Dear Nafika badbaby sist!

By cherluvie_

47K 3.6K 1.5K

"Saga, I LOVE YOU!!!" "Lu adek gua, Fika!" "Adek-adek'an gue, mah." *** Bagaimana reaksimu ketika orang yang... More

00. Prolog
01. Morning kiss
02. Keciduk mama papa
03. Ujian matematika
04. Nafika galau
05. Cemburu
06. Ngambek
07. Badutmu
08. Sapu tangan biru
09. Gadis kecil di masa lalu
11. Murid baru
12. Pencuri mangga
13. Tuan Muda Reo
14. Mimpi
15. Old love
16. Hujan with Reo
17. Fika demam (rindu)
18. Bukan cinta tapi rasa bersalah
19. Rahasia apa?
20. Hidup dalam kebohongan
21. Butuh kejelasan
22. Berjuta pertanyaan
23. Terlambat untuk berhenti
24. Luka lama
25. Bukan keluarga
26. Serpihan ingatan
27. What do you cry?
28. Masa lalu yang dirindukan
29. Gadis masa lalu, kembali.
30. Pesta petaka
31. Kau seorang ibu? Yang benar saja!
32. Two birds talk
33. Ibu dan anak
34. Anak laki-laki dan lukanya
35. Menunggu untuk sia-sia
36. Keluarga yang hancur, lagi
37. Ini kisahmu, kamu berhak tau
38. Hanya punggung yang rapuh
39. Maaf yang tak seberapa
40. Reo si gentleman?
41. Terimakasih telah kuat
42. Karena kita terlihat sama
43. Ingatan yang segera kembali
44. Habiskan cintamu, di aku
45. Aku tak mau lupa lagi

10. Nasi goreng ala Fika

1K 88 156
By cherluvie_

-HAPPY READING-

Pagi-pagi sekali Nafika terbangun. Sangat tumben. Biasanya butuh lima kali teriakan dari Aira baru bisa membuat Nafika bangun. Tapi kali ini, Nafika bahkan bangun lebih cepat dari alarm yang biasanya berbunyi untuk membangunkan Nafika-meski ber-ending dibanting olehnya.

Bukan tanpa alasan Nafika bangun. Hari ini adalah libur dan dia ingin menemani Aira memasak. Nafika mendadak ingin belajar memasak.

Nafika menuruni anak tangga satu-persatu. Menyapa Bibi Dera yang sedang membantu Aira menyiapkan sarapan. "Pagi, Mama, Bibi."

"Eh? Pagi Nona." Bibi Dera membalas hangat.

Aira menoleh, menyeritkan dahi melihat putrinya bangun sepagi ini saat hari libur. "Kesambet apa kamu, Fika? Apa kamu mimpi buruk sampai bangun pagi?"

"Ih, Mama!" Nafika mencebikkan bibirnya kesal. "Fika itu sengaja bangun pagi buat belajar memasak."

"Belajar memasak?" Aira dan Bibi Dera menyahut nyaris bersamaan. Seakan-akan tidak percaya dengan apa yang mereka dengar.

Nafika mengangguk cepat. Dia mau belajar memasak, apakah itu salah?

"Kamu kesambet apa, Fika?" Aira bertanya sambil meletakkan piring-piring di atas meja makan.

"Ya engga kesambet apa-apa, Fika cuma mau belajar," jawab Nafika seadanya.

Aira memicingkan mata. Mustahil Nafika mendadak bangun pagi lalu minta diajari memasak tanpa ada sebab. "Kamu mau belajar memasak buat Saga, heh?"

"Engga, kok! Kata siapa," elak Nafika sewot. Enak saja, dia belajar memasak karena dia sedang bertengkar dengan Saga. Gengsi jika nanti Bibi Dera pulang kampung, Mama dan Papa pergi ke luar negeri, masa dia harus meminta Saga memasak untuknya.

Bibi Dera tersenyum senang. "Sini, Non, Bibi ajari." Dengan senang hati Nafika langsung mendekat. Mengabaikan Mama yang berkacak pinggang.

"Jangan merepotkan Bibi Dera, lho!" ujar Aira memperingatkan, berjalan menuju meja makan sambil membawa semangkuk sup.

Nafika hanya mengangguk kecil menanggapi Aira. "Fika mau belajar masak nasi goreng aja, Bi. Simpel!"

"Siap, Non. Bibi ajari." Bibi Dera mulai mengajari Nafika memasak nasi goreng. Memberi tahu Nafika berapa jumlah bawang putih dan bawang merah yang harus digunakan saat membuat nasi goreng.

Bibi Dera menginterupsi Nafika agar memotong bawang putih dengan tipis. "Bawangnya diiris tipis saja, Non."

Nafika mengangguk. Menunjukkan potongan bawangnya. "Segini, Bi?"

"Iya segitu saja."

Keringat mengucur dari pelipis Nafika. Wajahnya sangat serius membuat Aira yang mengamati putrinya tertawa. Dia terharu melihat putrinya tidak manja lagi.

"Nah, sekarang bawang yang sudah diiris tipis ditumis." Bibi Dera memberitahu langkah selanjutnya.

Nafika dengan cepat mengambil botol minyak goreng, menuangkan minyak sebanyak mungkin.

"Eh! Minyaknya sedikit saja!" Bibi Dera dan Aira berseru bersamaan. Jika minyak goreng yang digunakan sebanyak satu botol maka bukan nasi goreng namanya. Tapi Nasi minyak dikasih bawang.

Nafika menyeringai, maaf. Tangannya menuangkan kembali minyak goreng yang ada di kuali ke dalam botol. Sekarang takaran minyak goreng untuk menumis bawang sudah siap. Nafika menyalakan kompor, memasukkan irisan bawang.

"Ditumis hingga harum," kata Bibi Dera.

Tangan Nafika sibuk mengongseng bawang berserta bumbu nasi goreng. Tumisan itu mulai berbau. Enak.

"Terus apa lagi, Bi?" tanya Nafika dengan tangan memegang spatula.

Bibi Dera memberikan semangkok nasi. "Nah sekarang masukkan nasi."

Semangkok nasi itu diterima oleh Nafika. Memasukkannya ke dalam kuali dengan perlahan kemudian dioseng-oseng. Harum bau tumisan bawang mulai semerbak. Nafika mengendus masakkannya. Tersenyum sumringah.

"Bi Dera! Mau hujan Bi, jemuran diangkat dulu!" Tiba-tiba Aira berteriak berlari keluar karena hari mulai gerimis.

Bibi Dera langsung panik. "Aduh, Non, maaf. Bibi bantu Nyonya dulu. Ini tinggal dikasih bumbu saja, ada di toples putih bumbunya." Setelah mengatakan itu Bibi Dera langsung beralih pergi menemui Aira.

Nafika mengedikkan bahu. Toh ini hampir selesai, hanya bumbu. Tidak apa-apa jika Bibi Dera tidak mengawasinya.

"Tadi di toples putih 'kan, ya?" Tangan Nafika menelusuri bumbu-bumbu dapur. Berhenti di dua toples yang berwarna putih. Tanpa pikir panjang Nafika mengambil satu toples berwarna putih yang ada di dekat tangannya.

"Ini garam bukan sih?" Nafika mengamati toples di tangan. Jujur saja Nafika tidak sama sekali mengetahui bentuk barang-barang di dapur. Dia sangat jarang ada minat masak. Tugasnya hanya makan.

Jari telunjuk Nafika masuk ke dalam toples, mengambil butiran putih. Mencicipi. Asin. "Ah, benar ini garam." Nafika mengambil sendok teh, menyendok garam. "Ini tuh butuh berapa sendok?" Nafika bergumam. Tadi Bibi Dera tidak mengatakan berapa sendok.

Nafika mulai berpikir keras. Tadi di awal dia kebanyakan memakai minyak. Bagaimana jika dia kebanyakan memakai garam? Ah peduli amat. Tidak akan mempengaruhi rasa 'kan?

"Tiga sendok kali, ya?" Nafika memasukkan tiga sendok teh garam. Kembali mengongseng nasi goreng. Hingga lima menit kemudian Nafika mematikan kompor.

Bibi Dera sudah kembali dari mengambil jemuran. Menghampiri Nafika. "Sudah, Non?"

"Iya, Bi," jawab Nafika tersenyum sambil menunjukkan piring yang berisi nasi goreng buatannya.

Aira ikut melangkah di belakang Bibi Dera. Kembali duduk di kursi meja makan. Nafika juga ke sana, membawa nasi gorengnya untuk di nilai.

"Tadaaa! Nasi goreng buatan Chef Nafika!" kata Nafika bangga. Menyilangkan tangan di dada. Sangat yakin nasi yang dia buat hanya dengan garam akan enak.

"Ada apa ini?" Suara serak menyapa telinga mereka. Membuat mereka menoleh.

"Eh Saga. Kebetulan sekali, ini Mama dan Bibi mau menjadi juri masakan Fika. Kamu mau ikut menjadi juri?" Aira menawarkan pada Saga yang barusaja bangun. Wajahnya masih menunjukkan wajah bantal. Masih menggunakan baju kaos berwarna hitam.

Saga menautkan alis, menoleh ke arah Nafika yang memalingkan wajah darinya. "Boleh saja." Saga setuju. Duduk berhadapan dengan Aira.

Nafika meremas jari. Saga akan menjadi juri masakkannya? Astaga! Jantungnya jadi deg-deg'an. Nafika menyentuh dadanya. Berpikir, Saga akan dengar tidak, ya?

"Nah, kamu saja yang mencicipi masakan Fika lebih dulu." Aira menyodorkan piring berisi masakkan Nafika ke arah Saga.

"Iya, Ma." Saga meraih sendok. Menatap sebentar nasi goreng yang cukup meyakinkan tampilannya.

Melihat itu Nafika semakin gugup. Aduh ... bagaimana jika itu tidak enak?

Satu suapan berhasil masuk ke dalam mulut Saga.

"Uhuk!!" Saga terbatuk. Buru-buru meraih gelas yang berisi air dan menenggaknya habis. Saga menyeka bibir. Menatap Nafika.

"Kenapa Saga? Enak?" Aira bertanya penasaran. Wajahnya sama seperti Nafika yang juga terlihat penasaran dengan pendapat Saga.

Saga menoleh, mengangguk. "Ini enak, Ma. Biar Saga aja yang makan ini."

"Eh? Benarkah?" Nafika berseru heboh. Hatinya menghangat. Ah, Saga memuji masakkannya. Ini menyenangkan sekali.

Aira tersenyum, juga Bibi Dera. Syukurlah, jika Saga yang berkata seperti itu, biasanya emang enak.

"Yasudah, sepertinya kamu akan sarapan dengan itu? Kalau begitu Mama akan membawa kembali sup ini." Aira dan Bibi Dera mulai membereskan sarapan.

"Papa emangnya engga sarapan, Ma?" tanya Nafika bingung. Yang baru sarapan 'kan hanya Saga.

"Papa sudah pergi lebih dulu ke kantor, ada rapat penting." Aira menjawab dari dapur.

Nafika menggumam mengerti. Kembali menatap Saga yang menikmati nasi goreng buatannya. Sudah berapa gelas Saga menghabiskan air minum? Sejak tadi Saga makan nasi goreng sambil minum. Perasaan Nafika tidak membuat nasi goreng yang pedas.

"Itu beneran enak?" Nafika bertanya ragu. Membuat Saga tersedak.

"Eh! Lo gapapa?" Nafika menuangkan air putih, memberikan ke Saga.

Saga menerimanya, meminumnya hingga tandas. "Ini enak, biar gua aja yang makan."

"Beneran? Bagi dong, kalo enak." Nafika meminta manja. Dia juga ingin mencicipi masakkan pertamanya.

Saga menggeleng. "Sori. Gua lapar, lo kalau lapar juga minta sup dari Mama."

"Ah, pelit banget. Satu suap aja!"

"Engga."

"Ayolah Saga." Nafika menggoyangkan bahu Saga. Emang seenak itu hingga Saga menjadi pelit?

Saga menghela napas. Menatap nasi goreng yang tinggal satu sendok. "Lo beneran mau?"

"Iya!"

"Yaudah, jangan menyesal." Saga menyendok nasi goreng itu. Mengarahkannya pada Nafika. Dengan senang hati Nafika membuka mulut. Mengunyah nasi goreng buatannya.

Ekspresi wajah Nafika berubah. Bibir, dahi, dan alisnya mengerut. Nasi goreng buatan Nafika asinnya luar biasa. Dan hanya ada rasa asin. Nafika memicingkan mata keasinan, meraih gelas yang berisi air putih. Menenggaknya habis.

"Ini asin banget!" serunya meringis. Membuat Saga tertawa kecil. Memang asin dan sangat asin. Tidak ada rasa lain selain asin.

Saga berdiri di sebelah Nafika. Mengulurkan tangan mengelus kepala cewek itu. "Kerja bagus. Lain kali hasilnya akan lebih baik."

Nafika mematung. Membiarkan Saga melenggang pergi.

"Ahh! Gagal!" Nafika merengek. Menatap piring yang tidak menyisakan satu pun butir nasi. Saga benar-benar terlalu memanjakannya. Kenapa tidak jujur saja? Dia jadi tidak sarapan. Ah tidak, dia sarapan tapi tidak dengan sarapan yang enak.

-TO BE CONTINUE-

Continue Reading

You'll Also Like

2.3K 526 22
Kisah ini menceritakan tentang seorang pria yg kasar, dingin, kejam, sangat tidak suka di ganggu bahkan dia sangat membenci wanita. Namun ada satu wa...
3K 1.2K 36
Nathalie Putri Clarissa adalah seorang gadis SMA yang bersekolah di JBS. Tingginya mencapai 170 ke atas. Rambutnya panjang melebihi bahu. Tubuhnya la...
7M 295K 59
On Going Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...
204 68 8
Pertemuan mereka berjalan baik, namun siapa sangka jika hubungan mereka akan mendapatkan sebuah rintangan? Saat ini terduduk memandangi wajah cantik...