30. Kedatangan Darka

289 37 0
                                    

Darka dan Tifanya sudah sampai di Jakarta siang ini. Mereka langsung pergi ke rumah Vero putra mereka. Selepas mendengar pertentangan Ivy dengan peraturan keluarga tentang hubungannya dengan pria yang bukan berasal dari keluarga dokter tentu saja membuat Darka sangat marah. Tidak ada yang boleh memutuskan keluarga Pati. Keluarga Pati harus semakin meluas dan membuat semua dokter berasal dari keluarga Pati.

Satu ambisi Darka yang harus tercapai, dan tidak boleh ada yang melarang. Darka akan semakin memperluas jangkauan keluarga Pati.

"Mas, kamu jangan sampai marah-marah langsung ke Ivy, ya? Kamu jangan sampai buat Ivy sakit hati, kasian Ivy, dia lagi ada di posisi terendah pastinya," peringat Tifanya pada Darka.

Darka mengepalkan tangannya, istrinya ini terlalu sayang kepada Ivy sampai-sampai tidak memedulikan peraturan keluarga. "Kamu jangan terlalu sayang sama Ivy, Tifanya. Dia itu keras kepala, dia menginginkan kita memutuskan jangkauan dokter keluarga Pati. Dia ingin mengubah peraturan keluarga yang sudah kita buat."

Tifanya menggeleng. Bukan Ivy yang keras kepala, tapi Darka. Ivy hanya berperilaku seperti remaja pada umumnya. Ivy hanya berperilaku seperti kebanyakan teman-temannya. Ivy ingin menentukan jalan hidupnya sendiri, bukan jalan hidup yang keluarga tentukan. Ivy ingin jatuh cinta tanpa memandang apapun, tanpa memandang status keluarga, asal-usul keluarga, atau apapun itu. Apa Ivy salah?

"Bukan Ivy yang keras kepala, Mas. Kamu yang keras kepala, kamu yang terlalu ambisius dan menekan semua keluarga kita supaya mengikuti keputusan apapun yang kamu buat. Kamu egois, kamu menghalalkan segala cara untuk keinginan kamu, untuk kepentingan kamu sendiri, sampai kamu memutuskan hubungan anak cucu kita, hubungan percintaan mereka." Tifanya menggenggam erat pergelangan tangan suaminya.

"Berubah, Mas. Ivy gak salah, Ivy cuma mau membuat garis kisahnya sendiri. Kamu sudah terlalu banyak membuat garis kisah, garis kisahmu sendiri, garis kisah anak-anakmu, kamu udah gak usah menentang hubungan Ivy lagi," lanjutnya.

Darka menggeleng cepat. Mana mungkin perjuangannya harus selesai hanya karena seperti ini. Tidak mungkin, ia tidak mungkin mau menghentikan langkahnya di tengah jalan. "In your dream."

***

TING TONG! TING TONG!

Vanya yang sedang membaca majalah sambil menyeruput secangkir teh hangat langsung bangkit dari duduknya lantaran bunyi suara bel yang begitu memekikkan telinga.

Wanita itu membuka pintu yang langsung menampakkan dua orang mertuanya. "Ayah, Ibu, mari masuk!" ujarnya mempersilakan mertua untuk masuk.

"Mana Ivy? Dia pacaran sama cowok yang bukan dari keluarga dokter?" tanya Darka langsung sarkas. Tentu saja Vanya langsung kaget, dari mana mertuanya tahu? Apakah Vero yang memberitahu mereka?

"Kamu itu bisa didik anak gak sih, Vanya? Anak kamu itu meresahkan sekali, menolak untuk menjadi dokter, pacaran sama cowok gak jelas, apa kamu gak ajari peraturan keluarga yang hukumnya wajib ke dia? Apa kamu gak ajari sopan santun ke dia? Ivy itu menyulitkan keluarga saja bisanya," omel Darka langsung menaiki anak tangga satu-persatu.

Tifanya hanya bisa mengelus punggung menantunya. "Yang sabar, ya. Mas Darka emang gitu." Untung saja ibu mertuanya ini baik, jika tidak, Vanya mungkin sudah kesusahan mempunyai mertua yang maunya menang sendiri saja.

"Ayah? Kenapa ayah ke Jakarta? Ayah masih sakit, ayah seharusnya gak boleh ke mana-mana dulu." Vero yang keluar dari kamarnya langsung disuguhkan kedua orang tuanya yang berada di Jakarta. Darka dengan raut marahnya dan Tifanya yang sedang mengusap lembut punggung Vanya.

"Memangnya kenapa? Ayah tidak boleh menemui anak dan menantunya? Ayah tidak boleh menemui cucu yang sedang menentang aturan keluarga? Kamu seharusnya bilang ke ayah kalau Ivy keras kepala lagi, Vero. Kamu seharusnya memarahi Ivy dan langsung menentang Ivy. Kamu harus keras kepada Ivy." Darka mengomel tidak jelas, memang benar-benar tidak mau peraturan keluarga hancur.

Vero langsung menghentikan langkah Darka saat ingin mendekati kamar Ivy. Vero tahu kalau Ivy masih bersedih karena pertentangannya tadi pagi. Biarkan Ivy menetralkan hatinya dulu. Biarkan Ivy tenang dulu.

"Ayah jangan ke kamarnya Ivy, Ivy pasti masih sedih. Tadi Vero udah tentang hubungannya, berikan Ivy waktu untuk tenang dulu, sebentar saja. Kasian Ivy, Ayah." Vero melarang Darka untuk memasuki kamar Ivy.

Darka menepis tangan putranya. Ia sama sekali tidak suka dihentikan. "Kamu jangan berhentiin ayah, sampai kapanpun ayah gak mau kasian sama orang yang udah menentang peraturan keluarga. Tidak ada kasian untuk Ivy, Vero. Dia harus segera ditentang." Langkah Darka semakin panjang dan langsung membuka pintu Ivy.

"Bangun kamu, Ivy! Jangan buat Opa marah ke kamu!"

Teriakan Darka yang memekikkan telinga langsung membuat Ivy bangkit dari tidurnya. Gadis itu kaget lantaran Darka sedang berada di kamarnya. Di Jakarta. Bukankah Darka sedang sakit?

Ivy langsung mendekati Darka dan menaikkan satu alisnya seolah bertanya ada apa. Tepat beberapa sentimeter di hadapan Darka ...

PLAK!

Satu layangan tamparan keras dari Darka sudah mendarat di pipi Ivy. Ivy merasakan sakit, darah segar mengalir di sudut bibir Ivy.

"Kamu sudah berhasil membuat Opa marah! Kamu sudah berhasil membuat Opa datang ke Jakarta dari Bali! Kamu tau aturan keluarga, bukan? Kenapa aturan keluarga selalu kamu tentang? Kenapa kamu selalu keras kepala? Awalnya kamu tidak mau menjadi dokter dan sekarang kamu berpacaran dengan cowok tidak jelas—"

"Ravin cowok yang jelas! Dia cowok baik yang selalu ada di samping Ivy! Ravin cowok yang jelas, dia cowok yang selalu ada di saat Ivy senang maupun susah. Bahkan Ravin jauh lebih jelas daripada keluarga besar kita!" potong Ivy saat Darka sedang berbicara, tentunya hal demikian semakin membuat emosi Darka meninggi. Kurang ajar sekali, Ivy!

PLAK!

Lagi-lagi Darka melayangkan tamparannya ke Ivy. Ia sangat marah dengan cucunya itu.

"Kurang ajar kamu, Ivy! Kamu sama sekali tidak bisa dikasih hati! Kamu itu pembawa masalah di keluarga besar! Kamu itu malapetaka di keluarga besar!"

Hati Ivy seperti dihantam ribuan batu. Hati Ivy hancur. Sakit, benar-benar sakit. Ivy langsung meluruhkan air matanya, Ivy langsung meremas ujung rok abu-abunya. Kapan Ivy dimengerti, Tuhan? Ivy hanyalah malapetaka.

Vero, Vanya, dan Tifanya hanya bisa diam di tempat saat melihat kejadian tersebut. Mereka tidak ada niatan menghentikan Darka sama sekali. Mereka takut kepada Darka.

Ivy menghapus semua jejak air matanya. Ia mulai kembali melebarkan senyumnya. "Kenapa? Kenapa Opa selalu memaksa kita untuk menjadi orang yang memang Opa harapkan? Kenapa Opa selalu memaksa kita untuk mengikuti semua keinginan Opa? Apa kita gak berhak membuat garis hidup kita sendiri? Apa kita gak berhak bahagia dengan pilihan kita sendiri? Apapun yang kita inginkan selalu Opa tentang? Apa Opa takut reputasi keluarga kita hancur sehingga Opa menyiutkan nyali dan mimpi kita?"

***

Hai, Guys! Selamat pagi, selamat siang, selamat sore, dan selamat malam buat kalian semua yang baca cerita ini!

Semoga enjoy selalu<3

Kalau Darka sudah berkehendak, semua bisa terjadi.

See you!

Xoxo,

Luthfi Septihana🌹

MIPA VS AKUNTANSIWhere stories live. Discover now