KIARILHAM【END】

uqmanalofficial_ द्वारा

14.6K 3.7K 2.9K

Sudah terbit menjadi ebook, tersedia di Google Playstore/Playbook! Sebagian part di hapus demi kepentingan pe... अधिक

[1] PROLOG
[2] Pertama masuk sekolah
[3] Pertemuan and Aula
[4] Penyambutan Siswa Baru
[5] Pingsan
[6] Perhatian
[7] CAST✔
[8] Ups, kepergok!
[9] Ketahuan OSIS
[10] Antara
[11] Vonya harus memutuskan
[12] PUTRI!!
[13] Cowok Dingin Berwajah Ketus
[14] Tak sesuai keinginan
[15] Tak terduga
[17] Kenapa kau seperti ini?
[18] BERDUA DENGANMU!!
[19] MULAI BESOK, BOLEH BAWA MOTOR KE SEKOLAH!
[20] ADA APA DENGANNYA!
[21] Nggak, kenapa dia begini?
[22] Sangat Keras Kepala
[23] Ada festival pasar malam 🌃
[24] MALAM YANG INDAH🌺
⚠️KIARILHAM, WARNING⚠️

[16] TERPIKIRKAN!!

260 105 30
uqmanalofficial_ द्वारा

“Dia selalu berubah tanpa ada alasan yang pasti,” Kiara_

••

Putri masuk kedalam kelas menemui bestie-bestienya yang sedang duduk santai sambil memakan keripik pedas, Yuri dan Melani bingung dengan sikap Putri yang datang langsung marah-marah.

Keadaan kelas sepi, karena selanjutnya pelajaran jam olahraga. Jadi mereka semua mengganti baju di ruang ganti kecuali mereka berdua yang hanya santai menikmati suasana hening di dalam kelas.

“Keterlaluan! Berani banget dia sama gue!” menarik kursi kasar dan duduk dengan kesal.

Yuri menghela kecil, “Kenapa sih?”

“Lo datang-datang kek gini sifatnya,” celetuk Melani, memakan keripik kaca pedas dengan mulutnya yang kepedasan.

Putri mendengus kasar, ia menatap kedua bestienya itu. Cemberut, “Kalian tahu cewek yang namanya Vonya kan?” tanya Putri.

Mereka berdua hanya mengangguk menjawabnya, “Kalian harus tahu apa yang terjadi ketika gue bicara sama dia berdua,” ucap Putri. Mereka berdua pun sekali lagi mengangguk menanggapinya sambil mengunyah keripik.

“Kalian juga harus tahu betapa gue dipermalukan olehnya,” lanjutnya berkata kemudian merebut keripik pedas itu dari tangan Melani.

Melani berdesis saat keripiknya itu direbut, sedang enak-enaknya makan tapi malah ada yang menganggunya, “Ck, Putri!”

“Dengerin gue dulu, baru gue balikin nih keripik,” gumam Putri tak suka.

“Kenapa?” tanya Yuri malas menanggapi.

“Gue mau cerita,” jawab Putri semakin memakan waktu. Saat Putri hendak bercerita, bel pergantian pelajaran pun tiba. Mereka bertiga belum mengganti baju dengan baju olahraga. Sontak membuat mereka bertiga secepat kilat mengambil bajunya di dalam tas dan buru-buru keluar kelas. Berlari menuju ruang ganti.

Tak sengaja Putri menubruk Ehan. Hampir terjatuh dan membuat Ehan kesal, sedangkan ada Angga yang hanya terkesiap melihatnya.

“Lo bisa hati-hati gak sih?!” decak Ehan kesal. Ehan sangat tidak suka kepada Putri karena sikap perempuan ini yang sangat buruk.

“MAAF, LAGIAN GAK SENGAJA!” ucap Putri ngegas, lalu berlari lagi menyusul kedua bestienya yang sudah duluan dan meninggalkan nya sendiri.

Ehan berbalik, melihat Angga. “Mantan lo!” sindirnya lalu berjalan santai menuju kelas yang beberapa meter lagi sampai. Angga hanya terdiam, pura-pura tak mendengar apa yang dikatakan oleh Ehan barusan. Ia pun berjalan menyusul Ehan.

••••

“Teks laporan hasil observasi memuat informasi mengenai suatu hal secara apa adanya, dengan dikelompokkan dan dianalisis secara sistematis-”

Dimas melempar kertas hasil bulatannya ke arah Emil yang tengah memejamkan matanya. Ngantuk. Dimas memang suka iseng, ketika disengin balik malah ngamuk.

Dimas mengigit bawah bibirnya, agar tidak tertawa. Kertas itu tepat terlempar ke wajah Emil. Emil terkesiap dengan benda kecil itu yang nyeletuk sakit ke bagian yang mengenai wajahnya.

“Anjir ... Siapa yang ngelempar ini ke gue?” bisiknya kesal. Melirik-lirik bangku masing-masing temannya. Tak ada yang mencurigakan. Dimas wajah tanpa berdosa pun hanya bisa terdiam tegak seolah-olah memperhatikan guru menjelaskan.

Dimas dari bangkunya hanya cekikikan kecil, bahkan Fahri di sebelahnya mencubit Dimas karena berisik. Menganggu konsentrasi belajarnya. Dimas meringis kesakitan, untung saja ia tidak berteriak.

“Gak usah di cubit segala, ihh!” geramnya berisik.

Emil berdiri, “Bu maaf, izin memotong penjelasan,” semua sorot mata pun langsung memperhatikan ke arah Emil. Termasuk Rina pun menghentikan penjelasannya.

“Ya Emil, ada apa?” tanya Rina.

“Maaf Bu, tadi ada yang melempar kertas ini ke saya. Itu sebuah tindakan yang tidak pantas kan Bu. Padahal saya tengah memperhatikan Ibu yang sedang menjelaskan, tapi masih ada yang main-main. Buktinya ini,” Emil menunjukkan bulatan kertas putih itu, diangkat ke atas. “Saya belum tahu siapa pelakunya, tapi yang pasti pelakunya ada di sekitar sini. Gak mungkin setan kan pelakunya.”

Dimas berdehem, jika tadi ia tidak jahil kepada Emil pasti tidak akan begini. Dimas lupa bahwa sikap Emil yang sangat aktif seperti ini membuatnya terjebak. Orangnya yang gampang marah dan mudah tersinggung layaknya cewek.

“Affah iyah,” Ananda menyahuti, cengengesan.

Rina menghela kecil, “Coba siapa yang melempar kertas itu kepada Emil?” tanya Rina dengan suara yang lantang.

Dimas memutar sedikit kepalanya kebelakang, melihat Emil yang tengah berdiri dengan kedua mata memperhatikan gerak-gerik lainnya.

“Jujur!” lanjut Rina. Mereka semua hanya terdiam. Tetapi Dimas, ia pura-pura tidak tahu dan mencari alasan supaya tidak ketahuan bawa dia yang melempar kertas itu.

“Antara Dimas sama Aldo.” celetuk Emil yang membuat kedua mata Dimas melotot.

“Emangnya kita saling kenal ya kak? Bukan aku kok yang lempar, lagian aku dari tadi diem di sini sambil ngupil,” Aldo menyahuti. Tidak menerima itu semua jika ia dituduh oleh Emil. Makanya harus cepat bertindak.

“Jangan salahin aku ya kak, karena aku masih kecil,” lanjutnya kemudian berbalik, memperhatikan ke depan kembali.

“Pasti Dimas.”

Dimas menyanggah semua perkataan itu, “Enak aja, bukan gue!”

“Selain lo yang jahil sama gue, siapa lagi hah!”

“Astaga, main nuduh aja,” Dimas tak mau menerima jika dia pelakunya. Tapi memang Dimas pelakunya cuma tidak mau disalahkan saja.

Rina mengembuskan napasnya pelan, ia hanya menggeleng kepala kecil, “Emil duduk kembali!” perintahnya. “Kita lebih baik lanjut saja yah, soalnya materi kali ini banyak. Untuk masalah Emil tadi, nanti saja kita urusi.”

Emil hanya tersenyum kecil, mengangguk kecil atas perkataan dari gurunya itu, “Baik Bu.” senyuman penuh tak niat dari Emil. Melihat teman-temannya yang terus memperhatikannya.

••••

“Tadi ada yang nyariin, Han.” ujar seseorang perempuan berkuncir dua kepada Ehan yang tengah duduk santai di kantin sambil meminum es tes.

“Siapa?” sela Karno bertanya. Melihat perempuan itu yang berdiri di depannya.

“Teh Ira.” jawabnya lalu pergi malu-malu. Ehan membelalakkan kedua matanya tak percaya, perempuan itu memanggilnya.

Karno tertawa melengking ketika mendengarnya, ia hanya menepak-nepak pundak Utep yang sedang minum air putih—botol.

Haha ... Teteh Ira, gak tuh,” tawanya receh. Membuat Utep terganggu saat minum dan tercecerlah air itu ke mana-mana. Bahkan hampir muncrat.

“Setan! Gue lagi minum kampret!” sarkas Utep tak suka kepada Karno yang terus menganggu dan menyiksanya. Utep menjitak kepala Karno kesal. “Diem gak lo!”

Ehan berpikir, ‘kenapa Ira manggil gue?’

Angga menghampiri meja yang Ehan tempati bersama Karno dan Utep di area kantin. Dengan baju olahraga yang masih rapih serta harum parfumnya yang membuat mbak kantin melirik.

“Han, ke lapangan,” ucapnya.

“Emangnya udah ada bapaknya?” tanya Utep, menyimpan botol air putih itu di atas meja.

“Udah,” jawabnya singkat.

Karno berdiri dengan penuh semangat, “Kalau gitu mari kita olga,” ucapnya girang.

“Rasanya gue pengen ceburin lo ke selokan,” celetuk Utep. Melangkahkan kakinya menuju lapangan yang tak terlalu jauh dari kantin.

Karno tertawa kecil, “Jangan sok cool deh BOTAK, BOTAK!” ledek Karno.

Utep berbalik, seraya tersenyum tipis, “Besok, gue botakin juga pala lo sampai kinclong kek cilok. Awas lo!” ancamnya lalu kembali berjalan menuju lapang dengan santai. Karno hanya bisa tertawa terbahak-bahak mendengarnya. Tapi takutnya apa yang Utep katakan itu akan terjadi besok dan bukan hanya semata bercanda saja. Melainkan ini beneran.

“Jangan sampai terjadi besok,” Karno menepuk punggung Ehan. “Yuk bos, udah ditungguin teteh Ira. Hahaha.” Karno memang seperti itu.

“Teteh Ira?”

“Ck, jangan di bahas. Yuk ke lapang,” mereka berdua pun pergi ke area lapangan. Cuaca yang cukup panas membuat mereka mengeluh dan sebagainya.

••••

Kiara duduk tanpa berbicara satu patah kata pun sedari tadi, biasanya Kiara selalu berisik tertawa macam kuntilanak. Tapi sekarang, Kiara hanya diam memperhatikan, mengerjakan tugas dan bermain handphone saja tanpa ada aktivitas lainnya.

Ali tersenyum tipis, “Kia, gimana kalau sekarang pulangnya kita bareng?” tanyanya.

Kiara menoleh, “Maaf ya, Li, aku gak bisa. Soalnya mau latihan buat lomba nanti.” Ilham mendengar perkataan Kiara, bibirnya membentuk senyuman tipis.

“Latihan apa?”

“Buat lomba, latihan badminton.

“Oh, kamu ikutan? Aku juga ikutan kok, nanti kita bisa latihan bersama. Semoga kamu menang,” ucap Ali yang membuat jantung Kiara mulai tak aman. Kenapa harus begini, Kiara tak bisa menahan rasa bapernya di depan Ali.

“Btw, siapa lawan kamu?” tanyanya lagi, penasaran.

Kiara melirik ke depan, tepat punggung tegap dan gagah cowok di depan Ali. Siapa lagi kalau bukan Ilham.

Ali pun langsung paham, tangan kanannya mengusap kepala Kiara lembut, “Aku dukung kamu supaya kamu menang mengalahkan tim lawan mu nanti. Aku akan selalu menampakkan diri di paling depan. Terdepan sampai bisa terlihat jelas,” kata Ali.

Kiara meledak, ia tak tahan ingin berteriak. Namun ini masih di dalam kelas, jadi mau bagaimana lagi. Ia harus bisa menahannya. Walaupun jantung berdegup begitu kencang dan sudah tak bisa terkontrol dengan baik.

Mengalihkan, dengan cara tertawa kecil dan bercanda-canda supaya tidak terlalu kaget jika ia diperlakukan sehalus ini oleh cowok tampan di depan matanya langsung.

Haha ... emangnya kamu hantu menampakkan diri,” gumam Kiara, cengir.

“Kamu kenapa? Kok gemetar?” Ali yang bisa merasakan gejala yang di rasakan oleh Kiara.

“Hah? Apanya?” ucapnya gelisah, sampai berkeringat.

“Tangan kamu, bibir kamu yang lucu dan seluruh tubuhmu,” jawabnya. Pandangan Ali teralih karena Aldi melemparinya tutup pulpen.

Aldi mendekati meja Ali, mengambil tutup pulpen itu, “Maaf ya Li, disengaja sama Fahri.”

“Kok salah gue sih?” sahut Fahri yang tidak mau disalahkan, jika dia yang bukan melempar tutup pulpen itu ke arah Ali.

Aldi cengengesan, “Maaf ye. Kagak sengaja,” Aldi pun kembali ke mejanya. Sambil bercanda bersama Fahri dan juga mengusik Dimas.

Kiara mengelus pipi Ali. “Kamu gak apa-apa kan?”

Ali hanya tersenyum, ia menggelengkan kepala kecil, “Nanti kita sama-sama latihannya.”

••••

“Aduh Pak, panas banget,” keluh Putri, kepanasan. Memang kelasnya mendapatkan jam pelajaran olahraga di siang hari. Wajar saja, mereka sering mengeluh. Perempuan dan sebagian laki-laki.

“Lebay!” Karno mendelik tak suka kepada Putri.

“Sibuk mulu jadi orang!” sungut Putri kesal.

Pak Pandi menyuruh mereka berbaris dengan rapih, sementara Ehan yang akan memimpin pemanasan sebelum olahraga dimulai. Tapi ada saja ulah dari Putri yang membuat Ehan kesal dan hampir marah di depan Pak Pandi.

“Aduh, olahraganya kenapa gak materi aja sih. Kan panas tau, nanti kulit gue item!” sekali lagi, Putri mengeluh. Untung saja Ehan bisa menahan amarahnya kepada Putri.

Kalau tidak ...

“Gak usah banyak omong!” gumam Ehan kesal. Lalu memulai memimpin pemanasan.

••••

Kiara tengah duduk sendiri di mejanya, Ali sedang pergi ke toilet sebentar. Suasana di kelas menuju jam pulang sangat ramai, dan berisik. Kiara melamun, memikirkan perkataan Ilham yang kemarin sambil menatap punggung tegap dan gagah si cowok itu yang tengah asik membaca buku.

Kiara tahu, sekarang sikap asli cowok ini seperti apa. Dia pendiam tapi ...

“Gue jadi takut sama dia,” berbisik. Tangan kanannya menangkup pipi memiringkan sedikit kepalanya ke arah samping, melihat sedikit wajah Ilham yang tengah fokus membaca buku.

Tanpa di sadari, Vonya terus memperhatikan tingkah Kiara yang diam-diam menyoroti Ilham.

Itu membuat Vonya tersenyum tipis, “Kiara.” panggilnya membuat Kiara menoleh, bersamaan dengan Ilham ikut menoleh.

Kiara mengangkat sebelah alisnya bingung, kenapa Vonya memanggilnya?

“Gue hari ini gak bisa pulang bareng sama lo lagi,” ucapnya.

“Kenapa?” tanya Kiara.

“Seperti biasa,” jawab Vonya melirik Arka yang tertidur pulas di mejanya.

Kiara cengir terpaksa karena Ilham tengah memperhatikannya dari samping, “Ahh—baik kalau begitu. Gak masalah.”

Ilham mengernyit.

“Tapi lo mau latihan kan?” tanya Kiara kembali, hanya fokus kepada Vonya.

“Iyah, pasti dong,” jawabnya. Instruksi kepada Kiara soal Ilham. “Btw, lo juga ikutan latihan?” tanyanya kepada Ilham.

Ilham tak menjawab, berlaga cuek dan menjawab hanya dengan anggukan kepala kecil. Lalu lanjut kembali membaca bukunya dengan posisi yang nyaman.

Kiara berdesis, “Dasar cuek, ck!”

Dimas berjalan-jalan ke meja teman-temannya, melihat-lihat siapa yang sudah selesai mengerjakan tugas yang di beri oleh Rina tadi.

“Yang udah tugasnya, liat eh ...” Dimas mengintip meja masing-masing temannya. “Demi kebersamaan bersama.”

Emil mendengus, “Bisa duduk gak lo, pusing tau gak liat lo jalan-jalan mulu!”

“Sibuk!” Dimas pun terhenti di meja Vonya di mana di sebelahnya ada Emil. “Ehh Bintang, Vonya, boleh liat tugasnya?”

“Belum selesai,” jawab Bintang menunjukkan bukunya yang berisi catatan tugas yang belum ia kerjakan. “Gue baru beres nulis soalnya doang.”

“Kalau udah bilang sama gue yak, mau lihat hahaha ...” ucap Dimas terkekeh. Mendapat hujatan besar dari Emil.

“Pikir dong, punya otak gak!” sindirnya, menyakitkan.

Ali datang kembali kedalam kelas lalu duduk di sebelah Kiara yang tengah melamuni sesuatu. Ali hanya tersenyum smirk. Wajah gemas Kiara membuatnya mencubit pipi gembulnya itu. Seketika pudar sudah lamunannya itu, Kiara langsung menoleh—terkesiap.

“Eh Ali.”

“Pulang sama gue,” gumamnya dengan suara merdu.

Ilham yang mendengarnya menyanggah perkataan Ali secara cepat. Ia berbalik, menatap dingin wajah Ali. “Maaf, Kiara bakal pulang sama gue.”

Ali mengernyit, “Tapi maaf juga, Kiara gak mau pulang sama lo.”

“Dia bakal pulang sama gue!” Ilham melirik sinis Kiara. “Untuk hari ini dan seterusnya, dia bakal pulang sama gue.”

Ucapan itu membuat Kiara terkejut, ada apa dengan Ilham? Kenapa tiba-tiba sikapnya berubah menjadi seperti ini. Kiara jadi ingat ucapan Ilham barusan di atas gedung sekolahan ini.

Bibir Kiara bergetar dingin, “Eh kok jadi gini, gue mau pulang sama Ali aja,” balasnya gugup. Enggan menatap Ilham.

“Enggak ada penolakan, lo harus pulang sama gue!”

____________________

Hai guys ...
Apa kabar? Semoga kalian baik-baik saja di mana kalian berada oke.

Akhirnya update juga part yang paling ....
Semoga kalian suka sama cerita terbaru dari aku, walaupun masih ada kekurangan tidak seperti cerita orang lain yang lebih. Tapi ini menjadi salah satu cerita rekomendasi banget buat kalian.

Jangan sampai terlewatkan!

Aku tau kalian lebih suka cerita yang udah end. Baik, kalau begitu. Jika kalian menemukan cerita ini, maka masukkan ke reading list/perpus kalian dulu. Bila sudah end kan enak ada notif. Jadi kalian bisa baca sepuasnya. Maraton.

_Vote and komennya_
Share cerita ini ke teman-teman kalian
Maaf bila ada kesalahan kata/typo, mohon tandai.

~See you~
Call me Kiki😁

















पढ़ना जारी रखें

आपको ये भी पसंदे आएँगी

6.8K 1K 9
Hubungan cinta beda agama memang suatu perkara yang penuh ujian. Kamu justru terpikat pada dia yang berbeda keyakinan denganmu. Sekeras apapun kamu m...
little ace 🐮🐺 द्वारा

किशोर उपन्यास

878K 65.8K 31
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
361 81 31
Tempat menyimpan luka Kumpulan quotes Shasha dari cerita Abadi dalam Keasingan
683 75 16
Apakah harus mengorbankan nyawa jika ingin mendapatkan ketenangan? "Aku manusia yang haus dengan kebahagian" "Dan kalian manusia egois yang tertawa...