Part 3 - Kalung Ursa Minor

Start from the beginning
                                    

"Lo ngomong apa? Gue enggak—," Lucya terdiam, kedua matanya melotot melihat Axelle mengeluarkan sebuah kalung yang sangat ia kenali dari saku celana lelaki itu. Kalungnya.

"Itu kan kalung gue! Kok bisa ada di lo?!"

Axelle membekap mulut Lucya, mengedarkan pandangannya ke kiri dan kanan, waspada Jika ada guru yang tengah berpatroli. "Diem. Gue bisa jelasin."

"Waktu itu, di acara ulang tahun Pak Hendra Megantara, lo nabrak gue dan lo nyalahin gue juga, udah gitu sok dikira gue mau kenalan lagi. Abis itu lo jatuhin ini, gue mau balikin tapi lo udah keburu pergi." Ucap Axelle menjelaskan. Dengan begitu, Lucya berpikir keras tentang acara di malam itu dan tidak membutuhkan waktu lama, Lucya mengingat kejadian saat dia bertabrakan dengan seseorang.

Dan ternyata, orang itu adalah Axelle?!

"Oh—- oh yaudah kalo gitu balikin."

"Enggak mau." Lucya melotot pada Axelle yang hanya memperlihatkan wajah biasanya.

"Ambil aja sendiri." Lanjut lelaki itu, lalu di detik selanjutnya ia sudah berlari—menjauhi Lucya yang hendak meraih kalung tersebut.

Axelle membalikan badannya, melangkah mundur, melihat Lucya yang hanya berdiri di tempatnya dengan tatapan kesal padanya. "Gue tunggu usaha lo buat ambil kalung lo ini!"  Seru Axelle sembari mengangkat kalung berliontin bulat bermata batu ursa minor yang berada di tangan kanannya. Kemudian ia kembali membalikan badannya, berlari.

Lucya ingin meneriaki Axelle, namun suara seseorang sudah mendahuluinya. "AXELLE! NGAPAIN KAMU KELUYURAN SAMPE KE GEDUNG IPS DI JAM PELAJARAN!?" Teriak Pak Feru, salah satu guru BK.

"DARI TOILET, PAK! TOILET DI GEDUNG IPA BANYAK SETAN BANCINYA!"

"TIPU-TIPU AJA KAMU! KESINI KAMU, AXELLE! JANGAN LARI! AWAS KAMU YA!"

Entah kenapa tapi sekarang Lucya tengah terkekeh kecil, merasa lucu melihat Axelle dan pak Monang. "Lucya! Kamu juga ngapain disitu ketawa?"

Lucya segera menatap Pak Monang, bingung harus menjawab apa. "Anu pak— ini— abis ngambil buku ketinggalan di loker." Jawab Lucya. Memang benar ia sehabis mengambil buku di loker kan? Jadi dia tidak berbohong.

"Sudah sana kamu masuk kelas."

"Siap, pak hehe."

***

"Makan siang enggak, Lus?" Tanya Hope yang mendapatkan gelengan dari Lucya yang tengah memasuki buku-bukunya kedalam tasnya.

"Enggak deh, Hope. Kalian ke resto aja."

"Atau lo mau nitip gitu?" Lucya kembali menggeleng menanggapi tawaran Sarah.

"Yaudah, nanti gue beliin air aja ya, air lo kan di habisin si manusia purba." Ucap Sarah sembari melirik sinis Reynold yang duduk di depan Lucya tengah bermain dengan Rio.

"Dia aja biasa aja, kok lo yang sewot, Sar?"

"Ya, iya lah dia biasa aja, anaknya enggak pelit kayak Tiffany." Sindir Rio pada seorang gadis yang tengah menghapus papan tulis. Tiffany— sekretaris di kelas mereka.

"Yeuu, Dakjal! Kok lo jadi bawa-bawa gue?"

"Brisik, Fan!" Sahut Reynold yang aktivitas gamenya terganggu karena teriakan cempreng Tiffany.

"LO TUH YANG DIEM!" Seru Tiffany lalu membanting penghapus di meja saking kesalnya sebelum ia keluar dari kelas itu.

"Hayoo, emak ngamuk." Ucap Sarah memanas-manasi.

"Udah sana lo pada, sekalian beliin gue gorengan entar gue ganti."

"Beli sendiri lah, enak banget nyuruh-nyuruh." Ketus Sarah pada Rio, lalu mendorong Hope untuk segera pergi. "Dadah, Lucya." Sarah melambaikan tangannya yang ditanggapi sama oleh Lucya.

AXELIONWhere stories live. Discover now