2. BERTEMU

43.7K 7.5K 535
                                    

Izin sudah diturunkan oleh Rama dengan berbagai persyaratan tentu saja. Pertama, sudah pasti harus dikawal dan ditemani, mengingat mereka masih gadis yang harus dipingit. Kedua, tidak boleh adanya interaksi intim dengan lelaki, meskipun dengan yang ningrat sekali pun atau bahkan dengan londo. Hanya boleh menyapa sopan dan berbincang beberapa menit, lalu pergi. Itu sudah menjadi etika dan tata krama tersendiri bagi keturunan ningrat saat itu.

"Loh, Ni, sepatumu kok cuma tinggal satu?" tanya Rara kebingungan ketika melihat sepatu adiknya hanya tersisa satu di halaman depan rumah.

"Oh itu, Mbak... eh... dibawa anjing kalau ndak salah, ya to mbok?" ucap Anjani sambil cengengesan kemudian menoleh dan menatap Yu Marsinah dengan tatapan penuh isyaratnya.

Yu Marsinah yang untungnya mengerti dengan kode majikannya langsung tersenyum, kemudian mengangguk, "Nggih, Ndoro Ajeng."

"Loh, kok bisa di rumah ada anjing?" tanya Rara kebingungan, sebab hewan seperti itu tentu saja haram masuk ke wilayah tempat tinggal yang terhormat dan terjaga seperti ini.

"Oh, nggih, itu ndoro... eh... Mas Wiryo lupa kunci gerbang depan waktu sore, terus anjing liarnya masuk, lalu bawa kabur sepatu Ndoro Ajeng Anjani," jelas Yu Marsinah agak terpatah-patah, namun berhasil mengarang cerita yang sempurna, membuat Anjani tersenyum penuh persetujuan pada asisten kadipatennya itu.

Rara tampak terdiam sebentar mengamati adiknya, lalu Yu Marsinah, sebelum akhirnya mengangguk. "Lain kali, suruh Mas Wiryo lebih berhati-hati ya, Yu," gumam Rara pada Yu Marsinah yang ditanggapi dengan anggukan patuh dan sopan.

Rara mengalihkan pandangannya pada adiknya kemudian menghela nafas pelan. "Pakai sepatunya Mbak Laras ndak papa to, Ni?" ucap Rara menawarkan.

Laras adalah kakak perempuan tertua di keluarga itu. Dia sudah menikah dengan seorang pria ningrat yang merupakan anak kedua dari Bupati Pasuruan. Anjani sendiri anak terakhir dari lima bersaudara.

Kakak pertamanya adalah Raden Mas Surya Tjakradiningrat, yang mana merupakan kakak tirinya. Kedua adalah Raden Ayu Larasati yang sudah menikah. Ketiga adalah kakak laki-laki kandungnya yang bernama Raden Mas Arya Tjakradiningrat. Lalu, barulah Raden Ajeng Rara dan dirinya yang terakhir. Mas Surya, Mbak Laras dan Mbak Rara berasal dari ibu sah yang mana nyonya rumah itu juga yaitu Raden Ayu Lasmi Tjakradiningrat, sedangkan dirinya dan Mas Arya adalah anak yang berasal dari hubungan terlarang ayahnya dengan pembantu di tempat tinggalnya itu. Ibu kandungnya sendiri meninggal ketika melahirkan dirinya, akibat pendarahan hebat.

Anjani tidak sering bertemu dengan Kangmas Surya, sebab pria itu jarang berada di area tempat tinggal. Kangmas Surya lebih sering mengikuti Rama berpergian, sebab dia adalah penerus takhta Bupati Klaten yang selanjutnya. Anjani lebih dekat dengan dua kakak tiri perempuannya dan kakak laki-laki kandungnya, yaitu Kangmas Arya. Hanya saja Kangmas Arya pun juga membantu Kangmas Surya, sehingga lagi-lagi jarang berada di rumah.

Kereta kuda sudah menunggu keduanya di depan gerbang rumahnya. Anjani memanjat naik kereta kuda itu, kemudian membantu kakak dan pembantunya juga ikut naik. Kereta kuda itu langsung meluncur meninggalkan rumah ke tengah kota yang ramai. Perkebunan dan sawah kecil menjadi pemandangan Anjani sejauh mata memandang. Ia menikmati hawa sejuk di sekitar rumahnya sambil menutup matanya sendiri. Suara serangga saling bersahut-sahutan menjadi pengantar perjalanan mereka. Jalanan itu memang mulai ramai oleh kereta kuda yang mengangkut hasil panen, ternak dan terkadang juga mengangkut bangsawan ningrat, maupun londo.

Ketika sampai di tengah kota, ketiga perempuan itu langsung turun dari kereta kuda. Rara langsung menggandeng Anjani, meninggalkan Yu Marsinah yang berjalan di belakang. Mata Anjani bertemu dengan mata seorang wanita pribumi dengan pakaian ningratnya. Wanita itu menggandeng balita dengan wajahnya yang terlihat sekali jika anak itu ada darah Belanda dalam tubuhnya.

KARSA ✔Where stories live. Discover now