KIARILHAM【END】

By uqmanalofficial_

14.7K 3.7K 2.9K

Sudah terbit menjadi ebook, tersedia di Google Playstore/Playbook! Sebagian part di hapus demi kepentingan pe... More

[1] PROLOG
[2] Pertama masuk sekolah
[3] Pertemuan and Aula
[4] Penyambutan Siswa Baru
[5] Pingsan
[6] Perhatian
[7] CAST✔
[8] Ups, kepergok!
[9] Ketahuan OSIS
[11] Vonya harus memutuskan
[12] PUTRI!!
[13] Cowok Dingin Berwajah Ketus
[14] Tak sesuai keinginan
[15] Tak terduga
[16] TERPIKIRKAN!!
[17] Kenapa kau seperti ini?
[18] BERDUA DENGANMU!!
[19] MULAI BESOK, BOLEH BAWA MOTOR KE SEKOLAH!
[20] ADA APA DENGANNYA!
[21] Nggak, kenapa dia begini?
[22] Sangat Keras Kepala
[23] Ada festival pasar malam 🌃
[24] MALAM YANG INDAH🌺
⚠️KIARILHAM, WARNING⚠️

[10] Antara

313 171 120
By uqmanalofficial_

Di kelas Jaya Raya, suasana kini bising, banyak orang yang sudah masuk ke dalam kelas jaya raya. Keramaian yang menyelimuti seisi ruangan, membuat geng pria abal-abal merasa terganggu karena keberisikan tersebut.

"Aduh berisik woy, ga tau apa gue lagi asik-asiknya bobo!" teriak Dimas frustasi.

"Biarin!" ucap semua orang sangat kompak bahkan tawaan renyah mereka membuat Dimas semakin kesal.

Dimas langsung terdiam, menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi sambil menutup mata. Tidak lama Fahri duduk di sebelahnya dan menganggu Dimas yang berusaha untuk tertidur kembali.

"Dimas." panggil Fahri.

Dimas memutar bola mata jengah kepada Fahri. "Apa sih, ganggu aja," gumam Dimas ketus.

Fahri berbisik di telinga Dimas. "Gue ramal sekarang bakal ada keributan di sekolah."

Dimas menatap wajah Fahri tanpa arti, "Emangnya lo dukun? Main ramal-ramalan segala."

"Kalau elo kagak percaya liat aja nanti, pasti di antara mereka semua bakal ada yang ribut satu sama lainnya. Hahaha ..."

"Seterah lu!"

"Taruhan deh? Kalau gue kalah gue neraktir lo, kalau lo kalah juga lo harus neraktir gue. Gimana?" tantang Fahri.

"Tunggu deh, kok lo tiba-tiba ngajak taruhan sama gue?" tanya Dimas terheran-heran dengan kelakuan Fahri.

"Alah, kan kita ga pernah taruhan kaya gini. Hari pertemanan kita, gimana?"

"Kagak ahh, males gue, duit gue ntar menipis lagi!"

"Lah elah, kan elo cuma traktir gue doang, ga bakal ngabisin lima puluh rebu."

"Kagak, gue lagi ga mood, ntar aja deh."

"Beneran?"

"Iya, udah sana!" usir Dimas kepada Fahri.

"Gue duduk sama lo, ngapain lo ngusir gue!"

"Oh iya gue lupa, maaflah."

••••


Kiara, Bintang, Bella, dan juga Ilham memasuki ruang kelasnya. Sesudah mereka masuk beberapa menit Vonya dan Arka pun ikut masuk kedalam kelas.

Suasana kelas masih ricuh, suara berisiknya terdengar sampai luar ruangan kelas.

"Bella, lo jangan marah dulu lah," gumam Kiara yang berjalan di sebelahnya. Bella tak menggubris, ia terus berjalan sampai tepat di mejanya lalu duduk dengan perasaan kesal dan kecewa.

Kiara masih berdiri di temani oleh Bintang menghadap Bella. "Jangan terlalu di pikirkan Bella." ujar Bintang.

Vonya mendekat, wajahnya memelas dan merasa tak enak hati kepada Bella. "Gue tau lo marah sama gue, tapi gue gak da niat buat menghianati kalian," Vonya pun melangkahkan kakinya menuju meja lalu duduk dalam keadaan lemas. Ditemani Arka yang duduk di bangkunya sendiri.

"Duduk!" desis Ilham menatap sinis kepada Kiara.

Kiara menoleh, betapa kagetnya saat mendengar nada bicara Ilham yang sedikit menyentak, "Bisa biasa aja gak?" Kiara pun melangkahkan kakinya menuju meja. Bintang pun kembali duduk di samping Vonya.

Ilham menghela kecil, ia pun segera duduk di bangkunya di ujung dekat tembok. Kiara masih kesal, ia hanya menatap punggung tegap Ilham sinis.

Arka yang sedang mengelus tangan lembut Vonya kini menarik kembali tangannya dan menjauh. Arka membalikkan tubuhnya ke depan, karena tatapan Bintang yang tajam sedari tadi membuat perasaan Arka campur aduk.

"Sial!"

••••

Waktunya mereka diperkenalkan oleh wali kelas yang akan membimbing mereka di kelas 10 ini.

"Hai anak-anakku," sapa guru yang bernama Rina. Dia guru yang muda disekolahan ini, dia baru berusia 25 tahun, Rina guru yang banyak diminati oleh siswa lain bahkan sampai guru lain juga. Karena kecantikan dan keramahan saat mengajar Rina banyak menjadi apresiasi bagi semua orang.

Saat Rina memasuki kelas jaya raya, Rina langsung dilirik oleh semua muridnya. Mereka semua heran, kok bisa mereka mendapatkan guru secantik ini. Mereka pun lagi-lagi saat Rina tersenyum manis sambil berjalan menuju mejanya.

Huuuhh ...

Sorakan anak cowok menggema seisi ruangan kelas sampai terdengar keluar kelas juga, Rina seolah-olah di buat terkejut dengan tingkah mereka yang lucu.

Rina menjentikkan jari telunjuknya ke atas untuk menandakan kepada semua muridnya agar berhenti untuk berbicara, suasana pun seketika hening kembali setelah mendapat intruksi itu.

"Hai anak-anakku, perkenalkan nama ibu, Rina. Sekarang ibu adalah wali kelas kalian, jadi ibu harap kalian bisa hormat dan mematuhi guru kalian. Bukan ibu saja yang harus kalian hormati, tapi semua guru yang ada disekolahan ini. Siap!" jelasnya seraya tersenyum tipis.

"SIAP BU!" kompak semuanya bersemangat.

"Masyaallah ibu, cakep banget sih, beruntung yah kita punya guru secantik ini," celetuk Emil dari bangkunya. Matanya pun berbinar.

Sontak semua sorot mata mengarah kepada meja Emil.

"Heh Emil kagak sopan!" Ananda menyahuti.

"Ga apa-apa, terimakasih atas pujiannya. Tadi siapa yang bicara?"

Saat merasa dirinya dipilih, Emil pun berdiri begitu percaya dirinya dengan wajah genit kepada semuanya.

"Saya bu, Emil Markous." jawab Emil, membusungkan dadanya dengan wajah menyebalkan.

Dimas berdecih kesal, "Idih! Dasar!"

Rina tersenyum tipis, "Wah Emil, salam kenal. Pasti kamu murid paling heboh di kelas kan?"

Mendengarnya, membuat semua orang tertawa dengan tatapan mengarah padanya.

"Iya bu, Emil itu kan artis di sekolah ini pantas aja dia itu heboh orangnya," ujar Dimas tertawa terbahak-bahak. Membuat Emil yang melihatnya kesal.

Emil hanya tersenyum tipis kepada semuanya, lalu dia pun mengangkat tasnya ke atas meja dan mengeluarkan produk skincare yang ia gunakan.

"Nih bu, ibu mau skincare yang mana? Saya kasih ke ibu, ibu mau berapa skincare 1 atau 2 atau 3 yang penting jangan 5," ucapnya lalu tersenyum sumringah.

"Gila Mil, itu skincare banyak banget, mau dibuat apa?" tanya Ananda. Begitu bingung kepada Emil yang membawa sebanyak itu produk skincare yang ia pakai.

"Mau di buat pamer lah, tapi boong. Yah dipake buat muka lah," Emil merapikan skincarenya di atas meja, "Buat pamer dikit juga ga apa kali."

Rina tersenyum simpul kepada Emil lalu menyuruhnya untuk memasukkan kembali skincare ke dalam tas, karena Rina tidak suka jika ada muridnya yang membawa begitu banyaknya produk skincare ke sekolah.

"Emil, simpan kembali yah. Ibu tidak mau kalau kamu membawa sebanyak itu ke sekolah, karena pasti ada razia kelas nanti. Bisa-bisa semua skincare yang kamu bawa di sita sama petugas," ujar Rina sangat ramah.

Emil pun hanya cengir, yang lain terus-terusan menertawainya. Mereka semua pun meneruskan perkenalan di sambung materi sedikit tentang sekolahan ini.

••••

Waktu pulang sekolah pun tiba, waktu pertama sekolah memang biasanya sebentar. Mereka berbondong-bondong keluar sekolah dengan canda-gurau yang semakin membuat kampus itu ramai.

Saat hendak menuju tempat parkiran sepeda, Arka serta kedua sahabatnya mendekati Vonya dan juga Kiara. Bocah berambut pendek itu sedang sibuk membuka borgol yang terpasang di jari-jari sepeda. Sedangkan Vonya hanya terdiam sambil melihat Kiara, soalnya sepeda Vonya tidak dikunci seperti Kiara. Makanya ia hanya menunggu saudaranya itu untuk secepatnya pulang.

Arka tersenyum simpul kepada Vonya, namun cewek itu hanya terdiam dingin dengan tatapan datar. Arka perlahan-lahan mendekati, menyapanya dengan hangat. Matanya pun melihat jika Vonya masih memakai kalung yang ia beri, begitu cantik dan pas di wajah Vonya yang mengenakannya.

"Von, mau bareng?" tanya Arka. "Gapapa kok kalau lo naik sepeda, gue bisa jalan kaki."

"Gila lo, rumah kita jauh!" Azkhir menyahuti.

Arka tak menggubris, ia hanya fokus memandang wajah cantik Vonya saat angin melewati parasnya. Arka berdehem, ia hanya menatap penuh hayati gerak-gerik ekspresi Vonya.

"Gak usah Arka." jawaban yang sangat singkat, membuat cowok itu memudarkan lamunannya.

Kenapa wajah Vonya jadi musam seperti ini? Seharusnya dia senang karena memiliki cowok tampan nan baik seperti Arka.

"Kamu kenapa? Lagi bete ya?" tanya Arka. Tangan kanannya jahil mencolek dagu Vonya.

Vonya mengelak, sikapnya biasa saja, "Enggak kok," jawabnya lagi-lagi singkat. Membuat Arka hanya bersabar.

Ilham tengah memperhatikan Kiara yang sedang berusaha membuka gembok sepedanya itu, seperti nya Kiara tengah berjuang untuk membukanya karena sedikit ada kemacetan yang membuat kunci itu susah untuk terbuka.

"Aduh susah banget, kenapa jadi macet kek gini," gumamnya sambil berusaha mengotak-atik kunci gembok itu dengan kekuatan yang ia miliki.

Ilham menghela napas panjang, lalu meniatkan menghampiri Kiara untuk membantunya. Ia melangkahkan kaki berat, lalu berjongkok mensejajarkan dengan Kiara.

Kiara mendengus kasar, sedari tadi gembok ini susah untuk dibuka bahkan rantainya yang melilit di ban ia tarik-tarik dengan paksaan penuh.

"Ihhh ... susah deh! Kesel ah!" geramnya melepaskan rantai dan gembok itu secara kasar.

"Mau di bantu?" Kiara langsung menoleh ke kanan, suara berat itu membuat telinganya geli. Kiara terkejut saat Ilham berada di sampingnya tiba-tiba nongol dengan tatapan datar.

Kiara berusaha mengontrol perasaanya supaya tidak luluh di depan Ilham, ia pun mencoba sekali lagi untuk membuka gemboknya itu dengan kekuatan sendiri di depan Ilham. Intinya, Kiara ingin menunjukkan bahwa ia itu kuat.

Namun nihil, Kiara sudah lelah. Tangannya pun berdenyut dan meninggalkan jejak bekas rantai yang ia pegang begitu erat, Kiara menghembuskan napas kasar.

"Jangan sok bisa kalau jadi orang, sini biar gue yang buka," Ilham merebut kunci dari tangan Kiara. Tangan panjangnya yang berotot itu pun langsung mencoba untuk membukanya. Dengan teliti, pandangannya fokus hanya pada gembok itu. Kiara melirik, detak jantungnya mulai tak stabil melihat wajah Ilham dari arah samping.

Lumayan, sangat tampan. Hidungnya yang mancung serta bulu mata yang lentik membuat sebagian besar kaum hawa mendekat.

Diliat-liat cowok kutub ini ganteng juga. Rahangnya tegas banget, gue suka. Batin Kiara.

Kiara hanya tersenyum malu, menahan rasa bapernya itu. Kiara pun melirik kembali, betapa lucunya saat poni yang berdiri ke atas gara-gara angin lewat.

"Ham, lagi apa?" tanya Azkhir.

"Hmm ... lagi bantuin anak curut," jawabnya. Wajah Kiara seketika berubah menjadi murung, perkataan itu langsung menyentuh hatinya.

'Kenapa dia bilang ke gue curut sih, kesel banget.' batin Kiara seraya tersenyum.

"Sepedanya rusak?" tanya Azkhir kembali.

"Enggak, gemboknya susah di buka," jawab Ilham kembali, tangannya menunjukkan urat-urat yang menentang saat tenaganya memutar kunci itu di dalam gembok. Dengan penuh usaha agar terbuka, Kiara yang melihatnya hanya terdiam sambil mengibasi wajah Ilham menggunakan tangannya.

Betapa lucunya saat Kiara membantu Ilham. "Ayo pasti bisa kubu," gumamnya penuh semangat.

Ilham menepis tangan Kiara yang tengah mengibas-ngibasi wajahnya dari arah samping, Ilham menatajamkan matanya. Kiara hanya menunduk, masih dengan sebagian poninya yang tipis berdiri.

Tidak lama, gembok itu terbuka juga. Ilham menarik rantai yang melilit di jari-jari lalu menggulungnya. Setelah itu yang lempar kepada Kiara, ia pun berdiri menatap Azkhir yang tengah memperhatikannya sedari tadi.

"Ayo pulang," lirih Ilham menarik langkahnya maju mendekati Arka yang masih fokus berbicara kepada Vonya.

Kiara pun secepatnya berdiri, membalikkan tubuhnya melihat Ilham. Punggungnya yang gagah membuat Kiara berdecih kesal, kenapa orang itu sedingin es tidak bisa dipungkiri jika cowok itu menjadi pacarnya.

Kiara enggan untuk mendekatinya, dan juga enggan untuk berterima kasih kepada Ilham.

Kiara pun mengurungkan niatnya untuk mengucapkan terima kasih kepada Ilham. Ia pun menaiki sepedanya dan bergegas mendekati Vonya. Pasti sedari tadi Vonya menunggu, mungkin itu orang kesal.

••••

"Arka, pulang!" Ilham menarik tangan Arka. Namun, dengan cepat Arka menghempaskan tangan Ilham enggan untuk pulang jika tidak bersama Vonya.

"Von, kita pulang bersama ya. Biar gue yang bawa sepedanya," ujar Arka dengan memelas. Merasa kasihan, Vonya pun hanya mengangguk. Ia turun dari sepeda dan Arka naik di jok depan sedangkan ia duduk di jok belakang.

Ilham mendengus kasar, "Seharusnya dari tadi lo-"

Arka menggoyes sepedanya tanpa mendengarkan perkataan Ilham. Bahkan meninggalkan Kiara pun di belakang, Ilham berdecih kesal. Inilah hal yang paling ia takuti saat Arka berpacaran dengan cewek yang disukainya.

Kiara bak anak kecil, saat tahu jika Vonya sudah pergi meninggalkannya sendiri. Matanya melihat jika Vonya pergi pulang duluan bersama dengan Arka. Disitu ada Azkhir dan Ilham menatapnya datar.

"Ehh ... itu rambut lo," tunjuk Azkhir terkekeh. Tampak lucu karena wajah Kiara yang polos dan poninya berdiri bak kesetrum listrik.

Ia membulatkan matanya saat ditinggal oleh Vonya. Hatinya pun sedikit tergores, Kiara pun cemberut di tempat.

"Vonya kok ninggalin gue, terus gue pulang sama siapa?" gumamnya. Pipi tembannya kembang kempis, raut wajahnya nampak kecewa. Matanya pun berkaca-kaca, tangan kanannya menyeka air benih yang keluar dari sarangnya sedangkan tangan kiri memegang stang sepeda.

Azkhir menoleh kepada Ilham. "Kasian, temenin dia. Gue bisa pulang sama saudara gue, bye Ilham." bisik Azkhir, lalu berlari menghampiri saudaranya yang sudah siap mengendarai motor.

Kiara menghela napas panjang, lalu naik sepedanya. Saat hendak menggoyes sepeda, Ilham menghentikan Kiara untuk melaju.

"Turun, lo duduk di belakang," suruhnya mendekati Kiara, memegang stang sepeda.

Kiara mendongak menatap polos wajah Ilham. "Lo mau pulang sama gue?" tanyanya lirih.

"Hmm."

"Tapi kenapa?"

"Jangan banyak omong, cepet turun!" sentak Ilham. Kiara dengan cepat turun dan Ilham menggantikan posisinya duduk di depan. Ilham melirik Kiara yang masih berdiri menatapnya.

"Ck, curut cepet naik!"

Kiara pun langsung naik di jok belakang, kedua tangannya pun ragu-ragu saat ingin memegang baju Ilham. Alhasil, ia memegang jok depan di bawah dengan kuat.

"Udah siap?"

"Iya, siap."

Ilham menggoyes pelan sepeda itu, jantungnya pun tak berhenti berdetak kencang. Entah kenapa jantungnya memompa darah begitu cepat.

••••

Di tengah perjalanan, tidak sengaja sepeda yang di lajui oleh Arka melewati Bella dan Bintang yang sedang berjalan santai di tepi jalan. Vonya hanya tersenyum sambil berbincang-bincang dengan Arka tanpa ia sadari jika melewati kedua sahabatnya itu.

Bintang terperangah melihat kedua pasangan itu yang lagi-lagi menunjukkan sisi romantisnya. Keduanya melihat jika Vonya memeluk pinggang Arka sekencang mungkin, canda tawaan dari keduanya terurai di setiap perjalanan pulang.

"Dasar!"

Bintang menoleh, "Gue tau lo kesel sama Vonya. Tapi kayaknya memang benar jika Arka sangat mencintai Vonya." ujar Bintang.

Bella menghela kecil, "Lo juga lupa janji-janji persahabatan 2 bulan kebelakang? Lo lupa juga atau pikun?"

Lalu Bintang hanya terdiam, merasa bersalah juga kepada Bella. Tapi ia juga kesal, kenapa Vonya melakukan hal ini, mengingkari janji persahabatan yang sudah disepakati.

"Itu terserah Vonya, dia mau pilih antara kita atau Arka."

••••

Di setiap perjalanannya, Vonya terus memikirkan satu hal. Di mana keduanya membuatnya nyaman. Vonya terus menatap lekat punggung Arka seraya tersenyum tipis.

Aku bingung, aku harus pilih siapa? Kamu cowok baik, kamu setia, tapi di sisi lain ada ketiga sahabat yang sudah menemaniku dari dulu di mana aku gak punya teman tapi mereka setia menjadi sahabat. Bahkan dari zaman SMP kita bersama, sebelum mengenal Arka. Aku sudah mengingkari janji persahabatan demi kamu, karena wajah kamu yang tulus kepadaku saat kamu menembak ku barusan. Cowok kaya kamu itu langka, tapi sahabat kaya mereka bertiga susah di dapatkan.

Antara sahabat atau kamu, aku gak bisa pilih. Keduanya nyaman buat aku, kalian semua belahan jiwaku. Kini aku resmi menjadi kekasih Arka, kita resmi pacaran hari ini di hari pertama sekolah. Aku bahagia, aku terharu saat kamu menembak ku menjadi kekasihmu. Tapi di satu sisi aku sedih, karena pasti aku akan kehilangan ketiga sahabatku.

Aku membuat hubungan persahabatan ini hancur, tapi aku masih membutuhkan mereka. Oh tuhan, ini sangat rumit. Bagaimana yang harus ku lakukan, aku harus memilih antara mereka.

••••

Memang Vonya ini bucin buanget guys, jadi maklum kalau isi hatinya begitu. Selalu membayangkan hal yang sampai membuatnya lupa makan dan kegiatan lainnya.

Galau terus, intinya.

Bagaimana untuk part hari ini? Semoga kalian suka yak^^

°

°

°

Vote and Komen.
Share cerita ini ke teman-teman kalian.
Maaf buka ada kesalahan kata/typo.
Maaf juga jika panjang ceritanya, hampir 3000 kata upss.

TBC.

Continue Reading

You'll Also Like

1.1K 138 15
"Karena kita tidak pernah tahu akan seperti apa kedepannya." *** Ayra Yasmin Salsabila, santri putri yang sudah l...
Say My Name By floè

Teen Fiction

1.2M 68.5K 34
Agatha Kayshafa. Dijadikan bahan taruhan oleh sepupunya sendiri dengan seorang laki-laki yang memenangkan balapan mobil malam itu. Pradeepa Theodore...
397 102 9
❲📑❳ Teen Lit - Drama Romance ❝ Untukmu, yang sulit memaafkan dirimu sendiri, dan memeluk apresiasi atas retakmu. Berbahagialah, cepat sembuh batinmu...
855K 6.3K 11
SEBELUM MEMBACA CERITA INI FOLLOW DULU KARENA SEBAGIAN CHAPTER AKAN DI PRIVATE :) Alana tidak menyangka kalau kehidupan di kampusnya akan menjadi sem...