3. T A R I

21 8 5
                                    

.
.
.
.
.
.
🎭

Masih dengan kaus yang basah setelah berlatih, Narinci duduk di tribun sambil mengibas-ngibaskan kemeja layaknya kipas angin. Rasanya ruang olahraga yang mereka pakai sebagai tempat berlatih itu jadi seperti microwave sekarang. Fenia yang melihat itu langsung berseru.

"Hey Narin! Itu nanti kemeja kamu lecek bin kucel," tukas Fenia, sambil berusaha menarik kemeja yang sudah tidak berbentuk itu.

"Panas Fen!" rintih Narinci berusaha mempertahankan kemeja kucelnya. Billa datang sambil membawa kipas angin kecil dalam genggaman. Menyerahkanya pada Narinci yang sudah tertawa kegirangan. Fenia mencebik, sambil melipat kemeja Narinci dan berusaha membuatnya rapi kembali.

"Widy mau mundur," ucap Billa sambil beringsut duduk di samping Fenia.

"Apa! Jangan nge-prank." Fenia membelalakan matanya. What the hell? Mentang-mentang ketua, Widy tidak boleh seenak jidat. Bagaimana ekskul tari di mata guru nanti?

"Bukan prank. Widy kayaknya sungguh-sungguh ngomong gitu. Dia marah sama cowok yang katanya nggak serius latihan."

"Jangan gitu dong. Tinggal lima hari lagi sebelum FLS2D." Narinci yang sebelumnya sibuk dengan kipas angin, kini sudah mulai ikut terpancing.

"Dia penari inti kan? Dia juga ketua. Tinggal keluarin aja cowok. Kan kita bisa nari cewek semua," ujar Fenia mulai jengkel.

"Aku juga maunya gitu. Tapi tari saronde kan memang harus berpasangan."

"Kita pake tari tolotidi aja. Kan tari tolotidi cewek semua." Fenia masih keukeuh ingin mengeluarkan cowok dari grupnya.

"Iya, kita bisa pake tolotidi. Tapi emang Bu Femi mau ngelatih kita dari awal lagi? Sedangkan lomba tinggal itung hari." Billa pun sudah benar-benar menyerah. Dia tidak tahu harus di kemanakan ekskul favoritnya ini.

"Panjang umur," ujar Narinci, dengan suara pelan namun bisa didengar oleh dua temanya yang sedari tadi pusing tujuh keliling. Fenia dan Billa sama-sama menoleh ke arah mata Narinci memandang. Nampak Widy datang dengan mata merah habis menangis.

Fenia berpaling kala Widy sudah di hadapan mereka. Narinci menelan ludah. Fenia dan Widy memang sulit akur. Nabila menghela nafas pelan kemudian tersenyum.

"Gimana Wid, udah ngomong sama ibu Femi? Diizinin nggak kamu mundur?"

Widy menggeleng sambil merunduk.

"Yaiyalah," umpat Narinci dalam hati. Sedikit kesal melihat sang ketua yang sering berlaku egois.

Empat cowok berjalan mendekat. Nampak sok memperlihatkan wajah menyesal. Rasanya Narinci ingin tertawa. Tapi demi melihat wajah ke empat lelaki itu ia diam. Menyisakan wajah konyol, yang siap mengeluarkan kelakar kapan saja.

Ke empat cowok itu sudah mengelilingi Widy. Meminta maaf dan berusaha membujuk. Tidak ada pilihan lain, Widy pun mengangguk dan mulai memutar kembali audio dari speker.

Narinci berdiri. Merasa lebih semangat. Diliriknya Fenia yang masih memasang wajah kusut. Gadis itu pun mulai bergaya bak monyet. Tangan kanan di kepala dan tangan kiri di pantat. Berjalan ke arah Fenia dengan kaki agak ditekuk. Billa memukulnya ringan, sedang Fenia sudah tertawa terbahak-bahak sambil menghindar dari kejaran monyet jadi-jadian itu.

Gadis JinggaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora