8. SATU

49.8K 7.8K 792
                                    

"Ndak papa, nanti juga terbiasa," ucap Yu Isma berusaha menenangkan Anjani yang menangis ketika dimandikan pagi hari itu. Anjani menangis bukan karena ia diperkosa atau apa. Ia hanya merindukan rumahnya. Anjani merindukan Kangmas Arya, Mbak Rara, juga Yu Marsinah. Anjani merasa cengeng sekali, namun ia ingin pulang. Tempat ini terlalu luas dan juga terlalu asing baginya. Tidak ada yang ia kenal baik di rumah itu.

"Anjani kesepian, Yu," ucap Anjani sambil sesegukan.

"Ndak papa, Ndoro Ayu, nanti kalau Ndoro Ayu hamil dan punya anak, pasti ndak akan kesepian lagi," balas Yu Isma tenang sambil membantu Anjani berpakaian.

Bagaimana mau punya anak, wong dia saja tidak disentuh dan tidak ingin disentuh suaminya sendiri. Kangmas Reksa tidak kembali semalaman penuh ke kamar itu, membuat Anjani lega luar biasa. Pria itu tidak bertatap muka dengannya sama sekali sampai pagi ini. Anjani tidak peduli dan tidak mau tahu juga. Dalam pikirannya adalah mau tak mau ia harus melakukan 'itu' dengan Kangmas Reksa, sebab mereka diwajibkan punya anak. Belum lagi, mertuanya pasti juga akan memarahinya jika ia tidak kunjung melahirkan anak untuk penerus keluarganya. Dan harus laki-laki pula -setidaknya satu.

"Ndak mau punya anak," ucap Anjani lagi dengan tangisan putus asanya.

Yu Isma hanya terdiam dan menenangkan nyonyanya itu dengan usapan di punggung. Yu Isma merawat Anjani dengan sangat baik, jauh lebih baik dari Yu Marsinah. Yu Isma memandikannya kembang, memberikan wewangian rempah-rempah yang manis dan bahkan menghias rambutnya dengan bunga-bunga kecil yang diambil Yu Isma di pekarangan rumah utama. Nyatanya, Anjani tidak ke mana-mana hari itu, namun Yu Isma tampaknya sangat senang mendandaninya, seolah dia adalah boneka. Meskipun begitu, Yu Marsinah tetap nomor satu di hati Anjani.

"Cantiknya Ndoro Ayu," ucap Yu Isma ketika selesai mendandani Anjani. Anjani mendongak menatap Yu Isma dengan wajahnya yang masih enggan hidup.

"Yu senang sekali waktu tahu Raden membawa nyonya baru ke rumah ini," ucap Yu Isma berusaha meringankan suasana. "Yu dari dulu ingin sekali punya anak perempuan, supaya bisa didandani cantik seperti ini. Keluarga Raden juga ndak ada yang perempuan remaja, seperti Ndoro Ayu. Waktu Ndoro Ayu datang, Yu udah ndak sabar ingin merawat Ndoro Ayu."

Anjani tersenyum mendengarnya, membuat Yu Isma pun juga ikut tersenyum semakin lebar. "Nuwun, Yu," ucap Anjani pelan.

Tiba-tiba saja, seorang abdi dalem gadis menghampiri mereka sambil berjalan jongkok. Anjani menunduk dan melihat gadis itu mengatupkan tangan di depan hidungnya kemudian membungkuk, sebagai penghormatannya pada nyonya barunya itu.

"Salam saya, Ndoro Ayu. Raden menitipkan pesan, meminta Ndoro Ayu ke ruang kerjanya sekarang," ucap gadis itu dengan nadanya sopannya.

Anjani menatap gadis itu lamat-lamat. Gadis itu manis sekali menurutnya. Kulitnya sawo matang tanpa cela. Wajahnya mungil dengan matanya yang besar. Dahinya lebar dengan senyuman yang sopan. Pikiran Anjani mulai berkelana ke mana-mana. Tidak mungkin Kangmas Reksa tidak tergoda pada gadis semanis ini. Anjani curiga, gadis ini adalah istri pertama Kangmas Reksa yang tidak sah dan Anjani hanyalah istri kedua dengan status sah.

Pada zaman itu, setiap bupati diharuskan untuk memiliki istri sah yang berasal dari keturunan ningrat. Istri bupati yang berasal dari rakyat biasa hanya akan menjadi istri tidak resmi, seperti halnya ibu Anjani. Dulu, Kangmas Arya sempat bercerita, jika ia harus memanggil ibu kandungnya sendiri dengan panggilan 'Yu' dan memanggil ibu tirinya dengan panggilan 'Ibu'. Sistem poligami zaman Hindia-Belanda sangatlah menyakitkan bagi para wanita dan juga para ibu. Para wanita harus rela dimadu dan para ibu -simpanan ningrat, harus rela dipanggil 'Yu'.

"Nama kamu siapa?" tanya Anjani lembut.

Gadis itu kembali mengatupkan tangannya di depan hidung, kemudian berkata, "Nuwun sewu, Ndoro Ayu, nama saya Asih."

KARSA ✔حيث تعيش القصص. اكتشف الآن