11. A W A L

6 4 1
                                    

.
.
.
.
.
.

🎭

Bagaimana susahnya menjadi keamanan dan ketertiban? Apalagi sebagai ketua?

Setiap pagi Mesta akan berjaga di samping pak satpam. Untuk apa? Mencatat dan menghukum; satu, siswa yang terlambat. Dua, siswa yang tidak rapi. Tiga, mengawasi siswa yang tidak menggunakan atribut saat upacara. Dan juga setelah apel pagi, harus menjemput laporan dari absen perkelas. Memastikan siapa yang bolos.

Lelah? Sudah pasti. Tapi Mesta tidak mempedulikanya. Ia mulai terbiasa dengan kesibukan. Setidaknya dengan menyibukkan diri, ia bisa lari dari pikiran yang bisa membuatnya frustasi.

Setiap hari dia ditamani satu anggota dari bagian keamanan dan ketertiban. Kecuali di hari senin, dia akan ditemani oleh ketua OSIS langsung. Ini akan menyenangkan jika Mesta berjaga dengan Narinci. Namun tidak jika jadwal Rais. Pemuda itu akan menunjukan kemampuan di depan Mesta. Seolah mengejek bahwa ia yang lebih pantas menjadi ketua. Semua diambil alih. Dari mencatat , dan menegur siswa yang melanggar. Mesta acuh tak acuh. Lagi pula ia terbantu. Dengan begini pekerjaanya akan lebih ringan bukan?

Seperti saat ini. Mesta santai duduk di samping pak satpam yang tertidur. Sedang Rais sibuk mencatat dan menghardik yang melanggar. Ini nampak menyenangkan. Tapi Mesta merasa tidak nyaman. Rais tidak memberikanya pekerjaan sama sekali. Semua ia lakukan sendiri. Terlebih saat guru melewati gerbang.

"Selamat pagi bu." Rais menyapa bu Femi.

"Selamat pagi juga Rais. Sejak kapan kamu jadi satpam?" Terdengar tawa dari keduanya. "Sepertinya kamu cukup baik jadi bagian keamanan ya. Oh ya, kamu cuman sendirian? Mana Mesta. Bukanya dia yang harus berjaga setiap hari?"

Rais tersenyum jumawa. "Mesta ada di pos bu."

"Kamu tidak boleh membuatnya santai begini nak Rais. Dia itu ketua, seharusnya dia yang harus lebih aktif. Ya sudah, duluan ya, Is." Motor bu Femi melaju menuju parkiran, meninggalkan Rais yang tersenyum penuh kemenangan ke arah Mesta. Percakapanya dengan bu Femi tidak cukup pelan hingga Mesta bisa mendengarkan semua. Tangan Mesta terkepal saat Rais berjalan masuk ke pos.

"Aku mau periksa absen." Rais meraih buku yang berada di hadapan Mesta. Tapi sebelum buku itu bisa ia genggam, tangan Mesta yang lebih dulu meraihnya. "Biar aku saja."

Rais tertawa mencemooh, "jangan sungkan pak ketua. Biar aku saja." Rais berusaha meraih buku dalam genggaman Mesta. Tubuh Mesta yang lebih tinggi dari Rais jelas lebih unggul. Tapi Rais masih berusaha menggapainya. Tidak akan Mesta beri. Namanya tercoreng sudah di depan ibu Femi tadi. Rais berbicara seolah Mesta pemalas, dan tidak pantas menjadi ketua. Mesta memang tidak menginginkan jabatan ini. Tapi bukan begini caranya.

Rais berhenti berusaha meraih. Wajahnya mengeras, namun tetap mengekori Mesta yang berjalan di depanya.

•••🎭•••


Narinci mengocok dadunya. Enam angka, "satu, dua, tiga, empat, lima, enam. Yah, kok malah kenak kepala ular sih."

Fenia dan Billa terbahak. "Aku lebih unggul sekarang. Asiik." Fenia mengocok dadunya. "Yosh, sesuai prediksi. Satu, dua. Yuhuuy, naik tangga."

Billa bertepuk tangan. Menjadi penonton rupanya lebih asik. Dia bisa menertawakan pemain, disatu sisi juga menjadi pendukung. Narinci mengangkat lengan kemeja panjangnya. Sekarang giliranya mengocok dadu. Dua dadu sama-sama menunjukan angka enam. Fenia berteriak frustasi, sedang Billa sudah terbahak. Dua belas langkah Narinci tepat menuju finish. Narinci menang.

"Besok main monopoli aja ya. Nggak mau main ular tangga lagi." Fenia merapikan ular tangga, dan menyimpan dadunya.

"Loh, udahan nih mainya?" Narinci berusaha meraih kembali ular tangga. Ini adalah kemenangan pertamanya, lagi pula mereka baru bermain sekali. Tapi tanganya ditepis oleh Fenia.

"Makanya, sudah kubilang kan. Saya ini juara ular tangga sedunia. Berikan tepuk tangan kepada Narinci Ananda Suryani." Narin bertepuk tangan sendiri, "selaku pemenang asian games cabang olahraga ular tangga. Aplous."

Billa terbahak hingga terguling-guling di kursi taman baca. Sedang Fenia sudah tersungut-sungut.

"Sejak kapan asian games ada cabang olahraga ular tangga?"

Narinci tertawa. Memandang Fenia jumawa. "Iri bilang boss ahay, bal bale bal bale." Narinci menggoda Fenia dengan mengibas-ngibaskan kedua tanganya menyerupai ayam. Fenia yang geram melempar Narin menggunakan kerikil. Billa hanya terus tertawa melihat Narinci dan Fenia yang saling kejar-mengejar. Perutnya sudah kebas karna tertawa tanpa jeda.

Narinci ngos-ngosan. Terduduk disamping Billa. Fenia juga langsung meraih botol air minum. Billa tersenyum.

"Udah main kejar-kejaranya nak? Sini mama suapin." Billa menyodorkan tangnya seolah-olah sedang memegang sendok. Berlagak bak ibu-ibu di taman kanak-kanak yang menjaga anaknya.

"Nggak lucu," ucap Fenia sambil meletakan kembali botol air minum.

"Kamu bawa bekal lagi, Nar?" tanya Billa. Yang dijawab anggukan oleh Narin.

"Isi lebih hemat, harga terjangkau." Narinci meniru iklan yang sering muncul di tv.

Billa tertawa, lalu mengajak Fenia untuk membeli makanan di kantin, dan memakanya bersama-sama dengan Narinci di taman. Selagi menunggu Billa dan Fenia membeli makanan, Narinci mengatur kain dan menggelarnya di rerumputan. Mereka akan kemping kecil-kecilan.

Tujuh menit dan kedua sahabatnya sudah datang. Billa dan Fenia membeli nasi goreng, agar sama dengan bekal Narinci. Billae mendongak, manatap lagit Gorontalo yang mendung namun tidak hujan sejak pagi tadi.

"Dari tadi langit kayak muram, tapi nggak juga turun hujan." Billa melahap timunnya. Narinci dan Fenia juga ikut mendongak.

"Hawanya jadi dingin ya," timpal Narinci. Fenia melahap satu sendok nasi goreng.

"Maaf ya Nar soal kemarin. Bukanya kita nggak mau duduk sama kamu, tapi ada Mesta di depan kamu. Kita jadi sungkan." Fenia membuka obrolan.

"Iya, aku juga minta maaf," pinta Billa. Yang dimintai maaf cengengesan.

"Di mafin kok. Mesta memang nyeremin." Mereka tertawa bersama.

"Jadi gimana? Enak jadi keamanan?" tanya Bila.

"Saya tanya balik deh, enak nggak jadi ketua keagamaan."

"Ya semua itu ada enak dan enggaknya sih, Nar," jawab Billa.

"Nah itu, jadi keamanan juga ada enak dan enggaknya."

"Gimana bekerja di bawah Mesta?" Kali ini Fenia yang bertanya.

Narinci menelan nasi gorengnya sebelum berujar, "hebat, Mesta paling bisa diandalkan. Cuman jujur aja ya, saya sedikit nggak suka sama Rais."

"Oh Rais to. Dia sering jadi bahan pembicaraan sih. Aku sering denger mereka ngomongin dia, baik dari kalangan sesama pengurus dan bahkan anggota."

"Ah iya," Fenia menimpali. "Katanya dia itu sok banget pas jadi keamanan. Kalo kata anggota sih GJ."

"Apa tuh GJ?" tanya Narinci.

"Gila jabatan." Jawab Billa dan Fenia serempak.

Narinci tertawa. "Dan kita jadi gibahin Rais nih."

"Dia memang ngeselin tau, semua di kerjain. Bukan cuman bagianya sendiri. Keliatan banget cari muka sama guru," racau Fenia.

"Bukanya keamanan memang punya hak penuh ya? Jadi dia bisa ngurus apa aja, bahkan kerjaan ketua." Billa menimpali.

"Iya kah?" Narinci terbahak bersama Billa. Menertawakan Fenia yang kicep.

Dan acara kemping kecil-kecilan itu berlanjut dengan obrolan gosip yang lainya.

•••🎭•••

Gadis JinggaWhere stories live. Discover now