akhirnya Kelvin mengubur niatnya matang-matang. Ia kembali duduk disebelah Asya. Kelvin mengambil tangan gadis itu dengan perlahan. Dan meletakkan tangan Asya di pangkuannya, "Sakit banget kan?"
"Gak, biasa ini mah"
"Yang bener?"
"Iyalah, gue kan cewek terkeren dan terkuat disini" alibi Asya.
"Tapi mata lu gak bisa bohong Sya" Asya terdiam. Sial ekting nya tidak berjalan dengan mulus. Padahal Asya sudah menahan jeritan kesakitannya agar tidak terdengar oleh Kelvin.
"Kalau mau nangis mah nangis aja"
"Gak usah ditahan gitu" sahut Kelvin. Saat pria itu mengamati luka goresan di tangan Asya dengan warna memerah seperti terbakar hatinya seakan sedang merasakan apa yang gadis itu rasakan.
Gadis dihadapannya masih diam. Perlahan suara itu mulai terdengar di telinga Kelvin. Suara isak tangisnya sudah tidak bisa ia tahan. Salahkan saja dirinya yang lemah. Bahkan untuk berakting dihadapan Kelvin Asya masih tidak bisa. Ternyata dirinya memang tidak berbakat didunia akting.
"Sakit, Vin..." Dibalik tangisannya Asya tengah merutuku dirinya sendiri yang tidak bisa menahan tangisan itu dihadapan Kelvin.
"Iya, gue obatin Sya," Kelvin merubah nada bicaranya. Ia mulai menegakkan tubuhnya dihadapan Asya yang tengah terduduk di atas ranjang. Asya mulai merekatkan wajahnya diatas seragam Kelvin. Yang sekarang ia butuhkan hanyalah menangis sampai perasaannya puas.
"Kenapa sih, orang-orang selalu jahat sama gue? Padahal gue gak pernah ngelakuin apa-apa"
"Perih..."
Kelvin tetap setia mendengarkan keluh kesah gadis itu. Pria itu sengaja membiarkan Asya menangis diatas seragamnya. Suara tangisannya mulai memelan. Ia kembali menatap Asya untuk mengetahui apa kemauan gadis itu.
"Baju seragam lu yang depan udah basah"
"Iya Sya" balas Kelvin pasrah. Ia tau apa maksud ucapan gadis itu. Pria itu membalikkan tubuhnya membelakangi Asya agar gadis itu kembali menangis di atas seragam nya yang masih kering. Kelvin sedikit mununduk untuk melihat bagian depan seragamnya yang sudah basah. Sementara itu, Asya masih puas menangis diatas seragam Kelvin dengan mengumpat disela-sela isak tangisnya.
Sudah hampir setengah jam gadis itu menangis. Bahkan kedua bagian seragam Kelvin sudah habis basah karena dipenuhi air mata Asya. Namun saat ini ia sudah tidak menangis lagi. Asya mengusap bekas air matanya, dibantu dengan Kelvin yang juga tengah menghilangkan jejak tangisan wanita itu, "Jelek banget kalau nangis."
"Gak usah ngatain!" sentak Asya.
"Iya bocil. Sini tangan lu gue obatin" Kelvin kembali mengambil tangan Asya. Diusapnya tangan itu menggunakan air hangat dengan perlahan. Kelvin sedikit meneteskan cairan povidone oidine untuk mengobati luka goresan di tangan Asya. Sementara Asya hanya diam tanpa memberontak.
Pria itu menggulung tangan Asya menggunakan perban putih dengan sangat hati-hati. Sejak tadi gadis itu hanya fokus menatap Kelvin dengan jarak mereka yang sangat dekat. Dibalik tatapannya Asya tengah tersenyum kegirangan. Bukan hanya Asya yang senang, melainkan hati nya seakan sedang berpesta hari ini.
"Jangan liatin gue terus, entar lu suka"
"Tapi gue emang udah suka sama lu,Vin"
"Halu!"
"Siapa tau lu suka sama gue"
"Nyenyenyenye,"
Tiba-tiba saja Alena masuk dengan tatapan begitu cemas. Ia mulai menghampiri Asya yang masih menatapnya heran, "Kakak gapapa?"
Asya terus menatapnya. Senyuman Asya mulai merekah. Sebisa mungkin ia harus menutupi rasa sakitnya dihadapan Alena, "Kakak gapapa cantik. Jangan bilang Bunda ya?"
"Tapi Bunda harus tau"
"Sstttt, rahasiakan ini demi Kakak ya?" Alena hanya mengangguk dan mengikuti perintah Asya. Gadis itu beralih menatap Kelvin yang berada di sebelahnya, "Makasih ya Kak, udah mau ngobatin Kak Asya."
"Gak perlu, gini doang mah gue jago"
"Kalau gitu aku pamit ke kelas dulu ya?soalnya Alena udah dipanggil sama Bu Maya" Asya hanya tersenyum sebagai balasannya. Kelvin kembali manatap Asya. Mata mereka bertemu. Namun Asya sudah lebih dulu memutuskan kontak mata mereka sepihak. Gadis itu sangat lemah jika harus bertatapan dengan seorang lawan jenis.
"Jangan banyak gerak Sya"
"Iya Vin"
"Kalau kesusahan minta tolong sama orang"
"Iya..."
"Mau makan? Lu tadi belum sempet makan kan?" Asya mengangguk meng'iya'kan. Perutnya semakin lapar. Kelvin tau jika Asya lapar. Namun pria itu sudah lebih dulu menyuruh Alex untuk memesan dua porsi bakso untuknya dan untuk Asya. Sementara itu, orang yang sedang ditunggu-tunggu oleh Kelvin pun datang, "Babang Alex datang..."
"Ini bakso buat neng Asya yang gelis" Alex menyodorkan mangkok baksonya dan diterima Asya dengan senang hati.
"Nih punya lo!" sentak Alex. Berbeda dengan Asya. Pria itu menyodorkan pesanan Kelvin dengan kasar. Mungkin jika Alex tidak berada di dalam UKS Kelvin sudah lebih dulu menghantam kepalanya.
"Buruan keluar, ganggu aja lu"
"Bacot lu. Neng Asya abang Alex pamit dulu ya" Asya mengangguk kecil.
"Udah buruan pergi!"
"Bawel" Alex segera pergi meninggalkan mereka. Kini Kelvin tengah menaruh mangkok baksonya diatas nakas. Dengan gerakan kilat ia langsung merebut mangkok bakso Asya yang tengah dibawanya , "Buka mulut nya cepet"
"Apasih, gue bisa makan sendiri"
"Nurut"
"Tapi gue bisa makan sendiri Vin"
"Makan dari tangan orang lain itu lebih enak Sya" ucap pria itu lembut. Merasa tidak ingin berdebat, Asya langsung membuka mulutnya lebar untuk menerima suapan dari Kelvin. Asya semakin dibuat nyaman atas semua perilaku pria itu. Asya masih bimbang, apakah pria yang berada dihadapannya ini mempunyai perasaan yang sama dengannya? Ah...Asya tidak tau.
Sedangkan disisi lain, sejak tadi Andra tengah menatap mereka melalui jendela UKS. Pemandangan itu sangat membuatnya panas sekaligus kesal. Asya sepertinya berhasil menaklukkan hati Kelvin dan Andra tidak menyukai itu. Namun seorang gadis tiba-tiba saja datang menghampirinya, "Kerja bagus Ndra"
Andra terlonjak kaget dan sedikit merasa bingung, "Maksud lu?"
"Gue suka cara lu bikin Asya menderita. Bagaimana kalau kita kerja sama? pilihan yang bagus bukan?"
"L-lu..."
"Gue anggap lu setuju sama tawaran gue. Sekarang ikut gue!" Andra masih terdiam. Gadis itu mengerutkan dahinya heran. Ia sangat tidak percaya dengan apa yang wanita itu katakan. Namun tawaran wanita itu juga menarik menurutnya. Andra memilih untuk mengikutinya dan menuruti semua yang wanita itu ucapkan.