"Rumahku kecil, Vy. Kamu yakin mau ke sana? Rumahku sempit, di sana panas, gak ada AC sama sekali. Kipas angin aja cuma ada dua," sahut Ravin minder.

Ivy menepuk pundak Ravin. Ia tersenyum tipis. "Aku gak pernah mempermasalahkan apapun tentang kamu, kan? Aku sama sekali gak pernah mempermasalahkan keluarga kamu juga, kan? Aku juga bukan cewek matre yang harus malu kalau di samping kamu. Sejak aku memilih mau berjuang bersama kamu, aku udah meyakinkan diriku untuk menerima segalanya dengan kamu. Kamu gak perlu malu, kamu gak perlu minder, Vin. Kamu dan orang tuamu berhak memiliki kehidupan yang berbeda. Kamu berhak jauh lebih sukses."

Ivy memang sangat baik. Entah Tuhan menciptakan Ivy sesempurna apa sampai-sampai Ravin tak bisa berkata-kata. Hati Ivy benar-benar suci nan bersih. Ivy cantik. Ivy pandai. Ivy terlahir sebagai seorang putri keluarga terpandang, namun dirinya sama sekali tidak pernah sombong.

Ravin berulang kali mengucapkan syukur. Ravin akhirnya bisa mendapatkan gadis sebaik Ivy. Ravin akhirnya bisa memiliki gadis sesempurna Ivy.

Tak perlu memikir lama lagi, Ravin langsung mengangguk. Ia tentunya akan mengenalkan Ivy dengan sangat bangga ke ayah dan ke ibu.

"Makasih ya, Vy. Makasih kalau kamu mau menerima aku apa adanya," ujar Ravin dengan tulus.

"Udah sana pulang."

***

Ivy baru saja selesai berendam, gadis itu memijit kepalanya yang nampak sedikit pening. Besok adalah hari Minggu. Besok Ivy berniat untuk mengunjungi rumah Ravin.

TING!

Notifikasi ponsel masuk, membuat Ivy menoleh dan meraih ponselnya di nakas. Rupanya ada satu pesan masuk, pesan itu berasal dari Violetta Graviella Andipati—sepupu Ivy, anak dari Om Andi dan Tante Viella. Ivy sering memanggilnya dengan sebutan Vio. Vio ini kelas dua belas, ia bersekolah swasta di Kota Bandung. Sebentar lagi Vio akan memasuki dunia perkuliahan.

Violetta Graviella Andipati: Vy lo sibuk gak?

Sylvia Ivy: Enggak, Vi. Kenapa emangnya?

Violetta Graviella Andipati: Gue mau curhat sama lo. Mamah sama papah nyuruh gue kuliah di Inggris bareng Natasya, Vy. Padahal gue sama sekali gak mau ke sana. Gue mau kuliah bareng pacar gue di Indonesia aja.

Sylvia Ivy: Loh? Lo dipaksa sama Om Andi? Sama Tante Viella juga?

Violetta Graviella Andipati: Iya, gue mau kuliah di Bandung aja, Vy. Mereka pengen gue kuliah di Inggris supaya bisa saingan sama Natasya. Gue harus gimana? Gue sama sekali gak mau.

Ivy menatap nanar ke arah ponselnya. Ternyata bukan hanya dirinya yang dipaksa. Ternyata Vio selama ini juga dipaksa, dipaksa untuk bersaingan dengan Natasya.

Sylvia Ivy: Lo tenang aja, Vi. Nanti gue coba minta tolong ke Natasya, ya.

Violetta Graviella Andipati: Oke, makasih ya, Vy.

Ivy langsung mencari kontak Natasya, ia ingin mengirimkan pesan untuk Natasya.

Sylvia Ivy: Nat, lo sibuk gak?

Anastasya Shena Adipati: Enggak, Vy. Kenapa emangnya?

Sylvia Ivy: Tadi Vio chat gue, dia dipaksa sama Tante Viella sama Om Andi untuk saingan sama lo. Dia dipaksa kuliah di Inggris, padahal dia pengennya kuliah di Bandung bareng doinya.

Anastasya Shena Adipati: Sumpah? Gue baru tau kalau Tante Viella sama Om Andi kaya gitu, nanti gue urus, ya.

***

Hai, Guys! Selamat pagi, selamat siang, selamat sore, selamat malam buat kalian semua yang baca part ini!

Semoga kalian enjoy selalu, ya!

Hayoloh, Violetta kenapa?

Ada konflik apa selanjutnya?

Mau part berapa nih tamatnya?

See you!

Xoxo,

Luthfi Septihana🌹

MIPA VS AKUNTANSIWhere stories live. Discover now