REPOST
Malam hari rasanya lama sekali. Adinda sudah mengikuti Clara berkeliling peternakan, mendengarkan nama-nama kuda milik Clara yang tidak satu pun diingatnya, menonton gadis itu mengajak kudanya bicara seperti orang gila, dan sudah berlarian di padang rumput yang luas hingga dirinya kelelahan.
Namun, bahkan kegiatan sebanyak itu pun tidak membuat matahari terbenam lebih cepat. Jika biasanya Adinda menyukai matahari musim panas yang bersinar lebih lama, kali ini ia tidak menyukainya. Ia ingin malam cepat datang sehingga bisa mendengarkan cerita tentang Jesse.
Pria itu mengusiknya. Apa yang membuat Adinda tidak bisa menikmati kegiatan mereka sore itu adalah karena kepalanya dipenuhi bayangan Jesse dan leher pria itu. Ia begitu penasaran akan apa yang terjadi sebelumnya. Apa luka itu yang membuat Jesse tidak bisa bicara?
Saat akhirnya makan malam tiba, lebih banyak orang bergabung dengan mereka termasuk Jesse. Pria-pria itu, yang semuanya sangat besar, duduk mengelilingi meja perjamuan yang juga sangat besar di ruang makan. Ini juga menjawab pertanyaan Adinda tentang mengapa Gram memiliki meja perjamuan sebesar itu. Itu bahkan tidak pantas disebut meja makan saking besarnya.
"Apa makan malam di peternakan selalu sebanyak ini?" bisik Adinda pada Clara yang duduk di sebelahnya.
Di meja, memang terhidang bermacam-macam makanan dan semuanya dalam jumlah yang sangat banyak. Rasanya ini seperti pesta dan bukannya makan malam biasa. Mengingatkannya pada film-film tema kerajaan yang sering ditontonnya ketika sang Raja mengundang rakyatnya untuk makan bersama mereka.
Clara terkekeh mendengar pertanyaannya. "Memberi makan tiga belas orang koboi, tidak cukup hanya dengan satu kilo daging, Sayangku."
Beberapa pria yang mendengar perkataan Clara ikut tertawa. Pop menyebutkan nama mereka satu persatu, tetapi Adinda tidak bisa mengingat semua itu karena ia hanya fokus pada pria yang duduk di kursi yang ada di hadapannya. Tidak ada wanita cantik dan muda di manapun di setiap kursi meja ini. Di mana ibu Chase berada sebenarnya? Apa hubungan Jesse dengan istrinya kurang baik? Atau...
Pikiran Adinda berlarian menebak berbagai kemungkinan. Mungkin saja, luka di leher itu karena kecelakaan saat Jesse bersama istrinya. Apa wanita itu meninggal? Ya Tuhan, jika iya, kasihan sekali Jesse. Itu menjelaskan kenapa pria itu tampak muram. Mungkin istrinya belum lama meninggal dunia.
Atau, kemungkinan kedua, wanita itu seperti ayah Clara yang tidak suka berada di peternakan. Bisa saja wanita itu tinggal di tempat lain selain di sini, dan Jesse merasa kesal karena tidak bisa menemui istrinya.
Ya, kemungkinan kedua tampak lebih masuk akal. Wanita cantik manapun tidak akan terlalu suka berada di tempat ini. Kecuali ketiga temannya tentu saja. Mereka sangat suka berada di sini terutama karena para koboi itu benar-benar seksi. Kalau menurut Adinda sendiri, yah, dengan adanya Jesse, tempat ini terlihat jauh lebih menyenangkan.
"Sampai kapan kau akan terus memandang ayahku seperti itu?"
Bisikan terdengar di sebelah kirinya hingga membuat Adinda menunduk menatap makan malamnya yang masih utuh. Dengan gugup, ia mulai menyuap makanannya meskipun sebenarnya tidak terlalu ingin makan. Perutnya masih terasa penuh karena makan siangnya yang banyak.
Chase terkekeh di sebelahnya. "Jangan tertarik pada ayahku, okey? Aku serius ketika berkata ingin membuatmu jatuh cinta padaku," bisiknya kemudian. Tidak ada lagi binar canda di matanya saat mengatakan itu ketika Adinda menatapnya.
"Chase, apa yang kau katakan pada Adinda? Jangan mengganggunya!" tegur Gram saat melihat wajah Adinda yang memerah.
Chase menyeringai menatap neneknya. "Aku hanya menyuruhnya makan yang banyak, Gram. Iya kan, Sayang?" Ia mengerling pada Adinda.
"Jangan panggil dia sayang!" Clara melotot pada Chase dan memukul bahu pria itu dari balik tubuh Adinda. "Jangan merayu sahabatku atau aku akan menyuruh Molly menendang pantatmu!"
Semua orang tertawa mendengarnya kecuali Jesse. Sejak tadi, Jesse tidak tersenyum sedikit pun atau tampak bahagia. Apa pria itu tidak senang karena kedatangan Adinda dan dua sahabatnya yang lain? Apa seharusnya Clara tidak membawa orang asing kemari?
Setelah makan malam usai, impian Adinda untuk segera masuk ke kamar, tidak juga bisa dilaksanakan. Setiap selesai makan malam, para pria akan bermain poker di halaman, dan karena ini pertama kalinya mereka di sini, Pop menyarankan mereka menonton para pria-pria itu bermain poker.
Meskipun sebenarnya tidak tertarik dengan berbagai jenis permainan kartu, Adinda merasa tidak pantas jika harus menolaknya hanya karena ingin segera menyeret Clara ke kamar. Clara mungkin juga merindukan hal-hal semacam itu. Baiklah, Adinda akan ikut demi menghormati Pop. Ia bisa duduk di sudut terjauh dan pura-pura menonton permainan.
Di samping rumah, ada sebuah meja yang tampaknya terbuat dari potongan batang pohon yang sangat besar. Bangku-bangku semen mengelilingi meja itu sementara api unggun menyala tidak jauh dari sana.
Adinda tersenyum. Oke, ini tidak terlalu buruk. Api unggun dan langit yang bersinar cerah sangat bisa ia terima. Langit di sini berbeda jauh dengan Austin. Semua tampak terlihat lebih cerah dan bintang terlihat lebih bersinar. Apa karena di sini tidak ada gedung tinggi? Beruntung sekali orang-orang di sini karena bisa melihat pemandangan seperti ini setiap malam.
Ia duduk di atas hamparan selimut yang terbentang di rerumputan, tidak tertarik untuk mendekat pada meja permainan seperti Britt dan Vic. Berbeda dengan dirinya, mereka berdua tidak pernah canggung berada di antara para pria. Ia tahu, alasannya karena perbedaannya dengan dua sahabatnya itu. Mereka gadis asli Amerika sedangkan dirinya adalah ras asing dan minoritas di sini.
Meskipun sudah lama tinggal di Amerika, Adinda tidak pernah melupakan dari mana dirinya berasal dan bagaimana dia bersikap. Terlebih, Mama masih berdarah biru. Hal-hal yang menyangkut tata krama dan kesopanan, sudah ia dapatkan semenjak masih sangat kecil. Jika Mama tahu jika ia tertarik pada pria asing, dan terlebih tuna wicara, mama pasti akan murka.
Mama adalah wanita yang kolot meskipun berpenampilan sangat modern. Hubungan Aidan dan Ameera tidak berjalan lancar karena keinginan Mama adalah melihat anak sulungnya lebih dulu daripada adik-adiknya. Dan jika Ananda, juga dirinya, tidak menikah, bisa dipastikan Aidan tidak bisa menikah. Mungkin, itu bukan masalah jika gadis yang Aidan cintai masih seumuran anak itu. Itu menjadi masalah karena Ameera seumuran Ananda.
Menikah. Itu masih sangat jauh dari rencana Adinda. Mungkin, ia berencana menikah di umur tiga puluh, atau lebih. Atau tidak menikah seperti yang diinginkan Ananda. Bukannya Adinda tidak tertarik untuk menikah, hanya saja, seandainya ia bisa mencukupi semua kebutuhan hidupnya sendiri nanti, menjadi seorang yang sukses, bukankah ia tidak memerlukan seorang pria di sampingnya?
Kecuali...
Mata Adinda menatap Jesse yang duduk di salah satu bangku yang mengelilingi meja. Ia terlihat senang saat bermain dengan teman-temannya. Raut wajah pria itu sama cerianya seperti saat bertemu Clara tadi siang. Adinda tersenyum menatapnya. Pria itu sangat tampan, terutama jika sedang tertawa seperti itu.
Seolah tahu jika sedang diperhatikan, Jesse mengangkat kepalanya dan menatap Adinda dari kejauhan. Adinda menunduk tiba-tiba saat merasakan panas menjalar di seluruh wajah dan lehernya. Jantungnya bertalu-talu seakan ingin melompat keluar dari tubuhnya.
"Aku sudah mengingatkanmu untuk tidak terlalu memperhatikan ayahku 'kan?"
Adinda cemberut mendengar suara itu, dan lebih cemberut lagi saat Chase duduk di sebelahnya.
"Aku tidak memperhatikannya. Aku melihat mereka semua bermain."
"Tetapi kuperhatikan, sejak tadi, kau hanya menatap ayahku."
"Aku..."
"Kau tahu dia tidak bisa bicara?"
Adinda menoleh pada Chase dan mengangguk. "Clara mengenalkan kami siang tadi ketika akan ke istal. Dia tidak tampak senang berkenalan denganku," aku Adinda dengan jujur.
"Dia memang tidak senang pada semua orang yang berjenis kelamin wanita. Apalagi wanita itu secantik dirimu. Jangan repot-repot menarik perhatiannya, dia tidak berkencan."
Kening Adinda berkerut mendengar itu. Apa ibu Chase wanita yang sangat cantik? Apa Jesse dikhianati oleh wanita itu?
"Dan aku beri peringatan padamu jika kau tertarik padanya, aku tidak suka bersaing dengan ayahku sendiri," lanjut Chase lagi sambil menatapnya dengan serius.
"Tapi...aku tidak tertarik padanya! Atau padamu!" sambung Adinda saat melihat Chase menyeringai.
"Satu hari nanti, aku pastikan, kau akan menelan kata-katamu itu. Kau. Akan. Tertarik. Padaku. Adinda."
====TBC====
Mueheheh...masih penasaran yaaa kenapa Jesse bisa jadi tuna wicara...😌😌
Tahan ingin tahu klean sampai beberapa part lagi...😎😎
Bdw, mamak bahagia lho liat apresiasi klean sama cerita ini. Walaupun Adinda nggak pernah mamak kasih ruang besar di cerita saudaranya yang lain, ternyata klean tetep mau baca. Jeong mal gomaweoyo...❤❤
Stay safe and healthy!
Mamak sayang klean!
Big hugs and kisses,
🤗🤗😘😘
Mamak Nik
#110221#