6. T E R T A R I K

9 2 0
                                    

.
.
.
.
.
.
🎭

Dua hari setelah pengumuman kejuaraan di sebarkan. Kepala sekolah berterima kasih dan dengan bangganya mengajak para pemenang yang lolos ke O2SN dan FLS2N untuk maju dihadapan siswa-siswi lainya saat apel pagi tadi. Mengharumkan nama sekolah, juga membawa nama kecamatan mereka.

Yiro bertepuk tangan, kala pak kepala sekolah menyerahkan piala dan mendali. Tersenyum kearah kamera sebagai dokumentasi. Seperti biasa, Mesta hanya memandang datar semua kejadian didepanya. Tapi isak tangis beberapa orang membuat ia menoleh. Alis Mesta sedikit berkerut. Di belakangnya, tepatnya tiga baris menyamping, berkumpul delapan orang. Empat perempuan dan empat laki-laki. Mesta kenal siapa mereka.

"Kita ngecewain bu Femi," isak Widy sambil terus menunduk.

"Di ... tahun-tahun sebelumnya, tari ... selalu lolos hingga ... tingkat nasional. Dan ... kita merusak sejarah," ucap Fenia terbata-bata. Dari semua, dia yang paling terisak.

Keempat cowok dalam kerumunan menelan ludah. Turut merasa bersalah. Pementasan mereka memang baik. Tapi ada yang lebih terbaik. Juri memberi penilaian dari segi koreografi, hafalan, dan kekompakan. Dan seperti yang ibu Femi katakan kepada mereka sebelum apel pagi, kelompok Narinci kurang menguasai gerakan. Dan kesalahan paling banyak diperbuat oleh keempat laki-laki diantara mereka ini. Tidak ada yang saling menyalahkan, tapi mereka punya perasaan, dan turut menyesal.

Mesta masih memperhatikan Narinci dari kejauhan.

Si gadis jingga menghela nafas. Raut kecewa juga terpancar dari wajahnya. Namun gadis itu dengan cepat merubahnya. Ia tersenyum. Senyum yang tulus dan bukan dibuat-buat.

"Kenapa kecewa? Walau tidak menang, kita sudah berusaha bukan." Narin memandang satu-satu teman dihadapanya.

"Ini salah kita," ucap Andi penuh penyesalan. Diikuti oleh anggukan dari ketiga cowok lainya.

Kepala sekolah di depan sana sudah selesai melakukan dokumentasi. Lalu para siswa dibubarkan. Tapi kedelapan remaja itu tetap di tempat. Sedangkan Mesta, sudah ditarik oleh Yiro menuju tukang siomay yang menjajakan daganganya di luar pagar.

Dari bentang jarak sejauh ini, Mesta tidak bisa mendengar pembicaraan mereka. Tapi dia bisa melihat Narinci yang menggenggam tangan teman-temanya. Gadis itu mengangkat wajah Widy, lalu mengelap air matanya. Demikian pula ia lakukan pada ketiga teman perempuanya.

Si gadis jingga membentangkan kedua tanganya. Lalu keempat cowok dihadapanya maju. Mendekap Narinci secara bersamaan. Membuat gadis yang tidak terlalu tinggi itu nampak tenggelam. Hanya beberapa detik, lalu senyum kembali terbit di wajah ketujuh teman di hadapan Narinci.

Mesta terus memperhatikan, hingga tidak sadar jika Yiro sudah menggenggam dua kantong kecil siomay, sambil meneriaki namanya.

Narinci melompat-lompat girang. "Udah ya nangisnya. Gimana kalo nanti istirahat saya traktir kalian," ucap si gadis jingga tidak cukup pelan hingga Mesta bisa mendengarnya.

Siapa yang bisa menolak gratisan?

Ketujuh temanya mengangguk. Lalu melangkah menuju kelas masing-masing dengan langkah yang lebih ringan. Tak lupa mengucapkan "Selamat berjumpa di kantin nanti".

Yiro berdehem, dan akhirnya Mesta menoleh.
"Hey bung! Aku sudah memanggilmu ribuan kali dan ternyata fokusmu tidak terganggu ya." Yiro menyerahkan sekantong siomay bagian Mesta. Sedangkan ia kembali memakan satu tusuk terakhir miliknya.

Gadis JinggaWhere stories live. Discover now