13. B A K S O

4 3 0
                                    

.
.
.
.
.
.
🎭

Ini adalah durasi terpanjang pengurus melakukan  perkumpulan. Dua jam, bahkan pak Banu sudah pulang dari satu jam yang lalu. Gelap, matahari yang tertutup mendung sekarang benar-benar hilang. Berganti bulan sabit yang juga berpendar di balik mendungnya awan. Narinci mendengkus, hari ini ia benar-benar lelah.

Dua langkah di hadapanya, terlihat seorang pemuda berpostur tubuh tinggi. Dari belakang pun ia sudah tahu, kalau itu, "Mesta!"

Yang di panggil menoleh, masih dengan wajah datar. Dan aura yang tidak biasa. Narinci hampir lupa, jika perkumpulan tadi bukan hanya menguras tenaga, namun juga kesabaran. Narinci pun paham bagaimana Mesta mati-matian berusaha agar tidak segera mengeksekusi Rais di tempat.

Narinci berjalan dengan sedikit tergesa. Mensejajarkan langkah dengan pemilik wajah datar seseantero sekolah.

"Hari ini mendung ya, bulan sama bintangnya enggak keliatan." Ini jelas hanya basa-basi.

Mesta mengangguk samar. Lalu mendongak hanya untuk memastikan jika bulan dan bintang benar-benar tidak menampakan wajah.

"Mau makan eskrim?" Ini pertanyaan konyol, Narinci sadar itu. Siapa pula yang ingin makan es krim di malam yang dingin ini? Ia hanya berusaha membujuk. Karna biasanya jika mood Billa dan Fenia jelek, cara ini ampuh.

"Bagaimana kalau bakso," ucap Mesta sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Percayalah, bahkan ia pun kaget dengan ucapanya sendiri. Narinci tidak kalah terkejutnya, sepuluh detik ia terdiam, berusaha mencerna ucapan Mesta. Jika ada Yiro di sini, pasti pemuda cebol itu sudah berteriak, "Mesta mengajak seorang gadis makan bakso sodara-sodara!"

Gadis di samping Mesta mengangguk. Lalu lanjut mengekori Mesta menuju parkiran. Mesta menyodorkan helemnya pada Narinci.

"Kamu punya helem dua?" tanya Narinci.

Mesta menggeleng. "Setidaknya jika seandainya kita kecelakaan, kamu akan baik-baik saja." Ada desir aneh di dadanya. Perasaan Narinci menghangat kala mendengar ucapan Mesta yang ingin mengambil antisipasi awal intuk melindunginya.

Mesta lanjut menyalakan mesin motor. Namun urung saat Narinci menyerahkan kembali helemnya. Rupanya gadis ini cukup keras kepala juga. Narinci mengeleng-geleng. "Kamu yang harus pake, ini kan helem kamu," ucapnya kemudian. Mesta meringis. Jika perdebatan ini dilanjutkan, maka mereka tidak akan segera berangkat dari parkiran sekolah hingga keesokan paginya.

Mesta menghela nafas, kemudian turun dari motor, dan menghampiri motor Yiro yang terparkir tidak jauh darinya. Tanpa babibu mengambil helem pemuda cebol tersebut, dan menyerahkanya pada Narinci. Dan sebelum berbagai protes keluar dari mulut si gadis, ia segera menarik Narinci untuk segera naik, dan melajukan motornya keluar dari area sekolah.

"Terus gimana nanti nasib Yiro!" Narinci sedikit berteriak, melawan suara desung angin.

"Biarkan saja dia! Dia punya helem dua kok." Mesta tidak sepenuhnya berbohong, Yiro memang punya dua helem. Walau helem satunya adalah sebuah gantungan kunci.

Dan ternyata itu berhasil, Narinci tidak lagi protes, dan menikmati perjalanan mereka.

Mesta menghentikan laju motornya saat berada tepat di depan rumah makan. Tapi ia sedikit kecewa, nampaknya rumah makan tersebut tutup lebih awal. Narinci menangkap gestur tubuh itu.

Gadis JinggaΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα