FILOVE

De Luluk_HF

2.1M 253K 82.8K

Semua manusia diciptakan untuk mangasihi, mencintai dan menyayangi. Mereka juga berhak untuk mendapatkan cint... Mai multe

WAJIB DIBACA !
PROLOG
1 - ARUNA DAN GENG ABC
2 - Pesta ulang tahun
3 - KONTRAK
4 - ARUNAAA!
5 - FILOVE
6 - HAPPY ENDING
7 - Segitiga
8 - Tangisan
9 - Rencana
10 - Ada yang hilang
11 - Antara hati dan tindakan
12 - Kebahagiaan
13 - Gadis cantik yang sombong
14 - HANCURKAN
15 - Pertanyaan dan Pernyataan
16 - Kepastian
17 - Kejujuran
18 - Permintaan
19 - Pengakuan
Maaf ya :)
20 - Penolakan
21 - Second Chance
22 - Ide Gila
23 - Tidak Apa-Apa
24 - Boleh?
25 - Mana dan Mano
26 - Cinta pertama
27 - Kabar Bahagia
28 - Penemuan
30 - Rasa Brownis
31 - Wanita itu
32 - Diara
33 - Cinta dan persahabatan

29 - Mata minus

17.2K 3.4K 836
De Luluk_HF

Assalamualaikum semuanya. Apa kabar? Alhamdulillah hari ini bisa update lagi FILOVE ^^

Siapa yang udah nungguin FILOVE update? 

Apa sih yang buat kamu selalu suka Baca Filove dan Setia baca FIlove? Boleh dijawab ya. Author pengin tau nih ^^

SEMOGA PART INI BIKIN KALIAN SEMUA TAMBAH SUKA FILOVE YAA AMINNN^^ 

JANGAN LUPA JUGA AJAK TEMAN-TEMAN KALIAN BACA FILOVE YAA ^^

DAN, SELAMAT MEMBACA FILOVE ^^

*****

Aruna membuka pintu kamar Arjuna, keluar dari kamar tersebut seolah tidak terjadi apapun. Saat itu juga Aruna bertemu dengan Arjuna yang juga baru keluar dari kamar Aruna. Arjuna melihat sang adek dengan heran.

"Aruna cari flashdisk Aruna yang Kak Arjuna pinjem. Dimana flashdisk-nya. Aruna butuh banget," ucap Aruna lebih terdahulu, tak ingin membuat Arjuna curiga. Toh, memang tujuan utamanya ke kamar sang kakak adalah itu.

Arjuna langsung mengangguk-angguk mengerti.

"Ada di tas kerja gue," jawab Arjuna sembari menunjuk ke ruang tengah.

"Ambilin Kak," rajuk Aruna.

Arjuna tersenyum kecil, mendekati sang adik dan mengacak-acak rambut Aruna dengan gemas.

"Iya, Kakak ambilkan," jawab Arjuna penuh perhatian.

Aruna pun membuntuti kakaknya dari belakang, menatap punggung sang kakak. Dipikiran Aruna masih begitu banyak pertanyaan dan rasa penasaran tentang foto yang tak sengaja dilihatnya beberapa menit yang lalu.

"Apa gue tanya langsung ke Kak Arjuna ya?"

Aruna menggelengkan kepalanya cepat, tidak menyetujui keputusannya. Menurutnya, jika sampai foto itu disembunyikan dan dibiarkan usang di kolong bawah kasur Arjuna, pasti ada kisah pahit atau mungkin kisah yang ingin dilupakan oleh sang Kakak.

Arjuna menyerahkan flashdisknya yang telah ia ambil dari tasnya ke Aruna.

"Banyak tugas?" tanya Arjuna menyadarkan lamunan Aruna.

Aruna tersadarkan, langsung mengangguk sembari menerima flashdisknya.

"Lumayan, kan habis ini ujian akhir semester."

Arjuna melongo sesaat.

"Udah UAS aja? Setelah itu kenaikan kelas dong?" tanya Arjuna tak percaya bahwa waktu begitu cepat.

Aruna mengangguk dengan semangat.

"Setelah ini Aruna naik kelas sebelas. Selesai sudah masa jadi anak baru dan jadi kakak kelas!" seru Aruna girang.

Arjuna berdecak pelan.

"Sesenang itu jadi kakak kelas?"

"Iya dong. Kak Arjuna nggak tau aja menderitanya jadi anak kelas sepuluh!"

"Emang menderita banget?"

"Banget! Apalagi kalau lihat kakak-kakak kelas yang sok cantik, sok ganteng, sok bawel, sok ngatur, sok senior dan tukang caper! Beuh! Rasanya pengin Aruna cekik online!"

"Kejam amat Run," gidik Arjuna ngeri.

"Lebih kejam ucapan Bella. Aruna cuma mau cekik secara online. Kalau Bella udah pengin nyekik mereka beneran," ucap Aruna dramatis.

Arjuna langsung geleng-geleng, mengerti dengan baik kejamnya seorang Bella. Karena dia sudah sering merasakan menjadi kekecamatan anak iblis satu itu.

"Kak Arjuan dari mana?" tanya Aruna pura-pura tidak tau.

Arjuna mendadak galagap karena pertanyaan Aruna yang tiba-tiba.

"Makan," jawab Arjuna singkat.

"Makan? Diluar?" tanya Aruna lagi masih menunjukkan wajah polosnya.

"Iya."

"Sama siapa? Sendirian apa sama Kak Cica dan Kak Bana?" tanya Aruna lagi, entah kenapa ia tiba-tiba ingin menyerang sang kakak. Ingin melihat apakah kakaknya akan berkata jujur kepadanya.

Arjuna menggelengkan kepalanya.

"Sama Bella," jujur Arjuna.

Aruna terkejut sesaat, tak menyangka bahwa sang kakak akan berkata jujur.

"Bella? Kok bisa?"

"Dia maksa minta traktir makan."

"Bella suka sama lo?" tanya Aruna iseng.

"Yang bener aja tanyanya Run. Orang waras mana yang mau sama Bella," protes Arjuna tak terima.

"Egar!" jawab Aruna dengan cepat tak dan tepat.

Arjuna menghela napasnya dengan berat.

"Gue ragu, kayaknya Egar dipelet sama Bella."

"Dan lo juga sepertinya sasaran pelet Bella selanjutnya Kak. Hati-hati."

"Run!"

"Sorry." Aruna dengan cepat memeragakan 'mengunci' pada bibirnya.

Arjuna geleng-geleng pelan, berusaha untuk tetap sabar.

"Kakak masuk dulu, pengin mandi."

Aruna melihat sang kakak menenteng tas kerjanya, beranjak meninggalkannya. Aruna tersenyum licik, tiba-tiba terpikir pertanyaan 'jail' diotaknya. Aruna buru-buru membalikkan badan sebelum Arjuna masuk ke dalam kamarnya.

"Kalian berdua cuma makan aja kan?" tanya Aruna sok menyelidik.

Arjuna mengurungkan niatnya untuk membuka pintu kamar, ia menoleh ke sang adik.

"Iya, cuma makan aja," jawab Arjuna tenang.

Aruna tersenyum jail.

"Cuma makan aja kok langsung mandi? Mencurigakan!"

Sebelum Arjuna murka dan memberikan tatapan tajam. Aruna buru-buru mengambil langkah seribu. Menghilang seperti ditelan bumi.

Sedangkan Arjuna dibuat melongo dan sangat kaget mendengar ucapan adiknya barusan.

"ARUNAAAA!!!!"

******

Aruna memakan baksonya dengan lahap, gara-gara bangun kesiangan ia harus melewatkan sarapan paginya. Apalagi tadi ada presentasi kelompok, membuat energinya sudah habis di pagi hari.

Bella yang melihat Aruna makan dengan rakus seperti itu hanya bisa geleng-geleng. Bella memberikan satu baksonya ke Aruna, ia sudah cukup kenyang.

"Lo udah dapat jawaban dari Kak Arjuna?" tanya Aruna sembari menyeruput kuah baksonya.

"Jawaban apa?" bingung Bella.

"Alasan dia ngelarang hubungan gue dan Kak Bana," perjelas Aruna.

Bella menggelengkan kepalanya.

"Belum, gue masih cari timingyang pas buat pancing dia," jawab Bella.

Aruna meletakkan sendoknya setelah menghabiskan satu mangkok bakso penuh. Perutnya terasa ingin meledak, sangat kenyang.

"Egar mana?" tanya Aruna baru menyadari tidak adanya keberadaan cowok itu. Lapar mengalihkan dunianya.

"Nyalin tugas Matematika," jawab Bella.

"Lo sendiri udah ngerjain?" tanya Aruna.

"Udah, tadi pagi."

"Lo ngerjain sendiri?" kaget Aruna.

Bella tersenyum kecil.

"Mana mungkin, keburu gue beneran pinter."

Aruna mengangguk-anggukan kepalanya sama sekali tidak kaget mendengar jawaban Bella. Dimana-mana orang itu bangga karena dia pinter, bahkan banyak orang yang sok-sokan pinter. Lah ini bocah malah membanggakan kebodohannya.

Ah. Aruna langsung teringat bingkai foto yang ditemukannya di kamar Arjuna.

"Gue kemarin nemu foto di bawah kasurnya Kak Arjuna.

"Terus?"

Aruna pun mulai menceritakan dari awal hingga akhir, bagaimana ia bisa menemukannya. Bella pun mendengarnya dengan seksama.

"Menurut lo lebih baik gue lihat lagi foto itu apa enggak? Pastiin wajah perempuan di foto itu," tanya Aruna meminta saran.

"Pastiin aja, daripada penasaran," saran Bella.

"Lancang nggak ya gue?" tanya Aruna khawatir.

Bella langsung berdecak sinis mendengar pertanyaan Aruna.

"Lo baru ngerasa lancang sekarang? Kemarin waktu ambil foto itu apa namanya? Nggak tau diri?" cibir Bella.

"Ya kan, gue kepo waktu itu. Kalau sekarang lebih ke penasaran."

"Terserah lo."

Aruna memajukan sedikit tubuhnya membuat Bella langsung memundurkan tubuhnya, mencium bau-bau mencurigakan dari tatapan sahabatnya.

"Gimana kalau lo aja yang periksa fotonya?"pinta Aruna.

"Lo mau gue masuk kamar Kak Arjuna?" tanya Bella memperjelas.

"Hm. Lo masuk ke kamar Kak Arjuna dan ambil fotonya."

"Nggak sekalian aja lo suruh gue masuk jadi daftar anggota keluarga lo?"

"Emang lo mau?" tawar Aruna dengan polosnya.

"Jelas nggaklah!" tolak Bella mentah-mentah.

Aruna hanya bisa tersenyum canggung mendengar penolakan Bella yang tanpa keraguan. Aruna kembali menatap Bella lekat.

"Jadi lo nggak mau nih?"

"Bukannya nggak mau Run, tapi nggak bisa, yang bener aja lo nyuruh gue masuk ke kamar Kak Arjuna. Gini-gini gue masih menjunjung tinggi adat sopan santun dalam bertamu."

"Sejak kapan lo menjadi tamu yang sopan seperti ini?"

Bella dengan cepat mengembangkan senyumnya.

"Sejak dulu gue selalu sopan Run," bangga Bella.

"Iblis tertawa mendengar ucapan lo barusan Bella!"

"Sial!"

Aruna lagi-lagi hanya bisa menghela napas berat, mencoba mencari jawaban ditengah kebimbangannya.

"Gue harus gimana Bell?" tanya Aruna pasrah.

"Masuk ke kamar Kak Arjuna. Nggak bakal ketahuan. Gue yakin."

"Serius?"

"Hm!"

"Tapi ka..."

Ucapan Aruna terpotong karena kedatangan Egar, cowok itu langsung duduk disebelah Bella dengan membawa sepiring nasi gorengnya.

"Selamat siang bidadari-bidadariku," sapa Egar dengan penuh keramahan.

Aruna dan Bella langsung menoleh ke Egar dengan jijik.

"Lo mau jadi bidadari dia?" tanya Bella dengan sinis sembari menunjuk ke Egar.

Aruna dengan cepat menggelengkan kepala.

"Ogah banget! Lo sendiri?"

Bella tertawa sinis.

"Nggaklah!"

"Emang dia Jaka Tarub apa?" lanjut Aruna tak berhenti menyerang Egar.

Egar yang akan menyuapkan nasi ke dalam mulutnya langsung terurungkan setelah mendengar ejekan dari dua sahabatnya.

"Mohon maaf, anak yatim belum makan dari semalam. Jangan buat emosinya naik ya," ucap Egar dengan wajah memohon sembari menaruh satu tangannya di depan dada.

Aruna dan Bella serempak mengacungkan jari jempol mereka dengan cepat, cukup iba mendengar ucapan Egar barusan. Mereka berdua melanjutkan perbincangan yang tertunda. Sedangkan Egar mendengarkan saja apa yang sedang mereka berdua bicarakan.

"Lo berdua lagi bahas apa?" tanya Egar yang sama sekali tak mengerti dengan pembahasan Bella dan Aruna.

Lagi-lagi Aruna dan Bella menolehkan kepalanya ke Egar, menatap cowok itu lekat.

"Jumlah selendang bidadari yang disembunyiin oleh Jaka Tarub," jawab Aruna ngaco.

Bella menepuk bahu Egar pelan.

"Dimana lo nyembunyiin selendang gue? Gue mau balik ke khayangan nih."

Egar melongo mendengar racauan tak jelas dua sahabatnya ini. Sendok ditangannya jatuh begitu saja tanpa sadar.

"Sinting ya lo berdua!

*****

Aruna bergeming sesaat melihat pesan masuk dari Bana beberapa menit yang lalu. Aruna sedikit terkejut bahkan sampai membaca pesan tersebut beberapa kali untuk menyakinkan diri bahwa dia tak salah baca.

Kak Bana

Pulang sekolah gue jemput ya.

Suara tepukan pelan di bahu menyadarkan Aruna, ia menoleh ke samping melihat Bella yang memandangnya dengan aneh.

"Kesurupan?" tanya Bella hati-hati.

Aruna menggelengkan kepalanya pelan.

"Kerasukan?" tanya Bella lagi.

Aruna menggelengkan kepala kepala untuk kedua kalinya.

"Terus kenapa tiba-tiba diem?" heran Bella.

Aruna langsung menunjukkan layar ponselnya ke Bella, membuat Bella sedikit memundurkan langkahnya karena ponsel Aruna terlalu dekat dengan wajahnya.

"Apaan?" bingung Bella.

"Baca pesan dari Kak Bana," suruh Aruna senyum-senyum tak jelas.

Bella menunjuk layar ponsel Aruna.

"Layarnya hitam Run," cibir Bella.

Ah. Aruna buru-buru membuka kunci ponselnya dan menunjukkan pesan yang didapatnya dari Bana.

Bella pun membaca pesan dari Bana. Setelah itu, dia menatap ke Aruna yang masih senyum-senyum.

"Dia cuma mau jemput aja kan?" tanya Bella masih tak mengerti.

"Iya. Kak Bana mau jemput gue," girang Aruna.

"Bukannya dulu-dulu juga sering Kak Bana jemput lo," heran Bella.

"Kali ini beda Bella jemputnya. Kalau dulu gue yang ngerengek-ngerengek harus maksa dulu. Sekarang Kak Bana yang nawarin duluan," jelas Aruna semangat.

Bella menghela napas pelan, akhirnya mengerti alasan sahabatnya bisa sebahagia ini. Efek orang jatuh cinta memang tak main-main. Udah beneran seperti orang kerasukan!

"Lo sebaiknya ja.."

"Gue harus buru-buru ke depan gerbang. Nggak boleh buat Kak Bana nunggu," potong Aruna cepat. Gadis itu segera memasukkan semua barang-barangnya ke dalam tas dengan sembarangan. Tak mempedulikan Bella yang masih memandangnya dengan penuh kesabaran.

Aruna mengenakan tasnya dibelakang punggungnya, kemudian menatap Bella kembali.

"Rambut gue lebih cantik digerai apa dikuncir?" tanya Aruna.

"Botakin aja," jawab Bella dengan enteng.

"Gue tanya serius," tajam Aruna.

"Gue jawab lebih serius!"

Aruna mendecak pelan, ia memilih untuk bertanya ke Egar. Cowok itu masih asik membaca komik detektif conan ditangannya.

"Gar," panggil Aruna.

"Hm?" sahut Egar tak mengalihkan pandangannya.

"Rambut gue lebih cantik digerai apa dikuncir?" Aruna memberikan pertanyaan yang sama.

Terdengar suara gumaman panjang dari bibir Egar.

"Rambut lo di gerai atau dikuncir bagi gue masih tetap cantikan Bella, Run," jawab Egar puitis dengan tatapan masih fokus di komiknya.

Tawa Bella meledak dengan puas, sedangkan Aruna semakin kesal. Tatapannya lebih tajam dari tadi ke arah Egar dan Bella secara bergantian.

Bella menepuk pelan bahu Aruna kedua kalinya, Bella memerkan senyum meremehkannya.

"Sori ya, orang cantik mau lewat. Boleh minggir?" Bella menyibakkan rambutnya dengan sengaja.

Sial! Aruna mengumpat dalam hati. Ingin rasanya menjambak rambut Bella saat ini juga, namun ia masih sayang dengan nyawanya jika melakukan hal itu.

Bella mendorong pelan tubuh Aruna dengan sengaja dan melewati Aruna begitu saja tanpa beban sama sekali bahkan tanpa rasa bersalah.

Aruna melihat Bella yang masih tertawa tak jelas hingga gadis itu berhenti didekat pintu kelas. Bella berbalik, menatap ke Aruna sekilas kemudian berpindah ke Egar.

"Gar!" panggil Bella.

Dengan cepat Egar langsung menutup komiknya ketika mendengar suara Bella.

"Apa Bel?" balas Egar memerkan senyumnya bahkan cowok itu merelakan kelanjutan komik conan-nya yang sudah sampai di tengah cerita agar bisa menatap Bella.

"Mau pulang bareng orang cantik, nggak?" tawar Bella.

"MAU BANGET BELL!!"

Egar cepat-cepat mengambil tasnya dan beberapa bukunya tanpa dimasukan ke dalam tas dulu. Setelah itu bergegas menyusul Bella yang sudah melanjutkan langkahnya.

Jangan ditanya bagaimana perasaan Aruna saat ini. Kepalanya hampir saja meledak karena sikap menyebalkan Egar dan Bella secara bersamaan. Kebahagiaannya hancur begitu saja gara-gara mereka.

"Gue sumpahin mobil lo mogok di tengah jalan!"

****

Aruna membuka pintu mobil Bana dengan ogah-ogahan. Mood-nya masih jelek dan belum balik karena kejadian dikelas tadi. Tawa menyebalkan Bella dan sikap menyebalkan Egar masih memutari otaknya.

Bana menatap Aruna dengan bingung, gadis itu bahkan tak menatapnya sama sekali. Bana tau bahwa Aruna sedang kesal. Tapi, karena apa?

"Ada apa?" tanya Bana hati-hati. Ia mendekatkan tubuhnya untuk memasangkan sabuk pengaman Aruna.

"Bella sama Egar nyebelin!" rutuk Aruna dengan bibir maju mundur.

Bana terkekeh pelan.

"Kenapa lagi mereka?"

Aruna mendecak pelan, ia menggerakan tubuhnya dan menoleh ke Bana secara bersamaan, membuat Bana bisa melihat lebih jelas raut wajah kesal sang pacar.

"Emang Aruna nggak cantik?" tanya Aruna tiba-tiba.

"Cantik," jawab Bana seadanya.

"Cantik mana Aruna sama Bella?"

Bana tak langsung menjawab, ia bingung kenapa Aruna tiba-tiba bertanya seperti ini.

"Kan jawabnya mikir dulu! Berarti cantik Bella kan daripada Aruna?" tuduh Aruna semakin kesal.

"Bukan gitu, pertanyaan lo terlalu random," jelas Bana.

"Yaudah kalau gitu jawab pertanyaan random Aruna dengan jujur. Cantik mana Aruna sama Bella?" paksa Aruna.

Bana tersenyum kecil, tangannya bergerak mengacak-acak rambut Aruna dengan gemas.

"Cantik lo, Run," jawab Bana.

"Beneran?" tanya Aruna tak yakin.

"Iya."

"Tapi kata Egar, lebih cantik Bella daripada Aruna," sebal Aruna.

"Mungkin Egar punya minus di kedua matanya," tebak Bana asal.

Aruna mengingat-ingat sebentar.

"Bener! Egar punya minus setengah dimata kirinya!" seru Aruna dengan semangat.

"Tuh kan bener."

Aruna mengembangkan senyumnya, merasa senang mendengar ucapan Bana seolah kekesalannya perlahan hilang.

"Udah nggak kesal?" tanya Bana, tak pernah melepaskan tatapanya untuk Aruna.

Aruna berniat untuk menggelengkan kepalanya namun ia urungkan. Ide diotaknya bekerja lebih cepat. Aruna sengaja kembali cemberut.

"Belum!" ketus Aruna.

Bana mengerutkan keningnya, bingung.

"Kenapa lagi?" tanya Bana berusaha sabar.

Aruna menyodorkan punggung tangannya ke Bana.

"Kasih energi biar kesalnya hilang," pinta Aruna dengan nada yang sedikit cepat, menahan rasa gugupnya. Aruna bahkan tak berani untuk menatap Bana saat ini.

Bana terkekeh pelan, ada-ada saja isi otak gadis kecil ini. Bana mengenggam tangan Aruna dan detik berikutnya memberikan kecupan singkat di punggung tangan Aruna.

"Udahan ya marahnya, cantik."

Aruna langsung mengangguk cepat tanpa ragu, tubuhnya merinding sendiri mendapatkan perlakuan manis dari Bana. Aruna benar-benar sangat bahagia.

"Aruna udah nggak kesal lagi. Udah hilang kesalnya," ucap Aruna dengan senyum lebarnya.

Bana bernapas legah, sebenarnya tidak susah untuk membuat Aruna kembali ceria. Asalkan alasan yang buat gadis itu kesal bukan suatu yang serius hingga membuat mood Aruna benar-benar buruk.

"Mau langsung pulang atau makan dulu?"

"Emang Kak Bana nggak sibuk?" tanya Aruna heran.

"Lumayan, cuma kalau makan sebentar, cukuplah."

Aruna menggeleng, menurutnya bukan ide yang bagus mengajak makan Bana. Pasti kerjaan cowok itu sangat menumpuk. Dijemput Bana seperti ini saja sudah membuat Aruna senang, lebih dari cukup.

"Pulang aja ya. Aruna masih banyak tugas," ucap Aruna berbohong.

"Beneran? Nggak mau makan dulu?" tanya Bana memastikan.

"Beneran. Aruna masih kenyang."

"Oke, gue anter pulang," simpul Bana.

Mobil Bana segera beranjak, membelah jalanan yang cukup lenggang siang ini. Mereka berdua bersenandung pelan, mengikuti lagu yang terputar di Audio mobil Bana.

Mata Aruna terhenti disebuah kacamata yang tergeletak didekat gigi mobil Bana. Sepertinya kaca mata itu sudah tidak dipakai oleh Bana. Aruna mengambil kaca mata tersebut.

"Ini kaca mata Kak Bana?" tanya Aruna menyodorkan kaca mata yang ditemukannya.

Bana menoleh sekilas.

"Iya."

"Kacamata minus?" tanya Aruna lagi.

"Iya," jujur Bana. Nyatanya sejak dia bekerja sebagai editor,s tiba-tiba mata Bana memiliki minus, mungkin efek karena terlalu banyak membaca dan menatap layar laptop.

Aruna mengerutkan kening, cukup kaget. Ia baru tau akan hal ini. Bana sendiri jika keluar rumah tidak pernah memakai kacamata. Yah, mungkin hanya dipakai ketika sedang bekerja saja.

"Kak Bana minus berapa?"

"Satu di kiri, setengah di kanan," jawab Bana tanpa beban.

Detik berikutnya Arjuna dan Bana sama-sama terdiam. Bana tersadarkan dengan jawabannya, sedangkan Aruna langsung memberikan sorot mata tajamnya.

Mungkin Egar punya minus di kedua matanya.

Perkataan Bana beberapa menit lalu, berputar cepat di otak Bana dan Aruna.

"KAK BANAA!!!" teriak Aruna sangat kencang.

*****

#CuapCuapAuthor

BAGAIMANA PART INI? 

SUKAAA NGGAK?

KALIAN PALING TERHIBUR SAMA TINGKAH LAKU SIAPA? ^^

SEMOGA KALIAN SEMAKIN JATUH CINTA SAMA CERITA FILOVE YAA AMINNN ^^

JANGAN LUPA JUGA BUAT TINGGALKAN JEJAK DENGAN VOTE DAN COMMENT YAA. SELALU DITUNGGU BANGEET DARI KALIAN SEMUAA ^^

- VOTE KALAU KALIAN SUKA PART INI

- COMMENT KALAU KALIAN INGIN SEGERA BACA FILOVE PART 30 

MAKASIH BANYAAK SEMUAA UDAH MAU BACA FILOVE DAN NUNGGUIN FILOVE UPDATE. SAYANG KALIAAN SEMUAAA ^^ 


Salam,


Luluk HF

Continuă lectura

O să-ți placă și

ARGALA De 𝑵𝑨𝑻𝑨✨

Ficțiune adolescenți

5.3M 227K 54
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
2.3M 156K 49
FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA!! "𝓚𝓪𝓶𝓾 𝓪𝓭𝓪𝓵𝓪𝓱 𝓽𝓲𝓽𝓲𝓴 𝓪𝓴𝓾 𝓫𝓮𝓻𝓱𝓮𝓷𝓽𝓲, 𝓭𝓲𝓶𝓪𝓷𝓪 𝓼𝓮𝓶𝓮𝓼𝓽𝓪𝓴𝓾 𝓫𝓮𝓻𝓹𝓸𝓻𝓸𝓼 𝓭𝓮𝓷𝓰𝓪�...
5.3M 357K 67
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...
ARSYAD DAYYAN De aLa

Ficțiune adolescenți

2M 109K 59
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...