1. SEPATU

60.8K 8K 515
                                    

Raden Ajeng Anjani tenggelam bersama pikiran sang penulis buku. Ia begitu menikmati buku yang dibacanya. Setiap kata demi kata, kalimat demi kalimat menciptakan bayangan baru dalam benaknya seolah ia sendiri yang menjadi karakter utama dalam buku itu. Buku itu memberinya pengetahuan baru, luas dan memberinya gambaran akan seperti apa kehidupan di luar sana.

Sebagai seorang gadis yang sudah mendapatkan masa menstruasi, Anjani dipingit oleh keluarganya sendiri. Ia tidak boleh keluar dari area tempat tinggalnya tanpa ditemani atau bahkan tanpa izin ayahnya. Jadilah Anjani mati kebosanan di area tempat tinggalnya. Memang ia masih menjalani beberapa rutinitas bersama kakak perempuannya yang sama-sama belum menikah sepertinya, hanya saja ia terkadang ingin kembali lagi ke masa sebelum dirinya dipingit dan masih diperbolehkan sekolah.

Kakaknya yang bernama Rara itu jauh lebih santun, berbudi dan patuh daripadanya. Anjani sendiri lebih berjiwa bebas, abstrak dan berandalan. Berapa kali ia menyelundupkan buku ke dalam kadipaten atau bahkan mencuri buku dari kamar kakak lelakinya. Tidak hanya itu saja, ia juga beberapa kali menyelinap keluar tanpa pengawalan dan pengawasan orang lain. Kalau ia ketahuan, bisa bisa ia digantung di depan gerbang kadipaten.

Saking tenggelamnya, ia sampai tidak menyadari jika ada langkah kaki yang mendekati kamar pingitannya. Anjani baru sadar ketika mendengar ketukan pintu dari arah luar. Dengan panik, Anjani langsung menyembunyikan buku itu ke balik bantalnya dan berpura-pura berbaring di ranjangnya. Pintu kamar itu terbuka dan menampakkan kakaknya yang bernama Rara mendekatinya perlahan. Rara duduk di pinggir ranjang sambil meletakkan tangannya di tubuh Anjani yang berbaring menyamping.

"Wanita ndak boleh malas, Ni," ucap kakaknya pelan. "Bersih tubuh dulu, nggih? Setelah itu, kita mbatik di ruang tengah. Mbak udah minta izin Rama supaya kita bisa ke tengah kota minggu ini."

Anjani mengangguk kemudian mengikuti kakaknya yang sudah berjalan di depannya. Anjani menoleh ke belakang memastikan buku selundupannya tetap aman tersembunyi. Ia menghela nafas lega. Untung saja tangannya bergerak cepat, jika tidak, bukunya bisa disita.

Ketika keduanya sampai di ruang mandi, Yu Marsinah sudah menyiapkan kemenyan, air kembang dan baju ganti baik untuk Rara dan Anjani. Yu Marsinah membantu keduanya untuk melepaskan pakaian hingga tinggal kemben batik dan jarik saja. Rara dan Anjani pun duduk saling membelakangi, menunggu air kembang itu membasuh kulit mereka.

"Mbak..." panggil Anjani pelan.

"Hm?" gumam Rara sambil menutup matanya, menikmati wangi air kembang yang kini mengalir di kulitnya.

"Ngapa ya Ibu ndak ngizinin kita baca buku?" ucap Anjani pelan.

"Ya untuk apa toh," jawab Rara santai.

"Ya, ndak apa-apa, Mbak. Baca buku bisa nambah wawasan. Siapa tahu nantinya bisa terpelajar seperti Raden Ayu Kartini, anaknya bupati Jepara," gumam Anjani lagi, sambil menoleh ke arah kakak perempuannya yang tetap menutup matanya dengan santai. Nama Raden Ayu Kartini melejit ketika artikelnya dimuat di salah satu majalah waniga terkenal De Hoandsche Lelie, majalah yang dulu menjadi langganannya, ketika ia masih bersekolah. Artikel Kartini yang ditulis dalam bahasa Belanda itu sangat menggunggahnya untuk mengetahui banyak hal, termasuk isu sosial yang sedang marak saat itu. Ia seolah menjadi haus akan wawasan yang tidak akan pernah habis itu.

"Kamu masih terlalu muda, Ni," ucap Rara lagi. "Kita perempuan, kalau pun pintar, kita bisa apa? Lihat saja Kartini. Dia pintar, berani, namun tetap berakhir menikah dengan Bupati Rembang. Tetap berakhir menjadi seorang istri, pelayan suaminya dan pelayan keluarganya. Dimadu juga pada akhirnya. Mau berwawasan sebagaimana pun, kita ini tetap perempuan, Ni."

Anjani terdiam di tempatnya. Dinginnya air kembang seolah tak mampu menghilangkan betapa berkabutnya pikirannya. "Kita ndak ditakdirkan untuk menjadi berwawasan, Ni. Semakin berwawasan, kodrat kita sebagai wanita pun akan semakin hilang," lanjut Rara lagi dengan suaranya yang sabar.

KARSA ✔Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon