----

Shasya belum mengetahui kabar sang ketua osis yang masih menyandang sebagai kekasih Shasya.

Hari ini Shasya sangat tidak bersemangat untuk kesekolah. Karena penyemangat nya kini telah menjauhinya, mau bagaimana pun Shasya harus menerima nya dan statusnya pun masih sah pacar Farel.

Shasya dan Abel kini tengah duduk di bangku kantin untuk mengisi perut mereka. Tak banyak yang mereka obrolkan kali ini, ntah mengapa Shasya sedikit gelisah, hati nya merasa tak enak.

Ia menatap ke sekeliling kantin, pikirnya mungkin ia akan melihat Farel walau hanya secara berjauhan. Tapi dari ia datang ke sekolah hingga saat ini dirinya belum melihat Farel.

"Farel kemana ya? Tumben ngga keliatan dari tadi, biasa nya dia baris paling depan pas apel pagi." Batin Shasya.

"Sya." Panggil Abel sambil sedikit menggoyang goyangkan tubuh Shasya.

"Woy!" Abel kesal ia menggeprak meja membuat para sorot mata menatap ke arahnya.

"Astaga Abel! Lo ngagetin aja" Ucap Shasya kesal.

"Hehe ya mangap, habisnya Lo bengong ae dari tadi." Kata Abel dengan cengiran khasnya.

"Hm gue lagi mikirin Farel,-" belum sepat ia melanjutkan perkataan nya. Abel sudah memotong nya terlebih dulu.

"Ck, sya sya. Ngapain lo mikirin dia hah? Ngga guna tau ngga! Lo inget kan pas kejadiaan di puncak? Apa lo ngga sakit ngeliat Farel lebih percaya sama Sam di banding sama lo? Udah lah biarin aja, dia udah nyakitin lo sya." Cerocos Abel.

"Tapi perasaan gue ngga enak bel. Ngga tau kenapa gue gelisah aja dari tadi, mana dari tadi gue ngga ngeliat Farel sama sekali."

Abel sedikit bungkam. Ada benarnya yang di katakan Shasya, dirinya pun hari ini tak sama sekali melihat laki-laki itu. Belum lama mereka terdiam, ada seorang laki-laki yang mendekat ke arah meja mereka.

"Sya." Ucap pria itu dengan nafas yang tidak beraturan.

"Lo kenapa Al? Kayak panik gitu." Ucap Abel pada Aldi (Ingat sama Aldi?)

"Lo duduk dulu terus minum. Tarik nafas baru deh cerita" sahut Shasya sambil menyodorkan minuman ke arah Aldi.

Tak ada penolakan dari Aldi. Ia duduk lalu mengikuti saran dari Shasya, setelah tenang barulah ia bercerita.

"Udah?" Tanya Shasya.

Aldi hanya mengangguk sebagai jawaban.

"F-farel sya."

Deg. Tiba-tiba jantung Shasya berdetak tak karuan seperti orang yang habis berolahraga. Ia tak ingin memotong pembicaraan Aldi, ia ingin mendengarkan apa yang akan di katakan Aldi selanjutnya.

"Farel kenapa?" Tanya Abel balik

"F-Farel."

"Dia kecelakaan semalam." Ucap Aldi sedikit menundukkan kepalanya.

Tes.

Satu bulir bening langsung mengalir di pipi Shasya. Ia syok dengan kabar yang di kasih tau Aldi, ia hanya bisa bungkam tak dapat berkata apa-apa.

Abel menoleh ke arah Shasya dan langsung merengkuh tubuh sahabatnya itu. Ia tau apa yang sedang Shasya rasakan saat ini.

"Lo ngga bercanda kan Al?" Tanya Abel.

"Gue serius bel. Ngga mungkin gue bohongin kalian soal nyawa. Gue belum tau pasti kronologi pas dia kecelakaan, tapi yang gue denger mobil yang dia bawa semalam di tabrak oleh mobil lain dan mobilnya terpental hingga masuk jurang. Sekarang Farel di rawat di rumah sakit pelita." Ucap Aldi menjelaskan sedikit kronologi kejadiaan pada Shasya dan Abel.

Tangis Shasya semakin pecah ketika mendengar kabar itu. Ia langsung berlari entah kemana dengan air mata yang sudah deras mengalir di pipinya.

"Shasya.." Abel berusaha memanggil Shasya namun Shasya tak merespon nya. Ia pun mengikuti kemana arah langkah Shasya pergi saat itu.

----

Disini lah Shasya berada sekarang. Di depan sebuah rumah sakit dimana Farel di rawat. Tubuhnya masih terlekat seragam sekolah, ia tak sendiri tapi ada Abel yang menemani nya.

Dengan langkah sedikit berlari Shasya masuk ke dalam rumah sakit. Disana ia bertanya pada perawat, ia menanyakan dimana ruang rawat Farel saat ini. Setelah mendapatkan nya ia kembali berlari menuju ruangan Farel.

Di depan ruangan sudah ada kedua orang tua Farel dan ia melihat ada Sam dan ibunya juga disana. Ia kaget tapi kondisi Farel saat ini yang lebih penting.

Sam dan Alea sama terkejutnya saat melihat Shasya yang tengah berjalan mendekat ke arah mereka. Sebelum orang tua Farel melihat, Alea sudah lebih dulu menghampirinya.
Alea menarik Shasya sedikit menjauh dari ruang rawat Farel

"Mau ngapain kamu kesini hah?" Tanya Alea dengan tatapan tajam.

"Aku cuma mau ngeliat keadaan Farel ma. Mama sama Sam ngapain di depan ruangan Farel?" Tanya Shasya bingung. Pasalnya ia belum mengetahui bahwa orang tua Farel adalah teman lama orang tuanya.

"Asal kamu tau Farel itu adalah anak dari teman lama saya. Dan perlu kamu tau, sebentar lagi dia akan bertunangan dengan Sam." Ucap Alea.

Bagai pohon di sambar petir. Cobaan bertubi-tubi datang lagi padanya. Shasya langsung terduduk lemas di tempatnya, tangis nya semakin jadi setelah mendengar perkataan ibunya.

"Kenapa? Kenapa harus dia Tuhan?" Batin Shasya.

"Lebih baik kamu pergi dari sini! Dan saya ingatkan sama kamu, jangan pernah kamu mengganggu hubungan anak saya dan Farel!"

"T-tapi ma, plisss tolong izinin aku buat liat Farel sebentar aja. Aku janji ngga bakalan ganggu hubungan Sam sama Farel." Ucap Shasya dengan suara yang sedikit di pelan kan.

"Baiklah, tapi hanya sebentar. Setelah itu kamu pergi dari sini!"

Shasya mengangguk lalu berlari menuju ruangan Farel. Disana sudah ada dokter yang tengah berbincang pada seorang laki-laki paruh baya. Mungkin itu adalah ayahnya Farel.

"Keadaan pasien saat ini semakin drop dan mengkhawatir kan. Apakah bapak sudah dapat pendonor darah yang cocok untuk pasien?" Tanya dokter pada lelaki itu.

"Saya belum menemukan pendonor yang cocok dok. Tolong selamatkan nyawa anak saya, saya mohon." Ucap lelaki itu memohon.

"Pihak rumah sakit sudah mendapatkan dua kantong darah dan masih kurang tiga kantong lagi. Kita harus cepat mencari penodor kalau tidak, anak anda tidak dapat tertolong."

"Apa golongan darah Farel dok? Saya siap untuk mendonorkan darah untuk Farel" ucap Shasya yang tiba-tiba datang mendekat kearah mereka.

Sam dan yang lainnya menatap Shasya dengan tatapan sulit di artikan. Ada sedikit harapan disana namun mereka belum pasti darah Shasya akan cocok untuk Farel.

"Apakah mbak sedang menstruasi?" Tanya dokter pada Shasya dan Shasya pun menggeleng.

"Baiklah kalau begitu mari mbak ikut saya. Kita akan cek terlebih dahulu apakah darah mbak akan cocok dengan darah pasien." Ucap sang dokter lalu berjalan lebih dulu dari Shasya.

Saat Shasya ingin melangkah tiba-tiba tangan nya di tarik oleh Abel.

"Ngga sya." Ucap Abel dengan raut wajah sedih.

"Gue gapapa bel, Farel butuh gue sekarang." Ucap Shasya tersenyum ke arah Abel lalu melepaskan genggaman Abel di tangan nya.

----

Huwaaaa😭😭

Semoga Farel cepet pulih ya:((

Author jadi kasihan dengan Shasya, udah di jauhin Farel, Farel nya kecelakaan dan sekarang harus Nerima kenyataan pahit lagi😭😭

Spam next disini kalo mau lanjut!!

See u, papai💕💕


SHASYA STORYOnde as histórias ganham vida. Descobre agora