10. P E L A N T I K A N

7 4 1
                                    

.
.
.
.
.
.
🎭


Riuh tepuk tangan memenuhi aula. Pak kepala sekolah, selaku orang yang melantik memberi selamat. Dan kini, ketua OSIS lama dan baru bergantian memberi pidato. Jio tersenyum tenang. Walau ekpresinya tidak terlalu berlebihan, tapi raut puas terpatri di wajahnya. Ya, dia menang.

Pak kepala sekolah menyerahkan jas kepada Jio. Itu jas kebanggan, dengan tulisan ketua di dada kanannya. Semua pengurus mendapatkan jas yang sama, dengan jabatan masing-masing tentunya.

Yiro menatap jasnya dengan mata bergetar. Dia ingin menangis. Tidak rela jika kini ia sudah resmi menjadi pengurus bagian kebersihan. Diseberang, Mesta duduk bersama barisan keamanan lainya. Dengan Narinci dibarisan tersebut.

Rais, bagian keamanan yang dilantik bersama Mesta dan yang lainya itu menjabat tangan Mesta.
"Aku harap kita bisa berkerja sama," ucapnya, kemudian keluar dari aula bersama yang lainya. Siswa yang menontonpun mulai berkurang. Sebagian memberi selamat pada yang telah terpilih.

Narinci yang berjalan di sebelah Mesta menoleh.
"Aku punya firasat buruk tentang orang tadi." Narinci mengutarakan pendapatnya. Mesta mengangguk. Turut merasakan hal yang sama. Genggaman Rais terlalu kuat saat menjabat tadi. Seolah menandaskan ketegasan dan ancaman yang ia tidak mengerti.

"Oh ya, di mana Yiro?" tanya Narinci, celingukan. Mesta juga ikut mengedarkan pandangan. Dan manusia yang mereka cari-cari itu nampak sedang berbicara dengan seorang perempuan. Tidak, karna sepertinya dia sedang berbicara dengan senior kebersihan. Mesta kenal kakak kelas itu, senior yang sama dengan yang menegur Yiro pada saat itu.

Sepertinya pembicaraan mereka sudah selesai. Yiro berjalan mendekati kedua orang yang memperhatikanya. Ia nampak lesu, dan mata sayu. Tidak ada senyum riang yang biasa ia tunjukan.

"Aku butuh jus jambu," lirih Yiro. Memandang memelas kearah Mesta. Yang dipandang mendengkus. Mengangguk kemudian. Dan sekarang mereka sedang menuju kantin.

Keadaan kantin cukup ramai, walau tidak sepadat biasanya. Ya, siapa juga yang ingin kesekolah pada hari minggu? Hanya murid-murid yang patuh yang datang. Atau sekedar ingin melihat proses pelantikan. Lagi pula Kepala sekolah hanya mewajibkan pengurus lama dan pengurus baru yang kesekolah. Sisanya tidak diwajibkan walau dianjurkan datang.

Mereka duduk di meja bundar samping penjual gorengan. Penjual kantin pun tidak semua yang hadir rupanya. Terlihat dari beberapa stand makanan yang kosong. Narinci mencocol kerupuk ubi dengan saus tomat. Melambai saat Billa dan Fenia memasuki kantin. Narinci menunjuk dua kursi sampingnya yang kosong. Ingin mengajak mereka duduk bersama. Tapi ditolak. Billa dan Fenia menunjuk Mesta yang membelakangi mereka.

Narinci melongo saat Billa dan Fenia lebih memilih duduk di sudut kantin. Emangnya apa yang salah dengan Mesta? Tanyanya dalam hati.

Narinci Terus mengarahkan pandanganya pada Mesta. Menelisik, mencari sesuatu yang nampak salah. Wajah Mesta tampan seperti biasanya. Wajah yang jarang berekspresi itu tidak nampak buruk walau sehari-hari hanya menunjukan kedataran. Alis yang menukik tajam dan mata yang seperti elang. Narinci paham. Itu yang menyebabkan ia nampak menakutkan. Terlebih sekarang ia menjadi keamanan, bahkan ketuanya. Sebuah jabatan yang derajatnya lebih tinggi dari pada ketua. Narinci ingat rumor yang beredar, dimana di tahun-tahun sebelumnya, ketua keamanan pernah membuat ketua OSIS lengser dari jabatanya.

"Muka Mesta nggak bakal ilang kok, walau nggak diliatin terus." Yiro yang keadaan hatinya sudah membaik setelah meminum jus jambu itu menarik turunkan alisnya. Menggoda Narinci yang sekarang wajahnya sudah merah padam. Sedang Mesta masih sedatar biasanya, walau sudut bibirnya terangkat samar.

Yiro menyeruput jus jambunya hingga tandas. Ia tersenyum girang. Tanganya terulur ingin meraih satu kemasan jus jambu lainya yang masih utuh. Namun kotak kemasan itu melayang. Di angkat oleh tangan yang kurang ajar. Yiro sudah membuka mulut, hendak melontarkan umpatan, sedetik sebelum perempuan di hadapanya melotot.

"Kenapa? Mau protes! Ikut aku sekarang. Infentaris kebersihan belum kamu ambil. Bagaimana mau jadi bagian kebersihan kalau baru di lantik saja sudah tidak becus!" sungut senior kebersihan itu. Narinci melirik papan nama yang bertengger di atas saku kemeja senior tersebut. Dania, nama kakak kelas yang memarahi Yiro itu bernama Dania.

Yiro memandang lesu ke arah Dania.
"Tapi kan kak, bukan cuman saya seksi kebersihan. Lagi pula ada ketu ...." ucapan Yiro terpotong, karna Dania sudah menarik telinganya. Hingga mau tidak mau Yiro tidak terkutik, saat di bawa pergi.

Satu kata yang terlintas di pikiran Narinci adalah. Sentimen.

Narinci kembali mengunyah kerupuk. Dan itu membuat ia teringat kejadian Billa dan Fenia tadi. Ia berdehem, membuat Mesta memperhatikanya.

"Kamu nggak merasa di jauhin orang-orang, Mes?"

Mesta menangguk.

"Terus kamu nggak ada usaha untuk merubah pikiran mereka? Kamu nggak mau nunjukin kalau sebenernya kamu tidak seperti yang mereka pikirkan?"

"Buat apa?"

Narinci kicep.

"Biarkan mereka bebas berargumentasi. Aku nggak mau mikirin itu. Ribet. Buat apa merubah pikiran mereka jika memang yang nereka katakan benar adanya. Kalau mereka ingin menganggapku demikian ya silahkan. Tidak ada untungnya, kecuali pengakuan."

"Tapi sikapmu buat orang segan untuk berteman."

"Ya, aku sengaja melakukanya." Narinci membelalakan mata. Buku itu sudah terbuka, dan kini Narinci sedang membaca halaman pertama.

"Punya banyak teman tidak akan membuatku punya hidup yang lebih baik."

Narinci mengangguk-anggukan kepala.
"Yiro berarti istimewa ya, buktinya kau hanya mau berteman denganya."

"Tidak istimewa, aku tidak menyukainya, juga tidak membencinya. Yiro itu keras kepala, jadi walau aku mengusirnya dengan eskafator sekalipun, dia tidak akan mundur." Narinci tertawa.

"Selera humormu bagus, Mes."

"Kalo itu pujian, makasih. Tapi aku tidak bercanda," kata Mesta. Sontak membuat Narinci semakin terbahak. Ia tertawa lepas, hingga orang-orang di kantin menatap mereka.

"Jadi, seandainya kamu bisa, kamu sungguh mau mengusirnya ya." Narinci terus tertawa. Mesta hanya diam, bingung bagian mana yang lucu. Karna ia merasa yang ia katakan tidak lucu sama sekali.

Mesta memperhatikan wajah Narinci yang memerah karna terus tertawa. Tawa Narinci menular, Mesta pun ikut terbahak. Tapi mendadak suara Narinci berhenti. Oh tidak, rasanya kantin mendadak hening. Bahkan suara denting sendok pun tak terdengar.

"MESTA KETAWAA!!"

•••🎭•••

Nggk sampe 1k word😵
Laporkan jika menemukan typo dan kalimat nggk efektif.

Makasih🤧

Gadis JinggaWhere stories live. Discover now